A. Wayang Ron Tal
Pohon tal itu bentuknya seperti pohon mangga, daunnya agak kuat serta panjang dan lebar. Daun itu biasanya digunakan untuk tempat menulis pada jaman kuna, juga bisa digambari.
Daun tersebut kuat
disimpan lama. Itulah guna daun tal
ketika jaman kuna sebelum ada kertas. Wayang Ron Tal itu, wayang yang dibuat dari daun tal, digambar dengan alat berbentuk barang seperti paku besar diruncingkan atau kalam aren yang gagagnnya diruncingkan. Yang digunakan
untuk pola gambar adalah gambar dari candi
Panataran, disalin satu-satu disamakan dengan bentuk gambar-gambar yang dibutuhkan. Tapi setelah jadi
gambarnya tidak ditatah keluar seperti wayang kulit sekarang. Jadi tidak dicat, hanya berwujud gambar saja lalu disimpan di kandaga (kotak berukir) sebagai
tempat untuk
penyimpanannya. Kalau diambil dan dikeluarkan satu-satu lalu
diceritakan menurut lakonnya, tanpa kelir gadebog kepyak serta blencong, hanya
dengan duduk menghadap kotak sambil melihat
gambaran yang keluar dari
kotak,
hanya mengambil cerita dongengan babad saja tanpa suluk. Kalau sudah merasa
capek lalu bubar. Adanya wayang Ron Tal ketika jaman Prabu Jayabaya di negara
Mamenang ketika tahun surya 861.
Wayang itu hanya sampai jaman Prabu
Suryahamilihur di negara Jenggala.
Setelah pindah kraton ke Pajajaran lalu ada wayang beber, ketika tahun surya 1166 – sedangkan wujud gambar wayang sama seperti manusia, hanya sampai
jaman Majapahit terakhir.
Setelah sampai jaman Demak, bentuk wayang diubah
semua menjadi miring, hidung, badan, tangannya serba panjang. Wayang Ron Tal
sekarang sudah tidak ada.
B. Wayang Beber
Wayang beber berbeda dengan wayang yang dipakai mengamen, lalu beber beber di jalan-jalan itu. Kata beber di sini maksudnya mempunyai digelar,
karena wayang tersebut kalau akan keluar
diceritakan lalu digelar agar bisa dilihat
orang banyak, menurut cerita lakon wayang tadi.
Wayang Beber itu hanya
berbentuk gambaran
wayang purwa atau wayang Gedog yang digambar di atas kertas. Panjangnya hanya sadepa lebarnya 70 cm, di
kiri kanan diberi alat kayu bulat sebagai untuk
merentangkan, lalu ditancapkan di
deling yang dilubangi
sebagai gadebognya. Kalau sudah digelar di situ ada gambaran apa, Ki Dalang lalu menceritakan kisah wayang itu. Kalau
Dalangnya
bisa membanyol, meskipun wayangnya tidak bisa
digerakkan, yang menonton akan tetap tertawa karena kelucuan sang dalang.
Wayang beber biasanya hanya untuk ruwatan (Murwakala). Adanya
wayang beber ketika jaman Pajajaran tahun 1166 – tahun surya, sampai Majapahit
terakhir. Setelah jaman Raden Patah menjadi ratu Ratu di Demak tahun 1440 –
tahun candra, wayang beber lalu diganti kulit sampai sekarang ini. Ketika jaman
Demak sampai Mataram, wayang Beber masih dimainkan tapi hanya di kota
pinggiran dan di pedesaan saja.
Wayang beber dibuat dari kertas Jawa (kertas
Ponorogo) yang kuat,
warnanya seperti kertas layang-layang. Setelah sudah banyak lawon (kain mori)
lalu diganti semua agar kuat disimpan serta awet.
Wayang beber sekarang sudah
tidak dimainkan untuk di umum. Jadi sudah mati, tidak ada, dan lagi tidak setiap
orang punya punya wayang beber tadi. Kebanyakan hanya menyimpan wayang kulit saja sampai dua atau tiga kotak, jadi terang wayang beber sudah mati tidak
dimainkan lagi.
C. Serat Dasanamajarwa 1. Arti Nama Buta
Buta : artinya besar atau mamak, serta sering mengeroyok dan merebut.
Danawa : artinya dekat dengan napsu, keturunan Batara Danu
Ditya : artinya orang pilihan, serba bisa.
Raksasa : artinya sebangsa bregasakan (beringas) Raseksa : artinya Buta laki- laki.
Raseksi : artinya buta wanita atau Diyu.
Wil : artinya angarad atau angeret.
2. Arti Nama Kera
Kera : artinya kaya suara WRE : artinya bisa anjelih Kapi : artinya kaya bulu Wanara : artinya hewan berwujud manusia
Palwaga : artinya serba
trampil
Palgasa : artinya serba mengerti
Palwaga : artinya serba cepat
Rewanda : artinya pemimpin suara
Kutila : artinya buruk bentuknya
Kencung : artinya kera wanita
D. Nama Sebutan Pandita Pandita : artinya pepunden, dijunjung tinggi dimana saja berada.
Dwija : artinya angesti terus lahir batin
Dwijajawara : artinya melakukan dua perkara, yang pertama memuja dewa, yang
kedua meminta keselamatan.
Resi : artinya suci.
Wasista : artinya lebih awas, mengetahui sebelum terjadi
Sayuti : artinya mesu cipta Pandita : artinya guru besar yang serba putus, wajib disebut panembahan.
Rerehan pandita
1. Ajar : artinya wajib mengajari, juru ajar 2. Wasi : artinya juru
pangadilan, menyelesaikan perkara
3. Janggan : artinya yang menjadi juru tulis
4. Manguyu : artinya yang bertugas menabuh genta ketika dalam acara
pemujaan
5. Putut : artinya tukang merawat sanggar
palaggatan, atau
bertugas memasang alat sesaji pemujaan.
6. Cekel : artinya tukang juru taneman, atau jagi rumeksa pategilan, awon baik ada
tetanggelanipun cekel.
7. Cantrik : artinya yang bertugas melayani
sebarang pekerjaan, atau suruhan.
8. Uluguntung : artinya lurah kampung, yang bertugas mengatur semuanya
9. Geluntung : artinya orang sudah memiliki rumah bertiang empat, pekerjaannya mencari rumut, mengambil kayu atau air.
10. Indung-indung : artinya orang yang sedang
mondok, tugasnya mencari rumput di hutan di sekitar gunung.
Rerehan pandita perempuan
1. dungik : artinya orang pingitan yang akan jadi istri kyai Ajar,
tugasnya bercerita tentang lakon jaman kuna yang bisa menjadi teladan bagi para perempuan, yang biasanya cerita dongeng.
2. Mentrik : artinya juru rawat sebarang pakaian, makanan dan
sebagainya.
3. Sontrang : artinya dukun, menghilangkan penyakit atau merawat putra dan cucu Ki Ajar.
4. Dayang : artinya tukang menebar bunga di sanggar
palanggaran.
5. Bidang : artinya menjadi inya yang menyusui putra dan cucu Ki
Ajar.
6. Endang : artinya pesuruh.
7. Kaka-kaka : artinya perempuan yang memasak (koki)
8. Abon-abon : artinya tukang sapu atau tukang cuci, membersihkan segala sesuatu.
9. Abet-tabet : artinya tukang mengambil air atau mencari sayuran
10.Obatan : artinya perempuan yang
menyiapkan sasajen atau membeli ke pasar.
11.Wiku : artinya petunjuk ilmu pengetahuan.
E. Wayang Srambahan Jumlah wayang purwa yang umumnya digunakan dalam pedalangan di
Surakarta. Wayang purwa pedalangan yang penting harus memilih wayang yang luwes untuk srambahan, artinya bisa sumrambah, wayang srambahan bisa mempunyai nama tiga atau empat. Misalnya wayang Harjuna slendangan bisa bernama Sakutrem,
Kumajaya, Rama Regawa, bisa jadi Palasara. Itulah tujuan
dalang dalam membuat wayang srambahan sampai bermacam-macam
beberapa
wayang agar bisa untuk mengurangi jumlah
wayang. Sedikit sudah bisa mencukupi, begitu
maksudnya para dalang.
Jumlah pemilihan wayang oleh dalang seperti di bawah itu:
Sumpingan kanan:
1. Kayon (Gunungan) 2. Prabu Tuhuwasesa 3. Raden Wrekudara (kuning)
4. Raden Wrekudara (hitam)
5. Raden Bratasena (kuning)
6. Raden Bratasena (hitam) 7. Raden Gandamana
8. Raden Antareja 9. Raden Gatutkaca (kuning)
10. Raden Gatutkaca (hitam)
11. Raden Antasena 12. Raden Hanoman 13. Batara Guru 14. Prabu Rama (srambahan)
15. Prabu Kresna (kuning) 16. Prabu Kresna (hitam) 17. Prabu Yudistira. Amarta 18. Raden Sakutrem
(srambahan)
19. Raden Harjuna 20. Raden Harjuna 21. Raden Harjuna 22. Raden Suryaputra 23. Raden Kuntadewa Amarta
24. Raden Premadi 25. Raden Premadi 26. Kumajaya (Premadi slendangan srambahan) 27. Raden Nangkula 28. Raden Sahadewa 29. Batari Durga
30. Dewi Sarpakanaka
(srambahan)
31. Dewi Banowati 32. Dewi Jembawati 33. Dewi Kunti 34. Dewi Dropadi 35. Dewi Sembadra 36. Dewi Srikandi 37. Dewi Setyawati (srambahan)
38. Dewi Ratih (srambahan) 39. Dewi Setyaboma
(srambahan)
40. Dewi Pregiwa (srambahan)
41. Dewi Pregiwati (srambahan)
42. Dewi Leskalauti (srambahan)
43. Dewi Anjani
44. Dewi Rara Ireng – Bratajaya
45. Bondanpaksadanu (Dewa ruci)
46. Putran (Bayen) Sumpingan kiri:
1. Buta Raton makutan (Kumbakarna) srambahan 2. Buta Raton pagogon (Niwatakawaca) srambahan 3. Buta Raton muda ngore (srambahan)
4. Prabu Dasamuka 5. Harya Kangsa (srambahan)
6. Prabu Bomanarakasura (srambahan)
7. Prabu Baladewa 8. Prabu Baladewa 9. Ratu Sewu negara (srambahan)
10. Boma muda pagogon (srambahan)
11. Prabu Druyudanan 12. Raden Kurupati 13. Harya Kencaka 14. Harya Rupakenya
15. Harya Kakrasana 16. Harya Seta
17. Harya Utara
18. Harya Wratsangka (srambahan)
19. Harya Setyaki
20. Prabu Basudewa di Mandura
21. Prabu Kuntiboja (srambahan)
22. Rpabu Matswapati di Wirata
23. Prabu Drupada di Pancalareja (srambahan) 24. Prabu Salya di
Mandraka
25. Prabu Bismaka di Kumbina
26. Prabu Setyajit di Nglesanpura (srambahan) 27. Prabu Karna di
Ngawangga
28. Ratu Sabrang wok rapekan (srambahan) 29. Prabu Palgunadi (srambahan)
30. Dewa Srani (sabrang bagus srambahan)
31. Raden Haryaprabu Rukma (srambahan) 32. Raden Nayarana 33. Raden Drestajumna (srambahan)
34. Raden Samba 35. Raden Rukmarata 36. Raden Lesmana Mandrakumara
37. Raden Pancawala (srambahan)
38. Raden Wijanarka (srambahan) Bambangan 39. Raden Irawan
40. Raden Ongkawijaya 41. Raden Ongkawijaya 42. Raden Setyaka 43. Raden Pinten
44. Raden Tansen 45. Raden Wisanggeni 46. Raden Caranggana (srambahan)
F. Penggolongan Dudahan Wayang
Para Kurawa 1. Pandita Durna
2. Patih harya Sangkuni 3. Raden Dursasana 4. Raden Durmagati 5. Raden Jayadrata 6. Raden Citraksa 7. Raden Citraksi 8. Raden Kartawarma 9. Raden Burisrawa 10. Wasi Haswatama
Para Jawata dan para tapa 1. Batara Narada
2. Batara Brahma 3. Batara Hendra 4. Batara Yamadipati 5. Batara Patuk
6. Batara Tamboro 7. Batara Surya (srambahan) 8. Pandita Bagus (srambahan)
9. Pandita tua (srambahan) 10. Resi Bisma (srambahan) 11. Resi Abyasa
12. Resi Jembawan
Putran patih dan punggawa 1. Raden Hindrajit
2. Raden Trisirah (srambahan)
3. Raden Rajamala tidak rapekan (srambahan) 4. Patih Hudawa 5. Patih Tuhayata (srambahan)
6. patih Tambakganggeng (srambahan)
7. Patih Pragota rapekan (srambahan)
8. Patih Prabawa rapekan
(srambahan)
9. Patih Sabrangan tanpa pakaian (srambahan) 10. Patih Sabrangan dengan pakaian (srambahan)
11. Punggawa Tatagan dengan pakaian
(srambahan)
12. Punggawa Geculan Suramendem.
Para danawa
1. Danawa Pragalba 2. Danawa Cakil
3. Danawa Cakil mata kadondongan, ngore 4. Danawa Terong (Congklok)
5. Danawa Galiyuk (gombak)
6. Danawa Rambutgeni 7. Danawa Mondol buta kuna (srambahan)
8. Danawa Kenyawandu, emban
9. Danawa Wanan Laki-laki 10. Danawa Wanan
perempuan
11. Danawa Wahmuka (srambahan)
12. Danawa Harimuka (srambahan)
Para wanara 1. Narpati Subali 2. Narpati Sugriwa 3. Raden Jaya Hanggada 4. Kapi Jembawan
5. Kapi Hanila 6. Kapi Hanala 7. Kapi Susena Sebangsa dagelan 1. Semar
2. Gareng 3. Petruk 4. Bagong 5. Togog
6. Belung 7. Cantrik 8. Cangik 9. Limbuk 10. emban
11. Parekan (nyai tumenggung) 12. Parekan (nyai tumenggung)
13. Oemang Ontagopa Wayang ricikan
1. Sokosrono (srambahan) 2. Lelepah
3. Ilu-ilu
4. Kepala besar mata lebar 5. Wedon
Wayang ricikan 1. Prampogan (jawa) 2. Prampogan (danawa) 3. Kereta
4. Kuda (Putih) 5. Kuda (hitam) 6. Gajah (Diponggo) 7. Macan
8. Naga (sawer) 9. Banteng 10. Kerbau
11. Burung Garuda 12. Babi
13. Burung Jawata senjata
1. Gada rujakpolo 2. Bindi
3. Gada 4. Cakra 5. Nawala 6. Cupu 7. Cis 8. Trisula 9. Candrarasa 10. Alu gara 11. Badama 12. Bendo 13. Arit
14. Keris besar 15. Keris luk, Cakil
16. Keris luk
17. Keris lurus Satria 18. Keris lurus
19. Panah luk 20. Panah lurus 21. Panah lurus
Jumlah wayang semua ada 176 buah senjatanya ada 21 buah. Jadi itu jumlah
wayang yang biasanya digunakan dalam
pedalangan. Dene jumlah wayang yang
sudah biasanya disebut di depan bisa lebih banyak jumlahnya, semua sampai berjumlah 370, ini
ditambah senjata dan peralatannya 30 buah, semua ada 400
buah, itu belum ditambah yang lain-lain, kalau
ditambah kadang-kadang sampai
500 buah. Artinya kalau ditambah misalnya gapura kraton, pohon-pohonan, bunga-bunugaan di taman, buruan yang kecil-kecil begitu seterusnya. Biasanya orang membuat wayang itu kalau sudah suka kadang sampai lupa, sampai barang yang tidak biasanya ada dalam pedalangan pun dibuat wayang. Makanya wayangnya sampai banyak sekali.
Jika orang sedang suka membuat wayang.
Membuat wayang purwa sampai
lengkap serta wandanya semua, yang kuat membuat hanya orang yang kaya serta
sedang suka wayang dan ceritanya. Biasanya malah tidak bisa menjadi dalang, hanya orang yang sedang suka cerita lakon wayang dan bisa terwujud
keinginannya bisa memainkan wayang.
Sedangkan para dalang kebanyakan hanya
secukupnya saja yang penting bisa dimainkan untuk mendalang. Itu bedanya
wayang yang dibuat pedalangan dengan yang dibuat oleh para hartawan yang suka
Dengan cerita pedalangan.