• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wardah Rianika Azhary 215040200111247 Tugas M5 Matkul PB

N/A
N/A
Wardah Rianika

Academic year: 2023

Membagikan "Wardah Rianika Azhary 215040200111247 Tugas M5 Matkul PB"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH PERTANIAN BERLANJUT

“Mensintesis Kebutuhan GIS untuk Penerapan Presisi Pertanian dalam Sistem Pertanian Berlanjut”

Disusun Oleh:

Wardah Rianika Azhary 215040200111247

Kelas E

Dosen Pengampu:

Kurniatun Hairiah

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

2023

(2)

BAB I PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Hal ini dikarenakan mayoritas masyarakatnya yang berprofesi sebagai petani. Diketahui bahwa jumlah petani Indonesia pada tahun mencapai 33,4 juta jiwa. Jumlah tersebut membuktikan bawah sumberdaya manusia pertanian Indonesia melimpah. Selain jumlah petani yang tinggi, faktanya sebagai negara agraris Indonesia juga memiliki potensi sumberdaya alam yang melimpah. Hal ini tercermin mulai dari sumberdaya lahan yang subur, jenis flora dan fauna yang beragam sampai dengan faktor iklim yang mendukung pertanian. Penyebab dari hal tersebut dikarenakan kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah tropis. Namun, perkembangan pembangunan saat ini yang sangat pesat, terutama paada pembangunan area pemukiman dan industri seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan konversi lahan, terutama pada lahan pertanian. Hal ini semakin diperparah dengan kurang ketatnya perlindungan lahan pertanian oleh pemerintah, sehingga alih fungsi lahan pertanian ini semakin parah setiap tahunnya.

Dengan itu, sektor pertanian di Indonesia sudah terbukti sebagai salah satu pilar utama dalam ekonomi, tetapi sebenarnya belum mencapai potensinya sepenuhnya (Aristyo dan Susandi, 2018). Globalisasi ekonomi, dengan semua tekanannya, telah mendorong pengembangan paradigma pembangunan pertanian yang berkelanjutan ke depan, yang harus didasarkan pada kemampuan internal untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi yang ada (Rivai dan Anugrah, 2011). Konsep "green agriculture," yang sejalan dengan pertanian berkelanjutan, dapat dijelaskan sebagai upaya pertanian yang maju dengan penggunaan teknologi yang terkendali sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, sehingga menghasilkan produktivitas yang optimal, kualitas produk yang tinggi, pelestarian lingkungan, dan pendapatan ekonomi yang optimal bagi petani (Sumarno, 2010). Dalam situasi perubahan di sektor pertanian seperti saat ini, inovasi menjadi strategi utama dalam mencapai pertumbuhan ekonomi, aspek sosial, dan kelestarian lingkungan.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih terdapat banyak permasalahan pertanian. Hal tersebut sudah selayaknya menjadi perhatian umum jika dibiarkan terus menerus nantinya akan dapat menghambat kemajuan pertanian Indonesia. Dampak yang ditimbulkan tidak hanya pada manusia dan perekonomian nasional saja namun juga pada kondisi lingkungan pertanian.

Sistem pertanian Indonesia diketahui masih banyak yang bercorak tradisional.

Menurut Reflis (2011) sistem pertanian tradisional adalah pengetahuan yang khas milik suatu masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungan. Jadi, konsep penerapan sistem tradisional berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Sistem pertanian tradisional diketahui menghasilkan produksi yang tergolong rendah. Menurut Widodo (2007) bahwa subsektor pertanian tradisional memiliki peranan yang besar terhadap bidang pekerjaan namun memiliki peranan yang kecil dalam hal produksi. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan kebutuhan konsumsi manusia terkhusus di Indonesia yang semakin meningkat sejalan dengan adanya pertambahan penduduk.

(3)

Selain itu, umumnya pertanian di Indonesia masih atau banyak yang menerapkan pertanian konvensional. Menurut Surdiana (2017) bahwa sistem pertanian konvensional adalah sistem pertanian yang ditujukan untuk memperoleh produksi pertanian yang maksimal dengan memanfaatkan semisal pupuk dan pestisida kimia dengan dosis yang tinggi dengan tanpa atau input atau sedikit input pupuk organik. Tetapi, pertanian konvensional umumnya memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Hal ini terkait dengan penggunaan bahan kimia yang tidak bijaksana dapat mengakibatkan residu yang menumpuk dalam tanah yang menyebabkan kerusakan lahan. Selain itu, pada pertanian konvensional juga berdampak signifikan pada kondisi ekonomi petani.

Hal ini mengingat bahwa petani mulai ketergantungan dengan berbagai input yang dibutuhkan dalam kegiatan budidaya mulai dari varietas tanam sampai dengan pestisida. Hal ini kemudian akan memberatkan para petani jika terjadi perbedaan inpun dan output yang tidak seimbang.

Disisi lain, pertanian konvensional identik dengan peristiwa Revolusi Hijau. Revolusi Hijau sendiri merupakan sebutan tidak resmi yang digunakan untuk menggambarkan perubahan dalam pemakaian teknologi pertanian khususnya pertanian pangan di Asia. Akan tetapi, dikarenakan pada pelaksanaannya yang banyak berdampak negatif maka kemudian pembangunan pertanian di Indonesia diarahkan ke arah yang berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan merupakan suatu upaya perngelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melesstarikan sumber daya alam. Konsep berkelanjutan dalam pertanian berkelanjutan mencakup aspek ekonomi, ekologi dan sosial. Aspek ekonomis berarti suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital (capital maintenance) dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologis mengandung arti bahwa kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumber daya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Sementara itu berkelanjutan secara sosial, mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasilhasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial dan pengembangan kelembagaan. Pertanian berkelanjutan merupakan salah satu dari indikator pembangunan berkelanjutan.

Pelaksanaan pertanian berkelanjutan sangat berkaitan erat dengan konsep pertanian presisi. Hal ini mengingat penggunaan teknologi menjadi fokus dari pelaksanaan pertanian presisi. Penerapan pertanian presisi akan lebih optimal bila dikombinasikan dengan nanoteknologi. Penerapan nanoteknologi pada subsektor pertanian dan pangan memiliki urgensi dan potensi dampak yang tinggi, disebabkan ukurannya yang sangat kecil, bahan berukuran nanometer.

Dengan ukuran nano tersebut maka materi akan memiliki sifat fisiko-kimia baru, seperti luas permukaan, bentuk, reaktivitas dan warna, yang sangat berbeda dibandingkan material pada ukuran konvensional atau bahan. Meskipun pertanian presisi akan berdampak positif bagi Indonesia, namun penerapannya tidak mudah. Sejumlah tantangan yang akan dihadapi antara lain prasarana penerapan teknologi tinggi yang masih terbatas, terbatasnya sumber daya petani, dan golongan muda yang kurang tertarik masuk ke pertanian. Namun, dengan terobosan-terobosan teknologi yang memudahkan pekerjaan, salah satunya melalui pertanian presisi, akan menjadi daya Tarik sendiri bagi kalangan muda (Faroque et al.2013).

(4)

Salah satu teknologi dalam pertanian presisi yang mendukung terwujudnya pertanian berlanjut adalah penggunaan Sistem Informasi Geografif (GIS). Sistem Informasi Geografis (GIS) adalah sistem berbasis komputer untukmembantu dalam pengumpulan, pemeliharaan, penyimpanan, analisis, keluaran,dan distribusi data spasial dan informasi. Menurut Gunawan (2011), SIG adalah sistem komputer yang terintegrasi di tingkat 3 fungsional dan jaringan. Kemampuan yang dimiliki GIS berbeda dibandingkan dengan sistem informasi yang lain karena berguna dalam menjelaskan kejadian, merencanakan strategi dan memprediksi. Hal tersebut tentu menjadi jawaban terhadap berbagai persoalan yang terjadi dalam pelaksanaan sistem pertanian tradisonal dan konvensional.

Selain itu, diketahui bahwa GIS digunakan dalam memonitor tentang pegambilan kebijakan tentang keadaan yang terjadi dalam suatu areal atau diluar areal. Hal tersebut dikarenakan, GIS juga dapat menggabungkan data, mengatur data, dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan adanya keterkaitan yang erat dalam penggunaan GIS dalam mendukung pertanian presisi dalam pertanian berkelanjutan. Oleh karenanya, teknologi tersebut perlu menjadi fokus uatama untuk dikembangkan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditetapkan terkait sistem pertanian.

(5)

BAB II

Karakteristik dan Tantangan Pengembangan Presisi Pertanian dalam Sistem Pertanian Berlanjut

Indonesia yang memiliki lanskap beragam telah menjadi sumber pendapatan rumah tangga masyarakat. Pada praktiknya banyak sekali tantangan yang harus ditempuh oleh para petani khususnya dalam budidaya seperti perubahan cuaca dan iklim yang dinamis serta teknologi dan infrastuktur yang cenderung masih tertinggal. Peningkatan produktivitas pertanian yang telah dilakukan oleh pemerintah seperti dengan perluasan lahan pertanian, subsidi dan kebijakan-kebijakan lain memberikan pengaruh positif dan negatif terhadap kegiatan bertani. Pengaruh positif yaitu dengan adanya kebijakan tersebut produksi semakin meningkat dan kebutuhan petani untuk kegiatan bertani terbantu akan tetapi pengaruh negatif dari adalah turunanya kesehatan lingkungan akibat dari proses budidaya yang kemudian berimbas kepada aspek sosial dan ekonomi petani dan masyarakat. Pertanian berkelanjutan memiliki tiga aspek yang harus diwujudkan yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi. Ketiganya harus bersinergis supaya dapat terwujud pertanian berkelanjutan. Lingkungan yang digunakan untuk pertanian diharapkan dapat terjaga kualitas dan kuantitasnya sehingga tidak terjadi adanya degradasi lahan maupun perubahan iklim. Pada aspek sosial dimana hak-hak petani dan kesehatan masyarakat juga harus terpenuhi, kemudian dari aspek ekonomi dalam pertanian berlanjut harus adanya produktivitas, efisien dan kompetitif.

Pertanian berkelanjutan merupakan suatu cara dalam pertanian untuk memenuhi kebutuhan manusia sekarang dan masa yang akan datang dengan cara mengelola sumberdaya pertanian (Mawara, 2017). Setiap petani selalu berupaya untuk meningkatkan produksi pertanian dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lahan yang ada, oleh karena itu perlu adanya usaha- usaha agar sumberdaya yang digunakan tetap lestari. Melihat tujuan dari pertanian berkelanjutan yaitu keterkaitan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi dimana menurut Mitcheel (2007), bahwa aspek lingkungan dimana memanfaatkan lingkungan atau sumberdaya alam dengan cara menghindari terjadinya pencemaran dan terus mengupayakan kegiatan yang ramah lingkungan, aspek sosial yaitu kegiatan tersebut diterima dan dapat dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat dengan tujuan sebagai penyelamatan dan pelestarian sumberdaya alam, aspek ekonomi dimana sumberdaya lahan diusahakan untuk memberikan manfaat dan keuntungan. Oleh sebabnya suatu sumberdaya harus dikaji dan dianalisa supaya dapat diketahui apa potensinya sehingga dapat diketahui bagaimana cara mengembangkannya agar menjadi bermanfaat untuk sekarang dan masa depan. Sistem pertanian berlanjut terdapat berbagai aspek yang harus terpenuhi (Mawara, 2017) yaitu :

a. Pengelolaan Tanah Berkelanjutan

Pengelolaan tanah berkelanjutan berfungsi untuk mengendalikan degradasi lahan yang mempengaruhi kualitas tanah dan produktivitas lahan. Pengelolaan tanah berkelanjutan dapat dilakukan dengan pengolahan tanah minimum dan tanpa olah tanah. Pada olah tanah minimum terdapat bagian-bagian lahan yang masih dibiarkan untuk tetap menjaga dan memperbaiki struktur tanah.

Sedangkan tanpa olah tanah merupakan sistem pengolahan tanah dengan konsep pertanian modern. Pada penerapannya dilakukan pengendalian gulma terlebih dahulu supaya tidak mengganggu.

(6)

b. Budidaya Tanaman Tumpang Sari

Melibatkan dua jenis tanaman atau lebih pada satu areal lahan dalam waktu yang sama atau agak bersamaan. Tumpangsari memiliki banyak manfaat seperti efisiensi lahan, memudahkan pengaturan populasi tanaman, produksi lahan lebih dari satu komoditas, memperkecil resiko usahatani dan menciptakan kestabilitasan biologis serta mampu menekan serangan hama dan penyakit tanaman.

c. Kearifan Lokal Sebagai Penyeimbang

Yaitu praktik budidaya dengan menggunakan teknologi asli yang telah terbukti baik dan bermanfaat. Contoh dari kearifan lokal sebagai penyeimbang yaitu pembuatan petakan sawah dengan batas pematang yang disesuaikan kemiringan lahan untuk mengendalikan erosi, rotasi tanaman padi-palawija atau hortikultura, penanaman banyak komoditas pada lahan, penanaman varietas padi yang berbeda antar petani atau desa untuk membentuk keragaman genetik yang luas sebagai daya tahan terhadap hama penyakit, penanaman varietas lokal yang adaptif, sistem bera selama 2-3 bulan untuk memutus siklus hama dan penanaman leguminosa untuk meningkatkan kesuburan tanah.

d. Pertanian Modern Ekologis Berkelanjutan

Pertanian yang memanfaatkan teknologi terbaru yang sesuai dengan agroekologi dan sosial ekonomi. Sistem ini mengintegrasikan teknologi produksi maju yang efisien dan dibarengi dengan pelestarian lingkungan serta mutu sumber daya alam. Teknologi yang dapat digunakan dapat berupa alat-alat mesin pertanian, sarana prasarana usahatani dan pengelolaan usahatani.

Hal ini yang membuat perlunya ada pertanian presisi (precision farming).

Pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang memadukan informasi serta produksi untuk meningkatkan efisinesi, produktivitas dan profit produksi pertanian dari hulu hingga kehilir (Seminar, 2016). Pertanian presisi menggunakan teknologi yang menuntut para pihak baik dari hulu hingga kehilir untuk turut serta dalam penggunaanya. Hal yang menjadi pembeda antara pertanian konvensional dengan pertanian presisi yaitu bahwa pada pertanian presisi menggunakan teknologi spasial untuk mengoptimalkan hasil pertanian dengan tetap mempertahankan sumberdaya alam (Darmawan et al.,2006). Konsep pertanian presisi merupakan konsep penggunaan input yang seakurat mungkin sesuai dengan kebutuhan tanaman sehingga biaya yang dikeluarkan juga sedikit tetapi hasil yang didapat bisa maksimal. Pertanian presisi dapat menggunakan berbagai teknologi seperti yang disebutkan Manalu (2013) yaitu Global Positioning System (GPS), alat sensor seperti sensor tanah, sensor tanaman, sensor hama, kemudian penggunaan satelit atau foto udara dan sistem informasi geografis (SIG) yang dapat digunakan untuk menilai macam-macam variabel lahan. Melihat teknologi yang dapat digunakan untuk pertanian presisi maka dapat dikatakan bahwa tujuan dari pertanian presisi yaitu untuk memberikan informasi kondisi aktual lahan sehingga dapat dilakukan tindakan yang tepat untuk menanganinya.

Manfaat dari pertanian presisi yaitu dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan lahan dari berbagai aspek seperti agronomi, ekonomi dan teknik. Contoh dari penggunaan informasi yang didapat yaitu dapat mengevaluasi kerapatan pembenihan yang optimum, estimasi penggunaan pupuk kimia serta herbisida, dan dapat memprediksi waktu panen dengan tepat

(7)

(Manalu, 2013). Data yang digunakan oleh pertanian presisi dapat berupa data sekunder berupa data klimatologi, tekstur tanah, topologi dll. Data tersebut akan melalui tiga aktivitas utama pertanian presisi yaitu pengukuran, analisi dan kontrol (Darmawan et al., 2006).

a. Pengukuran

Menggunakan data pokok dan data penunjang. Data pokok berisi areal pertanian, karakteristik nutrien tanah, pembibitan, saluran irigasi, pemupukan, insektisida, pestisida dan bahan organik. Data penunjang dapat berupa prediksi curah hujan, dataran banjir. Data tersebut kemudian dikumpulkan dalam basis spasial.

b. Analisis

Analisis digunakan dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang merupakan salah satu teknologi dalam pertanian presisi memiliki kemampuan untuk memperoleh, menyimpan, memperbaharui, memanipulasi, menganalisa dan menampilkan seluruh bentuk informasi (Bustomi et al.,2012). Penggunaan SIG menggunakan teknik overlay dimana pada teknik ini menggabungkan peta Ph tanhah, curah hujan, ketinggian tempat, suhu udara dan jenis tanah kedalam sebuah peta baru yang menunjukan kesesuaian atau kecocokan lahan tersebut dengan tanaman tertentu (Sugiantoro et al.,2015). Peta hasil SIG dievalusi dengan dua tahap yaitu matching dan scoring. Proses pemberian nilai pada poligon-poligon peta yang mempresentasikan syarat tumbuh tanaman disebut dengan skoring sedangkan penggabungan syarat tumbuh tanaman dengan kondisi lahan disebut dengan matching. Sehingga pada saat skoring perlu adanya data-data syarat tumbuh tanaman.

c. Kontrol

Kontrol dapat menggunakan GPS, VRT dan PLC.

Pertanian presisi telah banyak diterapkan diberbagai negara menurut Manalu (2013), contohnya di perkebunan kurma Sausi Arabia yaitu dengan memasang identitas pada setiap pohon kurma untuk mengatahui data supaya pemberian pupuk dapat efisien. Penerapan pertanian presisi lain yaitu perkebunan teh di Afrika Timur dengan pemetaan tanaman supaya pemupukan dan sistem irigasi dapat efektif dan efisien, lahan tebu di Brazil, Australia dan Mauritius menggunakan pertanian presisi dengan teknologi skala menengah yang berefek pada pengurnagan biaya produksi dan mengurangi kebakan tebu selama 2006. Kemudian di Amerika Tengah petani memupuk lahannya sesuai keperluan setelah diterapkannya teknologi GPS untuk mengidentifikasi lokasi pemupukan dengan menggunakan Guided Grid Sampling (GGS).

Penggunaan aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) juga diterapkan di Kabupaten Sigi bagian selatan, dimana dilakukan identifikasi lahan pertanian berkelanjutan pada areal persawahan Kabupaten Sigi. Pada daerah tersebut terjadi peningkatan jumlah penduduk yang tinggi dan telah terjadi konversi lahan pertanian menjadi sektor industri. Selain itu pada daerah tersebut juga terjadi bencana alam seperti tanah longsor, teori dan pencemaran lingkungan akibatnya lahan pertanian tidka dapat di fungsikan secara optimal. Pada daerah tersebut terutama sawah sebagai lahan pertanian pangan diharapkan menjadi prioritas dan diharapkan tidak terjadi alih fungsi lahan sehingga dapat dipertahankan.

Lahan sawah yang ada yaitu lahan sawah irigasi dan sawah bukan irigasi. Kedua

(8)

lahan ini diharapkan dapat menjadi lahan sawah yang berkelanjutan sesuai dengan Undang-undang No. 41 tahun 2009 akan ditetapkan berdasarkan prioritas sebagai hamparan kawasan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Sigi bagian selatan. Berikut merupakan peta dari 3 kecamatan di Kabupaten Sigi yang menjadi prioritas hamparan kawasan pertanian pangan berkelanjutan.

Gambar 1. Peta Tiga Kecamatan di Kabupaten Sigi Bagian Selatan

Kriteria yang menjadikan suatu daerah menjadi prioritas lahan berkelanjutan yaitu luasan hamparan, irigasi, teknik pengolahan tanah, tutupan lahan, akses transportasi, produktifitas lahan persatuan luas, iklim/ curah hujan, kemiringan lahan, ketinggian tempat atau elevasi dan tujuan dari penggunaan lahan itu untuk apa (Sugiantoro et al.,2015). Pada lahan tersebut diketahui bahwa lahan dengan luas hamparan tertinggi yaitu Kecamatan Kulawi dengan luad lebih dari 100 ha. Berdasarkan keseluruhan data dapat diketahui pada lahan ketiga kecamatan tersebut memiliki luas lahan <20- >100 ha yang teersebar diseluruh kecamatan. Berikut merupakan sebaran dari luas daerah di ketiga kecamatan di Kabupaten Sigi.

Gambar 2. Sebaran Luasan Sawah di Kabupaten Sigi Bagian Selatan

(9)

Berdasarkan kriteria prioritas lahan untuk pertanian berlanjut, pada lahan tersebut diketahui bahwa :

a. Terjadi perbedaan pengolahan tanah yaitu pada Kecamtan Pipikoro menggunakan pengolahan tradisional sedangkan kecamatan Kulawi menggunakan teknik pengolahan modern.

b. Kecamatan Pipikoro terletak pada ketinggian 651-1200 mdpl dengan kemiringan 8-15 %.

c. Akses jalan pada Kecamatan Pipikoro cukup rumit.

Produktifitas pada lahan sawah Kabupaten Sigi sangat baik. Berikut merupakan grafik luas lahan sawah berdasarkan kelas klasifikasinya.

Pada Kabupaten Sigi diketahui bahwa produktifitas daerah tersebut sangat tinggi sehingga membuat beberapa daerah menjadi prioritas bahkan sangat prioritas untuk menjadi lahan yang berkelanjutan. Berdasarkan kondisi lahan sawah Kabupaten Sigi dapat dijabarkan sebagai berikut yaitu perbedaan pengolahan lahan yang terjadi menurut Intara et al. (2011), pengolahan lahan pada tanah yang bertekstur liat perlu pengolahan tanah yang efektif dan efisien sehingga terjadi peningkatan sifat fisik tanah. Pengolahan tanah yang berlebih tentunya mempengaruhi struktur tanah dimana akan terjadi pemadatan tanah.

Pada lahan yang digunakan untuk sawah tentunya mengalami proses pengolahan lahan yang cukup intensif sehingga mempengaruhi dari struktur tanah lahan sawah tersebut. Pada pertanian berkelanjutan penting adanya pengelolaan tanah berkelanjutan dimana pengelolaan ini bertujuan untuk meningkatkan menciptakan kondisi tanah yang kondusif bagi pertumbuhan tanaman muda, perkembangan akar, perkecambahan dan pembentukan biji serta panen (Barber, 2002). Dimana pada pengolahan lahan berkelanjutan tersebut terdapat pengolahan tanah minimum atau pengelolaan tanah yang seperlunya. Hal ini berguna untuk mengendalikan erosi terutama pada lahan berpasir. Selain itu juga dapat dilakukan tanpa olah tanah yang merupakan salah satu bagian pertanian modern dimana Kecamatan Kulawi telah menggunakan sistem pertanian modern yang akhirnya membuat banyak lahan di Kecamatan

Gambar 3. Grafik Sebaran Klasifikasi Lahan Kabupaten Sigi Bagian Selatan

(10)

Kulawi selatan menjadi sangat prioritas sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan. Penerapan lahan sawah pada kemiringan 8-15 % yang termasuk dalam kondisi lahan landai hal ini berarti bahwa lahan tersebut cocok untuk penggunaan lahan sawah (Rahmayanti et al. 2018). Gambar peta di bawah merupakan hasil dari SIG dimana dapat diketahui klasifiksi lahan sawah yang potensial sebagai lahan berkelanjutan.

Perkembangan presisi dan pertanian berkelanjutan tentu saja tidak terlepas dari tantangan yang dihadapi. Pertumbuhan penduduk yang semakin cepat menyebabkan sektor pertanian harus lebih giat dalam memproduksi pangan, akan tetapi dalam hal ini sumberdaya yang digunakna semakin menipis.

Lanskap yang beragam membuat setiap lahan memiliki karakteristik yang berbeda dan tentunya juga memiliki kemampuan lahan berbeda. Selain itu petani masih terbatas dalam memperoleh akses modal. Petani juga masih lamban dalam menerima informasi khususnya untuk mengelola teknologi yang diberikan dan menangkap permintaan pasar internasional. Pertanian Indonesia terdiri dari 2 struktrur produksi yaitu perkebunan skala besar dan petani lokal (Aristyo dan Susandi, 2018). Pada kedua struktur tersebut petani perkebunan skala besar mendominasi pasar ekspor sedangkan petani lokal tidak memiliki akses untuk menjangkau pasar internasional, sehingga akibatnya langsung komersial pertanian terhambat. Tantangan lainnya yaitu investasi pada sektor pertanian tentang resiko yang ditanggung petani akibat dari perubahan cuaca dan iklim yaitu pada sektor pertanian belum ada instrumen ekonomi yang baku untuk pendanaan akibat kerugian tersebut (Aristyo dan Susandi, 2018). Tantangan

Gambar 4. Peta Klasifikasi Lahan Sawah Sebagai Lahan Pertanian Berkelanjutan

(11)

lainnya yaitu karena karakteristik petani Indonesia mayoritas ada di desa dan dianggap kurang mahir dalam teknologi maka diharapkan para intektual dan pemerintah berperan besar seperti dengan sosialisai dan pengembangan.

(12)

BAB III

Rekomendasi Penerapan dan Pemanfaatan GIS untuk Mendukung Implementasi Pertanian Berlanjut

Pada penggunaan GIS (Geographical Information System) dapat diaplikasikan secara langsung di lahan pertanian. teknologi GIS ini lebih mengarah pada manajemen lahan, inventarisasi data, pemantauan dan pemetaan. Adanya GIS ini lebih memudahkan petani dalam mengerjakan tugas - tugas yang ada di lahan. Tidak hanya pihak petani saja yang merasa terbantu namun dari pihak pemerintah juga merasa terbantu dengan adanya GIS untuk mengambil keputusan pada masalah-masalah yang terjadi di bidang pertanian.

Penerapan dan pemanfaatan GIS pada lahan sawah dapat dilakukan pada berbagai aspek. berikut adalah rekomendasi penerapan dan pemanfaatan GIS pada lahan sawah :

1. Pemantauan Budidaya pada Tanaman

Pada bidang pertanian terdapat kegiatan budidaya yang merupakan suatu proses dalam mengembangkan dan membiakkan tanaman yang bertujuan untuk memperbanyak jenis tanaman tersebut. Teknik dalam budidaya tanaman tidak hanya dilakukan pada tanaman pangan saja, namun juga dapat diterapkan pada semua jenis tanaman seperti tanaman hias, tanaman sayur, tanaman buah dan lain sebagainya. Pada kegiatan budidaya tanaman akan melewati beberapa rangkaian atau proses diantaranya pengolahan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemupukan, pemberantasan hama maupun penyakit serta saat panen hingga pasca panen. Seluruh proses tersebut harus dilakukan petani agar tanaman budidaya dapat tumbuh dengan baik. Tidak hanya itu, petani juga harus melakukan pemantauan selama tanaman tersebut dibudidayakan agar petani mengetahui bagaimana kondisi dari tanaman serta apa yang terjadi pada tanaman selama proses budidaya. Namun jika semua proses tersebut masih digunakan secara manual atau konvensional oleh petani maka dapat membutuhkan pekerja yang banyak, waktu yang lama serta biaya yang besar.

Jika hal ini terus dilakukan secara konvensional maka petani di Indonesia akan mengalami kerugian baik secara biaya maupun waktu. Oleh karena itu perlu adanya teknologi untuk membantu meringankan beban petani dalam memantau proses budidaya pada tanaman.

Teknologi GIS (Geographical Information System) ini dapat membantu petani dalam melakukan pemantauan pada tanaman budidaya. Adanya teknologi GIS ini para petani dapat memantau tanaman budidaya hanya melalui gadget tanpa harus pergi langsung ke lahan sawah. Bahkan teknologi GIS mampu membantu petani dalam menentukan terjadinya masa panen pada tanaman padi. Teknologi dalam pemantauan tanaman budidaya dengan bantuan GIS dapat dilakukan menggunakan pesawat tanpa awak yang dikendalikan menggunakan smartphone maupun komputer (Stefano, 2019). Manfaat drone tidak hanya untuk kegiatan pemantauan saja namun juga dapat digunakan untuk pemetaan. Seiring berjalannya waktu pemantauan tanaman budidaya oleh drone dilakukan dengan citra penginderaan jauh. Pada drone dengan menggunakan citra penginderaan jauh ini akan memotret bagian lahan sawah dari atas. Pada citra drone yang dibantu dengan sensor visible berada di atas tanaman padi akan menunjukkan warna yang berbeda. Pada bagian daun tanaman padi yang tampak berwarna kuning menunjukkan bahwa tanaman padi dalam kondisi sakit, sehingga perlu

(13)

dilakukan penyembuhan atau perlakuan untuk mengembalikan kondisi tanaman padi menjadi sehat kembali. Perbedaan warna tersebut juga dapat membantu petani dalam menghitung jumlah tanaman padi yang sehat dan tanaman padi yangsakit.

Pemantauan menggunakan teknologi GIS ini juga mampu mendeteksi adanya serangan OPT yang menyerang tanaman budidaya. Tingginya serangan OPT ini dapat dilihat pada foto yang telah diambil oleh drone. Adanya sensor visible juga membantu petani dalam melihat tinggi rendahnya tingkat proses fotosintesis tanaman padi berjalan dengan baik atau tidak yang ditandai dengan warna hijau pada tanaman padi. Penggunaan GIS untuk pemantauan dirasa

lebih efektif dan efisien diterapkan pada bidang pertanian. Bahkan penerapan GIS pada bidang pertanian khususnya dalam penggunaan drone dirasa mampu mendapatkan data dengan akurat namun dengan biaya yang yang relatif terjangkau, membutuhkan waktu yang cepat serta dapat digunakan dalam kondisi apapun. Bahkan adanya GIS ini mampu meringankan tugas petani dalam melakukan pemantauan pada tanaman padi.

2. Pengelolaan Irigasi dan Sumberdaya Air

Pengelolaan sumberdaya air pada suatu lahan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air pada tanah. Jika ketersediaan air pada tanah tidak mencukupi maka pertumbuhan tanaman akan terhambat dan dapat menurunkan produktivitas tanaman. Pada umumnya lahan sawah memiliki sistem irigasi permukaan dengan model penggenangan atau flooding. Namun pada model irigasi ini membutuhkan jumlah air yang banyak sehingga area sawah harus dekat dengan sumber air yang memiliki jumlah air yang banyak. Jarak sumber air dengan lahan sawah harus benar-benar diperhitungkan. Sebab hal ini akan berpengaruh terhadap kemudahan akses pengambilan air dari sumber air menuju lahan serta pemenuhan kebutuhan air tanaman.

Gambar 5. Drone Sensor OPT

(14)

Gambar 6. Lahan Sawah

Pengaplikasian GIS pada lahan sawah membuat petani juga mengerti dan mengetahui jumlah air yang tersedia pada lahan sawahnya. Jika adanya sumber air yang dekat dengan lahan mencukupi untuk kegiatan pertanian hingga panen maka lahan tersebut dapat digunakan. Namun jika sumber air yang dekat dengan lahan tidak mencukupi untuk kegiatan pertanian hingga waktu panen maka petani dapat memilih lokasi lain yang memiliki sumber air yang lebih melimpah.

Penggunaan GIS (Geographical Information System) menjadi salah satu teknologi yang dapat melihat sumber-sumber air yang berada di suatu kawasan.

Untuk mengetahui sumber air yang dekat dengan lahan sistem GIS ini akan memetakan sumber-sumber air terdekat. Sehingga akan terdeteksi informasi- informasi pada masing-masing sumber air seperti sungai, danau, waduk dan lainnya. Menurut Bin Ishaq dan Purwadi (2016), menyatakan bahwa penggunaan GIS untuk mendapatkan informasi mengenai sumber-sumber air dapat dibantu dengan software MWGIS. Pada software tersebut dilakukan pembuatan peta sungai terlebih dahulu yang dilakukan dengan deliniasi. kemudian akan terdeteksi sumber air yang dapat diambil untuk kebutuhan irigasi lahan sawah.

Pengelolaan sumber daya air juga dapat menggunakan software SWAT. Menurut Ridwan (2014), menyatakan bahwa SWAT (Soil and Water Assesment Tools) merupakan suatu bentuk GIS yang berguna untuk mengetahui dan memprediksi dampak dari pengelolaan lahan terhadap hasil air, sedimen, serta hasil kimia pertanian pada suatu daerah aliran sungai (DAS) yang kompleks dan luas. Data ini akan beracuan dengan berbagai macam jenis tanah, penggunaan lahan serta pola pengelolaan dengan jangka waktu yang panjang. pada penggunaannya petani akan mengetahui penggunaan pupuk kimia yang diaplikasikan ke lahan sawah akan berakibat mencemari air atau tidak. Sebab adanya saluran drainase membuat air yang digunakan untuk menggenangi sawah nantinya akan terbuang di salurandrainase dan sudah tercampur dengan partikel-partikel tanah serta bahan kimia dari pupuk anorganik.

(15)

Pada penggunaan GIS ini petani juga dapat mengetahui kapan terjadinya hujan, besarnya curah hujan, kelembaban relatif dan sebagainya. Sehingga petani dapat mengetahui kapan dilakukannya irigasi pada lahan sawah.

Pengelolaan irigasi menggunakan GIS juga dapat membantu petani dalam mengambil keputusan untuk menggunakan lahan sebagai budidaya berdasarkan data debit air. Sehingga dapat membantu petani dalam mengurangi resiko kekeringan. Terdapat pula sistem irigasi yang khusus untuk lahan sawah yaitu RIMS (Rice Irrigation Management System). Pengaplikasian RIMS yang dihubungkan dengan GIS mampu memberikan data mengenai efisiensi penggunaan air pada lahan sawah, dimana GIS akan menganalisis wilayah- wilayah yang dilalui oleh saluran irigasi. Hal ini membuat produktivitas tanaman padi menjadi meningkat sebab ketersediaan air bagi tanaman semakin tercukupi.

Adanya GIS ini juga dapat membantu pemerintah dalam melakukan pemerataan untuk bantuan perbaikan irigasi serta jalannya usaha tani. Menurut Victorinata, et al (2023), menyatakan bahwa pada pengaplikasian GIS (Geographical Information System) ini menggunakan bantuan GPS (Global Positioning System) yang digunakan untuk mengambil data lapangan dengan cara pemetaan daerah aliran sungai dan kondisi fisik jaringan irigasi.

Data-data mengenai daerah aliran sungai ini dapat diakses pada web yang telah diisi mengenai informasi daerah aliran sungai dan kondisi fisik jaringan irigasi. Hal ini membantu pemerintah untuk mengambil kebijakan dalam membantu sistem irigasi petani menjadi lancar. Untuk pihak petani sendiri bermanfaat dalam mengambil keputusan untuk memilih sistem irigasi yang tepat dilakukan pada lahan sawah yang dimiliki.

3. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Budidaya

Hama dan penyakit tanaman tidak pernah lepas dari budidaya tanaman baik pada lahan sawah, perkebunan maupun jenis pertanian yanglainnya. pada umumnya pengendalian hama dan penyakit tanaman menjadi fokus yang paling utama dalam kegiatan budidaya tanaman. Sebab adanya serangan hama dan

Gambar 7. Halaman Detail Irigasi dan Lahan Sawah

(16)

penyakit yang terus - menerus tanpa adanya upaya untuk mengendalikan maupun mengatasi maka dapat menyebabkan produktivitas tanaman menjadi menurun. Hal ini akan berdampak buruk bagi petani yaitu terjadinya kerugian secara besar- besaran. Hingga saat ini petani maupun pihak pemerintah terus mencari cara untuk melakukan pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan teknik yang lebih ramah lingkungan dan tidak menyebabkan kerusakan atau berdampak buruk bagi lingkungan sekitar.

Umumnya petani akan membasmi hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman budidaya dengan cara langsung menyemprot menggunakan pestisida kimia. Namun hal ini dirasa kurang efektif, bahkan dapat menyebabkan hama menjadi resisten dan akan mencemari tanah akibat residu dari bahan kimia. Oleh karena itu perlu adanya teknologi yang mampu mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya.

Pemanfaatan GIS (Geographical Information System) ini tidak hanya sebatas memantau tanaman budidaya maupun pengelolaan irigasi atau sumberdaya air, namun juga dapat mengatasi pengendalian hama dan penyakit tanaman. Menurut Umar, et al (2018), menyatakan bahwa adanya teknologi GIS ini mampu mengidentifikasikan luas lahan pertanian, intensitas serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya, merepresentasikan ramalan serangan hama dan penyakit tanaman padi berdasarkan luas serangan. Penggunaan GIS ini berguna untuk mengumpulkan data-data yang mengalami serangan hama dan penyakit pada suatu kawasan, yang kemudian akan dimasukkan dalam sebuah web yang akan memberikan informasi tambahan bagi pemerintah maupun petani. Saat ini terdapat terdapat Web Sistem Informasi Geografis yang dapat digunakan oleh user yaitu Balai Penyuluh Pertanian, dimana pada Web SIG tersebut mampu memberikan informasi dan menentukan mengenai status kawasan-kawasan yang terserang hama wereng coklat berdasarkan parameter serangan dari hama wereng coklat. Selain memberikan informasi dan menentukan lokasi serangan hama wereng coklat pada tanaman padi, sistem ini juga dapat memberikan peringatan dini kepada setiap petani mengenai kemungkinan yang akan terjadi akibat adanya bahaya serangan wereng coklat pada sawah mereka. Bahkan pada sistem tersebut juga memberikan rekomendasi tindakan yang tepat dilakukan pada petani untuk mengatasi dan mengendalikan hama wereng pada sawahmereka.

Gambar 8. Web SIG

(17)

Pengendalian HPT (Hama Penyakit Tanaman) khususnya pada penyakit tanaman yang menggunakan teknologi GIS ini juga digunakan dalam memantau sebaran penyakit yang terjadi di lahan tersebut. Pemantauan ini digunakan untuk menentukan luasan spasial suatu serangan penyakit pada tanaman budidaya, mengidentifikasi pola spasial penyakit, dan menghubungkan penyakit dengan data spasial tambahan. Menurut Manyong, et al (2008), menyatakan bahwa adanya keterlibatan GIS dalam pengendalian penyakit tanaman dapat membantu petani dalam memberikan rekomendasi untuk mengendalikan serangan penyakit yang telah mencapai ambang batas ekonomi yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Penentuan luas kawasan yang terserang oleh penyakit tanaman ini sebelumnya dilakukan pemetaan terlebih dahulu.

Pemetaan bertujuan untuk mengetahui sebaran serangan penyakit tangan terjadi pada tanaman budidaya. Meskipun persebaran penyakit belum meluas namun adanya informasi ini membuat petani bisa segera mengendalikan serangan penyakit tersebut sehingga persebaran penyakit tidak akan meluas.

Sebab jika kerusakan tanaman budidaya yang diakibatkan oleh serangan penyakit mencapai ambang batas ekonomi maka petani akan mengalami kerugian besar. Pemetaan ini juga berguna bagi pihak pemerintah, sebab adanya data mengenai kawasan lahan yang terserang oleh hama dan penyakit tanaman membuat pemerintah harus bisa mengambil kebijakan yang tepat untuk membantu petani menghentikan serangan tersebut. Sebab jika lahan sawah atau lahan pertanian terserang oleh hama penyakit tanaman dan terjadi penurunan produktivitas maka dapat mengancam ketahanan pangan. Semakin rendah produktivitas tanaman maka ketahanan pangan negara juga akan menurun.

Adanya GIS ini sangat membantu petani dalam memantau kawasan budidaya tanpa harus terjun langsung ke lahan. Sehingga meskipun petani hanya mengandalkan gadget atau komputer mereka bisa tau data-data serangan hama penyakit tanaman pada lahan budidayanya.

4. Penilaian Resiko Usaha Pertanian

Kawasan budidaya untuk pertanian merupakan kawasan yang diusahakan agar berproduksi secara optimal salah satunya yaitu dalam produksi tanaman padi. Namun demikian ada banyak resiko yang dialami dan harus dilalui oleh petani padi seperti perubahan cuaca, kualitas dan kesuburan tanah, hama dan penyakit, fluktuasi harga komoditas padi, dan keuangan/modal. Oleh karena itu perlu adanya solusi untuk permasalahan tersebut salah satunya dengan menggunakan GIS (Geographical Information System). GIS dapat membantu petani dalam mengambil keputusan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola beberapa resiko dalam usaha taninya. GIS dapat juga digunakan dalam mengelola sumberdaya pertanian dan perkebunan yang berada dalam kawasan lahan yang luas untuk meminimalisir resiko gagal tanam dan gagal panen. Dengan menggunakan GIS tingkat risiko dalam usaha tani dapat diketahui dengan baik sehingga dapat menentukan solusi yang tepat untuk permasalahantersebut.

Salah satu yang dapat diterapkan yaitu dengan menggunakan sensor dan IoT. Menurut Hasibuan (2023) dalam penggunaan sensor seperti sensor suhu, sensor kelembaban, dan sensor cuaca yang terhubung ke IoT dapat memungkinkan untuk pemantauan real-time dari kondisi pertanian. Informasi data yang diperoleh dari sensor tersebut dapat dianalisis untuk mengenali pola atau kebutuhan tertentu dalam usaha tani. Misalnya dalam meminimalkan risiko

(18)

gagal panen akibat dari kondisi cuaca yang tidak tepat dengan menggunakan sensor cuaca yang terhubung ke IoT. Penilaian risiko dapat dilakukan dengan melihat perubahan cuaca yang mungkin mempengaruhi panen padi seperti curah hujan yang rendah, kekeringan, dan suhu yang ekstrim. Selain itu dengan menggunakan jaringan sensor IoT pada area pertanian yang luas data dari berbagai jenis sensor dapat digabungkan dan dianalisis untuk mendeteksi risiko kegagalan panen di masa depan. Hal ini memungkinkan petani untuk mengambil tindakan preventif atau reaktif yang sesuai untuk mengurangi risiko dan meminimalkan dampak dari potensi gagal panen tanaman padi.

5. Perencanaan Manajemen Tanah

GIS dapat juga digunakan dalam perencanaan dan manajemen tanah di mana memungkinkan integrasi data geografis dengan berbagai informasi seperti tekstur tanah, kualitas tanah, topografi, dan faktor lingkungan lainnya untuk menciptakan pemahaman yang tentang landscape tanah yang sesuai dengan pertumbuhan tanaman padi. GIS menyediakan sarana yang sangat efektif untuk meningkatkan efisiensi penggunaan lahan, mengelola sumber daya tanah mengidentifikasi risiko lingkungan, dan membuat keputusan yang berkelanjutan dalam manajemen tanah.

Selain itu GIS dapat digunakan untuk mengukur luas tanah bidang datar yang dapat membantu dalam perencanaan pembangunan dan pengelolaan lahan (Ramadan, 2021). Dengan menggunakan GIS dapat menghasilkan data yang akurat dan efisien karena sistem sudah memiliki data yang dihasilkan berdasarkan pengukuran langsung menggunakan GPS dan citra satelit.

Penggunaan GPS dan citra satelit memiliki kemampuan tersendiri dalam mengukur luas tanah bidang datar. GPS dapat terintegrasi untuk mengukur lokasi dan batas-batas tanah secara akurat sedangkan citra satelit dapat melihat seluruh area tanah dari ketinggian. Kedua alat tersebut memiliki kemampuan dalam mengidentifikasi batas-batas tanah yang memungkinkan pemetaan tanah yang sangat luas atau sulit dijangkau. Setelah batas-batas tanah telah diidentifikasi dalam GIS maka perhitungan luas tanah dapat dilakukan secara otomatis dalam sistem Karena untuk menghindari kesalahan perhitungan yang mungkin terjadi jika dihitung secara manual. Data yang dihasilkan oleh GIS selalu terdokumentasi dengan baik dan tersimpan secara digital. Hal tersebut membuat data mudah diakses, dibagi, dan dicari kembali untuk referensi kedepannya serta meminimalisir resiko kehilangan atau kerusakan data fisik. Selain itu juga memudahkan dalam pengukuran luas tanah bidang datar yang memiliki bentuk yang kompleks, memiliki batas-batas yang tidak jelas atau tidak terdefinisi dengan jelas dan membantu dalam perencanaan dan pengelolaan lahan yang lebih baik, termasuk dalam konteks lahan pertanian seperti lahan padi, hutan, dan perkebunan yang memiliki bentuk yang beragam dan area yang luas.

Dalam perencanaan manajemen tanah di lahan pertanian dengan komoditas padi, GIS dapat digunakan dalam memetakan dan memonitor kondisi lahan pertanian padi termasuk ketersediaan air dan unsur hara yang dapat membantu dalam perencanaan penggunaan lahan dan manajemen sumber daya tanah.

Menurut Hidayat et al (2020) penggunaan GIS dapat digunakan untuk membuat peta penggunaan lahan dengan melakukan proses interpretasi digitasi on screen dari Citra Google Earth dengan menggunakan aplikasi arcmap 10.3. Dengan menggunakan sistem tersebut dapat mengetahui potensi perencanaan penggunaan lahan sawah untuk perluasan penggunaan lahan pertanian padi

(19)

sawah dengan mempertimbangkan kualitas tanah, drainase, akses air, dan aspek lingkungan lainnya. Perluasan lahan pertanian ini dilakukan dengan mengkonversi pertanian lahan kering dan semak belukar menjadi lahan persawahan. Hal tersebut disebabkan karena semakin tingginya kebutuhan akan pangan, maka jumlah luasan sawah semakin penting untuk peningkatan produksi padi. Selain itu, GIS dapat digunakan dalam memetakan dan monitoring lokasi limbah dan polusi serta untuk menganalisis dampaknya terhadap lingkungan (Aini, 2021). Pencemaran air dan sungai dapat menurunkan kualitas hasil panen yang diakibatkan oleh limbah. Dengan penggunaan GIS masalah tersebut dapat dianalisis, dipantau, dan dievaluasi.

6. Pemetaan Kawasan Pemukiman dengan Pertanian

Sistem informasi geografis (SIG atau GIS) dapat menjadi alat untuk pemetaan kawasan pemukiman dan lahan pertanian. GIS memungkinkan integrasi, analisis, visualisasi data geografis dengan informasi tambahan seperti batas-batas lahan, tata guna lahan, kepadatan penduduk, infrastruktur, dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan dengan pemukiman dan pertanian. Dengan sistem ini dapat menggambarkan secara rinci mengenai pola pemukiman, memahami perubahan dalam penggunaan lahan, serta merencanakan tata ruang yang lebih baik dengan mempertimbangkan aspek sosial ekonomi dan lingkungan. Saat ini wilayah pertanian mengalami penurunan akibat alih fungsi lahan terutama lahan pertanian untuk tanaman padi. Dengan melakukan pemetaan dengan GIS memungkinkan batas-batas wilayah antara pemukiman dengan pertanian lebih jelas sehingga tidak semua lahan bisa dialih fungsikan

Menurut Wahab, L. (2023) pemetaan dan pemantau kondisi lahan pertanian dan pemukiman memiliki peran yang sangat penting dalam perencanaan penggunaan lahan yang berkelanjutan. Pemetaan dapat dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 10.2. GIS memungkinkan identifikasi dan pemetaan batas-batas wilayah secara tepat dan akurat. Selain itu, peta hasil dari GIS dapat digunakan dalam perencanaan tata ruang yang berkelanjutan. Dimana hal ini memungkinkan pengambilan keputusan untuk menentukan zona-zona yang sesuai untuk pertanian tanaman padi dan pemukiman serta untuk mengidentifikasi daerah yang perlu dipertahankan sebagai lahan hijau atau ruang terbuka. Untuk tanaman padi sawah ketersediaan air memiliki peranan yang sangat penting area persawahan yang optimal adalah area yang mampu mendukung pertumbuhan dan perkembangan padi yang sehat dan salah satu faktornya adalah jenis tanah titik tidak semua jenis tanah cocok untuk dijadikan area persawahan. Oleh karena itu dengan menggunakan GIS dapat mengidentifikasi area-area yang memiliki jenis tanah yang sesuai dan ketersediaan air yang wadah untuk pertanian padi sawah. Selain lahan pertanian, cis juga membantu dalam mengidentifikasi daerah-daerah yang perlu dijaga sebagai lahan hijau atau ruang terbuka yang berfungsi sebagai zona perlindungan untuk sumber air keanekaragaman hayati atau untuk mengurangi dampak perubahan iklim.

Menurut Prabawasari (2003), GIS juga dapat digunakan untuk memetakan dan memonitor perubahan lahan yang dapat membantu dalam perencanaan wilayah dan kota, pengelolaan sumber daya alam dan pengembangan strategi pembangunan berkelanjutan. Pemerintah dan lembaga perencanaan kota menggunakan disk untuk merencanakan tata ruang dan perkotaan yang optimal.

Dalam perencanaan ini menggunakan beberapa aplikasi yang dapat digunakan

(20)

seperti base-mapping digunakan untuk mendapatkan peta dasar perkotaan, environmental monitoring digunakan untuk memonitoring dampak-dampak perkembangan kota serta konflik ruang yang bermanfaat untuk pengelolaan lahan kritis, serta Land- use change untuk memonitor perubahan guna lahan.

Pemerintah dan lembaga terkait dapat memetakan dan menganalisis tata ruang kota dengan melibatkan lokasi berbagai fasilitas umum, zona perumahan, komersial dan industri untuk membantu dalam merencanakan perkembangan kota dengan memastikan penggunaan lahan yang efisien dan sesuai dengan kebutuhan populasi. Selain itu, pemerintah juga dapat memantau dan mengelola sumber daya alam dalam wilayah kota atau kabupaten termasuk taman, sungai, dan hutan. GIS juga dapat membantu dalam pelestarian lingkungan alam dan penanganan potensi risiko lingkungan yang dapat membantu dalam perencanaan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan (Mulyana et al, 2019).

(21)

BAB IV

Rekomendasi Teknologi untuk Penerapan Pertanian Presisi

Precision farming (pertanian presisi) merupakan penerapan teknologi yang memiliki konsep sistem pertanian yang terpadu dengan prinsip mengelola variabilitas spasial serta temporal berbasis data informasi yang memiliki tujuan meningkatkan dan mengefisiensi produksi pertanian sehingga dapat meningkatkan produktivitas dan hasil panen tanaman budidaya. Pertanian presisi memiliki konsep yang didasarkan pada teknologi yang mampu mengontrol atau menciptakan keakuratan penggunaan input produksi sehingga dapat diperoleh keuntungan penghematan biaya input tenaga kerja dan hasil panen yang baik dan berkualitas. Selain pengertian diatas, pertanian didefinisikan oleh beberpa peneliti, yakni sistem manajemen pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan penggunaan sumberdaya baik melalui peningkatan hasil atau berkurangnya input dan efek lingkungan yang merugikan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Selain itu, teknologi yang digunakan harus dapat mengelola sumberdaya secara efisien agar menghasilkan produksi pertanian yang lebih produktif dan berkelanjutan dengan pendekatan presisi dan efisiensi sumberdaya.

Serangkaian teknologi yang dibutuhkan seperti GPS, GIS, penginderaan jarak jauh, sistem teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi, produktifitas, dan keuntungan sistem produksi pertanian yang ramah lingkungan. Pertanian presisi dikenal dengan smart farming yang menggambarkan aplikasi teknologi informasi komunikasi modern di bidang pertanian dimana platform dihubungkan dengan perangkat tablet atau handphone dalam pengumpulan informasi status hara, kelembaban udara, serta kondisi cuaca yang diperoleh dari perangkat yang ditanamkan pada lahan pertanian. Dengan bantuan teknologi yang canggih, petani mendapatkan informasi yang tepat dan dapat mengambil keputusan yang tepat pula dalam menjalankan usahataninya. Sebagai contoh penerapan di lapangan, petani dapat dengan tepat dalam memilih varietas tanaman yang akan dibudidayakan, tepat menentukan waktu tanam, tepat dosis pupuk, dan tindakan budidaya lainnya. Selanjutnya, diikuti dengan penggunaan alat pertanian yang multifungsi atau dapat digunakan untuk apa saja oleh petani.

Gambar 9. Sprayer Drone

Sebagai gambaran aplikasi teknologi smart farming di Indonesia di antaranya yaitu alat pertanian yang diadapasi dari teknologi, yaitu Sprayer drone digunakan untuk pemupukan lewat daun dan penyemprotan pestisida. Sprayer drone ini

(22)

dilengkapi dengan remote control operator sehingga dapat dikendalikan dari jarak jauh. Mekanisme kerja drone menyemprotkan liquid dengan wujud kabut (fog) dari udara tepat pada daun tanaman dengan ketinggian semprot 70 cm dari permukaan tanah. Alat lainnya, yaitu traktor yang dijalankan dengan remote kontrol. Petani tidak perlu keliling lahan, cukup mengendalikan traktor di pinggir lahan.

Gambar 10. Traktor dengan Remote Kontrol

Selanjutnya, smart pemupukan menggunakan nanoteknologi. Nanoteknologi merupakan fenomena baru di bidang pemupukan. Penggunaan teknologi ini didesain untuk meningkatkan efisiensi penggunaan nutrisi, sehingga mengurangi efek terhadap lingkungan. Material pupuk berukuran mikrometer diubah menjadi berukuran nanometer. Pemanfaaatan nanoteknologi memungkinkan pemberian pupuk sesuai kebutuhan, aplikasi pupuk fosfat alam dengan nanoteknologi hingga berukuran 100 nm telah dicoba dapat meningkatkan ketersediaan P dalam tanah. Penggunaan nanoteknologi memiliki keuntungan menurunkan penggunaan input pertanian dan memperbaiki kualitas pangan.

Kemudian, system informasi kalender tanam Badan Penelitian dan Pengembangangan Pertanian. Kementrian Pertanian telah meluncurkan Si Katam Terpadu, yakni suatu aplikasi kalender tanam berbasis web dan android.

Aplikasi ini menyajikan prediksi waktu tanam, varietas unggul yang tepat, rekomendasi pemupukan yang rasional. Produk ini dapat diakses melalui http://katam.litbang.deptan.go.id/ dan menjadi pedoman bagi pengguna sebelum memasuki musim tanam ke depan. Lalu, aplikasi bercocok tanam, seperti padi dan cabe kriting berbasis android. Aplikasi ini dapat digunakan sebagai transfer pengetahuan dimana petani lebih mudah mempelajari cara budidaya padi dan cabe keriting dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Selain itu juga, terdapat Smart Agri Sistem untuk mendeteksi kelembaban tanah. Aplikasi ini digunakan untuk mengontrol kelembaban tanah pada lahan pertanian secara otomatis dengan menggunakan smartphone Android. Pengguna dapat melihat kadar kelembaban pada lahan melalui pembacaan sensor serta mengontrol kembali dengan memberikan respons tertentu. Apabila diketahui kadar air kurang, maka sensor akan “ON” dan otomatis memberikan pemberitahuan pada android melalui aplikasi. Alat ini dapat melakukan penyiraman dengan media air sesuai kebutuhan kelembaban tanah yang diperlukan. Beberapa contoh pemanfaatan teknologi informasi komunikasi di bidang pertanian tersebut menggambarkan bahwa sektor pertanian di Indonesia mulai beradaptasi dengan perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0. Proses usahatani diharapkan lebih efisien dan dapat meningkatkan produksi pangan.

(23)

Pertanian presisi merupakan system pertanian yang mampu menciptakan dan menyediakan teknologi modern pertanian di masa depan (Ekawati, 2019).

Pertanian Presisi (Precision Farming) merupakan solusi yang tepat guna untuk mencapai pertanian berkelanjutan, efisien, serta meningkatkan produktivitas.

Petanian presisi berguna untuk monitoring lahan, mendeteksi hama penyakit tanaman, dan mengestimasi kebutuhan pupuk tanaman. Di negara-negara maju monitoring daerah pertanian dengan mengumpulkan input berupa data sumber daya pertanian secara kontinyu, memproses dan menganalisis, kemudian menghasilkan output berupa informasi untuk keperluan manajemen secara praktis. Hal tersebut telah dilakukan sejak petengahan tahun 1980. Pertanian presisi dapat diterapkan pada berbagai tanaman budidaya, serealia, hortikultura, tanaman keras, dan peternakan.

Dalam aspek produksi, pertanian presisi dapat meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan lahan dari berbagai aspek seperti aspek agronomi, teknik, dan ekonomi . Sementara itu, manfaat bagi lingkungan, yaitu dapat mengurangi pencemaran misalnya dengan peningkatan akurasi estimasi kebutuhan nitrogen sehingga dapat meminimalisir cemaran nitrogen yang terbawa run-off. Bagi petani, keuntungan yang didapat dari pertanian presisi yakni akan terbentuk basis data akurat yang sangat berguna untuk mencatat data-data usaha tani dan hasil panen sehingga dapat membantu dalam pengambilan keputusan. Teknologi yang dapat direkomendasikan untuk penerapan pertanian presisi menurut Putra (2020), yaitu yang pertama SPAD Chlorophyll meter. SPAD Chlorophyll meter adalah alat genggam (Portable) yang digunakan untuk mengukur konsentrasi klorofil daun secara cepat dan akurat serta bersifat undestructive pada daun.

Cara menggunakan alat ini, yaitu dengan menjepitkan bagian daun yang diukur diantara sensor.

Gambar 11. Aplikasi Agriino

Selanjutnya adalah Agriino (Mobile Based Handheld Plant Nutrients Sensing System). Agriino (Mobile Based Handheld Plant Nutrients Sensing System) merupakan salah satu alat yang diproduksi oleh PT. Precision Agriculture

(24)

Indonesia untuk membantu petani dalam mengestimasi kebutuhan pupuk tanaman. Alat ini terdiri dari software dan hardware, software berbasis android dapat diunduh pada Google Play. Cara menggunakan alat ini hampir sama dengan SPAD Chlorophyll meter yaitu menjepitkan daun diantara sensor.

Adapun fitur dari Agriino, yaitu generate map, tanggal pengamatan atau pengukuran terrecord, dan dapat memberikan rekomendasi pemupukan sesuai dengan komoditi tanaman yang diukur.

Pada akhir abad ke-20, pertanian presisi telah berkembang menjadi topik penelitian di dunia. Saat ini, bidang yang paling berperan penting dalam kemajuan pertanian adalah melalui integrasi teknologi informasi ke dalam traktor serta mesin dan alat pertanian lain. Namun yang cukup menarik adalah pertanian presisi selalu terkait dengan pemupukan spesifik lokasi. Petani mengharapkan penggunaan teknologi baru dapat menurunkan penggunaan pupuk sebesar dua kali lipat dengan hasil panen yang ralatif sama sengan hasil panen biasanya.

Program PHSL (Pemupukan Hara Spesifik Lokasi) merupakan suatu inovasi teknologi yang dikembangkan oleh IRRI (International Rice Research Institute), Puslitbang Tanaman Pangan, BB Padi, dan Badan Litbang Pertanain. Aplikasi ini ditujukan pada PPL dan petani sebagai pedoman atau rekomendasi pemupukan yang tepat, efektif dan efisien. Aplikasi PHSL berpedoman kepada pemupukan berimbang dan pembangunan pertanian berkelanjutan. Aplikasi PHSL selalu diharapkan sebisa mungkin dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia yang dapat menurunkan kualitas lahan serta memaksimalkan kandungan organik yang terdapat pada lahan sawah.

Pertanian presisi dikenal sebagai pengelolaan tanaman spesfiik lokasi dimana hal tersebut merupakan manajemen berbasis teknologi pertanian.

Beberapa teknik pertanian presisi juga dirancang untuk menyediakan data berharga dan terperinci sebagai informasi tentang kandungan hara dan kualitas tanah di lapangan. Informasi yang dikumpulkan dengan cara ini sehingga sangat berguna dalam membantu petani ketika membuat alokasi masukan keputusan yang lebih baik daripada menggunakan praktik konvensional dalam manajemen aspek di segala bidang. Pertanian presisi membantu petani untuk menghindari masukan (input) pada tanaman seperti benih, pupuk, kapur, dan bahan kimia lain melebihi jumlah yang dibutuhkan tanaman yang akan mengakibatkan pencucian atau limpasan permukaan menjadi polutan potensial. Dengan demikian, penggunaan teknologi pertanian presisi memungkinkan petani untuk memantau seluruh aspek usahatani dengan menyesuaikan tingkat aplikasi masukan untuk memaksimalkan tujuan produksi dan meminimalkan jumlah bahan kimia yang diberikan. Dengan penerapan teknologi PHSL, terbukti bahwa dapat meningkatkan produksi tanaman, khususnya padi dan pendapatan petani pada suatu daerah yang menerapkan teknologi tersebut (Faroka et al., 2013).

Pernyataan-pernyataan diatas juga didukung oleh pernyataan Sondakh et al.

(2020) bahwa pada perkembangan terakhir, konsep, dan metode pertanian presisi (precision agriculture) mulai banyak diwacanakan dan dikembangkan di berbagai belahan dunia. Pertanian presisi adalah konsep manajemen pertanian berdasarkan pengamatan, pengukuran, dan respons terhadap variabilitas dalam dan antarbidang pada tanaman. Tujuan dari pertanian presisi adalah untuk mengoptimalkan pengembalian input sambil menjaga sumber daya yang ada pada suatu daerah. Praktik pertanian presisi telah dimungkinkan oleh munculnya Global Positioning System (GPS) dan Global Navigation Satellite System (GNSS). Kemampuan petani dan peneliti untuk menemukan posisi mereka

(25)

secara tepat di lapangan yang memungkinkan untuk membuat peta variabilitas spasial dari banyak variabel yang dapat diukur (misalnya hasil panen, fitur medan/topografi, kandungan bahan organik, tingkat kelembaban, kadar nitrogen, pH, EC, Mg, K, dan lainnya). Data serupa dikumpulkan oleh jajaran sensor yang terpasang dan dilengkapi GPS. Jajaran ini terdiri dari sensor waktu nyata yang mengukur segala sesuatu mulai dari level klorofil hingga status air tanaman, bersama dengan citra multispektral. Data ini digunakan bersama dengan citra satelit dan Variable Rate Technology (VRT) termasuk seeder, penyemprot, dan lain-lain untuk mendistribusikan sumber daya secara optimal.

Penerapan pertanian presisi akan lebih optimal bila dikombinasikan dengan nanoteknologi. Penerapan nanoteknologi pada subsektor pertanian dan pangan memiliki urgensi dan potensi dampak yang tinggi disebabkan oleh ukurannya yang sangat kecil, bahan berukuran nanometer. Dengan ukuran nano tersebut, maka materi akan memiliki sifat fisiko-kimia baru, seperti luas permukaan, bentuk, reaktivitas dan warna yang sangat berbeda dibandingkan material pada ukuran konvensional atau bahan asalnya. Meskipun pertanian presisi akan berdampak positif bagi Indonesia, tetapi penerapannya tidak mudah. Sejumlah tantangan yang akan dihadapi antara lain prasarana penerapan teknologi tinggi yang masih terbatas, terbatasnya sumber daya petani, dan golongan muda yang kurang tertarik masuk ke pertanian. Namun, dengan terobosan-terobosan teknologi yang memudahkan pekerjaan, salah satunya melalui pertanian presisi, akan menjadi daya tarik sendiri bagi kalangan muda. Pengembangan pertanian presisi membutuhkan sumber daya manusia yang menguasai teknologi seperti peralatan elektronik dan jaringan informasi online dimana sebagian besar didapatkan pada generasi milenial. Dengan kemampuan menguasai teknologi dan dukungan sarana yang ada, generasi ini memiliki banyak peluang dibanding generasi sebelumnya. Penerapan pertanian presisi juga membutuhkan dukungan pemerintah. Penerapan inovasi pertanian pada sebagian besar negara berkembang tetap memerlukan campur tangan pemerintah untuk mempercepat proses adopsi teknologi melalui berbagai program dan fasilitasi. Dengan demikian, pertanian presisi mengurangi tekanan pada lingkungan dengan meningkatkan efisiensi sumber daya.

Sebagai contoh, penggunaan perangkat manajemen jarak jauh seperti GPS akan mengurangi konsumsi bahan bakar untuk memonitor lahan. Sementara, aplikasi nutrisi dan pestisida secara hemat akan mengurangi penggunaan input, menghemat biaya, dan mengurangi limpasan bahan berbahaya ke saluran air.

Berbagai teknologi penerapan pertanian presisi dalam. Yang pertama, auto- steer, yaitu sistem panduan GPS yang mengarahkan peralatan pertanian dan alat akurasi sampai tingkat sentimeter. Tingkat akurasi ini membutuhkan koreksi kinematik (RTK) real time dari sinyal GPS. Auto-steer adalah komponen peralatan tambahan yang mencakup sistem GPS untuk menerima dan memproses sinyal. Alat ini terdiri dari perangkat lunak dan perangkat keras yang memungkinkan input peta kontrol dan peralatan mekanik untuk mengendalikan traktor. Perkembangan teknologi terbaru untuk traktor sudah sampai pada level

"auto-steer ready". Yang kedua, remote sensing, yakni penginderaan jarak jauh yang menggunakan dan menganalisis data penginderaan jarak jauh atau foto citra satelit dari pesawat. Sejauh ini, data penginderaan jauh sudah dapat memperkirakan karakteristik vegetasi di area kecil dalam suatu bidang. Data citra satelit resolusi tinggi (1 meter hingga 5 meter) saat ini juga sudah tersedia bagi produsen dari vendor swasta.

(26)

Gambar 12. Auto-steer

Yang ketiga, variable rate application, yakni peralatan yang dikendalikan komputer yang mampu melakukan penyesuaian secara berkesinambungan untuk penentuan aplikasi pemupukan, penyiraman, dan pengobatan tanaman pada daerah atau area tertentu. GPS receiver yang dipasang di truk spreader atau drone memungkinkan untuk mencari tau atau mengenali area yang diambil sebagai sampling, serta melakukan pemupukan dan pengobatan tanaman sesuai kadar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Yang keempat, yield monitoring systems, yaitu alat untuk melakukan monitoring atau pengukuran dengan menggunakan kombinasi mounted sensors dan volume meters. GPS receiver mengidentifikasi dan memberikan informasi koordinat spasial dimana perkiraan hasil dapat ditetapkan untuk area kecil lapangan untuk membuat peta hasil.

Yang kelima, grid sampling digunakan untuk melakukan pengumpulan sampel dari sel berukuran kecil yang seragam berdasarkan grid sistematis yang ditata di suatu bidang. Lokasi grid di lapangan digunakan untuk mengembangkan peta lapangan untuk atribut yang diukur. Penerapan sistem pertanian presisi lebih menekankan pada manajemen produksi modern dari hulu ke hilir dengan inovasi teknologi modern yang dapat meningkatkan produktivitas secara maksimal. Di antara banyak teknologi pertanian berbasis informasi teknologi di atas, digunakan pula pendekatan fitogeomorfologi yang mengikat stabilitas/

karakteristik pertumbuhan tanaman tahunan (multiyear) dengan atribut tipologi medan. Pendekatan fitogeomorfologi digunakan dengan dasar bahwa komponen geomorfologi biasanya menentukan hidrologi dari lahan pertanian. Selain itu juga, Indonesia sangat membutuhkan penerapan pertanian presisi, karena selain menghemat sumber daya juga ramah lingkungan.

Gambar 13. GPS dan GNSS

(27)

Selanjutnya, selain teknologi-teknologi penerapan pertanian presisi diatas, Praktik pertanian presisi dimungkinkan oleh munculnya Global Position System (GPS) dan Global Navigation Satellite System (GNSS). Alat ini dapat menemukan posisi yang tepat di lapangan, sehingga memungkinkan untuk membuat peta variabilitas spasial dari banyak variabel yang dapat diukur seperti hasil panen, fitur medan/topografi, kandungan bahan organik, tingkat kelembaban, kadar nitrogen, pH, EC, Mg, K, dan lainnya. Pertanian presisi juga dimungkinkan oleh kendaraan udara tak berawak, seperti DJI Phantom yang relatif murah dan dapat dioperasikan oleh pilot pemula. Drone pertanian ini dapat dilengkapi dengan kamera hiperspektral atau RGB guna menangkap banyak gambar bidang yang dapat diproses menggunakan metode fotogrametri untuk membuat peta ortofoto dan NDVI. Drone mampu menangkap beberapa titik metrik tanah yang dapat digunakan untuk menyalurkan air yang layak dan pemupukan ke tanaman. Teknologi drone dengan sensor infra-merah, dapat mendeteksi stress pada tanaman sebelum gejala penyakit terlihat. Dengan alat ini, petani dapat menandai area tanaman bermasalah untuk inspeksi lebih lanjut, sehingga pengelolaan OPT dapat dilakukan lebih cepat dan tepat. Rintisan dan sosialisasi pemanfaatan drone dalam usaha tani telah dilakukan oleh berbagai pihak. Teknologi drone menawarkan solusi pertanian presisi (precise agriculture solution) melalui pengelolaan kesehatan tanaman.

Saat ini, komponen teknologi presisi telah tersedia cukup dari hulu sampai ke hilir untuk proses produksi pertanian. Untuk pemilihan lokasi dengan menggunakan GPS data agroklimat dan data spasial seperti luas, topografi lahan, dan kontur lahan, serta jenis tanah dapat diakuisisi dari satelit. Penerapan teknologi Sistem Pendukung Keputusan (SPK) berbasis pengetahuan dapat digunakan untuk membantu pemilihan metode terbaik dalam pembukaan dan pengolahan lahan yang lebih presisi. Untuk membantu pemilihan bibit yang lebih tepat, teknologi microarray dan DNA sequencer mampu melakukan rekayasa varietas unggul sehingga memberikan prospek yang sangat besar. Teknologi ini dapat menggabungkan gen untuk ketahanan hama dan penyakit yang dilakukan lebih cepat dan akurat. Untuk pengolahan tanah yang lebih tepat, penggunaan GPS dan GIS sangat bermanfaat untuk penentuan alat dan waktu pelaksanaan pengolahan tanah yang akan digunakan secara tepat dan akurat.

Penyediaan pengairan dapat dibantu oleh GIS dan aplikasi Software Water CAD mampu memberikan data sebaran kekeringan dan perencanaan jaringan.

Pendekatan presisi berupa pemberian air yang tepat waktu dan tepat volume pada lahan tanaman dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi spesifik lahan, kelembaban tanah, jenis tanah, dan periode tanam. Pada kegiatan penanaman, drone dapat membantu menebar benih yang hanya butuh 1 jam per ha dengan kapasitas 50 kg/ha hingga 60 kg/ha. Jarak tanam menentukan efisiensi pemanfaatan ruang tumbuh, kesuburan tanah, kelembaban tanah, dan tujuan pengusahaan. Jarak tanam yang optimal dipengaruhi berbagai factor, seperti sifat klon yang ditanam, bentuk wilayah (topografi), dan kerapatan tanaman yang dikehendaki sehingga menjadi faktor-faktor yang memengaruhi tumbuhan.

Beberapa teknologi penerapan pertanian presisi, yaitu aplikasi kecerdasan buatan pada makanan digital. Produk ini memanfaatkan IoT sebagai toolsnya.

Aplikasi ini mengamati bagaimana CO2, suhu, kelembaban, dan pH yang bervariasi dalam tiga Langkah proses malting yang memungkinkan system

(28)

kecerdasan buatan ini untuk melakukan pengaturan dan penjadwalan yang berbeda (Prayitno et al., 2021).

1. Precision Farming di Tanah yang Subur

Aplikasi pada pertanian presisi di lahan subur salah satunya, yaitu untuk mengoptimalkan penggunaan pupuk. Dala pertanian konvensional, pupuk diterapkan secara seragam diatas lahan pada waktu-waktu tertentu sepanjang tahun. Hal ini menyebabkan aplikasi yang berlebihan di beberapa tempat dan aplikasi yang kurang di tempat lain. Dengan penggunaan metode pertanian presisi, pupuk dapat diterapkan dalam jumlah yang lebih tepat dengan komponen spasial dan temporal untuk mengoptimalkan aplikasi. Teknologi yang memungkinkan petani untuk mengontrol jumlah inpit di lahan yang subur adalah Variable Rate Application (VRA) yang menggabungkan system control variable-rate (VR) dengan peralatan aplikasi untuk menerapkan input pada waktu atau lokasi yang tepat. VR ditentukan berdasarkan pengukuran sebelumnya, misalnya dari penglihatan jarak jauh atau sensor yang dipasang dari mesin.

2. Precision Farming pada Buah dan Sayuran

Dalam pertanian buah dan sayur, metode rapid adoption of machine vision baru-baru ini digunakan petani untuk menilai produk dan memantau kualitas dan keamanan makanan. Dengan system otomasi menginput parameter yang terkait dengan kualitas produk termasuk warna, ukuran, bentuk, cacat eksternal, kadar gula, keasaman, dan kualitas internal lainnya. Dalam beberapa tahun terakhir beberapa pendekatan baru dikembangkan yang memperhitungkan ukuran dari pohon, kondidi tanaman, dan kondisi lingkungan. Pengembangan teknologi adoption dari metodologi PA dalam pemeliharaan anggur (Vitikultura precision, PV) lebih baru daripada di tanah yang subur.

Gambar

Gambar 2. Sebaran Luasan Sawah di Kabupaten Sigi Bagian Selatan
Gambar 1. Peta Tiga Kecamatan di Kabupaten Sigi Bagian Selatan
Gambar 3. Grafik Sebaran Klasifikasi Lahan Kabupaten Sigi Bagian Selatan
Gambar 4. Peta Klasifikasi Lahan Sawah Sebagai Lahan Pertanian Berkelanjutan
+7

Referensi

Dokumen terkait