• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar Apoptosis dari :

2.2. PENANDA TUMOR KANKER PAYUDARA

2.2.3. a. Penanda Konvensional:

Ada beberapa penanda tumor berbasis serum untuk kanker payudara, seperti CA 15-3, CA 27-29, CEA, dan CA 19-9, namun penanda konvensional ini tidak sensitif dan tidak spesifik. Selain itu, mereka tidak dapat digunakan sebagai faktor prognostik independen. Penanda yang paling banyak digunakan adalah CA 15-3 dan CEA (Duffy, 2006).

a.1. Carcinoembryonic Antigen (CEA):

Antigen Karsino Embrionik diidentifikasi pada tahun 1965 oleh Gold dan Freedman, sebagai antigen pertama manusia yang terkait dengan penyakit kanker, dan merupakan salah satu penanda tumor yang paling banyak digunakan sampai saat ini. Awalnya dianggap spesifik untuk kanker usus besar tetapi penelitian berikutnya membuktikan keragaman fungsinya. Dihasilkan oleh jaringan kanker payudara yang kemudian disekresikan ke dalam darah dan cairan tubuh. Ditemukan juga bahwa CEA konsentrasi tinggi preoperatif, berhubungan dengan prognosa yang buruk pada kanker payudara (Duffy, 2006).

a.2. Karbohidrat antigen (CA 15-3):

CA 15-3 bernilai rendah untuk deteksi dini kanker payudara karena sensitivitasnya rendah (33%), dengan demikian tidak dapat digunakan untuk tujuan skrining (Guadagni et al., 2001). Meskipun aplikasi utama CA 15-3 adalah untuk

memantau dan mendeteksi kekambuhan pada pasien yang didiagnosa dengan kanker payudara, namun American Society of Clinical Oncology (ASCO) tidak membenarkan penggunaan rutin CA 15-3 pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis asimtomatik karena kurangnya kepekaan dan efektivitas rendah CA 15-3 untuk deteksi dini kekambuhan (30% dari pasien dengan penyakit berulang ternyata levelnya tidak meningkat, sementara 8% tanpa kekambuhan terdeteksi ada) (Duffy, 2006)

CA 15-3 ternyata juga terdeteksi pada pasien dengan kanker saluran pencernaan, kanker paru-paru, kanker ovarium, kanker serviks, kanker prostat dan kanker pankreas. Oleh karena itu, CA 15-3 tidak cukup spesifik sebagai penanda untuk mendeteksi kasus kanker payudara (Jones, 1999).

2.2.3.b. Penanda Diagnostik:

O'Brien (2002)mengemukakan bahwa penanda baru seperti mammaglobin, telah memberikan harapan sebagai penanda tambahan kanker payudara primer dan juga digunakan untuk mendeteksi metastase tersembunyi. Sensitivitasnya mencapai 86%.

Deteksi dini sel-sel kanker payudara yang beredar dalam sirkulasi dengan metode morfologi telah ditingkatkan menjadi metode sensitif berbasis PCR (Bae et al.,2000).

Lacroix (2006) melaporkan bahwa deteksi sel tumor dalam sirkulasi menggunakan kombinasi penanda epigenetik mungkin tidak hanya meningkatkan

wawasan tentang perilaku biologis dari tumor primer individu, tetapi juga dapat memberikan informasi prognostik yang berharga yang dapat dengan mudah dipantau sepanjang perjalanan penyakit. Penanda epigenetik, seperti sekuens metilasi DNA, akan memungkinkan deteksi kanker payudara tanpa bantuan mammografi.

2.2.3.c. Penanda prognosis:

Penanda prognosis menunjukkan kemungkinan hasil seperti kekambuhan tumor atau kelangsungan hidup pasien, terlepas dari pengobatan yang diterima pasien (Ross et al., 2003.).

Duffy (2006) menyatakan bahwa fitur kunci dari penanda prognostik yang berguna secara klinis termasuk kemudahan dan keandalan pemeriksaan; konfirmasi bahwa jenis perawatan yang digunakan tidak mempengaruhi makna prognostiknya; dan bahwa penanda menyediakan informasi hasil penyakit yang independen dari status faktor klasik lainnya.

Gen HER-2 diamplifikasi atau diekspresikan sebesar 20-30% dari semua kanker payudara invasif. Amplifikasi atau ekspresi berlebihan umumnya dikaitkan dengan prognose yang buruk (Ross et al., 2003).

Penanda lain yang digunakan untuk menentukan prognosis pada kanker payudara adalah reseptor estrogen (ER). Meskipun penggunaan utama dari ER

adalah untuk melihat respon hormon pada kanker payudara, namun pasien dengan ER positif cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada ER-negatif pasien, setidaknya untuk 5-6 tahun pertama setelah diagnosis awal (Duffy, 2006).

Pasien dengan nodul negatif pada aksila dan dengan UPA dan PAI-1 level rendah, memiliki probabilitas rendah terkena penyakit berulang dan dengan demikian akan dapat mengurangi biaya kemoterapi tambahan. (Harbeck et al., 2002).

2.2.3.d. Penanda prediktif:

Sebuah penanda prediktif dapat didefinisikan sebagai faktor yang menunjukkan sensitivitas atau resistensi terhadap pengobatan tertentu. Ada dua jenis penanda prediktif: Penanda yang memprediksi kemungkinan bahwa kanker payudara akan berkembang pada wanita yang saat ini bebas penyakit (penanda predisposisi); dan penanda yang dapat memprediksi apakah suatu kasus baru atau kasus kekambuhan dapat merespon terapi tunggal atau kombinasi (Ross et al, 2003 dan Duffy., 2005).

d.1. Penanda predisposisi:

Peto (2002) menyatakan bahwa kanker payudara familial meliputi sekitar 25% dari semua kasus penyakit pada wanita yang berusia kurang dari 30 tahun. Kelainan genetik baik BRCA 1 atau BRCA2 tampaknya mengakibatkan sekitar 90-95% dari kasus kanker payudara keluarga dengan sisanya disebabkan oleh lain, terutama gen supresor tumor.

d.2. Prediksi respon terhadap terapi:

Status HER-2/neu pada kanker payudara yang baru didiagnosa dapat berfungsi baik sebagai faktor prognostik yang berdiri sendiri dan sebagai faktor prediktif untuk respons terhadap terapi trastuzumab (Ross et al., 2003). Antibodi monoklonal yang diarahkan terhadap HER-2. Ketika diberikan dengan kemoterapi untuk kanker payudara lanjut yang HER-2-positif, menunjukkan untuk peningkatan maupun kelangsungan hidup secara keseluruhan (25,1 vs 20,3 bulan, p = 0,046) dibandingkan dengan kemoterapi saja (Slamon et al., 2001).

Menurut pedoman Eropa (EGTM) dan Amerika (ASCO), pemeriksaan ER harus dilakukan pada semua pasien dengan kanker payudara (Molina et al, 2005). PR harus diperiksa bersama dengan ER, karena pasien yang memiliki kedua reseptor lebih mungkin menerima manfaat dari terapi hormon dibandingkan mereka yang memiliki ER tapi kurang PR. Juga penemuan modulator respon estrogen dan aromatase inhibitor, telah menambahkan strategi baru untuk mengevaluasi tumor pada terapi.

2.3. Mammaglobin

Gen mammaglobin manusia (h-MAM) mengkode sekresi protein mammaglobin-A, yang berkaitan dengan kanker payudara manusia. Selain itu, ekspresinya juga hanya terbatas pada epitel payudara. Mammaglobin hanya dikonservasi pada

manusia dan simpanse dan tidak ada pada genom mamalia lain (Watson et al., 1998).

2.3.1. Gen Mammaglobin manusia:

Watson dan Fleming tahun 1996, mengidentifikasikan sebuah gen baru yang hanya terdapat dalam jaringan payudara. Gen ini, yang dikenal sebagai mammaglobin (MG), mengkodekan protein dengan 93 asam amino dan massa molekul seberat 10.5kDa (Watson and Fleming, 1996).

Gen h-MAM dipetakan pada kromosom 11q12.3-q13.1; kromosom yang berkaitan dengan kanker payudara dan mengkode glikoprotein 10,5 kDa. Gen

h-MAM terdiri dari tiga ekson (119 bp, 188 bp dan 199 bp) dan dua intron (603 bp dan 1888 bp) (Watson et al., 1998 dan Cerveira et al. 2004).

Gen h-MAM menampilkan dua karakteristik yang menunjukkan bahwa ekspresinya relevan dengan biologi kanker payudara. Pertama, analisa Nothern blot dan analisa RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi gen h-MAM terbatas pada kelenjar air susu. Kedua, kadar mRNA mammaglobin yang tinggi hanya muncul pada sel tumor payudara (Watson et al., 1998. dan Raynor et al., 2002) .

2.3.2. Kimia dari Protein Mammaglobin:

Mammaglobin-A berukuran sangat kecil, terglikosilasi tinggi,dan secara aktif mensekresi 10,5 kDa glikoprotein. Mammaglobin-A memiliki 93-asam amino urutan polipeptida dan dengan 19 asam amino hidrofobik urutan sinyal peptida (Span et al, 2004).

Mammaglobin-A adalah anggota dari keluarga protein sekretori epitel, dikenal dengan nama uteroglobin, terletak pada kromosom 11q12.2 (Span et al., 2004). Ada dua fungsi utama uteroglobin dan sekretoglobin lain yang paling sering dipelajari. Fungsi pertama adalah pengikatan ligan, karena mereka dapat mengikat steroid dan fibronektin. Fungsi kedua adalah sifat anti-inflamasi, yang mana kurangnya uteroglobin dikaitkan dengan peningkatan ekspresi sitokin inflamasi seperti interleukin-4 (IL-4) dan IL-13 (Sjödin, 2005).

Mammaglobin-A alamiah membentuk suatu heterodimer dengan lipophilin-B (anggota keluarga uteroglobin yang diekspresikan dalam jaringan payudara dan jaringan lain), yang dikenal sebagai kompleks protein mammaglobin (mammaglobin / lipophilin-B) dalam suatu ikatan kovalen, dan dimerisasi ini sangat penting untuk stabilisasi protein mammaglobin-A. Lipophilin-B mRNA diekspresikan dalam 70% tumor payudara dan menunjukkan korelasi kuat dengan profil ekspresi mRNA dari mammaglobin (Carter et al., 2003).

2.3.3. Kegunaan klinis:

2.3.3.a. Mammaglobin-A sebagai Marker untuk Kanker Payudara:

Ekspresi Mammaglobin-A merupakan penanda sensitif dan spesifik untuk sel-sel epitel payudara neoplastik dan memberikan bukti yang cukup menjanjikan sebagai penanda molekuler untuk deteksi dini, staging, prognosis, dan/atau pemantauan kekambuhan kanker payudara(El-Sharkawy et al., 2007; Bernstein et al., 2005; Silva et al., 2002).

Ekspresi Mammaglobin merupakan faktor prognostik independen yang kuat untuk kekambuhan atau bebasnya pasien dari kanker payudara primer. (Núñez-Villar et al., 2003 dan Span et al., 2004).

a.1.a Ekspresi spesifik pada Payudara:

Ekspresi gen Mammaglobin tidak terdeteksi pada jaringan epitel rahim, prostat, kolon, paru maupun ovarium. Selain dari kelenjar susu pada payudara, mRNA mammaglobin tidak dapat dideteksi dalam jaringan non neoplastik lainnya. Hasil ini menunjukkan potensi penggunaan ekspresi gen mammaglobin sebagai penanda yang sangat spesifik untuk kanker payudara (Bernstein et al., 2005).

Pada tumor payudara primer, peningkatan ekspresi mammaglobin bertepatan dengan kejadian metaplasia. Dalam jaringan payudara jinak dengan epitel apokrin metaplastik, immunoreaktivitas mammaglobin tampak di dalam epitel maupun dalam cairan kista apokrin. Kekhususan pola-pola pewarnaan imunohistokimia (IHC) yang positif didokumentasikan oleh sinyal yang berasal dari spesimen identik yang diinkubasi dengan serum kelinci praimun atau antiserum prainkubasi antimammaglobin (Watson et al., 1999 and Gillanders, 2005).

Ada beberapa penelitian yang menggunakan mammaglobin untuk mendeteksi sel-sel metastase tumor payudara dalam darah, kelenjar getah bening, sumsum tulang (Zehentner et al., 2004) dan paru-paru (Koga et al., 2004). Penelitian-penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan mammaglobin sebagai penanda molekul untuk sel kanker payudara. Ekspresi Mammaglobin yang terbatas pada jaringan payudara menghasilkan ide tentang strategi pengobatan

kanker payudara berbasis mammaglobin, misalnya dengan menargetkan tumor kanker payudara dengan antibodi mammaglobin, imunoterapi dengan target mammaglobin dan terapi vector gen dengan mammaglobin sebagai promotor ekspresi Bax, yang akan membantu apoptosis sel tumor payudara (Sjödin, 2005).

a.1.b. Kontrol ekspresi pada subyek sehat dan payudara non-kanker:

Penanda molekuler selain h-MAM, terekspresi pada sel-sel normal dalam darah tepi (Peripheral Blood/PB) atau sumsum tulang (Bone Marrow/BM) subyek sehat, dan pada pasien dengan keganasan hematologi. Tidak seperti h-MAM, mereka tampaknya tidak cukup spesifik untuk digunakan untuk mendeteksi sel-sel kanker payudara bekas (Corradini et al., 2001).

Transkripsi h-MAM tidak dapat dideteksi dalam sampel PB dari 180 orang wanita sehat, sehingga, ia tidak memiliki hasil positif palsu (spesifisitas 100%) dalam kelompok tersebut. Selain itu, transkripsi h-MAM menunjukkan spesifisitas 97% pada pasien dengan keganasan lain di luar kanker payudara. 3% positif palsu yang tersisa di miliki keganasan limfoid (Leukemia limphobalstik akut, limfoma sel mantel dan karsinoma timus (Grunewald et al., 2000; Silva et al., 2002; Cerveira et al., 2004; dan Zehentner et al., 2004.).

a.2. Sensitivitas mammaglobin:

Menggunakan metode pewarnaan IHC, Watson et al. (1999)menunjukkan bahwa 80% dari karsinoma sel duktal memperlihatkan pewarnaan yang kuat pada protein mammaglobin. Menariknya, hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa pewarnaan dapat membedakan mana tumor yang berdiferensiasi baik (78%), berdifensiasi sedang (67%), dan berdiferensiasi buruk(63%).

Menggunakan RT-PCR assay, Corradini et al. (2001) mempelajari ekspresi HER-2 dan h-MAM dari tiga puluh spesimen bedah yang diperoleh dari kasus yang didiagnosa secara histologi merupakan kanker payudara primer. Ekspresi penanda yang ada, berkisar 63% untuk HER-2 dan 97% untuk h-MAM, hal mana menunjukkan sensitivitas superior dari h-MAM atas penanda lainnya.

a.2.b. mRNA Mammaglobin dalam darah perifer pasien kanker payudara:

Insiden terdeteksinya transkripsi mRNA h-MAM sampel darah tepi pasien kanker payudara dipelajari oleh Zach et al. (1999). Hasil positif dicatat dalam 28% pasien pada saat diagnosis, 49% pasien dengan penyakit metastase, dan 6% dari pasien yang terbebas penyakit setelah kemoterapi jangka panjang untuk stadium I hingga III.

Grunewald et al. (2000) menunjukkan bahwa ekspresi h-MAM berkorelasi secara signifikan dengan status nodul, peningkatan serum CA15-3, dan terjadinya metastase jauh pada saat diagnosis. Sementara ekspresi penanda lainnya seperti

HER-2 dan CK-19 tidak berkorelasi dengan salah satu fitur klinis atau patologi kanker payudara ini. Dalam konteks spesifisitas diagnostik, transkripsi h-MAM tidak tampak pada sampel darah relawan sehat atau pasien dengan keganasan hematologi. Sebaliknya, HER-2 dan CK-19 yang diperiksa dengan nested RT-PCR memperlihatkan hasil positif palsu yang tinggi. Transkripsi HER-2 dan CK-19 terdeteksi pada 25% dan 10% masing-masing pada pasien dengan keganasan hematologi serta CK-19 ditemukan dari 39% sukarelawan yang sehat.

Penelitian lebih lanjut juga dilakukan oleh Zehentner et al. (2004). Menggunakan real time RT-PCR, mRNA mammaglobin terdeteksi pada 61% sampel darah perifer (PB) dari pasien yang secara histologis terbukti kanker payudara. Deteksi Mammaglobin tidak berkorelasi dengan usia, paritas, atau status menopause penderita kanker payudara yang diperiksa.

a.2.c. Sirkulasi protein Mammaglobin dalam serum pasien kanker payudara:

Zehentner et al. (2004) mencatat bahwa protein mammaglobin yang beredar terdeteksi pada 54/142 sampel serum wanita dengan kanker payudara dengan spesifisitas 97% pada kontrol sehat.

a.2.d. Ekspresi mammaglobin pada kelenjar getah bening dari pasien kanker payudara:

Mammaglobin, suatu penanda spesifik mRNA jaringan, terdeteksi lebih dari 60% kelenjar getah bening pasien dengan kanker payudara metastatik, tapi tidak pada kelenjar getah bening normal dari pasien non-kanker (Watson et al., 1999).

Hasil biopsi sentinel kelenjar getah bening (SLN) sangat prediktif menunjukkan keterlibatan kelenjar getah bening aksila pada kanker payudara. Analisa SLN saat operasi dapat mengurangi biaya dan komplikasi, namun, metode histopatologi yang ada kurang standar dan menunjukkan kurangnya sensitivitas. Metode molekuler yang cepat dapat meningkatkan diagnose metastase SLN intraoperatif (Backus et al., 2005).

Backus et al. (2005) mengidentifikasi tujuh penanda untuk mendeteksi metastase kanker payudara. Hasilnya dipakai untuk mengidentifikasi metastase klinis dalam kelenjar getah bening dengan menggunakan analisa RT-PCR pada SLN dari 254 pasien kanker payudara. Kombinasi optimal dua gen, mammaglobin dan cytokeratin 19, terdeteksi secara klinis bermetastase dalam pemeriksaan pada SLN payudara dengan sensitivitas 90% dan spesifisitas 94%. Mereka menyarankan pemeriksaan molekuler intraoperatif menggunakan penanda tersebut yang memiliki potensi secara signifikan mengurangi kebutuhan operasi kedua untuk pasien yang menjalani pembedahan SLN.

mRNA Mammaglobin terdeteksi pada 64% dari aspirasi sumsum tulang dari pasien kanker payudara dengan metastase (Corradini et al., 2001 dan Silva et al, 2002). Ekspresi menggunakan RT-PCR untuk penanda kanker payudara dari aspirasi sumsum tulang(BM) berkisar dari 0% untuk CEA dan 63% untuk CK-19. Tidak seperti h-MAM, penanda lainnya menunjukkan hasil positif palsu yang tinggi (Mikhitarian et al., 2008).

a.2.f. Ekspresi Mammaglobin pada efusi serosa:

Passebosc-Faure et al. (2005) mengevaluasi panel penanda molekuler untuk deteksi sel kanker pada efusi serosa dan untuk menentukan nilai mereka sebagai penunjang transkripsi RT-PCR pada pemeriksaan sitologi. Pada RT-PCR sebanyak 114 pasien dengan efusi serosa yang berasal dari 71 pasien dengan tumor dan 43 pasien dengan penyakit jinak dinilai ekspresi antigen Carcinoembryonic (CEA), sel epitel molekul adhesi (Ep-CAM), E-kaderin (CDH1), mammaglobin B, musin 1 (MUC1) isoform MUC1/REP, MUC1 / Y dan MUC1 / Z, calretinin (CALB2), dan gen tumor Wilms. CEA dan mammaglobin secara khusus terekspresi pada keganasan epitel, dan mammaglobin terutama terekspresi pada efusi dari payudara karsinoma (spesifitas 97,3%).

Mereka menyimpulkan bahwa analisa RT-PCR dari CEA, Ep-CAM, dan mammaglobin-B pada efusi serosa bisa menjadi tambahan yang bermanfaat untuk sitologi diagnosa keganasan (Passebosc-Faure et al., 2005).

2.3.4. Mammaglobin dalam Perbandingan dengan Penanda Kanker Payudara yang digunakan saat ini:

Mammaglobin menjadi penanda yang sangat menjanjikan untuk aplikasi pengelolaan kanker payudara. Sangat spesifik untuk jaringan epitel payudara, sementara penanda lain menunjukkan ekspresi dalam jaringan selain payudara (Corradini et al., 2001).

Overekspresi HER-2 juga ditemukan dalam keganasan yang lain selain payudara, seperti karsinoma ovarium(25-30%), adenokarsinoma duktus pankreas (24%), karsinoma sel skuamosa kepala dan leher(24%), adenokarsinoma lambung (15,2%), dan karsinoma kolorektal (3%) (Hellstrom et al., 2001).

Namun demikian, penanda di luar mammaglobin diekspresikan secara positif palsu dalam kontrol negatif; karenanya, penggunaannya sebagai penanda untuk kanker payudara masih dipertanyakan, dimana saat ini sangat dibutuhkan penanda khusus payudara untuk aplikasi klinis (Corradini et al., 2001). Mengingat sensitivitas diagnostik, mammaglobin tampaknya juga menjadi penanda yang cukup menjanjikan untuk aplikasi klinis.

2.3.5. Metode Assay:

2.3.5.a. Pewarnaan pada imunohistokimia (IHC):

Analisis imunohistokimia rutin dilakukan melalui sisntesa peptida yang sesuai dengan peptida 16-residu (EVFMQLIYDSSLCDLF) pada urutan protein terminal C mammaglobin yang berkonjugasi pada karier(Carrier) yang kemudian disuntikkan ke kelinci untuk menghasilkan antibodi antimammaglobin pada kelinci poliklonal. Reagen ini digunakan dalam survei besar tumor payudara primer dari berbagai kelas dan jenis histologi. Kekhususan dari antibodi yang dihasilkan dikonfirmasi dengan analisis Western blot dari beberapa cell-line tumor payudara manusia dan kanker payudara primer manusia yang diperiksa sebelumnya untuk ekspresi mRNA mammaglobin(Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

Pola pewarnaan mammaglobin dominan tersebar dalam sel tumor dan sitoplasma, meskipun beberapa sel menunjukkan pewarnaan lokal yang intens berdekatan dengan nukleus. Dalam jaringan payudara nonneoplastik, sel-sel epitel positif terlihat jarang dan tersebar dalam lobulus asinus tipe I dan tipe II dan dalam sel-sel kolumnar dari duktus terminal (Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

2.3.5.b. RT-PCR:

Cerveira et al. pada tahun 2004 mengevaluasi sensitivitas teknik RT-PCR standar (sintesis cDNA oleh primer acak diikuti amplifikasi dengan nested-PCR tunggal)

dengan pendekatan yang lebih lugas: satu langkah RT-PCR(Sintesis cDNA dengan primer spesifik MGB –I dan PCR tunggal dalam reaksi yang sama, diikuti oleh nested-PCR dengan primer MG3 dan MG4 dalam tabung reaksi dingin yang sama sepanjang waktu untuk mencegah amplifikasi non-spesifik). Semua kasus yang dipelajari dalam rangkap dua, dengan analisa simultan dari kontrol negatif (donor darah), kontrol positif (jaringan payudara) dan kontrol air. Primer untuk nested-PCR dan PCR tunggal berasal dari sekwens dengan nomor akses Genbank U3314710 dan dirancang membatasi rentang ekson-ekson untuk mencegah amplifikasi DNA genomik.

Untuk memeriksa integritas setiap sampel mRNA dan cDNA, dilakukan amplifikasi gen kontrol beta-2-mikroglobulin (B2M; Genbank nomor akses NM004048) satu putaran tunggal PCR dengan kondisi yang identik untuk primer spesifik MGB-I (Cerveira et al., 2004).

Kemampuan deteksi metastase tersembunyi oleh RT-PCR sangat sensitif, yakni mampu mendeteksi sedikitnya satu salinan RNA untuk dikopi menjadi gen yang diekspresikan sampai 1.000 kopi / sel. Penggunaan kuantitatif real-time-PCR berdasarkan ambang batas pada sampel klinis, mengakibatkan ekspresi signifikan tingkat klinis RNA sehingga hasil positif palsu menjadi minimal (Backus et al., 2005).

Kuantitasi h-MAM mRNA berhasil dicapai dengan realtime RT-PCR kuantitatif, berdasarkan aktivitas 5'-nuklease polimerase TAQ-DNA. Teknik ini memungkinkan

kuantitasi otomatis dari amplifikasi produk.. Nilai m-RNA yang diukur, dibandingkan dengan nilai dari h-MAM yang mengekspresikan kurva standar cDNA yang diperoleh dari cell-line EFM-192 yang spefifik terhadap adenokarsinoma payudara (Zehentner et al., 2004 and Backus et al., 2005 ).

TaqMan probe dirancang untuk annealing regio internal dari produk PCR, dan mereka mengandung pewarna reporter berpendar yang letaknya berdekatan dengan pewarna quencher. Ketika probe TaqMan berpendar pada panjang gelombang yang tepat, pewarna reporter teraktivasi, sehingga, fluoresensi ini ditangkap oleh quencher sepanjang probe utuh. Quenching ini disebabkan energi resonansi transfer fluoresensi (FRET), di mana energi fluoresensi dari fluorophore ditransfer ke quencher. Namun, ketika polimerase TAQ-DNA dengan aktivitas 5'exonuklease yang menyentuh probe, pewarna reporter dilepaskan dari quencher dan dapat mulai berpendar. Deteksi akumulasi produk PCR dipantau oleh peningkatan fluoresensi. Yang penting, pembelahan probe hanya terjadi jika probe dihibridisasi pada target, yang memungkinkan amplifikasi hanya terjadi bila adayang

BAB III

Dokumen terkait