1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau yang mencapai 17.508 dan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 Km (DKP, 2008). Keadaan ini menyebabkan kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan masyarakat Indonesia.
Secara umum, wilayah pesisir dapat didefenisikan sebagai wilayah pertemuan antara ekosistem darat, ekosistem laut dan ekosistem udara yang saling bertemu dalam suatu keseimbangan yang rentan1.
Menurut Kay dan Alder pesisir adalah wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Lebih jauh lagi, wilayah pesisir merupakan wilayah yang penting ditinjau dari berbagai sudut pandang perencanaan dan pengelolaan.2 Departemen Kelauatan dan Perikanan dalam rancangan Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mendefenisikan wilayah pesisir sebagai kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang terletak antara batas darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan. Wilayah pesisir memiliki nilai ekonomi tinggi, namun terancam keberlanjutannya. Dengan potensi yang unik dan bernilai ekonomi tadi maka wilayah pesisir dihadapkan pada ancaman yang tinggi pula, maka hendaknya wilayah pesisir ditangani secara khusus agar wilayah ini dapat dikelola secara berkelanjutan.
1Akil, Sjarifuddin. 2002. Kebijakan Kimpraswil Dalam Rangka Percepatan Pembangunan Kelautan dan Perikanan. Makalah Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan perikanan Tahun 2002.
Jakarta. Hlm 3.
2 Ibid.Hlm.25.
2 Berdasarkan ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup:Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia, Perairan Kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman dan jarak dari pantai, Perairan Pedalaman adalah semua peraiaran yang terletak pada sisi darat dari garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk di dalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup.
Wilayah laut dan pesisir beserta sumber daya alamnya memiliki makna strategis bagi pengembangan ekonomi Indonesia, karena dapat diandalkan sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
Pengelolaan berbasis masyarakat dapat diartikan sebagai suatu sistem pengelolaan sumber daya alam disuatu tempat dimana masyarakat lokal ditempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses pengelolaan sumber daya alam yang terkandung didalamnya3.
Di Indonesia pengelolaan sumber daya berbasis masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara atas sumber daya alam khususnya sumber daya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang sebesar- besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak, dan juga harus mampu mewujudkan keadilan
3Nurmalasari, Y. Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisr Berbasis Masyarakat. www. Stmik- im.ac.id/userfiles/jurnal%20yessi.pdf. Di unduh Pada tangal 3 oktober 2017, Pukul 22 Wit.
3 dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.
Luas wilayah pesisir Indonesia dua per tiga dari luas daratan dan garis pantainya 95.161 kilometer atau terpanjang kedua di dunia 4. Pada masa Orde Baru, pengaturan wilayah pesisir dan laut lebih banyak dilakukan oleh Pemerintah Pusat. Hal ini dapat dilihat pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Pasal 9 ayat 2 dimana dinyatakan bahwa wilayah lautan wilayah udara diatur secara terpusat menurut undang-undang. Namun dimasa reformasi dengan kelahiran Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, Kabupaten/Kota memiliki kewenangan mengatur wilayah perairan yang ada di wilayahnya sejauh 4 mil dari garis Pantai.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah memberikan kewenangan yang luas kepada Daerah Kabupaten dan Kota untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menyatakan kewenangan daerah di wilayah laut adalah:
1. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut.
2. Pengaturan kepentingan administratif, 3. Pengaturan ruang,
4. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah.
5. Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara.
4Asosiasi Pemeritah Kabupaten Seluruh Indonesia (APAKASI). 2001. Permasalahan dan Isu Pengelolaan dan Pemanfaatan Pesisir Di Daerah.
4 Yang termasuk wilayah laut Daerah Propinsi adalah sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai arah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Sedangkan wilayah laut Daerah Kabupaten dan Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Dengan memperhatikan ketentuan tersebut maka, daerah pesisir merupakan kewenangan dari Daerah Kabupaten dan Kota.
Daerah pesisir sebagai transisi dari ekosistem darat dengan ekosistem darat ekosistem alut berada dalam kewenagan daerah di bidang kelautan. Sesuai dengan Undang-Undang 22 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa wilayah laut dari Kabupaten/Kota adalah sepertiga dari wilayah laut Propinsi berarti sepanjang 4 (empat) mil laut dari garis pantai, maka wilayah pesisir berada dalam kewenangan Daerah Kabupaten atau Kota setempat.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sebagai Negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Berdasarkan data jumlah Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia pada tahun 2002, sebanyak 219 Kabupaten/Kota (68%) diantaranya memiliki wilayah pesisir. Kabupaten/Kota di Indonesia masing-masing memiliki karakteristik fisik wilayah pesisir yang satu sama lain berbeda di dalam pengelolaan wilayah pesisir. Akan tetapi hingga akhir 2004, perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir baik ditingkat pusat maupun di tingkat daerah lebih banyak bersifat sektoral5.
Secara alamiah potensi pesisir di daerah dimanfaatkan langsung oleh masyarakat yang bertempat tinggal di kawasan tersebut yang pada umumnya terdiri dari nelayan.
Nelayan di pesisir memanfaatkan kekayaan laut mulai dari ikan, rumput laut, terumbu karang dan sebagainya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada umumnya potensi
5Ibid. hal 23.
5 pesisir dan kelautan yang dimanfaatkan oleh nelayan terbatas pada upaya pemenuhan kebutuhan hidup.
Pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian rakyat belum banyak dilakukan. Pemanfaatan pesisir untuk usaha ekonomi dalam skala besar baru dilakukan pada sebagian Kabupaten dan Kota yang berada di daerah pesisir tak terkecuali di Provinsi Maluku dan beberapa Kabupaten/Kota. Pada umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di sektor pariwisata. Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, Pemerintah Daerah berupaya untuk memanfaatkan potensi daerah pesisir ini untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan perairan pada pulau-pulau kecil, maka hukum adat dan hukum kebiasaan yang ada di dalam masyarakat yang memukimi pesisir dan pulau-pulau kecil, merupakan salah satu akses yang diperlukan untuk menjamin ketersediaan sumber-sumber daya alam setempat, dan juga untuk melindungi sumberdaya tersebut terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi berupa degradasi, atau eksploitasi berlebihan. Negara seringkali tidak dapat melakukan pengawasan jauh sampai ke dalam lingkup dimana usaha-usaha berskala kecil, menengah maupun besar beroperasi di wilayah pesisir dan laut atau pulau-pulau kecil yang jauh dari pusat-pusat pemerintahan.
Sebaliknya, tempat-tempat usaha tersebut banyak berada di sekitar bahkan ditengah- tengah masyarakat yang memukimi pesisir maupun pulau-pulau kecil.
Di Koata Ambon tepatnya Negeri Latuhalat dimana terdapat beberapa tempat rekreasi di pesisir pantai Negeri Latuhalat tersebut. Pengelolaan serta pemanfaatan pesisir pantai oleh para pihak, baik swasta maupun pemerintah dinilai kurang memberikan
6 kesempatan bagi masyarakat sekitar dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian Negeri Latuhalat termaksud Pemerintah Kota Ambon.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Pasal 1 menyatakan bahwa pengelolaan laut dan pesisir bertujuan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat. Selain itu dalam hal Pemanfaatan ruang dan sumber daya Perairan Pesisir dan perairan pulau-pulau kecil pada wilayah Masyarakat Hukum Adat oleh Masyarakat Hukum Adat menjadi kewenangan Masyarakat Hukum Adat setempat. Hal ini sesuai dengan bunyi dari Pasal 21. Selain itu Selain di dalam rumusan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Pariwisata, Pasal 19 Ayat 2:
Setiap orang dan/atau masyarakat di dalam dan disekitar destinasi pariwisata mempunyai hak prioritas:
a. Menjadi pekerja/buruh;
b. Konsinyasi; dan/atau c. Pengelolaan.
Melihat begitu pentingnya peran daerah dalam mengatur dan memanfaatkan wiayah pesisir sebagai objek pariwisata, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini dengan judul: Perlindungan Terhadap Hak-Hak Masyarakat Di Wilayah Pesisir Atas Penggunaan Pantai Untuk Kepentinggan Pariwisata Di Negeri Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.
7 B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas dan judul sebagai mana di kemukaan diatas, maka permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini yaitu.
Bagaimana perlindungan terhadap hak-hak masyarakat wilayah pesisir atas pengelolaan pantai untuk kepentingan pariwisata di Negeri Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon..?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Mengkaji dan menganalisis perlindungan terhadap hak-hak masyarakat di wilayah pesisir atas pengelolaan pantai untuk kepentingan pariwisata di Negeri Latuhalat Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon.
2. Sebagai prasyarat dalam memenuhi kriteria agar dapat melanjutkan proses penulisan skripsi guna dapat menyelesaikan studi.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat penelitian dalam penulisan ini adalah : 1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil dari tulisan ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya yang berkaitan dengan hak-hak masyarakat di wilayah pesisir atas pengelolaan pantai untuk kepentingan pariwisata.
2. Manfaat praktis
Secara praktis hasi dari penulisan ini diharapkan dapat dijadikan seebagai referensi bagi pihak pengelola agar dalam pengelolaan pantai untuk kepentingan parawisata
8 senantiasa memperhatikan hak-hak masyarakat wilayah pesisir, dan di saat yang bersamaan pula masyarakat di wilayah pesisir diharapkan dapat memahami hak- haknya sekaigus dapat memperjuangkan hak-haknya tersebut apabila dilanggar oleh pihak pengelola.
E. Kerangka Konseptual 1. Konsep Perlindungan.
Pengertian perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi. dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan.
Perlindungan yang tertuang dalam PP No.2 Tahun 2002 adalah suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
2. Konsep Hak
Hak adalah Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya: hak mendapatkan pengajaran, hak
9 mengeluarkan pendapat, selanjudnya konsep hak sesuai dengan Pasal 28A-J dan Pasal 29 UUD 1945. Contoh dari hak adalah:
1. Setiap warga negara bebas untuk memilih, memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan masing-masing yang dipercayai;
2. Setiap warga negara berhak mendapatkan perlindungan hukum;
3. Setiap warga negara berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran;
4. Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak;
5. Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum dan di dalam pemerintahan;6
Menurut Sudikno Mertokusumo, adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum, sedangkan kepentingan adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi7. Kepentingan pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam melaksanakannya8.
3. Konsep Masyarakat.
Masyarakat berasal dari bahasa Inggris yaitu "society" yang berarti "masyarakat", lalu kata society berasal dari bahasa latin yaitu "societas" yang berarti "kawan".
Sedangkan masyarakat yang berasal dari bahasa Arab yaitu "musyarak".9 Pengertian masyarakat terbagi atas dua yaitu pengertian masyarakat dalam arti luas dan pengertian masyarakat dalam arti sempit. Pengertian Masyarakat dalam Arti Luas
6 http://www.langkahpembelajaran.com/2015/02/makna-pengertian-hak-dan-kewajiban.html.
Diakses pada tangal 27 Februari 2018. Pukul:09.00.Wit.
7 Sudikno Mertokusumo, 1991, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) , Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, Liberty, Yogyakarta, Hlm 41
8 Ibid
9 http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-masyarakat-secara-umum.html, Diakses pada tangal 27 Februari 2018 Pukul 09.00.Wit.
10 adalah keseluruhan hubungan hidup bersama tanpa dengan dibatasi lingkungan, bangsa dan sebagainya. Sedangkan Pengertian Masyarakat dalam Arti Sempit adalah sekelompok individu yang dibatasi oleh golongan, bangsa, teritorial, dan lain sebagainya. Pengertian masyarakat juga dapat didefinisikan sebagai kelompok orang yang terorganisasi karena memiliki tujuan yang sama. Pengertian Masyarakat secara Sederhana adalah sekumpulan manusia yang saling berinteraksi atau bergaul dengan kepentingan yang sama. Terbentuknya masyarakat karna manusia menggunakan perasaan, pikiran dan keinginannya memberikan reaksi dalam lingkungannya.
4. Konsep Pesisir.
Pesisir Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Atau dengan kata lain yang di sebut dengan Pesisir adalah Hamparan pingiran pantai yang membatasi antara laud an darat.10 Atau dengan kata lain pesisir adalah daerah pertemuan antar air laut dan tanah yang akhirnya terjadi yang dinamakan air pasang maupun air surut walau itu saat muncul badai.
Pantai merupakan bagian dari tanah yang berdekatan dengan laut, yang masih dipengaruhi oleh proses abrasi (erosi air laut), sedimentasi (sedimentasi), dan pasang surut air laut. Menurut bentuk pantainya bisa dibagi menjadi dua macam, yaitu landai pantai dan pantai curam11. Jika kita pergi ke pantai dimana kita bisa langsung menuju air laut dan bisa berenang, bermain pasir dan bisa bermain dengan ombak di pinggir
10 Ketentuan umum Undang –undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang- undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
11 http://umum-pengertian.blogspot.co.id/2016/05/pengertian-masyarakat, Pantai-secara- umum.html, Diakses Pda Tangal 27 Februari 2018 Pukul 09.00.Wit.
11 pantai kemudian disebut pantai landau Pengertian pantai landai tersebut berada di daerah dataran rendah sehingga masih mempengaruhi proses abrasi, sedimentasi, dan pasang surut air laut.
5. Konsep Pariwisata.
Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha yang terkait dengan bidang tersebut. Berbicara tentang pariwisata di dalamnya tercakup berbagai upaya pemberdayaan, usaha pariwisata, objek dan daya tarik wisata serta berbagai kegiatan dan jenis usaha pariwisata. Smith menyatakan bahwa secara substansi pariwsata merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat, yaitu berkaitan dengan cara penggunaan waktu senggang yang dimiliki sesorang.12
6. Konsep Hak Ulayat Masyarakat Atas Pesisir dan Laut.
Hak ulayat laut merupakan terjemahan dari kata dalam bahasa Inggris, sea tenure. Sudo yang mengutip Laundgaarde, mengatakan bahwa istilah sea tenure mengacu kepada seperangkat hak dan kewajiban timbal balik yang muncul dalam hubungannya dengan kepemilikan wilayah laut. Sea tenurea dalah suatu sistem, dimana beberapa orang atau kelompok sosial memanfaatkan wilayah laut, mengatur tingkat eksploitasi terhadap wilayah tersebut, yang berarti juga melindunginya dari eksploitasi yang berlebihan (over exploitation).13
12 Hari Karyono, 1997. Kepariwisataan Indonesia. Jakarta. Penerbit : PT. Gramedia Widiasarana.
Hlm 34.
13 Sudo Ken Ichi, Sosial Organization and Types of Sea Tenure in Micronesia dalam Kenneth Ruddle dan R.E. Johannes (eds) Traditional Marine Resources Management in Pasific Basin: an Anthropology, Jakarta, UNESCO/ROSTSEA.1983.Hlm.34.
12 Melengkapi batasan Sudo, seorang ilmuan lain yaitu Akimichi Tomoya mengatakan bahwa hak-hak kepemilikan (property rights) mempunyai konotasi sebagai memiliki (to own), memasuki (to access) dan memanfaatkan (to use). Baik konotasi memiliki, memasuki maupun memanfaatkan tidak hanya mengacu pada wilayah penangkapan (fishing ground), tetapi juga mengacu pada teknik-teknik penangkapan, peralatan yang digunakan (teknologi) atau bahkan sumberdaya yang ditangkap dan dikumpulkan.14
Dengan demikian maka secara teoritis dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan hak adat kelautan (Hak Ulayat Laut) adalah seperangkat aturan atau praktek pengelolaan atau manajemen wilayah laut dan sumber daya di dalamnya berdasarkan adat- istiadat yang dilakukan oleh masyarakat pesisir pada desa (negeri-negeri untuk Maluku Tengah).
Perangkat aturan atau hak adat kelautan (Hak Ulayat Laut) ini menyangkut siapa yang memiliki hak atas suatu wilayah, jenis sumberdaya yang boleh ditangkap dan teknik mengeksploitasi sumberdaya yang diperbolehkan yang ada dalam suatu wilayah laut.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa hak ulayat laut mengacu pada seperangkat hak dan kewajiban timbal balik yang muncul dalam institusi pemilikan bersama. Istilah pemilikan bersama di sini merujuk pada pembagian hak-hak penguasaan bersama di dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tertentu. Konsep milik jika diterapkan pada sumberdaya mengandung arti sebagai suatu kelembagaan sosial primer yang memiliki susunan dan fungsi untuk mengatur sumberdaya yang lebih didasarkan pada kebiasaan, larangan-larangan dan kekeluargaan. Oleh karena itu institusi atau
14 Akimichi Tomoya, Teritorial Regulation in the Small Scale Fisheries of Ittoman, Okinawa,dalam Maritime Institution in the Western Pasific, Osaka: National Museum of Ethnology.1991.Hlm 7.
13 kepranataan dalam sistem kepemilikan atau penguasaan sumberdaya bersama tidak dapat dilepaskan dari adanya sosial order yang memiliki kekuatan mengikat bagi setiap individu anggota suatu komunitas.
Aturan-aturan yang terbentuk dalam sistem penguasaan bersama itu pada dasarnya merupakan suatu kesadaran kolektif (collective consciousness). Dalam hal ini kesadaran kolektif itu mempunyai dua sifat pokok.15 Pertama, mengandung pengertian bahwa kesadaran kolektif dari suatu komunitas atau kelompok sosial sesungguhnya berada di luar ke-diri-an dari setiap individu anggota masyarakat. Jadi kesadaran kolektif itu tidak tergantung keberadaannya pada eksistensi dari setiap individu, melainkan sebaliknya, yaitu selalu diwariskan atau disosialisasikan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Sifat yang kedua, kesadaran kolektif mengandung suatu kekuatan psikis yang memaksa individu-individu anggota kelompok untuk menyesuaikan diri terhadapnya.
Berdasarkan pada gambaran sebagaimana dikemukakan di atas maka dapat dikatakan bahwa fungsi hak ulayat laut dalam suatu komunitas dapat dilihat dari seberapa jauh institusi hak ulayat laut itu memberikan kestabilan struktur sosial suatu komunitas tersebut.16
“……define the sosial function of sosially standardized mode of activity or of thought, as its relation to the sosial structure to the existence and continuity of which it makes some contribution”
Melihat uraian di atas, pengertian fungsi pada hak ulayat laut adalah menunjuk pada suatu proses hubungan sosial yang dinamis dalam suatu sistem sosial atau struktur masyarakat tempat hak ulayat laut itu dipraktekkan. Berkaitan dengan ini Robert K
15. A.Wahyono, Aspek-aspek Sosial Budaya Masyarakat Maritim Indonesia Bagian Timur : Hak Ulayat Laut di Sangihe Talaud – Studi Kasus Tentang Sistem Pengelolaan Sumberdaya Laut Pada Nelayan Pulau dan Nelayan Pantai, PMB-LIPI, Jakarta.1994.Hlm 8-9.
16 Ibid. Hlm 76.
14 Merton mengemukakan bahwa dalam melakukan analisis fungsional pada suatu kepranataan sosial sebaiknya lebih ditekankan pada permasalahan yang konkret, yaitu bagaimana mekanisme sosial sebuah lembaga kepranataan sosial itu berlangsung, seperti antara lain pembagian peran, penyekatan kelembagaan, susunan nilai-nilai, pembagian kerja dan praktek-praktek ritual.17
Merton membedakan fungsi kedalam dua hal, yaitu fungsi manifest dan fungsi laten.
Menurut Merton sesuatu memiliki fungsi manifest apabila :
“…… those objective consequences contributing to the adjustment or adation of the sistem which are intended and recognized by participant in the sistem “.18
Adapun fungsi laten berkaitan dengan: …. those which are neither nor recognized.
Apabila dikaitkan dengan hak ulayat laut, maka fungsi manifest menunjuk pada pengertian berbagai konsekuensi praktek hak ulayat laut yang disadari oleh setiap anggota masyarakat dalam rangka menjaga keutuhan masyarakat atau integrasi sosial, sedangkan berbagai konsekuensi dari praktek hak ulayat laut yang tidak didasari merupakan fungsi laten dari hak ulayat laut tersebut.
Dalam kaitan ini, Johanes memberikan contoh fungsi-fungsi yang terdapat dalam hak ulayat laut sebagai berikut:
“Costumary marine tenurecan play a number of valuable roles and contempory fisheries management. It can : (1) provide cultural sanctioned rules for allocating marine resources acquitable, apprehending and punishing trangressord and adjudicating disputes (usually without resource to government, thereby greatly reducing administrative cost);
(2) function as a from of conservation measure by limiting entry to a fishery and providing the owners with an incentive ti regukate their own harvest; and (3) facilitate more flexible
17. Charles Zerner, Imaginating Marine Resources Management Institutions ini the Maluku Island, Indonesia 1870-1992, Workshop, Virgenia.1993.Hlm 106.
18. Ibid.Hlm.107.
15 adjustments to changing biological or socio economic conditions affecting the fishery than do government regulation”
Suatu bahasan mengenai hak ulayat laut dalam bentuk yang lebih dinamis lahir dari pertanyaan pokok, yaitu mengapa hak ulayat laut dipraktekkan oleh suatu masyarakat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya. Belum ada suatu teori yang mampu menjawab secara tuntas pertanyaan ini. Akan tetapi cukup banyak hipotetis yang berusaha menjawab pertanyaan ini dengan acuan kasus-kasus tertentu. Ini berarti ada banyak variabel yang mengarah ada atau tidaknya aturan dan praktek hak ulayat laut pada suatu masyarakat. Meskipun demikian, suatu hal yang merupakan kunci mengenai hal ini adalah anggapan bahwa laut merupakan suatu sumberdaya yang bernilai.
Banyak hal yang kemudian mengarah pada anggapan bahwa sumberdaya laut bernilai tinggi atau sebaliknya. Pertama, misalnya tingkat kepentingan laut. Kedua, laut juga bisa dikatakan bernilai jika memiliki sumberdaya, dan kondisi ekologisnya sedemikian rupa sehingga orang mudah mengeksploitasinya. Dalam hal yang terakhir ini, tentu berhubungan pula dengan mudah atau tidaknya proses distribusi berjalan, atau dengan kata lain ada atau tidaknya pasar. Kondisi pasar itu sendiri sedikit banyak dipengaruhi oleh masyarakat lain, sehingga kemungkinan intensitas terjadinya proses tukar menukar semakin besar.
Satu variabel yang berbeda dengan variabel-variabel di atas adalah sistem kepercayaan. Pada sistem kepercayaan masyarakat tertentu, laut mungkin dianggap sebagai sumber kehidupannya. Dengan latar belakang kepercayaan ini, maka perlakuan masyarakat terhadap laut berbeda, termasuk masalah yang berhubungan dengan berkembang atau tidaknya hak penguasaan laut tersebut.
16 Selanjutnya, apabila variabel-variabel di atas diidentifikasikan dalam upaya mencari jawaban mengapa hak ulayat laut dipraktekkan oleh suatu masyarakat, maka jawaban atas variabel-variabel apa yang mempengaruhi berlangsungnya hak ulayat laut, lebih banyak terikat pada suatu variabel kunci yaitu konflik. Hal ini disebabkan oleh karena konflik merupakan suatu potensi yang cukup kuat atas berubahnya hak ulayat laut.
Dalam hal ini perubahan-perubahan yang terjadi sangat bervariasi, dari mulai perubahan isi aturan maupun praktek hak ulayat laut sampai pada perubahan yang menyangkut semakin menguat atau melemahnya praktek pelaksanaan aturan hak ulayat laut tersebut.
7. Konsep Perlindungan Hukum Terhadap Hak Masyarakat
Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian19.
Dalam menjalankan dan memberikan perlindungan hukum dibutuhkannya suatu tempat atau wadah dalam pelaksanaannya yang sering disebut dengan sarana perlindungan hukum. Sarana perlindungan hukum dibagi menjadi dua macam yang dapat dipahami, sebagai berikut:Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan
Ibid. hlm 34.
17 pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa.
Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif. Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa.
Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Peradilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.
18 F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun penelitian ini menggunakan jenis penelitian yudiris normatif, yaitu suatu penelitian untuk mengkaji bahan-bahan hukum, ketentuan-ketentuan hukum positif, asas-asas hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi.20
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yaitu dengan jalan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diangkat dan bahan hukum yang diperoleh.
3.
Pendekatan MasalahPendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang- undangan (Statute approach) dan pendekatan konseptual (Conceptual approach).
Menurut Peter Mahmud Marzuki, Pendekatan Perundang-undangan dilakukan dengan menelaah semua undang-undang atau regulasi yang berkitan dengan isu (masalah) hukum yang dikaji. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan- pandangan dan doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum untuk menemukan ide yang melahirkan konsep-konsep hukum, pengertian hukum maupun asas hukum yang diperlukan dalam penelitian.
20Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Prananda Media, Cetakan 1, Jakarta 2005, Hal 16.
19 4. Sumber Bahan Hukum
Bahan hukum yang diperlukan dalam penulisan ini adalah bahan primer, sekuder dan tersier.
a. Bahan hukum primer terdiri dari;
1. UUD NRI’ 1945
2. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
3. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah di ubah dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
4. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan yang mendukung bahan primer seperti buku-buku teks, artikel dalam berbagai jurnal ilmiah atau hasil penelitian di bidang hukum, makalah-makalah yang disampaikan dalam pertemuan seperti diskusi, seminar, lokakarya dan lain-lain;
c. Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yag mendukung bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa baik Indonesia maupun inggris.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum.
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan hukum tersier serta data penunjang yang telah dikumpulkan, dikelompokan dan diinventarisir selanjudnya
20 dikaji dengan pendekatan perundang-undangan guna mendaptkan taraf sinkronisasi.
6. Analisis Bahan Hukum.
Adapun teknik analisa bahan hukum yang dilakukan, yaitu setelah memperoleh gambaran taraf sinkronisasi, maka dilakukan pengolahan, pengkonstruksian secara menyeluruh, selanjutnya dianalisis dan dikaji secara kualitatif guna menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan.
G. Sistimatika Penulisan.
Berdasarkan judul dan permasalahan dalam penulisan ini maka sistimatika proposal penulisan skripsi ini terdiri dari Bab I merupakan pendahuluan yang terdiri atas, latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sisitimatika penelitia. Bab II merupakan tinjauan pustaka. Bab III merupakan hasil dan pembahasan serta Bab IV merupakan bagian penutup yang terdiri dari kesimpulan dansaran.