• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of RIGIDITAS HARGA–UPAH DAN IMPLIKASINYA PADA KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of RIGIDITAS HARGA–UPAH DAN IMPLIKASINYA PADA KEBIJAKAN MONETER DI INDONESIA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

Sementara itu, di sisi lain, perdebatan mengenai sumber guncangan yang menyebabkan fluktuasi kegiatan usaha (analisis siklus bisnis) juga menempatkan peran perilaku dinamis harga dan upah sebagai variabel kunci. Sebagaimana diketahui, para ekonom Keynesian berasumsi bahwa perilaku harga nominal dan upah tidak terlalu fleksibel dan juga tidak kaku.2 Dengan asumsi ini, setiap perubahan permintaan agregat (gangguan nominal) dianggap berdampak pada fluktuasi output riil. Beberapa penelitian mengenai perilaku pembentukan harga dan upah (simultan) telah dilakukan di berbagai negara, biasanya menggunakan pendekatan ekonometrik/makro dan data agregat.

Merujuk pada beberapa isu strategis serta hasil kajian yang telah dilakukan, penelitian yang didukung pendekatan survei ini bertujuan untuk mengkaji perilaku pembentukan harga dan upah. Tujuan penelitian akan fokus untuk mengkaji permasalahan utama, yaitu sejauh mana dan faktor apa saja yang mempengaruhi derajat kekakuan perilaku harga dan upah dalam merespons guncangan permintaan dan penawaran (termasuk adanya unsur ketidakpastian). Secara teknis, hal ini diharapkan dapat menjawab beberapa pertanyaan terkait, yaitu: (i) Bagaimana pola pengaturan dan derajat kekakuan harga dan upah yang terjadi; (ii) Bagaimana dinamika pasar tenaga kerja mempengaruhi perilaku harga dan upah; dan (iii) Sejauh mana pengaruh ekspektasi masyarakat (maju/mundur) terhadap pembentukan harga dan upah.

Sebagai tindak lanjut dari bagian pendahuluan ini, akan disajikan kerangka teori mengenai bagaimana kekakuan harga dan upah mempengaruhi perkembangan produksi dan implementasi kebijakan moneter, serta faktor-faktor yang mempengaruhi kekakuan tersebut. Dinamika pembentukan harga dan upah sendiri menentukan bagaimana keputusan kebijakan moneter, seperti suku bunga, jumlah uang yang beredar dan inflasi, mempengaruhi perekonomian. Hal ini dapat dijelaskan dengan berbagai teori yang mengasumsikan adanya kekakuan dalam pembentukan harga dan upah.

Fokus penelitian ini adalah untuk menjelaskan fenomena kekakuan harga dan upah, oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme penetapan harga dan upah pada tingkat produksi, grosir, dan eceran.

DINAMIKA PEMBENTUKAN DAN RIGIDITAS HARGA 1. Cara Penentuan Harga

Survei ini juga menanyakan frekuensi peninjauan dan perubahan harga dalam setahun, yang kemudian dicocokkan dengan perubahan yang terjadi pada biaya produksi dan kondisi pasar. Fakta bahwa review pada umumnya tidak dilakukan secara berkala menunjukkan adanya menu informasi biaya, yaitu biaya untuk mengumpulkan berbagai macam informasi yang diperlukan untuk menentukan apakah harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang tepat atau tidak, yang tentunya sangat berbeda-beda. dari biaya-biaya yang harus dikeluarkan akibat perusahaan benar-benar melaksanakan hasil peninjauan tersebut. Hal ini sesuai dengan temuan sebelumnya bahwa metode penetapan harga yang paling dominan adalah biaya produksi ditambah laba variabel di tingkat perusahaan dan harga pokok penjualan ditambah margin di tingkat pengecer.

Perusahaan yang mengubah harga setiap hari mungkin dikenakan biaya mandi tambahan. Faktor utama yang menyebabkan suatu perusahaan memutuskan untuk menaikkan harga adalah jika biaya produksi langsung meningkat (90 persen). Hal ini konsisten dengan temuan sebelumnya bahwa metode penetapan harga yang paling populer di kalangan perusahaan didasarkan pada biaya produksi langsung ditambah markup.

Temuan ini menunjukkan bahwa penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya produksi, sedangkan deflasi lebih sulit diciptakan meski dengan menurunkan biaya produksi. Artinya dampak kebijakan moneter terhadap pendapatan akan lebih banyak ditransmisikan ke tingkat produksi dibandingkan ke tingkat harga. Selain faktor penyebab perubahan harga, perusahaan juga memikirkan bagaimana cara menyesuaikan harga dan kecepatan ketika terjadi guncangan pada biaya produksi.

Tentu saja hal ini harus dimaknai sesuai dengan temuan sebelumnya yang menunjukkan adanya biaya produksi. Yang mengejutkan, perusahaan dapat dengan cepat menyesuaikan harga terhadap perubahan biaya produksi. Sekitar 83 persen responden menyatakan enggan mengubah harga jika biaya produksi tidak berubah.

Perusahaan yang menerapkan metode penetapan harga berdasarkan biaya produksi ditambah margin variabel cenderung memiliki kekakuan harga ini. Ditemukan juga bahwa biaya menu fisik lebih signifikan bagi perusahaan dengan pemanfaatan kapasitas terpasang yang lebih rendah. Nampaknya biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan pemanfaatan kapasitas terpasang yang lebih rendah dan produk yang terdiferensiasi untuk melakukan perubahan harga lebih besar, sehingga cenderung enggan untuk mengubah harga.

Kegagalan koordinasi dianggap sebagai faktor yang lebih penting bagi perusahaan yang produksinya terdiferensiasi dibandingkan dengan perusahaan yang produknya tidak terdiferensiasi. Hal ini sangat menyedihkan, karena jika hal ini benar, dampak dari kebijakan harga yang diatur pemerintah (administered price) terhadap inflasi akan sangat besar.

Gambar 4.4 Respon Perusahaan terhadap Kebijakan Harga dan Upah
Gambar 4.4 Respon Perusahaan terhadap Kebijakan Harga dan Upah

DINAMIKA PEMBENTUKAN DAN RIGIDITAS UPAH

Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan hanya berusaha memenuhi upah minimum yang ditetapkan pemerintah. Dalam kasus seperti ini, baik pekerja maupun perusahaan biasanya mengacu pada tingkat upah yang umumnya berlaku di wilayah tersebut atau untuk jenis pekerjaan serupa. Contoh terbaik dari hal ini adalah penetapan upah di industri konstruksi, di mana upah pekerja konstruksi di bidang tertentu bersifat seragam tanpa adanya kontrak yang tegas dan masing-masing pihak sepakat untuk mengikuti skema pengupahan yang berlaku umum.

Hasil ini juga menunjukkan bahwa responden menentukan gaji lebih besar berdasarkan negosiasi individu (40,8%) dibandingkan dengan negosiasi serikat pekerja (26,5%). Hal ini bertujuan untuk mendorong motivasi kerja yang lebih baik dan mempertahankan pekerja dengan produktivitas tinggi. Mayoritas responden menyatakan sistem gaji yang digunakan adalah gaji tetap dan gaji plus insentif.

Setidaknya ada tujuh faktor yang dapat menyebabkan perubahan upah, yaitu (i) pengalaman kerja, (ii) perubahan gaji di sektor sejenis, (iii) peraturan, (iv) biaya hidup/inflasi (v) tuntutan serikat pekerja, (vi ) bisnis yang mencari keuntungan, (vii) produktivitas karyawan (tabel 5.3). Saat harga kebutuhan pokok naik, 59,2% responden menyatakan karyawannya tidak menuntut kenaikan upah (Tabel 5.4). Hampir seluruh responden atau 98,5% responden memilih mempertahankan tingkat upah nominal pada saat harga barang turun (deflasi) (Tabel 5.5).

Dari tabel tersebut terlihat bahwa 77,04% responden menyatakan bahwa sumber kekakuan upah berasal dari biaya menu.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Kesimpulan

Oleh karena itu, kebijakan moneter akan lebih efektif jika dampak pendapatannya lebih kuat dibandingkan dengan dampak biayanya. Pada tingkat pedagang besar dan pengecer, penyebab utama perubahan harga adalah perubahan harga pokok pembelian. Sebaliknya, penyesuaian harga di tingkat perdagangan besar berlangsung kurang dari dua minggu, sedangkan di tingkat perusahaan sedikit lebih lama, masing-masing kurang dari sebulan.

Kekakuan harga di tingkat grosir dan eceran sedikit berbeda dibandingkan di tingkat korporasi. Tiga faktor utama yang menyebabkan kekakuan harga di tingkat dealer adalah harga pembelian, ambang batas harga, dan penyesuaian inventaris. -Faktor permintaan dan kondisi pasar juga nampaknya kurang mampu menjelaskan kekakuan harga di tingkat dealer.

Dalam survei ini juga diperoleh bukti yang konsisten mengenai pembentukan ekspektasi inflasi di tingkat perusahaan dan dealer. Implikasinya, pengendalian inflasi pada tingkat makro akan berdampak pada besarnya kenaikan harga di tingkat perusahaan dan pedagang. Penetapan harga berdasarkan biaya adalah metode penetapan harga yang paling umum digunakan oleh perusahaan dan kekakuan harga berdasarkan biaya mempunyai implikasi luas terhadap kebijakan. kebijakan moneter terutama menyangkut efektivitas kebijakan moneter dan penargetan inflasi.

Agar kebijakan moneter yang dipilih efektif, kebijakan tersebut harus mempunyai dampak minimal terhadap struktur biaya. Dampak kebijakan moneter terhadap struktur biaya dapat dibagi menjadi tiga saluran; inflasi yang diharapkan, nilai tukar dan suku bunga. Oleh karena itu, dampak bersih kebijakan moneter terhadap struktur biaya perusahaan sangat bergantung pada besarnya dampak nilai tukar dan ekspektasi inflasi, yang berbanding terbalik dengan pengaruh tingkat suku bunga.

Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi ketiga dampak tersebut, agar memiliki bukti kuantitatif bagaimana kebijakan moneter mempengaruhi struktur biaya perusahaan. Di sisi permintaan agregat, kebijakan moneter diharapkan sepenuhnya efektif karena harga relatif tidak terlalu terpengaruh oleh kondisi permintaan. Oleh karena itu, kebijakan moneter kontraktif akan mempunyai pengaruh yang lebih besar dibandingkan kebijakan ekspansif.

DAFTAR PUSTAKA

Gambar

Gambar 4.4 Respon Perusahaan terhadap Kebijakan Harga dan Upah

Referensi

Dokumen terkait

Teaching and learning 21st century skills: Lessons from the learning sciences.. Sydney: