• Tidak ada hasil yang ditemukan

View of VISUALISASI GENERASI MENUNDUK DALAM BENTUK PERTUNJUKAN DANCE THEATER PADA KARYA “PARADOKS”

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "View of VISUALISASI GENERASI MENUNDUK DALAM BENTUK PERTUNJUKAN DANCE THEATER PADA KARYA “PARADOKS”"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

VISUALISASI GENERASI MENUNDUK DALAM BENTUK PERTUNJUKAN DANCE THEATER PADA KARYA “PARADOKS”

Agus Setiawan 15020134050

[email protected]

Drs. Djoko Tutuko, M.Sn

Pendidikan Sendratasik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Pada karya dengan judul Paradoks, penulis yang sekaligus menjadi koreografer mengangkat fenomena paradoks yang terjadi di tengah masyarakat yaitu masyarakat yang merubah kebiasaannya menjadi menunduk karena ketergantungan dengan gadget.

Kebiasaan itu disebut dengan generasi menunduk. Paradoks merupakan penyataan yang seolah-olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran atau bersifat kontradiksi tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Fokus pada karya ini adalah paradoks tentang generasi menunduk yang nantinya akan divisualisasikan menjadi sesuatu yang baru dari bentuk penyajiannya dan dikemas dalam bentuk pertunjukan dance theater.

Hasil penciptaan relevan, terinspirasi dari karya “Paradox” koreografer Rizza Ahmad dan Mirna Arfianti. Pendekatan pada karya tari Paradoks menggunakan metode kontruksi.

Penafsiran koreografer terhadap paradoks yang terjadi di masyarakat tentang generasi menunduk, dianjutkan pada tahap proses kreatif, diantaranya ekplorasi, improvisasi, analisis, evaluasi dan finishing. Karya Paradoks menggunakan mode penyajian representatif dan simbolis menurut Ben Suharto yaitu pengungkapan mempresentasikan bentuk asli objek yang dijadikan ide. Dari hasil karya ini dapat disimpulkan bahwa dari fokus yang terpilih, koreografer berharap untuk semua penikmat agar dapat belajar dari sebuah objek sederhana, dari hal kecil menjadi besar, dari yang susah menjadi mudah dan mengembangkan pemikiran serta penafsiran sesuatu yang berdasar pada ide gagasan yang menimbulkan sebuah kreatifitas dalam memaknai hal-hal dalam kehidupan.

Kata Kunci: Paradoks, Generasi Menunduk, Dance Theater

(2)

Abstract

In the work titled Paradox, the writer who is also a choreographer raises the paradoxical phenomenon that occurs in the community, that is, people who change their habits to bow down because of dependence on gadgets. This habit is called the generation of bowing.

The paradox is a statement that seems to contradict public opinion or truth or is contradictory but in reality contains truth. The focus of this work is the paradox of the generation of bowing which will be visualized into something new from the form of presentation and packaged in the form of a dance theater performance. The results of the creation are relevant, inspired by the work of "Paradox" choreographers Rizza Ahmad and Mirna Arfianti. The approach to the Paradox dance works uses the construction method. The choreographer's interpretation of the paradox that occurs in society about the generation of bowing, continued at the stage of the creative process, including exploration, improvisation, analysis, evaluation and finishing. The work of the Paradox uses a representative and symbolic mode of presentation according to Ben Suharto, namely the disclosure of the original form of the object used as an idea. From the results of this work it can be concluded that from the chosen focus, the choreographer hopes for all connoisseurs to be able to learn from a simple object, from small to large, from difficult to easy and develop thoughts and interpretations based on ideas that give rise.

Keywords: Paradox, Generation Down, Dance Theater

(3)

I. PENDAHULUAN

Kemajuan teknologi yang canggih membuat zaman sekarang serba mudah.

Perkembangan teknologi yang telah mengubah dunia semakin modern hingga detik ini, yaitu internet dan gadget. Jaringan internet yang terdapat pada gadget diciptakan untuk mempermudah hal yang ingin kita lakukan. Kita mendapatkan informasi apapun dengan cepat, berhubungan dengan siapapun yang kita ingin dengan mudah, dan masih banyak lagi. Hal tersebut merupakan kemajuan yang positif dalam dunia teknologi. Seiring dengan kemajuan ini menyebabkan manusia sangat bergantung dan tidak bisa lepas dengan gadget.

Sebagai manusia yang hidup di zaman milenial ini, kita tidak bisa memungkiri bahwa kita sangat membutuhkan gadget. Dengan internet yang ada di gadget apapun dapat kita lakukan, informasi apapun yang biasanya tidak terjangkau dapat kita dapatkan dengan mudah. Inilah yang menimbulkan sebuah fenomena tragis dimana seluruh manusia di bumi ini mengubah kesehariannya menjadi ‘menunduk’ karena terlalu sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

Fenomena ini biasanya disebut oleh masyarakat dengan istilah ‘generasi menunduk’. Generasi menunduk adalah istilah untuk orang-orang yang ketergantungan dengan gadget, ketergantungan ini dilakukan secara terus-menerus kapanpun dan dimanapun.

Seiring dengan fenomena generasi menunduk ini, timbulah paradoks yang terjadi di masyarakat.Kata paradoks berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pendapat yang

bertentangan”. Menurut KBBI, paradoks diartikan sebagai pernyataan yang seolah olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran atau bersifat kontradiksi tetapi kenyataannya mengandung kebenaran (KBBI Online, 22-03- 2019 pkl 08.00). Jadi bisa disimpulkan paradoks yaitusesuatu yang bertentangan dengan apa yang seharusnya terjadi atau pernyataan yang benar belum tentu benar dan yang salah belum tentu salah. Pernyataan yang bersifat paradoks dapat membuat kita bingung dan berfikir dua kali.

Di era milenial seperti ini, kita tidak akan pernah bisa menghindari paradoks tersebut.

Menjauhkanyangdekat,mendekatkan yang jauh merupakan contoh paradoks dari generasi menunduk. Menjauhkan yang dekat maksudnya ialah orang-orang sibuk dengan urusan gadget mereka masing-masing tanpa menghiraukan hal yang terjadi disekitarnya dan akan merubah sikap sosial mereka, seperti berdiskusi, mengobrol, berbincang bersama dan masih banyak lagi.

Bertegur sapa sudah menjadi hal yang sedikit asing.Lalu arti dari mendekatkan yang jauh adalah mereka yang selalu sibuk mencari apapun yang biasanya tidak terjangkau dapat kita dapatkan dengan mudah menjelajahi dunia maya terus menerus dengan internet di gadget mereka.

Dengan internet apapun dapat mereka lakukan.

Jarak bukanlah sebuah halangan bagi pengguna gadget. Penggunaan gadget yang berlebihan juga berdampak bagi kesehatan seperti efek radiasi sinyal yang ditimbulkan oleh gadget, kebiasaan menunduk terus menerus yang kurang baik untuk tulang leher dan punggung, dan mata kita yang terlalu sering menatap layar gadget.

(4)

Tidak bisa dipungkiri bahwa paradoks generasi menunduk ini juga dialami oleh koreografer dan menimbulkan keresahan di hati koreografer.Hal tersebut memunculkan ketertarikan untuk mengangkat fenomena ini kedalam sebuah karya tari. Koreografer tertarik untuk membuat suatu karya tari tentang hal tersebut dengan memilih pertunjukan dance theater yang syarat makna dan pesan yang dapat di ambil oleh penikmat atau penonton yang melihat karya ini. Karya ini di angkat terfokus pada paradoks generasi menunduk yang dialami oleh masyarakat dan mayoritas saat ini adalah pengguna gadget. Fenomena ini menjadi pertanyaan besar sebab di sebuah sisi manusia memang sangat membutuhkan gadget dan akhirnya tidak bisa lepas dari gadget. Akan tetapi disisi lain kebiasaan tersebut dapat berdampak buruk bagi kesehatan.

Berdasarkan fenomena latar belakang di atas, dalam penggarapan karya tari ini, penata tari ingin memfokuskan pada bentuk pertunjukan dance theater tentang paradoks fenomena generasi menunduk akibat ketergantungan manusia dengan gadget.

Secara teoritis hasil karya tari ini diharapkan dapat menambah pengalaman serta mewujudkan pemahaman koreografer terhadap objek yang yang diangkat yaitu perwujudan paradoks fenomena generasi menunduk akibat ketergantungan manusia dengan gadget.

Sedangkan secara praktis tujuan penulisan karya tari “Paradoks” ini ingin mewujudkan ide garap karya tari dalam bentuk penulisan serta dapat memberikan paradoks fenomena generasi menunduk akibat ketergantungan manusia dengan gadget.

Guna memperjelas gagasan koreografer definisi operasional adalah penyatuan pendapat atau kesepakatan pendapat tentang sesuatu, sehingga mempunyai presepsi yang sama antara penulis dengan pembaca.

a Visualisasi: Merupakan suatu bentuk penyampaian ide tau gagasan koreografer ke dalam bentuk karya tari. Melalui sebuah tahapan dan proses yang dilalui untuk disampaikan kepada penari dan desain gerak yang akan diwujudkan pada karya tari.

b Generasi Menunduk: Generasi menunduk adalah istilah untuk orang-orang yang ketergantungan dengan gadget, ketergantungan ini dilakukan secara terus- menerus kapanpun dan dimanapun.Inilah yang menimbulkan sebuah fenomena tragis dimana seluruh manusia di bumi ini mengubah kesehariannya menjadi

‘menunduk’ karena terlalu sibuk dengan gadgetnya masing-masing.

c Dance Theater: Dance theater adalah salah satu aliran jenis tari yang tidak hanya berbicara soal estetika gerak, namun membangun sebuah emosi dramatik melalui aspek utama dan aspek pendukung pertunjukan tari.

d Paradoks: Kata paradoks berasal dari bahasa Yunani yang berarti “pendapat yang bertentangan”. Menurut KBBI, paradoks diartikan sebagai pernyataan yang seolah olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran atau bersifat kontradiksi tetapi kenyataannya mengandung kebenaran (KBBI Online, 22-03-2019 pkl 08.00). Jadi bisa

(5)

disimpulkan paradoks yaitusesuatu yang bertentangan dengan apa yang seharusnya terjadi atau pernyataan yang benar belum tentu benar dan yang salah belum tentu salah. Pernyataan yang bersifat paradoks dapat membuat kita bingung dan berfikir dua kali.

Terkait dengan masalah penelitian maupun karya seni yang sedang dikerjakan, dalam upaya menemukan teori atau data-data penelitian guna untuk menguatkan konsep garapan tari.

a. Visualisasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia visualisasi adalah pengungkapan suatu gagasan atau perasaan dengan menggunakan bentuk, tulisan, peta, grafik dan lain sebagainya (KBBI Online, 31-10-2018 pkl 13.30).

Nilai yang muncul tersebut, menurut Clive Bell akan memunculkan reaksi yang bersifat emosional (Masri,2010:5). Pertimbangan melalui kualitas visual dapat dikembangkan melalui dual hal yaitu ; (1) pemahaman karya sebagai objek visual, melalui pengkajian unsur yang membangun objek sehingga dapat memunculkan nilai-nilai dari kualitas visual, (2) pemahaman terhadap manusia sebagai subjek yang mengamati atau menciptakan karya yang memiliki kuaitas visual, yaitu mengkaji apa yang terjadi, yang melatar belakangi, manusia yang mengamati objek sehingga dalam dirinya muncul reaksi yang bersifat emosional (Masri,2010:16). Oleh karena itu

menurut definisi diatas tari merupakan objek visual yang diciptakan oleh koreografer sebagai ungkapan ekspresi emosional terhadap suatu fenomena yang melatar belakangi terciptanya karya tari Paradoks. Ide atau gagasan dapat divisualisasikan melalui bentuk dan makna supaya gagasan atau emosi yang dikomunikasikan menjadi terwujud dalam bentuk.

b. Dance Theater

Menurut Suzanne Walther(dalam Hasprina, 2015:1) dijelaskan bahwa

“Dance theatre understood as a form and technique of dramatic choreography with regard to its libretto, the music, and especially its performers. It means the further development in school and studio of new dance techniques toward impersonal objective methods of dramatic dance, and the gradual inclusion of traditional classical dance into the new discipline.”Bila kutipan tersebut diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia akan menjadi demikian,

“Teater tari dipahami sebagai bentuk dan teknik koreografi dramatis berkaitan dengan libretto-nya, musik, dan terutama pemain. Ini berarti pengembangan lebih lanjut di sekolah dan studio teknik tari baru terhadap metode obyektif impersonal tari dramatis, dan masuknya bertahap tari klasik tradisional ke dalam disiplin baru.” Dari kutipan tersebut, dapat disimpulkan bahwa dance theatre atau

(6)

teater tari adalah salah satu aliran jenis tari yang tidak hanya berbicara soal estetika gerak, namun membangun sebuah emosi dramatik melalui aspek utama dan aspek pendukung pertunjukan tari.

c. Koreografi

Menurut pengertian Sal Murgiyanto dalam bukunya yang berjudul

“Koreografi” mengatakan bahwa koreografi berasal dari bahasa inggris choreography, yaitu choreia yang artinya ‘tarian bersama’ atau ‘koor’ dan graphia yang artinya ‘penulisan’. Jadi koreografi adalah sebuah penulisan tarian kelompok, akan tetapi dalam dunia tari koreografi sering di artikan sebagai pengetahuan penataan tari atau hasil susunan tari (Murgiyanto, 1983:3). Pengertian lain koreografi pada tata teknis dipadankan dengan istilah “garap”, atau perilaku kreatif yang mencari sejumlah teba gerak baru terhadap karya tari (Hidayat, 2011:32).

Berbagai pemahaman dari pendapat diatas istilah koreografi dapat disimpulkan sebagai proses pemilihan, penataan, dan pengaturan dalam menciptakan gerak sehingga menjadikan sebuah karya tari, selain itu selalu ada manusia kreatif yang menjalankannya

II. METODE

Metode berasal dari bahasa Yunani methodos berarti cara atau jalan yang harus ditempuh. Penciptaan adalah proses suatu metode

untuk menguraikan secara rinci tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses penciptaan, sebagai upaya dalam mewujudkan kekaryaan, melalui pendekatan-pendekatan ilmu lain, yang dimaksudkan agar selama proses penciptaan dapat dijabarkan secara ilmiah dan argumentatif.

Dalam metode penciptaan karya tari ini koreografer menggunakan metode kontruksi.

Dalam buku yang berjudul “Komposisi Tari”

Metode yang digunakan sebagai langkah-langkah dalam menata gerak dan mengkontruksi menjadi sebuah karya tari yang terdiri dari rangsal awal, penentuan tipe tari, pemilihan mode penyajian, eksplorasi, improvisasi, analisis dan evaluasi, serta penghalusan, motif (Suharto,1985:32).

Metode yang digunakan untuk menciptakan sebuah tari dalam karya tari ini sebagai berikut:

a Rangsang Awal

Menurut Jacqueline Smith yang telah diterjemahkan oleh Ben Suharto dalam bukunya yang berjudul “Komposisi Tari” mengatakan rangsang tari dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang membangkitkan pola pikir, semangat, atau mendorong suatu kegiatan. Rangsang bagi komposisi tari dapat berupa auditif, visual, gagasan, rabaan, atau kinestetik (Suharto, 1985:20). Metode dalam menemukan fokus karya dilakukan dengan melalui rangsang awal, dengan hal ini dapat membantu koreografer menentukan langkah awal ketika akan membuat penataan karya tari. Rangsang awal adalah munculnya rasa keinginan untuk menyusun sebuah karya. Pada karya ini koreografer menggunakan rangsang awal visual sebagaimana koreografer melihat

(7)

paradoks yang timbul di masyarakat tentang generasi menunduk yang membuat manusia menjadi sering menunduk akibat ketergantungan dengan gadget. Hal ini yang akan dibuat menjadi suatu gagasan baru untuk dikemas dalam pertunjukan karya tari.

III. PEMBAHASAN Deskripsi Karya

Karya tari merupakan hasil dari cipta rasa dan karsa manusia dengan tubuh sebagai media. Karya tari memiliki elemen-elemen dan unsur-unsur pendukung, elemen dalam karya tari berupa gerak, waktu dan tenaga serta unsur pendukung tari terdapat tata rias dan busana, tata pentas, iringan, tata cahaya, dan properti

Berikut analisis karya tari “Sang Menak” sesuai dengan struktur dan alur.

Adegan Analisis

Introduksi Pada awal pertunjukan ini, penari onstage berada di sebelah kiri depan panggung. Koreografer memilih posisi tersebut agar penonton bisa membaca apa yang dimaksud koreografer tentang paradoks. Pada intro awal ini koreografer ingin memunculkan suasana yang membingungkan tentang paradoks yang tejadi. Pada bagian awal ini penari mulai bergerak sesuai dengan apa yang diinginkan koreografer. Ada saatnya penari bergerak dan frezze gerak.

Adegan 2 Pada adegan 2 koreografer mulai

memunculkan suasana-suasana santai untuk menggambarkan keadaan manusia yang senang karena bisa melakukan apapun yang mereka inginkan dengan mudah melalui hp. Penggambaran tersebut diwujudkan melalui gerak- gerak yang diciptakan baru oleh koreografer dengan gerak yang bersumber dari bentuk-bentuk pengguna gadget yang menunduk.

Adegan 3 Pada adegan 3 koreografer mulai memunculkan bentuk gerak manusia yang sudah sangat ketergantungan dengan hp dan menyebabkan manusia gila karena hp. Gerak gerak cepat, tegas, dan selalu berpindah pindah posisi diciptakan karena koreografer ingin menggambarkan keliaran hp yang tidak bisa dikendalikan oleh manusia. Diadegan 3 ini koreografer memunculkan klimak kedua.

Adegan 4 Ending

Ending dalam karya ini merupakan anti klimak, pada bagian ini penari bergerak sesuai apa yang mereka imajinasikan tentang manusia yang sudah gila karena hp. Keadaan manusia yang sudah tak berdaya karena keliaran hp. Gerak yang dilakukan adalah melihat keatas dengan tatapan kosong. Ini adalah simbol dari ketidakberdayaan manusia.

Gerak di dalam sebuah koreografi adalah bahasa yang dibentuk menjadi pola-pola gerak dari

(8)

seorang penari yang sungguh dinamis. Gerak- gerak dalam karya tari Sang Menak didapat melalui proses eksplorasi dengan berpijakan pada gerak- gerak Banyuwangi karena karya tari yang ingin diciptakan oleh penata merupakan tari tradisional dengan gaya Jawa Timuran khususnya Banyuwangi.

Tema

Generasi menunduk adalah istilah untuk orang-orang yang ketergantungan dengan gadget, ketergantungan ini dilakukan secara terus-menerus kapanpun dan dimanapun. Inilah yang menimbulkan perubahan kebiasaan manusia menjadi ‘menunduk’ karena terlalu sibuk dengan gadgetnya masing-masing..

Judul

“Paradoks”

Paradoks dapat diartikan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan opini. Lalu mengacu kepada apa yang tampaknya bertentangan dengan akal sehat atau bersifat kondradiksi (opini yang benar belum tentu benar, yang salah belum tentu salah). Dan dapat menimbulkan kebimbangan Sinopsis

Yang benar belum tentu benar Yang salah belum tentu salah Oh gadget..

Bagaimana caraku memperlakukanmu?”

Tipe tari

Dance theatre atau teater tari adalah salah satu aliran jenis tari yang tidak hanya berbicara soal estetika gerak, namun membangun sebuah emosi dramatik melalui aspek utama dan aspek pendukung pertunjukan tari.

Mode penyajian

Koreografer menggunakan mode penyajian simbolis representatif. Simbolis representatif adalah mengungkapkan gerak dalam tari dengan menggunakan simbol-simbol atau menambahkan gambaran lain mengenai sesuatu, gerak-gerak yang unik dan tidak nyata seperti asliya (Jacquline Smith, 1985:29). Dalam karya tari “Paradoks” ini disajikan dalam gerak dasar yang dikembangkan sesuai dengan penggarapan koreografer dan juga sesuai dengan keadaan nyata pada gerak tari.

Teknik gerak

Dalam tari teknik dipahami sebagai suatu cara mengajarkan sebuah proses baik fisik maupun mental yang memungkinkan koreografer dan penari mewujudkan pengalaman estetisnya dalam membentuk atau membuat komposisi tari.

Gaya pada karya tari ini sesuai dengan pengalaman gaya tradisi koreografer yang berasal dari Ponorogo dan memiliki basic Reyog, maka dari itu koreografer akan menggunakan gaya pengembangan teknik gerak tradisi dan dipadukan dengan teknik gerak masa kini.

Pemain dan Instrumen

Pemilihan pemain pada karya tari ini menggunakan empat orang penari laki-laki dan tiga penari perempuan yang memiliki kelebihan masing-masing terutama pada olah tubuh tradisi yang sudah menjadikan tubuh mereka siap untuk diolah. Ada beberapa faktor yang menjadikan alasankoreografer dalam memilih tujuh peraga, antara lain, jumlah tujuh penari bagi koreografer dianggap jumlah yang dikatakan tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Empat orang penari laki-laki dan tiga penari perempuan menggambarkan manusia di bumi ini yang pastinya ada dua gender, yaitu laki-laki dan

(9)

perempuan.Alasannya memilih penari karena pengalaman pribadi koreografer yang sering terlibat dalam proses bersama dengan para penari.

Sehingga koreografer paham dengan kemampuan, kapasitas, dan kualitas masing-masing penarinya.

Para penari memiliki basic yang berbeda beda, oleh karena itu koreografer ingin menggabungkan keberbedaan tersebut menjadi sesuatu yang sifatnya unik.

Tata teknik pentas

Pelaksanaan tata atau aturan serta penguasaan cara kerja benda-benda di luar manusia yang berada dalam ruang dan waktu yang berlaku di tempat pertunjukan kesenian (Padmodarmaya, 1988:27). Karya ini menggunakan panggung proscenium sebagai tempat pertunjukannya dengan menghadirkan tatanan lampu yang disesuaikan untuk mendukung suasana yang terdapat di dalamnya, tujuannya agar pertunjukan terlihat lebih menarik serta membawakan kesan tersendiri bagi penonton.

Iringan Tari

Hubungan sebuah tari dengan musik adalah aspek bentuk, gaya, ritme, suasana, atau gabungan dari aspek-aspek lainnya. Dasar pemilihannya haruslah dilandasi oleh pandangan penyusun iringan dan maksud koreografer tarinya sehingga menunjang tarian yang diiringinya (Murgiyanto, 1983:45). Iringan musik dalam karya ini menggunakan musik kreatif dengan pepaduan jenis alat musik diatonis dan pentatonis.

Koreografer memilih untuk menjadikan musik langsung karena dapat membangun suasana lebih hidup, dengan rencana menggunakan berbagai latar musik, antara lain : Gitar cak, Gitar cuk, Saxophone, Violin, Gong, Flute, Kendang, Bonang,Gambang

Faktor pemilihan dan penggunaan instrument tersebut agar kesan tradisi dan modern mampu mengiringi serta membangun suasana yang lebih variatif dalam karya ini.

ADEGAN SUASANA JENIS MUSIK Intro Bingung Ilustrasi

Kedua Tenang Pengiring dan pembangun suasana Ketiga Tegang Membuat

suasana

Keempat Hening Penguat suasana

Pola Lantai

Pola lantai merupakan desain yang dilintasi oleh gerak – gerak dari komposisi di atas lantai dari ruang tari yang dilakukan penari.

Desain pola lantai yang ditata rapi sedemikian rupa dengan memiliki keragaman, pola lantai yang memisahkan para penari dengan salah satu penari sebagai penonjolan salah satu tokoh, kemudian pola lantai yang menggerombol dengan gerak kontras memiliki dinamika tersendiri pada karya tari ini.

Tata rias dan busana

Tata rias adalah salah satu sarana penunjang dalam sebuah pertunjukan, salah satunya adalah seni tari. Tata rias dalam karya tari Paradoks adalah make up natural. Make up yang digunakan cukup tipis dan terlihat natural seperti keseharian manusia dalam menggunakan gadget dimanapun dan kapanpun.

(10)

Busana yang digunakan dalam karya ini sangat sederana. Para penari menggunakan busana sehari-hari. Penari pria menggunakan celana panjang, kemeja biasa dan bersepatu dengan masing-masing warna yang berbeda. Untuk penari wanita lebih berbeda beda dalam masalah bentuk busana.

Karena busana wanita sehari memang lebih bervariasi dari pada pria. Ada yang berbusana celana jeans ketat dengan kemeja dan sepatu, ada yang bercelana jeans panjang lebar dengan kemeja yang diikat dan bersepatu. Pada intinya busana yang dikenan merupakan busana sehari-hari.

Gaya

Gaya pada karya tari ini sesuai dengan pengalaman gaya tradisi koreografer yang berasal dari Ponorogo dan memiliki basic Reyog, maka dari itu koreografer akan menggunakan gaya

pengembangan teknik gerak tradisi dan dipadukan dengan teknik gerak masa kini.

IV. PENUTUP Simpulan

Karya tari “Paradoks” merupakan karya tari yang berangkat darifenomena generasi menunduk akibat manusia yang sibuk dengan hp dan menimbulkan sebuah paradoks di masyarakat.

Paradoks diartikan sebagai pernyataan yang seolah olah bertentangan dengan pendapat umum atau kebenaran atau bersifat kontradikter tetapi kenyataannya mengandung kebenaran. Karya ini memiliki dua variabel yaitu variabel bentuk dalam karya inimerupakandance theatre. Variabel isi dalam karya tari “Paradoks” menceritakan tentangparadoks generasi menunduk yang saat ini terjadi di tengah masyarakat. Dance theater merupakan bentuk pertunjukan yangtidak hanya berbicara soal estetika gerak, namun membangun sebuah emosi dramatik melalui aspek utama dan aspek pendukung pertunjukan tari.Semua penari berperan sama hanya mengambil simbol-simbol gerak yang bermakna.

Setelah terciptanya karya tari Paradoksini, variabel isi terlihat dari metode yang digunakan untuk penggarapan karya tari Paradoks. Karya tari ini, menggunakan metode konstruksi. Konsep alur pada karya tari Paradoks adalah untuk membangun unsur dramatik sehingga menimbulkan dinamika yang kuat yang berdampak pada suasana dramatis dalam penyajianya. Karya Tari Paradoks menggunakan mode penyajian yaitu representatif dan simbolis.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Hadi, Y. Sumandi. 2014. Koreografi Bentuk-Teknik-Isi.

Yogyakarta: Cipta Media Hidayat, Robby. 2011. Koreografi &

Kreativitas: Pengetahuan dan Pertunjukan Praktikum Koreografi. Yogyakarta:

Kendil Media Pustaka Seni Indonesia

Humphery, Doris. 1983. Seni Menata Tari (The Art Of Making Dance).

Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta.

Masri, Andri. 2010. Strategi Visual (Bermain dengan Formalistik dan Semiotik Untuk Menghasilkan Kualitas Visual dalam Desain).

Yogyakarta: Jala Sutra Meri, La. 1986. Elemen-elemen dasar

Komposisi Tari. Judul Asli:

Dances Composition, the

Basic Elements.

Diterjemahkan oleh Soedarsono. Yogyakarta:

Lagaligo

Murgianto, Sal. 1983. Koreografi:

Pengetahuan Dasar Komposisi Tari. Jakarta:

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Padmodarmaya, Pramana. 1988. Tata dan Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka

Penyusun, Tim. 2006. Panduan Penulisan dan Penilaian Skripsi.

Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Smith, Jacqueline. 1985. Komposisi Tari:

Sebuah Petunjuk Praktis Bagi Guru Judul Asli: Dance Composition. Diterjemahkan oleh Ben Suharto.

Yogyakarta: Ikatan Yogyakarta

Soedarsono. 2006. Tripologi Seni:

Penciptaan Eksistensi dan Kegunaan Seni. Yogyakarta:

BP ISI Yogyakarta

Sumarjo, Jakob. 2000. Filsafat Seni.

Bandung: ITB

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pembuatan karya tari ini, penata mendapatkan keresahan terhadap suatu masalah yaitu tentang bagaimana mewujudkan karya tari yang berangkat dari cerita rakyat

Berikut diagram sequence aktivitas yang dapat dilakukan konsumen: Konsumen Produk Data Produk Database Home Tampil Data Produk Proses Menanpilkan Data Produk Detail Produk