HIDAYAT.
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penyebab utama penyakit mosaik kuning ini adalah
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor
( Koch.)
Nama Mahasiswa : Harwan Susetio
NRP : A34070085
Disetujui,
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc Dosen Pembimbing
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc Ketua Departemen
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Panghegar Subang pada tahun 2000. Pada tahun 2000-2004 penulis menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam Gontor, Ponorogo, Jawa Timur. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di MA Al-Khairiyah Cilegon sampai lulus pada tahun 2007. Selama menempuh pendidikan penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) dan aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler PASKIBRA dan Pramuka. Pada tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman.
kacang panjang ( L.) dan efisiensi penularan melalui kutudaun
( Koch.)”.
Banyak pihak yang terlibat dalam penyelesaian penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terima kasih penulis kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberi masukan, saran, arahan, bimbingan, perhatian, dan koreksi dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. I Wayan Winasa, M.Si selaku dosen penguji tamu yang telah bersedia menguji, dan memberi masukan untuk perbaikan skripsi ini. Terima kasih kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, M.Agr selaku pembimbing akademik yang selalu memberi semangat dalam belajar dan selalu memberi motivasi ketika penulis mengalami kemunduran dalam akademik, dan staf Laboratorium Virologi: Bapak Edi Supardi dan Mba Tuti Legiastuti yang telah banyak membantu dan memberikan arahannya dalam melaksanakan penelitian.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah membantu terlaksananya penelitian ini: seluruh anggota Laboratorium Virologi 44, Taher, Johan, Alice, Avanty, Julyanda, Chemy, Keisha, Kidung, dan terutama kepada Rizki Ramadhan yang banyak membantu ketika penelitian di Rumah Kaca.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada orangtua (Mudiharjo dan Yoyoh Yuliati), dan kakak (Devi Mulatsih, SS. M.Hum) tercinta yang selalu memberi semangat, nasihat, motivasi, dukungan, dan doanya kepada penulis. Penelitian dan skripsi ini saya persembahkan untuk mereka
“# $ % ”.
Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca, petani, dan institusi dalam bidang pertanian. Amin.
Bogor, 31 Oktober 2011
DAFTAR GAMBAR ... x
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 2
Manfaat Penelitian ... 2
TINJAUAN PUSTAKA ... 3
Botani dan Budidaya Tanaman Kacang Panjang ( L.) ... 3
Sifat Penting BCMV ( ) ... 4
Biologi dan Morfologi Kutudaun Koch. ... 4
Imago Bentuk Tidak Bersayap ... 5
Imago Bentuk Bersayap ... 6
Peran Kutudaun Sebagai Serangga Vektor Virus ... 8
BAHAN DAN METODE ... 9
Tempat dan Waktu Penelitian ... 9
Metode Penelitian ... 9
Perbanyakan Inokulum BCMV ... 9
Penanaman Tanaman Uji ... 9
Inokulasi BCMV pada Lima Kultivar Kacang Panjang ... 10
Identifikasi Kutudaun ... 10
Pemeliharaan dan Perbanyakan Kutudaun ... 11
Penularan BCMV melalui Serangga Vektor Kutudaun ... 11
Deteksi Virus ... 12
Rancangan Percobaan ... 12
Parameter Pengamatan ... 13
Respon Lima Varietas Kacang Panjang terhadap Infeksi BCMV ... 15
Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Pembungaan ... 17
Pengaruh Infeksi BCMV terhadap Bobot Polong per Tanaman ... 18
Pengaruh Jumlah Kutudaun terhadap Infeksi BCMV ... 19
KESIMPULAN DAN SARAN ... 22
Kesimpulan ... 22
Saran ... 22
DAFTAR PUSTAKA ... 23
Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit
mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang ... 15
Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang
yang diinokulasi BCMV ... 16
Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan
jumlah bunga ... 18
Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang
terhadap bobot polong per tanaman ... 19
Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas
Halaman
Gambar 1 imago bentuk tidak bersayap ... 7
Gambar 2 imago bentuk bersayap . ... 7
Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit ... 14
Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV ... 17
#$#% &'#(#)*
Kacang panjang ( L.) merupakan salah satu sayuran yang
sering ditemui di pasar tradisional atau swalayan, menempati urutan ke- 8 dari 20
jenis sayuran yang dikonsumsi di Indonesia (Karsono 1997). Kacang panjang
merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga.
Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran
rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap
musim. Usahatani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang
mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi 2003).
Luas panen kacang panjang mengalami penurunan sebanyak 12% (sekitar
70.000 ha) dengan kemampuan produksi yang tergolong rendah, yaitu 275.73 ton
dan 10.09 ton/ha untuk berturut-turut rataan produksi dan produktivitas nasional.
Salah satu faktor penyebab masih rendahnya daya hasil tanaman sayuran di
Indonesia adalah penggunaan benih sayuran dengan mutu genetik dan fisiologis
yang kurang baik, dan beberapa gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting
kacang panjang di Indonesia diantaranya layu cendawan (( sp.),
antraknosa ( sp.), puru akar ( % sp.), dan mosaik yang
disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya
(BCMV), (BYMV), %
(CaBMV) (Anwar 2005).
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning
pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Damayanti (2009) melaporkan bahwa penyebab
terbanyak penyakit mosaik kuning di Jawa Barat (Bogor, Karawang, Subang,
Indramayu, dan Cirebon) dan Jawa Tengah (Tegal dan Pekalongan) adalah
BCMV (BCMV-BIC) yang menginfeksi secara tunggal atau
bersama dengan (CMV).
(BCMV) termasuk dalam famili ! % ,
genus ! . Beberapa anggota ! dilaporkan menyerang tanaman
benih dan menyebar secara alami melalui kutudaun secara non persisten (Morales
dan Bos 1988). Menurut Blackman dan Eastop (2000) spesies kutudaun yang
dapat menularkan BCMV diantaranya dan )
Efisiensi penularan oleh masing-masing spesies kutudaun tersebut
belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai
kemampuan kutudaun menularkan BCMV.
Strategi pengendalian virus, termasuk BCMV umumnya mengandalkan
penggunaan benih sehat, menghilangkan tanaman terinfeksi, menggunakan
varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga
vektor (Saleh 1997). Sebagai upaya untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap untuk mengatasi permasalahan penyakit mosaik kuning kacang panjang
maka dilakukan evaluasi respons varietas kacang panjang dan penularan BCMV
melalui serangga vektor kutudaun.
+,+#) &)&'-$-#)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang
panjang ( L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super
Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun
Koch. menularkan BCMV.
#).##$ &)&'-$-#)
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah pengetahuan dasar dalam
menyusun strategi pengendalian penyakit kuning terutama yang didasarkan pada
pengendalian serangga vektor kutudaun Koch. dan penggunaan
$#)- /#) +/-/#0# #)#1#) # #)* #),#)*
Tanaman kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan termasuk kelas
Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo Rosales, Famili Leguminosae, Genus
Vigna, Spesies L. (Hutapea 1994).
Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim
dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak,
berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling,
panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna
hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris,
panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk
kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang
lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna
kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini
berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. Bijinya lonjong, pipih,
berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Hutapea 1994).
Komposisi gizi pada setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat
dimakan adalah 89 g air, 3 g protein, 0.5 g lemak, 5.2 g kabohidrat, 1.3 g serat, 0.6
g hidrat arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, 167 mg vitamin A,
0,07 mg Vitamin B1, 28 mg vitamin C dan mengahasilkan 125 kalori (Prosea
1996).
Tanaman kacang panjang tumbuh baik di dataran rendah sampai
menengah hingga ketinggian 700 mdpl. Pada ketinggian di atas 700 mdpl
tanaman kacang panjang pertumbuhannya akan terhambat. Tanaman tumbuh baik
pada tanah Latosol, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan
drainasenya baik, pH sekitar 5,5-6,5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang
panjang adalah 25-35 0C pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 0C
-.#$ &)$-)*
BCMV termasuk ke dalam famili ! % genus ! . !
merupakan kelompok virus tumbuhan terbesar yang diketahui saat ini (Agrios
1997). Partikel BCMV memiliki panjang 750 nm dan lebar 12-15 nm. Tipe asam
nukleatnya % % RNA (ssRNA/RNA utas tunggal). Kandungan asam
nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam mantelnya
sebesar 95% (Morales dan Bos 1988).
BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies
kutudaun secara nonparsisten, melalui benih dan bunga. Virus ini dapat
ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun, khususnya
$ dan . Spesies lain yang dilaporkan termasuk
% &
dan $ (Morales dan Bos 1988). BCMV merupakan virus yang
terbawa benih, infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum tanaman mengalami
inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari
BCMV, yaitu ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan.
BCMV mengalami perkembangan di dalam ovul dan kotiledon, tetapi tidak pada
kulit benih. BCMV mampu mempertahankan infektivitas dalam biji selama 30
tahun (Morales dan Bos 1988).
Tanaman yang terinfeksi secara sistemik, khususnya dari infeksi benih
menunjukan gejala daun dengan pola mosaik dan penyimpangan jaringan daun
menggulung dan mengerut sepanjang tulang daun. Gejala pada tanaman terinfeksi
menunjukan daun belang, mosaik, jaringan tulang daun klorosis dan malformasi
daun pada daun-daun muda, biasanya gejala muncul setelah 7-10 hari setelah
inokulasi (Djikstra dan De jeger 1998).
- ' *- /#) %. ' *- +$+/#+)
Tipe reproduksi kutudaun ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat
hidupnya. Di daerah dengan keadaan iklim yang hangat sepanjang tahun, seperti
di daerah tropis dan rumah kaca, reproduksi berlangsung secara partenogenetik
Embrio telah berkembang dalam tubuh induknya dan larva dilahirkan oleh
Siklus hidup pada kondisi lingkungan yang sesuai berkisar
antara 5-6 hari, dengan rata-rata 5.5 hari. Di daerah yang beriklim sedang
keperidian dapat mencapai 60 ekor. Walaupun demikian mortalitas pada tingkat
nimfa cukup besar. Serangga bersayap hanya menghasilkan kira-kira separuh dari
jumlah keturunan yang dapat dihasilkan serangga tidak bersayap (Jurgen
1977).
Di Indonesia yang dibiakan pada kacang tanah mempunyai
siklus hidup rata-rata 4 hari. Stadium tiap instar 1 hari. Jumlah nimfa yang
dihasilkan oleh seekor betina rata-rata mencapai 115 serangga (Darsono 1991).
biasanya menyerang tanaman Leguminoceae dengan
kepadatan populasi yang berbeda-beda, tetapi pada musim kemarau ia dapat
bertahan pada gulma. Serangga-serangga ini menghuni permukaan bawah daun
pada bagian atas tanaman. Pada saat pembentukan bunga, populasi akan
berkurang (Jurgen . 1977).
Nimfa yang baru lahir hialin, kemudian secara
berangsur-angsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi abu-abu hitam. Nimfa yang
baru lahir panjangnya 0.35 mm dan lebarnya 0.18 mm (Sutardjo 1978). Serangga
dewasa yang partonegenensis terdiri dari dua bentuk, yakni bentuk
tidak bersayap (apterae) dan bentuk bersayap (alatae) (Cottier 1953; Eastop 1961;
Martin 1983).
1#* &)$+( -/#( &%2#0#3
Imago yang tidak bersayap kepalanya berwarna hitam dengan dengan mata
berwarna merah gelap hampir hitam, dan sepasang antena yang panjangnya dua
pertiga panjang tubuh dan terdiri dari enam ruas. Antena tidak mempunyai
sensorial sekunder (Cottier 1953; Eastop 1961).
Tubuhnya berukuran ± 1.5-2 mm, berwarna hitam (biasanya mengkilat)
dan kadang-kadang sedikit bertepung putih. Pada bagian dorsal yang berwarna
hitam mengkilat, terdapat retikulasi, kecuali pada bagian ujung-ujung ruas
abdomen yang memperlihatkan imbrikasi. Pada bagian dorsal (terutama
abdomen) terdapat bercak gelap. Panjang kornikel k.1. 0.38 mm. kauda berwarna
hitam dan mengecil di bagian ujung. Pada kauda terdapat 5-6 rambut yang
ujung kauda kadang-kadang terdapat beberapa rambut kecil. Panjang kauda k.1
0.21 mm. lempeng genital (genital plate) berwarna hitam dan mempunyai 12-16
helai rambut (Cottier 1953; Eastop 1961).
Femur berwarna hialin sampai agak kuning atau coklat muda. Sepertiga
sampai setengah bagian ujungnya agak hitam sampai hitam. Biasanya femur
tungkai belakang lebih gelap daripada femur tungkai muka dan tengah. Tibia
berwarna hampir hialin sampai pucat agak kuning atau agak coklat dan bagian
ujungnya berwarna hitam. Tarsus berwarna hitam (Cottier 1953; Eastop 1961).
1#* &)$+( &%2#0#3
Bentuk serangga dewasa bersayap hampir sama dengan serangga tidak
bersayap. Rata-rata ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan serangga yang
tidak bersayap (Cottier 1953).
Protoraks berwarna hitam dengan pita hijau sampai hijau tua tepat di
depan dan di belakangnya. Skutum dan skutelum berwarna hitam. Pangkal sayap
tidak berwarna sampai hijau pucat, coklat atau merah. Pembuluh-pembuluh sayap
berwarna coklat sampai coklat agak hitam. Stigma berwarna kelabu coklat muda
(Cottier 1953).
Abdomen berkilat hijau semu hitam sampai hitam. Kornikel, kauda, pelat
anal dan pelat genital berwarna hitam. Panjang kornikel k.1. 0.30 mm. Kauda
mempunyai 4-6 rambut, 1-3 rambut pada salah satu sisi dan 3 rambut pada sisi
kauda lainnya. Panjang kauda 0.19 mm, lempeng genital berwarna hitam dan
Gambar 1 imago bentuk tidak bersayap (Cottier 1953) (1) Antena,
(2) Kepala, (3) Kornikel, (4) Kauda, (5) Lempeng genital, (6) Toraks
dan abdomen imago tidak bersayap.
Gambar 2 imago bentuk bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2)
Antena ruas III, (3) Kepala, (4) Kornikel, (5) Kauda, (6) Lempeng
&%#) +$+/#+) &4#*#- &%#)**# &($ % -%+2
Vektor patogen adalah organisme yang bertindak sebagai agens pembawa
patogen, dan dapat menularkannya ke tumbuhan lain. Serangga vektor virus yang
terbanyak termasuk dalam ordo Hemiptera dan Thysanoptera. Serangga vektor
yang termasuk ordo Hemiptera diantaranya kutudaun, kutukebul, wereng daun
yang merupakan vektor utama virus dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus.
(Fareres dan Moreno 2009).
Jumlah vektor dan ketergantungannya pada musim merupakan faktor
penting dalam epidemiologi penyakit virus. Efisiensi penularan virus oleh
kutudaun erat kaitannya dengan konsentrasi virus dan jumlah kutudaun, karena
semakin banyak koloni kutudaun pada pertanaman maka proses kecepatan
multiplikasi virus semakin meningkat dan mempercepat perkembangan epidemi
penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya kemampuan kutudaun
dalam membawa dan menularkan virus, periode yang diperlukan kutudaun untuk
memperoleh cairan sel tanaman, periode untuk menghisap cairan sel dan untuk
memindahkan virus ke tanaman sehat, dan periode makan akuisisi selesai sampai
kutudaun mampu menularkan virus ke tanaman sehat (Bos 1990).
Hubungan penularan virus oleh serangga vektor dibedakan atas penularan
secara non persisten, semi persisten, dan persisten. Pada penularan non persisten
kutudaun menularkan virus dari dan ke dalam parenkima inang. Perolehan dan
inokulasi terjadi dalam periode makan yang pendek dari beberapa detik sampai
beberapa menit. Vektor segera menjadi infektif sesudah pengambilan virus.
Penularan virus secara semi persisten memerlukan waktu beberapa jam (10-100
jam) untuk tetap infektif dalam tubuh vektor sebelum ditularkan ke tumbuhan
sehat yang sesuai. Pada sisi ekstrem yang lain adalah penularan persisten.
Biasanya penularan virus tetap persisten dalam tubuh vektor meskipun telah lebih
dari 100 jam meninggalkan sumber virus. Penularan persisten dibedakan dalam
bentuk sirkulatif dan propagatif. Virus sirkulatif masuk dalam tubuh vektor,
menuju ke usus dan hemolimfe kemudian menetap sampai dapat dikeluarkan lagi
melalui kelenjar saliva (ludah) dan cairan liur dalam mulutnya, sedangkan virus
&13#$ /#) #($+ &)&'-$-#)
Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Cikabayan, * ( ,
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan Laboratorium Virologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB mulai bulan April sampai
Agustus 2011.
&$ /& &)&'-$-#)
Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu (1) Evaluasi respons lima
varietas tanaman kacang panjang terhadap BCMV, dan (2) Uji efisiensi kutudaun
menularkan BCMV.
&%4#)0#(#) ) (+'+1
Isolat BCMV yang digunakan adalah isolat asal Cirebon yang diperoleh
dari Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman IPB. Inokulum
diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade, yang memiliki
respons sangat rentan terhadap BCMV (Damayanti dan Suryadi 2008).
Metode yang digunakan dalam perbanyakan inokulum virus adalah
menularkan virus secara mekanis pada tanaman kacang panjang yang berumur
satu minggu setelah tanam (MST). Cairan perasan tanaman (sap) dibuat dengan
cara menggerus daun muda yang terinfeksi virus sebanyak 0,5 g dalam 0,01 M
bufer fosfat (pH 7) yang mengandung merkapto etanol 2% dengan perbandingan
1:10 (b/v). Sap tersebut dioleskan pada permukaan daun yang sudah ditaburi
dengan % 600 mesh. Permukaan daun yang sudah diberi perlakuan
dibilas menggunakan air destilata yang mengalir.
&)#)#1#) #)#1#)
,-Tanaman kacang panjang yang digunakan dalam penelitian terdiri atas
lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar.
Masing-masing varietas memiliki sifat agronomi yang berbeda (Lampiran 1-5).
Benih kacang panjang yang sehat ditanam pada berukuran 35 x 35
cm dan 10 x 10 cm yang sudah berisi tanah dan pupuk kandang dengan
Pada umur satu MST, dilakukan penyiangan dan pemilihan satu bibit terbaik
untuk tahapan selanjutnya. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram
tanaman setiap hari hingga siap untuk pengujian respons ketahanan terhadap
BCMV.
) (+'#2- 3#/# -1# #%-&$#2 # #)* #),#)*
Metode inokulasi yang dilakukan dalam pengujian respons lima varietas
kacang panjang adalah metode mekanis mengikuti tahapan yang diuraikan
sebelumnya pada bagian perbanyakan inokulum BCMV. Setelah inokulasi
tanaman dipelihara di rumah kaca. Pengamatan dilakukan terhadap periode
inkubasi penyakit, kejadian penyakit, keparahan penyakit, waktu pembungaan,
jumlah bunga, dan bobot polong/tanaman. Deteksi virus dilakukan menggunakan
metode + % ELISA.
/&)$-.-(#2- +$+/#+)
Kutudaun diperoleh dari pertanaman kacang panjang di Desa Bubulak,
Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor. Identifikasi dilakukan berdasarkan
buku identifikasi Blackman dan Eastop (2000), yaitu menggunakan kutudaun
yang tidak bersayap. Karakter yang diamati terdiri dari kepala, abdomen,
sifunkuli, kauda, dan antena. Sebelumnya dipersiapkan terlebih dahulu preparat
kutudaun mengikuti metode Mound (2006).
Kutudaun dimasukan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5 ml alkohol
95% kemudian tabung dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit. Setelah
dipanaskan isi tabung dituangkan pada cawan “sirakus”, kemudian kutudaun
ditusuk dengan jarum. Kutudaun selanjutnya dimasukan kembali ke dalam
tabung reaksi yang berisi KOH 10% dan dipanaskan hingga terlihat transparan.
Tabung berisi kutudaun tersebut kemudian dituang kembali ke dalam cawan
“sirakus”, dengan bantuan mikroskop dan jarum, isi tubuh kutudaun dikeluarkan
dengan cara menekan tubuh serangga tersebut. Kutudaun selanjutnya dicuci
dengan air destilata sebanyak dua kali. Perlakuan selanjutnya adalah dehidrasi
kutudaun, dengan cara merendam kutudaun yang telah dibersihkan dengan air
destilata dalam alkohol secara berurutan mulai dari tingkat kepekatan 50%, 80%,
95%, dan absolut 100%, masing-masing perendaman selama 10 menit. Kutudaun
selanjutnya diletakan di atas gelas obyek. Posisi kutudaun ditata hingga terlihat
bagian-bagian tubuhnya, selanjutnya gelas obyek tersebut ditutup dengan gelas
penutup. Sisa-sisa minyak cengkeh disekitar gelas penutup diserap menggunakan
tisu hingga bersih, setelah itu dikeringkan di tabung pengering serangga. Setelah
koleksi preparat serangga tersebut kering, kemudian bagian sisi gelas penutup
diolesi dengan kutek agar tidak mudah rusak.
&1&'- #%##) /#) &%4#)0#(#) +$+/#+)
Kutudaun yang telah diidentifikasi sebagai dipelihara dan
diperbanyak pada tanaman kacang panjang varietas Parade. Sebelumnya
kutudaun dari lapangan dibebas viruskan terlebih dahulu pada tanaman talas
( (L.) Schott ) yang sehat dan sudah dicuci. Tangkai daun
talas dibalut dengan kapas basah dan diletakan pada cawan petri. Kutudaun
imago yang tidak bersayap dimasukan ke dalam cawan petri yang berisi daun talas
menggunakan kuas. Cawan petri ditutup dan imago kutudaun dibiarkan
melahirkan nimfa pada daun talas. Kutudaun pada stadia nimfa tersebut
dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat dan dibiarkan berkembang biak
untuk digunakan pada tahapan penularan BCMV dengan serangga vektor.
&)+'#%#) 1&'#'+- &%#)**# &($ % +$+/#+)
Kutudaun yang digunakan adalah stadia imago. Kutudaun dipindahkan
dari tanaman kacang panjang ke dalam cawan petri untuk diberikan periode puasa
selama 30 menit. Kutudaun kemudian dipindahkan ke tanaman kacang panjang
sakit dan diberikan periode makan akuisisi (pma) selama 5 menit. Setelah
melewatkan pma, kutudaun dipindahkan ke tanaman kacang panjang sehat
varietas Parade untuk diberikan periode makan inokulasi (pmi) selama 30 menit.
Pada tahap pmi jumlah serangga yang dipindahkan adalah 1 ekor/tanaman, 3
ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman. Perlakuan
untuk tanaman kontrol sama dengan tanaman yang diuji, tetapi kutudaun yang
digunakan diberikan periode makan akuisisi pada tanaman kacang panjang sehat
atau tidak terinfeksi BCMV. Pengamatan dilakukan selama empat minggu setelah
pmi, mencakup kejadian penyakit, dan titer virus. Deteksi virus dilakukan
&$&(2- -%+2
Metode yang dilakukan untuk deteksi virus adalah metode ELISA tidak
langsung ( % -ELISA), menggunakan antiserum ! (Agdia, USA).
Deteksi virus dilakukan pada minggu ke-2 dan ke-4 setelah inokulasi.
Tahap ELISA diawali dengan penyiapan sap sebagai antigen. Sap
disiapkan dengan menggerus tanaman sakit menggunakan mortar dengan
, $$ pH 9,6 [1,59 g Na2CO5; 2,93 g NaHCO3; 0,20 g NaN3; 20 g PVP
yang dilarutkan dalam 1 l air destilata] dengan perbandingan 1:100 (v/v).
Sebanyak 100 µl sap diisikan ke dalam sumuran ELISA. Plat diinkubasi semalam
pada suhu 4 0C, setelah itu plat dicuci sebanyak tujuh kali dengan PBST
(! $$ -.). Tiap sumuran kemudian diisi dengan 100 µl
antiserum (1:200). Plat diinkubasi kembali pada suhu ruang 24 0C selama
dua jam, kemudian plat dicuci sebanyak delapan kali dengan PBST. Sumuran plat
selanjutnya diisi 100 µl enzim konjugat RaM-AP (/ yang telah
dilabel enzim ) dalam $$ dan diinkubasi selama
satu jam pada suhu ruang 24 0C. Plat kemudian dicuci dengan PBST sebanyak
delapan kali. Setiap sumuran diisi kembali dengan 100 µl substrat PNP (!
) (1 tablet PNP dalam 5 ml PNP buffer) dan diinkubasi
selam 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna diamati pada
masing-masing sumuran. Apabila warna telah berubah menjadi kuning, reaksi segera
dihentikan dengan menambahkan 50 µl NaOH 3M. Hasil ELISA dianalisis secara
kuantitatif dengan ELISA % (BIO-RAD Model 550) pada panjang
gelombang 405 nm.
#) #)*#) &% 4##)
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL). Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dengan
taraf nyata (α) = 5%. Pengaruh perlakuan yang berbeda nyata dilakukan uji lanjut
dengan uji selang berganda Duncan (DMRT) dengan taraf nyata 5%. Data diolah
dengan program ' ' (SAS) versi 9.1.3.
Pada pengujian respons varietas kacang panjang, perlakuan terdiri atas
lima varietas yaitu Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super Sainan, dan Pilar.
varietas terdapat kontrol dengan sepuluh ulangan, sehingga jumlah tanaman
dalam pengujian inokulasi BCMV pada tanaman kacang panjang adalah 100
tanaman.
Pada pengujian penularan BCMV melalui serangga vektor kutudaun,
perlakuan terdiri atas jumlah serangga/tanaman yaitu 1 ekor/tanaman, 3
ekor/tanaman, 5 ekor/tanaman, 7 ekor/tanaman, dan 10 ekor/tanaman dengan lima
ulangan dan setiap perlakuan terdapat kontrol dengan jumlah yang sama yaitu
lima ulangan, sehingga jumlah tanaman yang diuji sebanyak 50 tanaman.
#%#1&$&% &)*#1#$#)
1). Persentase kejadian penyakit dihitung dengan rumus :
Keterangan : KP = Kejadian Penyakit (% tanaman bergejala)
n = Tanaman bergejala
N = Jumlah tanaman yang diamati/diinokulasi
2). Persentase keparahan penyakit dihitung dengan rumus :
Keterangan : P = Tingkat kerusakan
n = Jumlah bagian tanaman yang diamati pada kategori
serangan (daun, bunga, polong).
v = Nilai kategori serangan
Z = Nilai skala kategori serangan tertinggi
N= Jumlah seluruh bagian yang diamati (daun, bunga, polong)
Skala kategori serangan penyakit yang digunakan adalah sebagai
berikut (Gambar 3):
Skor 0 = Tanaman tidak bergejala
Skor 1 = Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun
Skor 2 = Gejala mosaik sedang
Skor 3 = Gejala mosaik berat
Gambar 3 Skala kategori serangan penyakit (a) skor 0; (b) skor 1; (c) skor 2; (d) skor 3; (e) skor 4.
3). Periode inkubasi virus dalam tanaman adalah waktu timbulnya gejala,
dari mulai inokulasi sampai terlihat gejala pertama.
4). Masa pembungaan, diamati pada saat bunga pertama kali muncul
(bakal bunga); jumlah bunga yang muncul dihitung sampai empat
minggu setelah masa berbunga.
5). Bobot polong/tanaman dihitung mulai dari kacang panjang siap panen
yaitu pada saat tanaman berumur 60 – 70 hari. Polong yang tepat
untuk dipanen yaitu berwarna hijau segar dan polongnya masih padat.
Tanaman kacang panjang dapat dipanen beberapa kali, dengan interval panen dilakukan seminggu sekali berjalan sampai masa produktif terhenti atau setelah tanaman berumur sekitar 4 bulan.
a b
c d
&23 )2 -1# #%-&$#2 # #)* #),#)* $&% #/#3
).&(2-Parameter untuk mengukur infeksi BCMV pada lima varietas uji terdiri
atas periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Periode
inkubasi BCMV berkisar antara 6-16 hari. Gejala pertama kali terlihat pada 6 hari
setelah inokulasi (HSI) yaitu pada varietas Parade, sedangkan gejala paling lama
muncul pada varietas Long Silk (Tabel 1). Perbedaan periode inkubasi dapat
disebabkan oleh sifat dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan serta
tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus. Menurut Walkey (1991),
periode inkubasi tanaman dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus, dan
faktor lingkungan.
Tabel 1 Periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit mosaik kuning pada lima varietas kacang panjang
Varietas Periode Inkubasi Kejadian Penyakita (%)
Keparahan Penyakit ± Stdevb (%)
(HSI)
Parade 6 100 63.75a
New Jaliteng 10 100 58.44a
Long Silk 16 90 49.06a
Super Sainan 14 100 69.69a
Pilar 10 100 51.88a
a
Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi b
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%
Kejadian penyakit pada lima varietas mencapai 90-100% (Tabel 1).
Tingginya kejadian penyakit tersebut menunjukan bahwa kelima varietas kacang
panjang tidak tahan terhadap infeksi BCMV. Tingkat keparahan penyakit pada
varietas uji tidak berbeda nyata, dengan kisaran antara 49.06% sampai 69.69%
(Tabel 1). Varietas Super Sainan menunjukan keparahan tertinggi (69.69%) dan
varietas Long Silk terendah (49.06%). Damayanti (2009) melakukan penelitian
yang sama menggunakan 10 varietas kacang panjang (Bre Nero, Guma, Parade,
Bapan, Jaliteng, Pilar, Super Sainan, Hijau Super, Super Putih, dan Jangkis) dan
varietas Parade, Super Sainan, dan Pilar berkisar 3.00, sedangkan varietas New
Jaliteng berkisar 2.25. Agrios (2005) menyatakan bahwa genotip varietas
tanaman menentukan tipe gejala yang akan muncul dan variasi kerentanan
terhadap patogen disebabkan oleh perbedaan jenis dan jumlah gen yang mengatur
ketahanan setiap varietas. Belum ada informasi mengenai sifat ketahanan kelima
varietas kacang panjang yang diuji terhadap BCMV.
Titer virus pada tanaman terinfeksi diukur pada 2 MSI dan 4 MSI
menggunakan metode ELISA. Berdasarkan analisis kuantitatif ELISA diketahui
bahwa nilai absorbansi ELISA (NAE) pada 2 MSI lebih tinggi dibandingkan pada
4 MSI. Penurunan NAE pada lima varietas kacang panjang berkisar antara
15.41% sampai 79.05% dengan penurunan tertinggi terjadi pada varietas Pilar
(79.05%) dan Parade (67.74%) (Tabel 2). Hal ini menunjukan sifat predisposisi
tanaman inang (kerentanan dan kepekaan atau ketahanan dan toleransi)
berpengaruh dalam replikasi virus. Faktor umur tanaman juga penting, dengan
kecenderungan tanaman muda lebih rentan terhadap infeksi virus dibandingkan
dengan tanaman dewasa (fenomena ketahanan tanaman dewasa) (Bos 1990).
Tabel 2 Analisis kuantitatif hasil ELISA lima varietas kacang panjang yang diinokulasi BCMV
Varietas
Nilai Absorban ELISA (NAE) ± Stdev*
Penurunan NAE (%)
2 MSI 4 MSI
Tan. Sehat Tan.
Terinfeksi Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Parade 0.10 ± 0.003a 0.34 ± 0.11b 0.11 ± 0.004b 0.11 ± 0.002a 67.74
New
Jaliteng 0.20 ± 0.14a 0.41 ± 0.23b 0.09 ± 0.001ab 0.32 ± 0.19a 22.11
Long
Silk 0.10 ± 0.02a 0.47 ± 0.21b 0.10 ± 0.02ab 0.32 ± 0.02a 31.06
Super
Sainan 0.28 ± 0.03a 0.48 ± 0.18b 0.11 ± 0.01a 0.39 ± 0.01a 15.41
Pilar 0.22 ± 0.01a 2.12 ± 0.98a 0.12 ± 0.08a 0.45 ± 0.14a 79.05
* Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%
Gejala infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terdiri atas
gejala melepuh, mengerut, dan pengerdilan. Gejala pertama kali muncul berupa
pemucatan tulang daun ( ) pada daun-daun muda, mengakibatkan
jaringan sekitarnya mengalami klorosis, menjadi hijau muda, kemudian
berkembang menjadi mosaik kuning disertai dengan malformasi daun. Setelah itu,
tulang daun akan mengerut sehingga daun bergelombang dan permukaan daun
tidak merata. Gejala lanjut akan menunjukan lepuhan, pengerdilan, dan akhirnya
layu (Gambar 4). Semua varietas menunjukan gejala malformasi. Varietas Super
Sainan dan Pilar menunjukan gejala yang lebih parah dibandingkan tiga varietas
lainnya, karena tanaman yang terinfeksi mengalami pengerdilan (Gambar 4c &
4d).
Gambar 4 Gejala daun kacang panjang terinfeksi BCMV (a) Mosaik ringan, (b)
Mosaik sedang, (c) Mosaik berat dan daun mengecil, (d) Malformasi
daun dan pengerdilan tanaman, (e) Tanaman sehat.
Menurut Matthews (1991) faktor genetik inang mempengaruhi tipe gejala
tanaman yang terinfeksi, sedangkan Agrios (2005) berpendapat bahwa faktor
genetik tidak hanya mempengaruhi tipe gejala tetapi juga variasi dalam
kerentanan terhadap patogen yang disebabkan perbedaan jenis dan jumlah gen
yang mengatur ketahanan pada setiap jenis varietas.
&)*#%+ ).&(2- $&% #/#3 &14+)*##)
Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV cenderung mengalami
penghambatan pada fase pembungaan. Kemunculan bunga pertama menjadi lebih
lambat dibandingkan tanaman sehat. Hal tersebut terutama tampak pada varietas
a b c
Long Silk, Super Sainan, dan Pilar dengan masa berbunga tanaman terinfeksi
berbeda nyata dengan tanaman sehat (Tabel 3). Jumlah bunga yang terbentuk
juga cenderung lebih rendah pada tanaman terinfeksi, bahkan untuk varietas
Parade jumlah bunga pada tanaman terinfeksi berbeda nyata dengan tanaman
sehat. Pembentukan bunga terhambat karena infeksi virus dapat menurunkan
kadar hormon dan merangsang sintesis zat penghambat pertumbuhan serta
menyebabkan penurunan jumlah bunga yang dihasilkan (Agrios 2005). Selain itu,
daun yang diinokulasi BCMV mudah sekali gugur karena tanaman lebih cepat
membentuk lapisan absisi.
Tabel 3 Pengaruh inokulasi BCMV terhadap masa berbunga dan jumlah bunga
Tanaman Uji
Masa Berbunga (HST) ± Stdev* Jumlah Bunga ± Stdev
Tan. Sehat Tan.
Terinfeksi Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Parade 35.70 ± 2.06c 38.20 ± 2.78bc 16.10 ± 4.38a 9.50 ± 1.17b
New
Jaliteng 38.00 ± 2.62c 41.55 ± 3.09bc 9.00 ± 1.41bc 6.66 ± 1.73cd
Long Silk 43.50 ± 4.27a 47.00 ± 9.02b 5.50 ± 2.44cd 6.00 ± 3.58cd
Super
Sainan 43.37 ± 4.97a 48.66 ± 8.12b 7.62 ± 3.08cd 6.66 ± 3.88cd
Pilar 42.71 ± 4.11a 47.00 ± 6.02b 6.00 ± 0.57cd 4.30± 2.58d
*Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%
&)*#%+ ).&(2- $&% #/#3 4 $ ' )* 3&% #)#1#)
Inokulasi BCMV dilakukan pada saat tanaman berada pada fase vegetatif
awal. Infeksi BCMV pada saat tersebut sangat berpengaruh terhadap proses
fisiologis tanaman. Tanaman mengalami kekerdilan karena pertumbuhan yang
terhambat akibat laju fotosintesis rendah sehingga kabohidrat yang dimanfaatkan
lebih sedikit dalam perkembangan akar, batang, dan daun. Selain itu, tanaman
yang terinfeksi virus akan mengalami peningkatan respirasi sehingga tanaman
akan menjadi cepat layu (Matthews 1993).
Varietas Parade memiliki potensi bobot polong paling tinggi dibandingkan
varietas lainnya sedangkan varietas Super Sainan potensi bobot polongnya paling
rendah (Tabel 4). Infeksi BCMV dapat menyebabkan penurunan bobot polong
27.05% sampai 85.15%. Secara umum, infeksi BCMV menyebabkan penurunan
bobot polong yang sangat nyata pada kelima varietas tanaman kacang panjang.
Tabel 4 Pengaruh infeksi BCMV pada lima varietas kacang panjang terhadap bobot polong per tanaman
Varietas Bobot Polong (g) ± Stdev* Penurunan
Bobot (%)
Tan. Sehat Tan. Terinfeksi
Parade 27.574 ± 9.762a 20.114 ± 5.032ab 27.05
New Jaliteng 25.686 ± 6.215a 16.201 ± 6.159bc 36.92
Long Silk 15.398 ± 7.781bc 8.542 ± 3.027cde 44.52
Super Sainan 8.388 ± 3.712cde 1.245 ± 1.986e 85.15
Pilar 11.580 ± 3.978cd 7.027 ± 3.655de 39.31
*Angka dalam baris yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%
&)*#%+ +1'# +$+/#+) $&% #/#3
).&(2-Hasil identifikasi kutudaun yang dikumpulkan dari pertanaman kacang
panjang di Desa Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kabupaten Bogor menunjukan
bahwa spesies kutudaun tersebut adalah . Ciri-ciri penting
yang diamati sesuai dengan kunci identifikasi (Blackman dan Eastop
2000) yaitu imago (aptera) dengan panjang tubuh 1.35 mm, panjang sifunkuli 0.45
mm, panjang kauda 0.28 mm, jumlah rambut pada kauda 5-6 helai, dan kepala
tempat antena melekat tidak berkembang ( % %) (Gambar 5).
Penularan BCMV menggunakan jumlah kutudaun yang berbeda bertujuan
untuk mengetahui efisiensi kutudaun sebagai serangga vektor. Tipe gejala infeksi
pada kacang panjang yang ditularkan melalui hampir sama seperti
perlakuan dengan metode mekanis yaitu terdiri atas pemucatan tulang daun (
% ), mosaik, dan malformasi daun. Hasil penularan membuktikan bahwa
satu ekor telah mampu menyebabkan 60% kejadian penyakit.
Kejadian penyakit mencapai 100% ketika digunakan lebih banyak ,
yaitu tujuh ekor dan sepuluh ekor per tanaman. Melalui penularan dengan
kutudaun, infeksi BCMV terlihat lebih lambat dibandingkan dengan penularan
secara mekanis. Periode inkubasi BCMV yang ditularkan melalui kutudaun
perlakuan 10 ekor kutudaun per tanaman dan perpanjangan periode inkubasi
berkorelasi dengan jumlah kutudaun per tanaman.
Gambar 5 Preparat kutudaun ( ) tidak bersayap (aptera) (a) Imago,
(b) Kauda, (c) Sifunkuli, (d) Kepala tempat melekat antena tidak
[image:30.595.114.486.105.591.2]berkembang.
Tabel 5 Analisis kuantitatif hasil ELISA pada kacang panjang varietas Parade yang diinokulasi BCMV melalui serangga vektor
Jumlah kutudaun/tanaman
Periode Inkubasi (HSI)
Kejadian Penyakita (%)
NAE ± Stdevb 4 MSI
1 18 60 0.2318 ± 0.0539b
3 18 60 0.4856 ± 0.3847ab
5 18 60 0.9622 ± 0.7778ab
7 14 100 1.1900 ± 0.9047a
10 11 100 1.1914 ± 0.8025a
a
Kejadian penyakit adalah proporsi tanaman bergejala / tanaman yang diinokulasi b
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf nyata 5%; NAE=Nilai absorban ELISA
Keberhasilan serangga vektor kutudaun menularkan virus dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya adalah ketepatan kutudaun menghisap cairan
tanaman dari sel tanaman yang mengandung virus (Djikstra dan De jager 1998).
Lebih lanjut Matthews (1991) menjelaskan bahwa, konsentrasi virus pada
tanaman terinfeksi dapat berbeda pada tiap bagian jaringan tanaman. Bila
kutudaun tidak menghisap jaringan tanaman yang mengandung virus, maka tidak
akan terjadi penularan. Semakin banyak jumlah kutudaun akan meningkatkan
[image:30.595.133.461.125.319.2]Hasil pengukuran kejadian penyakit dan titer virus (NAE) tidak selalu
berkorelasi (Tabel 5). Hal tersebut terutama terlihat pada perlakuan satu kutudaun
per tanaman. Berdasarkan gejala mosaik yang muncul terdapat tiga tanaman yang
terinfeksi, tetapi menurut NAE reaksi ELISA tergolong reaksi negatif. Gejala
mosaik yang muncul tersebut diduga disebabkan oleh virus lain sehingga perlu
&2-13+'#)
Infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang menyebabkan gangguan
pada pertumbuhan tanaman sehingga berpengaruh terhadap perkembangan dan
produksi tanaman. Peran kutudaun sebagai serangga vektor
berpotensi untuk menyebarkan penyakit terutama bila populasi kutudaun tinggi.
Varietas-varietas kacang panjang Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super
Sainan dan Pilar menunjukan respons sangat rentan terhadap infeksi BCMV
dengan kejadian penyakit > 90% dan gejala berat berupa malformasi daun dan
kekerdilan tanaman. Infeksi BCMV pada kelima varietas tersebut menyebabkan
penundaan waktu berbunga berkisar antara 2 sampai 5 hari dan rata-rata
penurunan bobot polong per tanaman mencapai 46.59%. Efisiensi penularan
BCMV melalui berkolerasi positif dengan jumlah serangga vektor.
#%#)
Berdasarkan hasil penelitian, perlu lebih banyak varietas yang diuji untuk
evaluasi respons ketahanan varietas kacang panjang dalam percobaan di lapangan.
Hal ini untuk mengetahui tingkat ketahanan varietas tersebut dalam kondisi alami.
Perlu dilakukan penelitian berkaitan dengan upaya pengendalian kutudaun
sebagai vektor BCMV. Penelitian lebih lanjut menggunakan
beberapa spesies kutudaun perlu dilakukan untuk mengetahui potensinya sebagai
Agrios GN. 1997. ! ! . Ed. ke-4. San Diego: Academic Press.
Agrios GN. 2005. ! ! . Ed. ke-5. New York: Academic Press.
Anwar A, Sudarsono, Ilyas S. 2005. Indonesian vegetable seeds: Current condition and prospects in business of vegetable seeds (33) (1): 38-47.
Blackman RL, Eastop VF. 2000. % 0 % +% $
% + $ / % . London: The Natural History Museum.
Bos L. 1990. ! 1 . Triharso, Penerjemah.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: + % !
Cottier W. 1953. % $ 2 3 %. Wellington: New Zealand Departement of Scientific and Industrial Research.
Damayanti TA, Suryadi D. 2008. Identifikasi penyebab daun kecil kacang panjang $ % (CLLD) isolat Indonesia; kajian sifat
bioekologi dan biomolekuler [abstrak]. 4 * .
http://www.reseptory.ipb.ac.id [31 Oktober 2011]
Damayanti TA. 2009. Kajian Sifat Bioekologi dan Biomolekuler Penyebab Outbreak Penyakit Kuning pada Kacang Panjang di Jawa Barat dan Jawa
Tengah [abstrak]. 4 * .
http://www.reseptory.ipb.ac.id [31 Oktober 2011]
Darsono S. 1991. Biologi dan perkembangan populasi Koch. (Homoptera: Aphididae) pada tanaman kacang panjang ( L.) [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Djikstra J, De Jagger. 1998. ! ! : ! % 5, .
Boston: Springer.
Eastop VF. 1961. ' % $ % % 6& 7 $ 0 $ . London: W Clowes.
Fareres A, Moreno A. 2009. Behavioural aspect influencing plant virus transmission by homopteran insect. " 141: 158-168.
Hutapea JR. 1994. + 1 8 + % 6+++7. Departemen
Kesehatan: Jakarta.
Jurgen K, Schmutterer H. Koch W. 1977. # ! % 0 %
1 New York: J Wiley.
Karsono S. 1997. Peningkatan hasil kacang panjang melalui cara mekanis dan
kimia. ' # % ! % & #
9 ! % ! 5$ ! + . Balai
Martin. 1983. The Identificatioan of common aphid pest of tropical agriculture.
1 ! . 49(4): 395-411.
Matthews REF. 1991. ' % 5% ! . Ed ke-3. London:
Academic Press.
Matthews REF. 1993. # $ ! # . Ed ke-3. Florida: CRC Press.
Morales FJ, Bos L. 1988. /AAB Description of Plant
Viruses. " 337.
Mound. 2006. Thysanoptera Slide Mounting Methods. Taxonomy Workshop 1 (Thrips). AADCP PS: Strengthening ASEAN Plant Health Capacity Project Kuala Lumpur-Malaysia.
[PROSEA] Plant Resources South East Asia. 1996. 9 / "
1 !"8'5 $ 5% % ! . Ed ke-10.
Oshkosh: University of Wisconsin.
Saleh N. 1997. Pengaruh biji belang dan pengendalian vektor terhadap intensitas
serangan dan hasil kedelai. Komponen teknologi
peningkatan produksi tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian. Edisi Khusus Balitkabi 9: 82-89.
Suryadi, Luthfy, Kusandriani Y, Gunawan. 2003. Karakteristik dan Deskripsi Plasma Nutfah Kacang Panjang. ! 2 $ 9(1): 1-10.
Walkey DGA. 1991. % ! . Ed ke-2. London: Chapman and Hall.
Wigglesworth VB. 1950. 1 ! $ + ! . Ed ke-4. London:
Lampiran 1 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Parade
Varietas : Parade
Warna benih : Coklat
Warna bunga : Putih
Warna polong : Hijau
Panjang polong : 85 cm
Produksi : 20-25 ton/ha
Kebutuhan benih/ha : 18-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%
Daya berkecambah : 85%
Lampiran 2 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas New Jaliteng
Varietas : New Jaliteng
Warna benih : Hitam-putih
Warna bunga : Kuning muda
Warna polong : Hijau
Panjang polong : 75-80 cm
Produksi : 20-25 ton/ha
Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 99.8% Daya berkecambah : 88%
Lampiran 3 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Long Silk
Varietas : Long Silk
Warna benih : Hitam-putih
Warna bunga : Kuning muda
Warna polong : Hijau
Panjang polong : 65-70 cm
Produksi : 22-25 ton/ha
Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%
Daya berkecambah : 98%
Lampiran 4 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Super Sainan
Varietas : Super Sainan
Warna benih : Coklat tua
Warna bunga : Ungu muda
Warna polong : Putih
Panjang polong : 70 cm
Produksi : 20-25 ton/ha
Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 98%
Daya berkecambah : 85%
Lampiran 5 Gambar benih, bunga, dan polong kacang panjang varietas Pilar
Varietas : Pilar
Warna benih : Hitam-putih
Warna bunga : Putih
Warna polong : Hijau
Panjang polong : 60-70 cm
Produksi : 20-25 ton/ha
Kebutuhan benih/ha : 15-20 kg/ha Kemurnian fisik : 95%
Daya berkecambah : 85%
Lampiran 6 Tabel kejadian penyakit kelima varietas tanaman uji
Minggu ke- Varietas Tanaman Uji (%)
Parade New Jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar
1 100 70 20 60 40
2 100 90 40 70 80
3 100 100 70 80 90
4 100 100 90 100 100
5 100 100 90 100 100
6 100 100 90 100 100
7 100 100 90 100 100
8 100 100 90 100 100
Rata-rata 100 95.00 72.50 88.75 88.75
Lampiran 7 Tabel keparahan penyakit kelima varietas tanaman uji
Minggu ke-
Varietas Tanaman Uji (%)
Parade New Jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar
1 25 17.5 5 15 10
2 37.5 32.5 12.5 25 30
3 37.5 40 25 47.5 32.5
4 52.5 55 52.5 80 47.5
5 77.5 72.5 70 90 67.5
6 90 82.5 72.5 100 72.5
7 95 82.5 77.5 100 77.5
8 95 85 77.5 100 77.5
Lampiran 8 Tabel masa pembungaan kelima varietas tanaman uji
Ulangan
Varietas Tanaman Uji (HST)
Parade New jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
1 40 44 36 47 0 0 52 0 0 38
2 36 36 36 0 48 61 38 0 43 43
3 35 40 37 41 36 61 37 56 38 43
4 33 38 41 38 43 0 48 0 43 43
5 35 41 41 43 38 40 41 0 41 56
6 36 39 43 38 45 43 46 41 0 50
7 35 36 36 38 46 47 40 61 43 44
8 37 36 37 43 46 43 40 48 51 46
9 33 36 37 43 46 38 43 43 0 56
10 37 36 36 43 0 43 0 43 40 51
Lampiran 9 Tabel jumlah bunga kelima varietas tanaman uji
Ulangan
Varietas Tanaman Uji
Parade New jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
1 9 12 9 6 0 0 5 0 0 5
2 12 10 11 0 3 3 5 0 6 2
3 12 8 8 11 9 2 10 4 7 4
4 17 9 9 6 4 0 5 0 6 2
5 16 8 9 7 9 7 6 0 6 5
6 15 10 7 6 4 5 5 11 0 3
7 20 9 10 6 7 8 8 3 5 2
8 16 9 7 6 4 13 14 6 6 10
9 23 10 9 7 4 7 8 4 0 3
10 21 10 11 5 0 3 0 12 6 7
Lampiran 10 Tabel bobot polong/tanaman kelima varietas tanaman uji
Ulangan
Varietas Tanaman Uji (g)
Parade New jaliteng Long Silk Super Sainan Pilar
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
Tan. Sehat
Tan. Terinfeksi
1 126.23 59.03 76.64 25.07 0 8.93 17.95 0 10.37 12.73
2 70.92 73.09 66.01 30.72 15.65 11.42 37.67 7.63 29.91 0
3 56.39 32.92 72.99 84.65 46.76 26.63 20.76 4.82 61 52.17
4 22.2 36.1 41.22 21.57 91.57 38.44 8.94 0 14.52 5.37
Lampiran 11 Tabel Nilai Adsorban ELISA (NAE) minggu ke-2 kelima varietas tanaman uji
Varietas Lot Varietas Waktu Rata-rata NAE
30 menit 60 menit
Parade Tan. Sehat 0.099 0.105 0.102 1
Tan. Terinfeksi 0.284 0.341 0.313 4
Jaliteng Tan. Sehat 0.176 0.201 0.189 2
Tan. Terinfeksi 0.321 0.407 0.364 4
Long silk Tan. Sehat 0.099 0.103 0.101 1
Tan. Terinfeksi 0.361 0.470 0.416 5
S. sainan Tan. Sehat 0.223 0.276 0.250 3
Tan. Terinfeksi 0.362 0.467 0.415 5
Pilar Tan. Sehat 0.172 0.223 0.198 2
Tan. Terinfeksi 2.002 2.130 2.066 24
Lampiran 12 Nilai Adsorban ELISA (NAE) minggu ke-4 kelima varietas tanaman uji
Varietas Lot Varietas
Waktu
Rata-rata NAE 30 menit 60 menit
Parade Tan. Sehat 0.094 0.107 0.101 1
Tan. Terinfeksi 0.102 0.110 0.106 1
Jaliteng
Tan. Sehat 0.088 0.092 0.090 1
Tan. Terinfeksi 0.241 0.317 0.279 3
Long silk
Tan. Sehat 0.090 0.097 0.094 1
Tan. Terinfeksi 0.209 0.325 0.267 3
S. sainan
Tan. Sehat 0.099 0.111 0.105 1
Tan. Terinfeksi 0.257 0.395 0.326 4
Pilar
Tan. Sehat 0.107 0.117 0.112 1
Lampiran 13 Kejadian Penyakit terhadap serangga vektor ( )
Minggu ke-
Jumlah Kutudaun/Tanaman (%)
1 ekor 3 ekor 5 ekor 7 ekor 10 ekor
1 20 40 40 40 20
2 60 60 60 80 60
3 60 60 60 100 100
4 60 60 60 100 100
5 60 60 60 100 100
Rata-rata 52 56 56 84 76
Lampiran 14 Nilai Adsorban ELISA (NAE) terhadap serangga vektor
( )
Minggu ke-
Jumlah Kutudaun/Tanaman (%)
1 ekor 3 ekor 5 ekor 7 ekor 10 ekor
1 0.19 0.234 0.194 0.208 1.529
2 0.274 0.215 0.177 0.191 1.86
3 0.3 0.981 0.959 1.883 0.486
4 0.174 0.823 1.709 1.798 0.183
5 0.221 0.175 1.772 1.87 1.899
HIDAYAT.
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa Barat dan Jawa Tengah. Penyebab utama penyakit mosaik kuning ini adalah
#$#% &'#(#)*
Kacang panjang ( L.) merupakan salah satu sayuran yang
sering ditemui di pasar tradisional atau swalayan, menempati urutan ke- 8 dari 20
jenis sayuran yang dikonsumsi di Indonesia (Karsono 1997). Kacang panjang
merupakan komoditas yang dapat dikembangkan untuk perbaikan gizi keluarga.
Tanaman ini berumur pendek, tumbuh baik pada dataran medium sampai dataran
rendah, dapat ditanam di lahan sawah, tegalan atau pekarangan pada setiap
musim. Usahatani kacang panjang dapat diandalkan sebagai usaha agribisnis yang
mampu meningkatkan pendapatan petani (Suryadi 2003).
Luas panen kacang panjang mengalami penurunan sebanyak 12% (sekitar
70.000 ha) dengan kemampuan produksi yang tergolong rendah, yaitu 275.73 ton
dan 10.09 ton/ha untuk berturut-turut rataan produksi dan produktivitas nasional.
Salah satu faktor penyebab masih rendahnya daya hasil tanaman sayuran di
Indonesia adalah penggunaan benih sayuran dengan mutu genetik dan fisiologis
yang kurang baik, dan beberapa gangguan penyakit tanaman. Penyakit penting
kacang panjang di Indonesia diantaranya layu cendawan (( sp.),
antraknosa ( sp.), puru akar ( % sp.), dan mosaik yang
disebabkan oleh beberapa jenis virus diantaranya
(BCMV), (BYMV), %
(CaBMV) (Anwar 2005).
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning
pada tanaman kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di kawasan Jawa
Barat dan Jawa Tengah. Damayanti (2009) melaporkan bahwa penyebab
terbanyak penyakit mosaik kuning di Jawa Barat (Bogor, Karawang, Subang,
Indramayu, dan Cirebon) dan Jawa Tengah (Tegal dan Pekalongan) adalah
BCMV (BCMV-BIC) yang menginfeksi secara tunggal atau
bersama dengan (CMV).
(BCMV) termasuk dalam famili ! % ,
genus ! . Beberapa anggota ! dilaporkan menyerang tanaman
benih dan menyebar secara alami melalui kutudaun secara non persisten (Morales
dan Bos 1988). Menurut Blackman dan Eastop (2000) spesies kutudaun yang
dapat menularkan BCMV diantaranya dan )
Efisiensi penularan oleh masing-masing spesies kutudaun tersebut
belum diketahui. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai
kemampuan kutudaun menularkan BCMV.
Strategi pengendalian virus, termasuk BCMV umumnya mengandalkan
penggunaan benih sehat, menghilangkan tanaman terinfeksi, menggunakan
varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga
vektor (Saleh 1997). Sebagai upaya untuk memperoleh informasi yang lebih
lengkap untuk mengatasi permasalahan penyakit mosaik kuning kacang panjang
maka dilakukan evaluasi respons varietas kacang panjang dan penularan BCMV
melalui serangga vektor kutudaun.
+,+#) &)&'-$-#)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui respons lima varietas kacang
panjang ( L.) yaitu varietas Parade, New Jaliteng, Long Silk, Super
Sainan, dan Pilar terhadap infeksi BCMV dan mempelajari efisiensi kutudaun
Koch. menularkan BCMV.
#).##$ &)&'-$-#)
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah pengetahuan dasar dalam
menyusun strategi pengendalian penyakit kuning terutama yang didasarkan pada
pengendalian serangga vektor kutudaun Koch. dan penggunaan
$#)- /#) +/-/#0# #)#1#) # #)* #),#)*
Tanaman kacang panjang dalam taksonomi tumbuhan termasuk kelas
Dicotyledonae (berkeping dua), Ordo Rosales, Famili Leguminosae, Genus
Vigna, Spesies L. (Hutapea 1994).
Tanaman kacang panjang merupakan tanaman semak, menjalar, semusim
dengan tinggi kurang lebih 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak,
berwarna hijau dengan permukaan licin. Daunnya majemuk, lonjong, berseling,
panjang 6-8 cm, lebar 3-4,5 cm, tepi rata, pangkal membulat, ujung lancip,
pertulangan menyirip, tangkai silindris, panjang kurang lebih 4 cm, dan berwarna
hijau. Bunga tanaman ini terdapat pada ketiak daun, majemuk, tangkai silindris,
panjang kurang lebih 12 cm, berwarna hijau keputih-putihan, mahkota berbentuk
kupu-kupu, berwarna putih keunguan, benang sari bertangkai, panjang kurang
lebih 2 cm, berwarna putih, kepala sari kuning, putik bertangkai, berwarna
kuning, panjang kurang lebih 1 cm, dan berwarna ungu. Buah tanaman ini
berbentuk polong, berwarna hijau, dan panjang 15-25 cm. Bijinya lonjong, pipih,
berwarna coklat muda. Akarnya tunggang berwarna coklat muda (Hutapea 1994).
Komposisi gizi pada setiap 100 g bagian kacang panjang yang dapat
dimakan adalah 89 g air, 3 g protein, 0.5 g lemak, 5.2 g kabohidrat, 1.3 g serat, 0.6
g hidrat arang, 64 mg kalsium, 54 mg fosfor, 1.3 mg zat besi, 167 mg vitamin A,
0,07 mg Vitamin B1, 28 mg vitamin C dan mengahasilkan 125 kalori (Prosea
1996).
Tanaman kacang panjang tumbuh baik di dataran rendah sampai
menengah hingga ketinggian 700 mdpl. Pada ketinggian di atas 700 mdpl
tanaman kacang panjang pertumbuhannya akan terhambat. Tanaman tumbuh baik
pada tanah Latosol, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik dan
drainasenya baik, pH sekitar 5,5-6,5. Suhu yang sesuai untuk pertumbuhan kacang
panjang adalah 25-35 0C pada siang hari dan pada malam hari sekitar 15 0C
-.#$ &)$-)*
BCMV termasuk ke dalam famili ! % genus ! . !
merupakan kelompok virus tumbuhan terbesar yang diketahui saat ini (Agrios
1997). Partikel BCMV memiliki panjang 750 nm dan lebar 12-15 nm. Tipe asam
nukleatnya % % RNA (ssRNA/RNA utas tunggal). Kandungan asam
nukleat dalam partikel virus sebesar 5%. Kandungan protein dalam mantelnya
sebesar 95% (Morales dan Bos 1988).
BCMV dapat ditularkan melalui inokulasi mekanis, beberapa spesies
kutudaun secara nonparsisten, melalui benih dan bunga. Virus ini dapat
ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun, khususnya
$ dan . Spesies lain yang dilaporkan termasuk
% &
dan $ (Morales dan Bos 1988). BCMV merupakan virus yang
terbawa benih, infeksi BCMV pada benih terjadi sebelum tanaman mengalami
inisiasi bunga. Fenomena ini tampaknya terkait dengan transmisi serbuk sari
BCMV, yaitu ketika virus masuk ke dalam sel telur pada saat pembuahan.
BCMV mengalami perkembangan di dalam ovul dan kotiledon, tetapi tidak pada
kulit benih. BCMV mampu mempertahankan infektivitas dalam biji selama 30
tahun (Morales dan Bos 1988).
Tanaman yang terinfeksi secara sistemik, khususnya dari infeksi benih
menunjukan gejala daun dengan pola mosaik dan penyimpangan jaringan daun
menggulung dan mengerut sepanjang tulang daun. Gejala pada tanaman terinfeksi
menunjukan daun belang, mosaik, jaringan tulang daun klorosis dan malformasi
daun pada daun-daun muda, biasanya gejala muncul setelah 7-10 hari setelah
inokulasi (Djikstra dan De jeger 1998).
- ' *- /#) %. ' *- +$+/#+)
Tipe reproduksi kutudaun ditentukan oleh keadaan lingkungan tempat
hidupnya. Di daerah dengan keadaan iklim yang hangat sepanjang tahun, seperti
di daerah tropis dan rumah kaca, reproduksi berlangsung secara partenogenetik
Embrio telah berkembang dalam tubuh induknya dan larva dilahirkan oleh
Siklus hidup pada kondisi lingkungan yang sesuai berkisar
antara 5-6 hari, dengan rata-rata 5.5 hari. Di daerah yang beriklim sedang
keperidian dapat mencapai 60 ekor. Walaupun demikian mortalitas pada tingkat
nimfa cukup besar. Serangga bersayap hanya menghasilkan kira-kira separuh dari
jumlah keturunan yang dapat dihasilkan serangga tidak bersayap (Jurgen
1977).
Di Indonesia yang dibiakan pada kacang tanah mempunyai
siklus hidup rata-rata 4 hari. Stadium tiap instar 1 hari. Jumlah nimfa yang
dihasilkan oleh seekor betina rata-rata mencapai 115 serangga (Darsono 1991).
biasanya menyerang tanaman Leguminoceae dengan
kepadatan populasi yang berbeda-beda, tetapi pada musim kemarau ia dapat
bertahan pada gulma. Serangga-serangga ini menghuni permukaan bawah daun
pada bagian atas tanaman. Pada saat pembentukan bunga, populasi akan
berkurang (Jurgen . 1977).
Nimfa yang baru lahir hialin, kemudian secara
berangsur-angsur berubah menjadi coklat dan akhirnya menjadi abu-abu hitam. Nimfa yang
baru lahir panjangnya 0.35 mm dan lebarnya 0.18 mm (Sutardjo 1978). Serangga
dewasa yang partonegenensis terdiri dari dua bentuk, yakni bentuk
tidak bersayap (apterae) dan bentuk bersayap (alatae) (Cottier 1953; Eastop 1961;
Martin 1983).
1#* &)$+( -/#( &%2#0#3
Imago yang tidak bersayap kepalanya berwarna hitam dengan dengan mata
berwarna merah gelap hampir hitam, dan sepasang antena yang panjangnya dua
pertiga panjang tubuh dan terdiri dari enam ruas. Antena tidak mempunyai
sensorial sekunder (Cottier 1953; Eastop 1961).
Tubuhnya berukuran ± 1.5-2 mm, berwarna hitam (biasanya mengkilat)
dan kadang-kadang sedikit bertepung putih. Pada bagian dorsal yang berwarna
hitam mengkilat, terdapat retikulasi, kecuali pada bagian ujung-ujung ruas
abdomen yang memperlihatkan imbrikasi. Pada bagian dorsal (terutama
abdomen) terdapat bercak gelap. Panjang kornikel k.1. 0.38 mm. kauda berwarna
hitam dan mengecil di bagian ujung. Pada kauda terdapat 5-6 rambut yang
ujung kauda kadang-kadang terdapat beberapa rambut kecil. Panjang kauda k.1
0.21 mm. lempeng genital (genital plate) berwarna hitam dan mempunyai 12-16
helai rambut (Cottier 1953; Eastop 1961).
Femur berwarna hialin sampai agak kuning atau coklat muda. Sepertiga
sampai setengah bagian ujungnya agak hitam sampai hitam. Biasanya femur
tungkai belakang lebih gelap daripada femur tungkai muka dan tengah. Tibia
berwarna hampir hialin sampai pucat agak kuning atau agak coklat dan bagian
ujungnya berwarna hitam. Tarsus berwarna hitam (Cottier 1953; Eastop 1961).
1#* &)$+( &%2#0#3
Bentuk serangga dewasa bersayap hampir sama dengan serangga tidak
bersayap. Rata-rata ukuran tubuhnya lebih kecil dibandingkan serangga yang
tidak bersayap (Cottier 1953).
Protoraks berwarna hitam dengan pita hijau sampai hijau tua tepat di
depan dan di belakangnya. Skutum dan skutelum berwarna hitam. Pangkal sayap
tidak berwarna sampai hijau pucat, coklat atau merah. Pembuluh-pembuluh sayap
berwarna coklat sampai coklat agak hitam. Stigma berwarna kelabu coklat muda
(Cottier 1953).
Abdomen berkilat hijau semu hitam sampai hitam. Kornikel, kauda, pelat
anal dan pelat genital berwarna hitam. Panjang kornikel k.1. 0.30 mm. Kauda
mempunyai 4-6 rambut, 1-3 rambut pada salah satu sisi dan 3 rambut pada sisi
kauda lainnya. Panjang kauda 0.19 mm, lempeng genital berwarna hitam dan
Gambar 1 imago bentuk tidak bersayap (Cottier 1953) (1) Antena,
(2) Kepala, (3) Kornikel, (4) Kauda, (5) Lempeng genital, (6) Toraks
dan abdomen imago tidak bersayap.
Gambar 2 imago bentuk bersayap (Cottier 1953) (1) Antena, (2)
Antena ruas III, (3) Kepala, (4) Kornikel, (5) Kauda, (6) Lempeng
&%#) +$+/#+) &4#*#- &%#)**# &($ % -%+2
Vektor patogen adalah organisme yang bertindak sebagai agens pembawa
patogen, dan dapat menularkannya ke tumbuhan lain. Serangga vektor virus yang
terbanyak termasuk dalam ordo Hemiptera dan Thysanoptera. Serangga vektor
yang termasuk ordo Hemiptera diantaranya kutudaun, kutukebul, wereng daun
yang merupakan vektor utama virus dan menjadi vektor hampir 400 spesies virus.
(Fareres dan Moreno 2009).
Jumlah vektor dan ketergantungannya pada musim merupakan faktor
penting dalam epidemiologi penyakit virus. Efisiensi penularan virus oleh
kutudaun erat kaitannya dengan konsentrasi virus dan jumlah kutudaun, karena
semakin banyak koloni kutudaun pada pertanaman maka proses kecepatan
multiplikasi virus semakin meningkat dan mempercepat perkembangan epidemi
penyakit. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya kemampuan kutudaun
dalam membawa dan menularkan virus, periode yang diperlukan kutudaun untuk
memperoleh cairan sel tanaman, periode untuk menghisap cairan sel dan untuk
memindahkan virus ke tanaman sehat, dan periode makan akuisisi selesai sampai
kutudaun mampu menularkan