• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekspresi mRNA mammaglobin pada darah penderita kanker payudara dengan metastase di Kotamadya Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Ekspresi mRNA mammaglobin pada darah penderita kanker payudara dengan metastase di Kotamadya Medan"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

EKPRESI m-RNA MAMMAGLOBIN PADA DARAH

PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE

DI KOTAMADYA MEDAN

TESIS

OLEH

SURJADI RIMBUN

087008004/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

EKPRESI m-RNA MAMMAGLOBIN PADA DARAH

PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE

DI KOTAMADYA MEDAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik

Dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SURJADI RIMBUN

087008004/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Judul Penelitian : Ekspresi mRNA mammaglobin pada darah penderita kanker

payudara dengan metastase di Kotamadya Medan

Nama Mahasiswa : Surjadi Rimbun

Nomor Pokok : 087008004/BM

Program Studi : Studi Biomedik

Menyetujui

Komisi Pembimbing

dr. Yahwardiah Siregar Ph.D Ketua

dr. Emir T. Pasaribu SpB-Onk Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Kedokteran USU

(4)

Telah diuji pada

Tanggal : Maret 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D

Anggota : 1. dr. Emir T. Pasaribu, Sp.B.Onk (K)

2. Prof. dr. Azmi S.Kar, Sp.PD. KHOM

(5)

Abstrak

Kanker payudara adalah salah satu masalah utama pada wanita di seluruh dunia. Meskipun reseksi kuratif jelas, penyebaran metatasis selanjutnya menjadi masalah klinis utama pada sekitar 30% dari semua pasien kanker payudara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keandalan klinis m-RNA mammaglobin sebagai penanda sirkulasi sel kanker pada pasien kanker payudara dan untuk mempelajari relevansi ekspresinya dalam darah. Untuk menentukan baik potensi dan batas-batas penanda untuk tujuan diagnostik, darah yang positif dianalisa dalam kaitannya dengan karakteristik klinis dan patologis.

Penelitian ini dilakukan terhadap 29 pasien kanker payudara yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 13 pasien kanker payudara dengan metastase dan 16 pasien kanker payudara tanpa metastase. 28 pasien kanker payudara adalah jenis karsinoma duktal invasif dengan 1 pasien berjenis karsinoma lobular invasif adalah. Pasien kanker payudara telah direklasifikasi sesuai dengan kelas histologis ke kelas I (5 pasien), kelas II (4 pasien) dan kelas III (13 pasien). Semua individu dalam studi ini menjadi sasaran deteksi MAG m-RNA dalam sirkulasi sel tumor dalam darah perifer menggunakan tehnik RT-PCR.

Hasil positif untuk mammaglobin dalam sampel darah terlihat pada 38%(5/13) pasien dengan metastasis tetapi tidak pada pasien non metatstatik. Ekspresi m-RNA mammaglobin berkorelasi dengan tumor metastatik (P = 0,011).MAG berlebih pada jaringan payudara secara signifikan positif pada tumor grade rendah (I dan II) dibandingkan yang grade tinggi (III).

Mammaglobin adalah penanda tumor spesifik kanker payudara yang dapat memprediksi prognosis kanker payudara dan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa penanda bisa sebagai pemeriksaan yang kurang-invasif dalam mendeteksi kanker payudara metastase.

(6)

ABSTRACT

Breast cancer is a major problem among females all over the world. Despite apparent curative resection, subsequent development of metastatic spread presents a major clinical problem in about 30% of all breast cancer patients.

The aim of this study was to investigate the clinical reliability of mammaglobin m-RNA (MAG m-RNA) as a marker of circulating cancer cells in breast cancer patients and to study the relevance of its expression in blood. To define better the potential and limits of the marker for diagnostic purposes, blood positivity was analyzed in relation to clinical and pathological characteristics.

This study was conducted on 29 breast cancer patients divided into two groups, 13 breast cancer patients with metastase and 16 patients with non metastase. Most of the breast cancer patients were of the invasive ductal carcinoma type and 28 of them had associated areas of intraductal carcinoma with 1 was invasive lobular carcinoma type. Breast cancer patients were reclassified according to the histologic grade into grade I (5 patients),grade II (4 patients) and grade III (13 patients). All individuals included in this study were subjected to detection of MAG m-RNA in circulating tumor cells in peripheral blood using RT-PCR technique.

Positivity for mammaglobin in blood samples was observed in 38% of patients with metastatic but not in the non metatstatic patients. The presence of mammaglobin was correlated with metastatic tumor (P = 0.011).

MAG overexpression in breast tissue was significantly positive in low grade tumors (I and II) than in high grade ones (III).

MAG is a promising specific tumor marker of breast cancer that could predict the prognosis of breast cancer and Our results indicate that the marker could represent a potentially useful noninvasive tool to detect metatstatic breast cancer.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala

rahmat dan kasih karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H,

M.Sc(CTM), Sp.A(K). serta seluruh jajaran terkait, atas kesempatan dan fasilitas di

Universitas Sumatera Utara yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan

pendidikan program magister Biomedik di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.

Siregar, Sp.PD, KGEH, dan Ketua Program Studi Biomedik, dr. Yahwardiah Siregar,

Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan

menyelesaikan pendidikan program Magister Biomedik Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya

sampaikan kepada dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, selaku pembimbing utama yang

dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan semangat dan

saran-saran yang sangat bermanfaat mulai dari persiapan penelitian hingga penulisan

(8)

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Emir T. Pasaribu

Sp.B Onk(K), selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, masukan, dan

saran-sarannya yang sangat berharga dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, Mkes, yang

telah memberikan bimbingan statistik dalam menyelesaikan tesis ini. Juga kepada

para dosen di program magister Biomedik yang telah membimbing saya selama

mengikuti program S2.

Kepada Dr. Gino Tann, Ph.D, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga

atas dorongan, semangat dan bimbingan yang sangat bermanfaat sehingga

memberikan inspirasi untuk menggali lebih dalam tentang semua aspek yang

berkaitan dengan penelitian ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat yang

sebesar-besarnya kepada Ayah dan Ibu tercinta, Bapak Muralim Rimbun dan Ibu

Holly Martok, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan dorongan

selama saya menjalani pendidikan di Program Magister S2 Biomedik Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Kepada istri tercinta, dr. Rita Kusuma, penulis menyampaikan terima kasih yang

tak terhingga atas segala pengertian dan pengorbanannya dalam penulisan tesis ini

hingga selesai. Terima kasih juga kepada anak-anakku tercinta Tania, Dimitri, untuk

(9)

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada segenap staf Laboratorium

Klinik Terpadu FK USU Medan, dan semua pihak lainnya yang tidak disebutkan satu

persatu di sini, yang telah banyak membantu serta mendukung penelitian dan

penulisan tesis ini hingga selesai.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik yang telah diberikan.

Medan, Maret 2013

Penulis

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1966 di Medan. Menikah dengan dr. Rita

Kusuma, dan mempunyai anak: Tania dan Dimitri. Menyelesaikan pendidikan

kedokteran di Universitas Methodist Indonesia pada tahun 1992 dan lulus Ujian

Negara di Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 1993. Menjalankan masa

bakti sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap di Kabupaten Deli Serdang pada tahun

(11)

DAFTAR ISI

2.1.1. Epidemiologi Kanker Payudara ... 5

2.1.2. Faktor-faktor resiko Kanker Payudara ... 7

2.1.2. a Riwayat keluarga ... 8

2.1.3. Dasar genetika kejadian kanker payudara ... 13

2.1.3.a. Mutasi gen pada kanker payudara familial ... 13

a.1. BRCA1 dan BRCA2 ... 13

a.2. Gen p53 ... 14

(12)
(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Tempat Penelitian ... 45

3.3. Waktu Penelitian ... 45

3.4. Populasi Penelitian ... 46

3.5. Sampel Penelitian ... 46

3.6. Variabel Penelitian ... 47

3.7. Kerangka konsep ... 48

3.8. Definisi Operasional ... 49

3.9. Rancangan Penelitian ... 50

3.10. Pelaksanaan Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57

4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Gambar anatomi payudara... 5

2. Gambar kanker payudara ... 7

3. Gambar kerangka Apoptosis ... 16

4. Gambar gen Mammaglobin ... 32

5. Gambar mesin PCR ... 44

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tabel gen yang terlibat pada kanker payudara ... 8

2. Tabel sistem TNM pada staging Kanker ... 20

3. Tabel daftar Tumor Marker ... 25

4. Tabel bahan dan alat isolasi m-RNA ... 51

5. Tabel komposis sintesis cDNA ... 53

6. Tabel bahan dan alat isolasi gen cDNA ... 54

7. Tabel komposisi dan reaksi cDNA ... 54

8. Tabel karakteristik subjek penelitian ... 58

9. Tabel gambaran hasil rontgen dan USG ... 58

10. Tabel Histopatologi sampel ... 59

11. Tabel Uji Chi Square ... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Lembar penjelasan mengenai penelitian ... 76

2. Lembar inform consent ... 77

3. Lembar kuesioner ... 78

4. Lembar data klinis dan histopatologi penderita ... 80

(17)
(18)

Abstrak

Kanker payudara adalah salah satu masalah utama pada wanita di seluruh dunia. Meskipun reseksi kuratif jelas, penyebaran metatasis selanjutnya menjadi masalah klinis utama pada sekitar 30% dari semua pasien kanker payudara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keandalan klinis m-RNA mammaglobin sebagai penanda sirkulasi sel kanker pada pasien kanker payudara dan untuk mempelajari relevansi ekspresinya dalam darah. Untuk menentukan baik potensi dan batas-batas penanda untuk tujuan diagnostik, darah yang positif dianalisa dalam kaitannya dengan karakteristik klinis dan patologis.

Penelitian ini dilakukan terhadap 29 pasien kanker payudara yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 13 pasien kanker payudara dengan metastase dan 16 pasien kanker payudara tanpa metastase. 28 pasien kanker payudara adalah jenis karsinoma duktal invasif dengan 1 pasien berjenis karsinoma lobular invasif adalah. Pasien kanker payudara telah direklasifikasi sesuai dengan kelas histologis ke kelas I (5 pasien), kelas II (4 pasien) dan kelas III (13 pasien). Semua individu dalam studi ini menjadi sasaran deteksi MAG m-RNA dalam sirkulasi sel tumor dalam darah perifer menggunakan tehnik RT-PCR.

Hasil positif untuk mammaglobin dalam sampel darah terlihat pada 38%(5/13) pasien dengan metastasis tetapi tidak pada pasien non metatstatik. Ekspresi m-RNA mammaglobin berkorelasi dengan tumor metastatik (P = 0,011).MAG berlebih pada jaringan payudara secara signifikan positif pada tumor grade rendah (I dan II) dibandingkan yang grade tinggi (III).

Mammaglobin adalah penanda tumor spesifik kanker payudara yang dapat memprediksi prognosis kanker payudara dan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa penanda bisa sebagai pemeriksaan yang kurang-invasif dalam mendeteksi kanker payudara metastase.

(19)

ABSTRACT

Breast cancer is a major problem among females all over the world. Despite apparent curative resection, subsequent development of metastatic spread presents a major clinical problem in about 30% of all breast cancer patients.

The aim of this study was to investigate the clinical reliability of mammaglobin m-RNA (MAG m-RNA) as a marker of circulating cancer cells in breast cancer patients and to study the relevance of its expression in blood. To define better the potential and limits of the marker for diagnostic purposes, blood positivity was analyzed in relation to clinical and pathological characteristics.

This study was conducted on 29 breast cancer patients divided into two groups, 13 breast cancer patients with metastase and 16 patients with non metastase. Most of the breast cancer patients were of the invasive ductal carcinoma type and 28 of them had associated areas of intraductal carcinoma with 1 was invasive lobular carcinoma type. Breast cancer patients were reclassified according to the histologic grade into grade I (5 patients),grade II (4 patients) and grade III (13 patients). All individuals included in this study were subjected to detection of MAG m-RNA in circulating tumor cells in peripheral blood using RT-PCR technique.

Positivity for mammaglobin in blood samples was observed in 38% of patients with metastatic but not in the non metatstatic patients. The presence of mammaglobin was correlated with metastatic tumor (P = 0.011).

MAG overexpression in breast tissue was significantly positive in low grade tumors (I and II) than in high grade ones (III).

MAG is a promising specific tumor marker of breast cancer that could predict the prognosis of breast cancer and Our results indicate that the marker could represent a potentially useful noninvasive tool to detect metatstatic breast cancer.

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian yang tinggi pada

wanita di seluruh dunia (Canda et al., 2004). Insidensi kanker payudara cukup

meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Walau angka

kematiannya meningkat tidak sepesat insidennya, yang dikarenakan adanya upaya

deteksi dini dan kemajuan pengobatan namun metastase ke organ lain merupakan hal

yang menjadi masalah sangat serius (Notani, 2001).

Insiden kanker payudara pada wanita di seluruh dunia mencapai angka 23%

(1,38juta kasus) dari semua kasus baru kanker dan 14% dari seluruh kematian akibat

kanker pada tahun 2008. Dimana separuh dari kasus kanker payudara dan 60%

kematian diestimasi terjadi di negara-negara berkembang (Jemal et al.,2011)

Di Indonesia sendiri, angka kesakitan kanker pernah dilaporkan oleh Didid

Tjindarbumi tahun 2002, antara tahun 1988 sampai tahun 1991, angka kesakitan

kanker payudara (18%) menduduki peringkat 2 setelah kanker leher rahim (29%)

Oakley K.L. and Going J.J, 1995 menyebutkan bahwa pemeriksaan histopatologi

merupakan metode terpercaya dalam mendiagnosa lesi pada payudara, namun hal ini

sangat bergantung kepada cara pengambilan sampel dan kemampuan pembacaan

(21)

bergantung pada orang-perorang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang

berkesinambungan untuk memperoleh biomarker yang lebih spesifik.

Identifikasi biomarker yang sensitif dan spesifik dari sel kanker payudara dalam

sirkulasi dan penentuan stadium berperan penting dalam manajemen terapi. Sampai

saat ini, beberapa macam tumor marker telah diteliti untuk mendeteksi sel kanker

payudara akibat banyaknya kasus metastase, tetapi banyak yang tidak spesifik karena

terekspresi pada kanker selain payudara. Karenanya, nilai diagnostiknya menjadi

terbatas (El-Sharkawy et al., 2007) Perkembangan alat pemeriksaan yang lebih

spesifik dan sensitif diharapkan akan dapat mendeteksi residu sel tumor yang

mungkin bermetastase dan untuk mengevaluasi hasil pengobatan (Bitisik et al.,2010)

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan residu sel kanker,

antara lain dengan memanfaatkan Reverse transcriptase PCR dengan bahan dasar

epitel sel kanker payudara (CytoKeratin 19/CK-19, Cytokeratin 20/CK-20) dan juga

pemakaian marker khusus seperti Maspin. Namun pada penelitiannya, gen-gen ini

sangat rendah kadarnya pada darah tepi sehingga hasil transkripsinya sangat

diragukan (Cerveira et al.,2004)

Gen Human Mammaglobin (hMAM) ditemukan tahun 1996, merupakan anggota

uteroglobin. Dikenal sebagai mammaglobin-A, yakni glikoprotein yang mengandung

93 asam amino polipeptida. Fungsi selulernya tidak jelas diketahui. Namun

menariknya, ekspresinya hanya terbatas dalam epitel payudara. Hal yang paling

(22)

sehingga menjadikannya pemeriksaan yang kurang invasif bila dibandingkan dengan

pemeriksaan jaringan/biopsi (Bernstein et al, 2005)

Mammaglobin mRNA ada pada level yang tinggi dalam sel tumor payudara bila

dibandingkan dengan jaringan payudara yang bukan maligna (Raynor et al., 2002).

Deteksi hMAM dengan menggunakan RT-PCR diharapkan akan menjadi

pemeriksaan yang spesifik untuk mengidentifikasi sel maligna dalam sirkulasi darah

penderita kanker payudara dan akan menjadi target untuk mendiagnosa metastase

kanker payudara. Karenanya, akan dapat diharapkan akan menjadi marker kanker

payudara di masa mendatang (Ronchella et al., 2005)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana gambaran ekspresi h-Mam di dalam darah penderita kanker payudara di kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan umum adalah

Untuk mendeteksi keberadaan h-Mam-RNA dengan PCR pada penderita baru

kanker payudara di kota Medan sebagai alat bantu diagnostik untuk mendeteksi

(23)

1.3.2. Tujuan khusus adalah :

a. Untuk mengetahui gambaran ekspresi h-Mammaglobin pada populasi penelitian.

b. Untuk mengetahui frekuensi stadium penderita pada populasi penelitian.

c. Untuk mengetahui hubungan antara ekspresi h-Mammaglobin dengan stadium

kanker payudara pada populasi penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk:

- Menambah wawasan bidang kesehatan untuk diagnostik, prognostik dan

prediktif serta penatalaksanaan terapi bagi penderita kanker payudara

- Memberi kemudahan bagi penderita dan dunia medis mengingat pemeriksaan

dengan menggunakan darah tepi, diperkirakan akan dapat menggantikan

(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran umum Kanker Payudara

2.1.1. Epidemiologi Kanker payudara

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum pada

wanita dan merupakan penyebab kematian no 2 setelah kanker paru-paru (Canda et

al., 2004 dan Jemal et al., 2007).

(25)

Kejadian tahunan kanker payudara di seluruh dunia diperkirakan mencapai angka

satu juta kasus dengan sekitar 200,000 kasus di Amerika Serikat (27% dari semua

kanker pada wanita) dan sekitar 320,000 kasus di Eropa (31% dari semua kanker

pada wanita) (Stewart et al., 2004).

Di Amerika Serikat, kanker payudara masih merupakan jenis kanker yang paling

sering pada wanita, dengan sekitar 212,600 kasus baru didiagnosa setiap tahunnya

dan mengakibatkan kematian sebesar 15% dari semua kematian akibat kanker.

Sebagian besar kematian ini sebagai akibat dari metastase (Cristofanilli et al., 2005

dan Smigal et al., 2006).

Pada tahun 2007, diperkirakan ada 178.480 kasus baru kanker payudara invasif

terdiagnosis pada wanita. Jumlah kanker payudara baru pada tahun 2007 ini lebih

rendah dari perkiraan untuk tahun 2005. Hal ini mungkin disebabkan karena

penggunaan metode perhitungan yang baru, adanya alat estimasi baru yang lebih

akurat dan juga penurunan tingkat kejadian kanker payudara (American Cancer

Society, 2008).

Di Indonesia, kasus kanker payudara dilaporkan oleh Didid Tjindarbumi, 2002

menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim, dimana angka kesakitan

(26)

Kanker payudara pada pria jarang terjadi, adapun jumlah kasusnya hanya 1% dari

semua kanker pada pria dan kurang dari 1% dari semua kasus kanker payudara yang

terdiagnosa. Etiologi kanker payudara laki-laki tidak jelas, diperkirakan tingkat

hormonal mungkin memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit ini

(Giordano, 2005).

2.1.2. Faktor-faktor resiko Kanker Payudara

Etiologi kanker payudara tidak diketahui secara jelas meskipun sejumlah faktor

resiko telah diidentifikasikan akan mempengaruhi perkembangan kanker payudara.

Faktor-faktor ini termasuk riwayat keluarga penderita kanker payudara, predisposisi

genetik, status menopause, riwayat menstruasi dan riwayat reproduksi (American

(27)

Gambar 2, Kanker Payudara.

2.1.2.a. Riwayat Keluarga:

Adanya riwayat keluarga merupakan faktor resiko yang paling penting dalam

perkembangan kanker payudara. Keturunan dari penderita kanker payudara

memiliki resiko peningkatan penyakit ini. Resiko ini meningkat sejalan dengan usia

saat terkena. Selain itu, ada kecenderungan individu keturunan tingkat pertama

akan beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan keturunan tingkat dua (Loman et al.,

(28)

2.1.2.b. Kanker pada payudara Lain:

Armstrong et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor resiko utama untuk

terkena kanker payudara primer adalah adanya riwayat pribadi kanker sebelumnya

pada payudara sisi yang lain. Namun, kanker kedua ternyata juga bisa muncul pada

payudara yang sama. Kebanyakan kanker payudara bisa timbul kembali dalam lima

tahun pertama setelah pengobatan. Pasien dengan tumor primer yang berdiameter

kurang dari 1 cm dan nodul aksila negatif mempunyai tingkat kekambuhan yang

rendah.

(29)

Wanita dengan tumor jinak payudara mempunyai peningkatan resiko terkena

kanker payudara. Resiko ini bervariasi sesuai dengan gambaran subkategori

histologis seperti proliferatif atipik yang mungkin merupakan pencetus dari kanker

payudara (Terry and Rohan, 2002).

2.1.2.d. Umur:

Dewasa ini, wanita Amerika memiliki resiko terkena kanker payudara sebesar

12,3% (1 dari 8 wanita) selama kehidupannya. Sementara pada tahun 1970-an,

resiko seumur hidup terdiagnosa menderita kanker payudara adalah 1 dari 11

wanita. Peningkatan ini terjadi karena harapan hidup yang lebih lama, serta

penggunaan terapi sulih hormone (HRT-Hormon Replacement Therapy) jangka

panjang dan meningkatnya prevalensi obesitas (American Cancer Society, 2008).

2.1.2.e Riwayat Menstruasi dan Status Menopause :

Insiden kanker payudara meningkat sejalan dengan bertambahnya usia wanita,

tetapi lebih umum terjadi pada wanita pascamenopause (Miksicek et al., 2002).

Menopause yang tertunda akan mengakibatkan jumlah siklus ovulasi lebih panjang,

yang meningkatkan resiko kanker payudara. Pada sisi lainnya, pembedahan yang

mencetuskan menopause (ovariektomi atau histerektomi) sebelum usia 35 tahun

ternyata menurunkan resiko kanker payudara (Ursin et al., 2005).

(30)

Meningkatnya usia menarche, usia yang muda pada kelahiran anak pertama dan

jumlah paritas yang tinggi mempunyai kaitan yang erat dengan penurunan resiko

kanker payudara pada populasi umum (Tryggvadottir et al, 2003). Wanita yang

menyusukan bayi selama 12 bulan atau lebih akan berkurang resiko terkena kanker

payudara. Namun, wanita yang melahirkan tetapi tidak menyusukan bayinya

mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker payudara. Peningkatan resiko

juga terjadi pada wanita yang belum pernah hamil (Wrensch et al., 2003).

2.1.2.g - Hormon Eksogen:

Estrogen eksogen, baik dalam bentuk kontrasepsi oral kombinasi

(COC-Combined Oral Contraception) atau terapi sulih hormon (HRT), juga mengakibatkan

peningkatan resiko kanker payudara, namun hal ini tergantung pada durasi paparan

dan apakah estrogen digunakan tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan

progesteron (Antoine et al., 2004). Sebuah studi meta-analisis menunjukkan bahwa

pasca penggunaan COC selama 10 tahun, ditemukan adanya peningkatan resiko

sebesar 24% terkena kanker payudara (Connor dan Stuenkel, 2001).

2.1.2.h Faktor Resiko akibat gaya hidup:

h.1 Konsumsi Alkohol :

Pöschl dan Seitz (2004) mengemukakan bahwa alkohol dapat bertindak secara

(31)

yang dapat bertindak sebagai bahan mutagen, dan atau sendiri merupakan

promotor tumor, menyebabkan peningkatan aktivasi prokarsinogen.

h.2. Obesitas:

Peningkatan resiko terkena kanker payudara pada wanita dengan obesitas

diakibatkan oleh jumlah estrogen endogen yang lebih tinggi, sebab jaringan adiposa

merupakan sumber yang penting dari estrogen (McTiernan et al, 2003).

h.3. Kebiasaan diet:

Konsumsi tinggi lemak terutama lemak jenuh dikaitkan dengan peningkatan

resiko kanker payudara. Sementara jenis tertentu dari asam lemak tak jenuh ganda

(PUFA), omega-3 PUFA, tampaknya menjadi pelindung (Elahi et al., 2004)

Di sisi lain, konsumsi buah dan sayuran yang merupakan sumber bahan yang kaya

antioksidan alami, terbukti menurunkan resiko kanker secara umum, dan kanker

payudara pada khususnya. Efek protektif dilaporkan lebih menonjol pada wanita

pasca menopause (American Cancer Society, 2008).

h.4. Kurangnya aktivitas fisik:

Aktivitas fisik yang dilakukan mulai masa remaja sampai dewasa (12 - 50 tahun)

(32)

mengurangi resiko dengan cara menunda berlangsungnya menarche dan

memodifikasi kadar hormon secara biologis (Lee et al., 2001).

h.5. Penggunaan dan paparan Tembakau:

Yang terkait dengan tembakau adalah bahan karsinogeniknya (misalnya,

hidrokarbon aromatik polisiklik dan amina aromatik), memberikan hubungan yang

positif antara merokok dan resiko terkena kanker payudara (American Cancer

Society, 2008).

2.1.2.i Paparan Radiasi Pengion:

Di antara korban bom atom dan wanita yang terkena radiasi pengion sebagai

bagian dari pengobatan mereka, mempunyai peningkatan resiko terkena kanker

payudara bila usia muda telah terkena paparan (Frazier et al, 2003). Hal ini

disebabkan setelah usia menopause tercapai, maka terjadi penurunan proliferasi

jaringan, dimana sel yang rusak, gagal berkembang menjadi sel kanker setelah

terkena paparan. Sebaliknya, ketika seorang gadis usia muda terkena radiasi, ia

masih memiliki siklus menstruasi selama beberapa dekade, sehingga lebih mungkin

terjangkit semua jenis kanker termasuk kanker payudara

(33)

Karena kanker payudara adalah kanker yang paling sering didiagnosis pada

wanita dengan sekitar 7% dari kanker payudara diyakini berkaitan erat dengan

faktor keturunan, maka pengetahuan tentang kontrol genetik pertumbuhan sel

adalah penting, tidak hanya untuk memahami evolusi tumor tetapi juga untuk

diagnosis yang tepat, pengobatan, pemantauan, dan untuk pencegahannya (Ergul

and Sazci. 2000).

2.1.3.a – Mutasi gen pada Kanker Payudara familial.

Penelitian klinis agregasi kanker payudara familial mengidentifikasikan

setidaknya ada lima sindroma genetik dengan pola dominan autosomal yang

berkaitan dengan kanker payudara. Sindrom ini masing-masing memiliki kaitan

mutasi genetik yang muncul secara konsisten . Gen-gen yang terlibat termasuk gen

BRCA1 dan BRCA2 (sindroma kanker payudara - ovarium 1 dan 2), p53 (Sindroma

Li-Fraumeni , ge ATM utasi ataksia tela gie tasia , da PTEN pe yakit Cowde ’s

(Ergul and Sazci., 2000 dan Axilbund et al., 2011).

a.1. BRCA1 dan BRCA2:

Sebuah analisis yang diterbitkan pada tahun 1990 memperlihatkan bahwa ada

gen pada kromosom 17 yang mengakibatkan kanker payudara dalam sebuah

keluarga dengan beberapa yang melibatkan payudara dan ovarium. Pemetaan

(34)

(Kanker Payudara) BRCA1 pada tahun 1994. Identifikasi gen BRCA2 yaitu gen kanker

payudara lainnya ada pada kromosom 13, dilaporkan sekitar 1 tahun kemudian.

(Brekelmans et al., 2001 dan Egul and Sazci., 2000).

Meskipun mutasi pada gen BRCAl dan BRCA2 telah dikaitkan dengan tingginya

insiden kanker payudara, fungsi yang tepat dari protein ini belum sepenuhnya

diketahui. Ada data yang mendukung pendapat bahwa fosforilasi protein (ATM)

akan mengaktifkan protein BRCAl sebagai respon atas kerusakan DNA. Selanjutnya,

BRCA1 mengalami fosforilasi membentuk kompleks dengan BRCA2 dan RAD 51,

mengaktifkan perbaikan DNA oleh rekombinasi homolog (Grebenchtchikov et al.,

2004).

Oleh karena itu asosiasi protein BRCAl dan BRCA2 dengan Rad 51 akan

mengontrol integritas genomik dan stabilitas ,karena Rad 51 diperlukan untuk

rekombinasi mitosis meiosis dan perbaikan kerusakan untaian ganda DNA (de la

hoya et al., 2006).

a.2. gen p53:

Gen P53 (protein 53kDa), terletak di kromosom 17 pada regio p13.1,

mengkodekan faktor transkripsi p53, yang merupakan regulator kunci dari pos

(35)

Kerusakan DNA, mengaktifkan p53, yang mengatur regulasi berbagai gen target

yang terlibat di dalam:

(I) Kontrol siklus sel: Biasanya dengan kerusakan atau stres pada DNA, p53

berakumulasi, mengtransaktivasi gen yang mengkode inhibitor p21 cyclin

dependent kinase, sehingga merangsang terjadi penghentian siklus sel.

(II) Perbaikan DNA: keberhasilan perbaikan DNA akan memungkinkan sel untuk

terus berfungsi secara normal.

(III) Apoptosis: Sel yang gagal memperbaiki kerusakan DNAnya akan mengalami

apoptosis.

Pada kanker payudara, mutasi p53 berkaitan erat dengan penyakit yang lebih

agresif dan memperburuk kelangsungan hidup secara keseluruhan, namun,

frekuensi ini lebih rendah pada kanker payudara dibandingkan tumor padat lainnya

(Gasco et al., 2002).

Pada kasus yang jarang, mutasi pada p53 menyebabkan kanker payudara yang

didiagnosa pada wanita sebelum usia 35 tahun. Bentuk kanker payudara familial ini

dikaitkan dengan sindrom Li-Fraumeni, yang selain terkena kanker payudara, juga

memiliki kaitan dengan kanker yang lain, seperti sarkoma jaringan lunak, tumor

(36)

multipel dan onset awalnya, terjadi pada masa kecil (De Jong et al., 2002 dan

Collado et al. 2004).

Gambar Apoptosis dari

:

http://www.genome.jp/keggbin/show_pathway?scale=0.82&query=&map=hsa04210&scale=1.0&

(37)

a.3 Gen telangiectasia Ataksia (ATM) bermutasi:

Ataksia telangiectasia (AT) adalah gangguan resesif autosomal yang ditandai

dengan ataksia cerebellar, telangiektasis, cacat imunitas, dan adanya kecenderungan

untuk keganasan. Gen ATM mengkode protein yang terlibat dalam kontrol siklus sel

dan perbaikan DNA namun gen tunggal pada 11q dapat menyebabkan penyakit

(Ergul and Sazci., 2000 dan Axilbund et al., 2011).

a.4. Gen PTEN :

Mutasi pada gen PTEN(fosfatase dan homologi TENsin) bertanggung jawab

menyebabkan penyakit Cowden, yang di samping kanker payudara tampak adanya

beberapa hamartomas di kulit dan saluran pencernaan. Gen PTEN, terletak pada

kromosom 10Q, mengkode protein tirosin fosfatase dengan homologi tensin. Mutasi

somatik pada gen PTEN jarang terjadi pada kanker payudara (Ergul and Sazci., 2000

dan Axilbund et al., 2011)

2.1.4. Klasifikasi kanker payudara:

Kanker payudara dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis histopatologi dan

(38)

2.1.4.a - Histopatologi Jenis Kanker Payudara

WHO classification of Carcinoma of the breast

1. NonInvasive Carcinoma

Ductal Carcinoma in situ

Lobular Carcinoma in situ

2. Invasive Carcinoma

Invasive ductal carcinoma

Invasive lobular carcinoma

Mucinous carcinoma

Medullary carcinoma

Papillary carcinoma

Tubular carcinoma

Adenoid cyst carcinoma

Secretory (juvenile) carcinoma

Apocrine carcinoma

Carcinoma with metaplasia

Inflamatory carcinoma

Other (specify)

3.1. Paget’s Disease of the Nipple

(Wood W.C. et al., 2005)

2.1.4.b Klasifikasi TNM :

Tumor-node-metastasis (TNM) adalah sistem yang dikembangkan oleh Pierre

(39)

berdasarkan atribut morfologi utama tumor ganas yang dianggap mempengaruhi

prognosis penyakit: ukuran tumor primer (T), keberadaan dan tingkat keterlibatan

kelenjar getah bening regional (N), serta adanya metastasis jauh (M). International

Union Against Cancer (IUAC) menyajikan klasifikasi klinis kanker payudara

berdasarkan sistem TNM pada tahun 1958, dan American Joint Committee on

Cancer (AJCC) menerbitkan sebuah sistem staging kanker payudara berdasarkan

TNM dalam manual stadium kanker pertama mereka pada tahun 1977. Dan sejak

saat itu, revisi reguler telah dilakukan untuk memperlihatkan kemajuan besar dalam

diagnosis dan pengobatan. Dalam revisi tahun 1987, perbedaan antara versi AJCC

dan IUAC dari sistem TNM dihapuskan (Singletary and Connolly, 2006).

2.1.5. Staging Kanker Payudara:

Staging atau stadium kanker payudara bergantung pada kriteria klinis dan

patologis dimana hal ini berguna dalam pengobatan dan prognosis penyakit. Metode

staging yang digunakan saat ini tergantung pada sistem TNM.

Karena sistem TNM merupakan penggabungan dari AJCC dan IUAC (Singletary

and Connoly., 2006), maka tidak ada lagi perbedaan di antara keduanya.

(40)

2.1.6. Diagnosa Kanker Payudara

Diagnosa kanker payudara didasarkan pada interpretasi atas informasi dari

(41)

mamografi, ultrasonografi, pemeriksaan sitologi dan sejumlah teknik lainnya, tetapi

hasil dari masing-masing akhirnya memerlukan konfirmasi dengan pemeriksaan

histologis jaringan yang relevan (Margolese et al., 2003).

2.1.6.a. Diagnosa Klinis

:

a.1. Riwayat medis:

Sebagian besar keluhan tentang payudara bukan terkait kanker. Kondisi jinak

jauh lebih sering dari kondisi ganas, tetapi tanda-tanda dan gejala kanker tidak unik

sehingga sukar dibedakan dengan kondisi jinak. Untuk alasan ini, setiap gejala yang

berkaitan dengan payudara meningkatkan kemungkinan akan adanya kanker

(Margolese., 2003).

Riwayat medis meliputi evaluasi keluhan yang terkait dengan payudara, ini

meliputi:

a. Gejala pada lesi primer:

• Massa pada payudara ter asuk durasi, peru aha ukura , da se sasi yeri.

• Puti g / areola ya g erdarah.

• Ulkus atau ke eraha pada kulit payudara.

(42)

• I for asi te ta g asalah payudara sebelumnya, aspirasi ataupun biopsy

payudara.

• Jika pasie telah e gala i histerekto i, alasa u tuk operasi da apakah

ovarium telah diangkat.

• Riwayat terapi sulih hor o da ko trasepsi oral saat i i atau se elu ya.

• Riwayat reproduksi, usia menarche dan menopause serta tanggal periode

menstruasi terakhir.

• Riwayat keluarga ya g er at sa gat pe ti g, teruta a e ge ai payudara da

kanker ovarium, ini berkaitan dengan sindrom genetik kanker keluarga yang

mempengaruhi kanker payudara. (Margolese et al., 2003)

a.2. Pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi payudara dan dinding

dada serta kelenjar getah bening aksila supraklavikula. Ini harus dilakukan secara

sistemik dan profesional dengan lingkungan yang nyaman dan santai serta menjamin

privasi pasien. Pada wanita premenopause yang terbaik diperiksa adalah satu

minggu setelah onset haid terakhir mereka, yaitu ketika kekenyalan dan

(43)

Tanda-tanda fisik pada pasien dengan kanker payudara dapat mencakup satu

atau beberapa hal berikut:

a.2.1. Massa payudara:

Terdeteksi adanya massa payudara adalah keluhan yang paling umum yang

membuat wanita mencari nasihat medis. Kuadran luar atas payudara adalah tempat

lesi kanker yang paling sering. Kekenyalan massa, ketidakteraturan, perlekatannya

pada kulit, dan edema atau retraksi dari kulit di atasnya mengarah pada keganasan

(Raina et al., 2005).

a.2.2. Discharge pada puting:

Discharge puting spontan, baik dari satu payudara saja, dan terbatas pada satu

saluran meningkatkan kemungkinan kanker. Discharge akibat kanker biasanya

mengandung darah. Perubahan puting terkait dengan kanker berupa retraksi,

infiltrasi langsung, atau penyakit Paget. Penyakit Paget pada puting susu terjadi

karena sel-sel ganas yang menyerang epidermis puting. (Margolese et al., 2003).

a.2.3. Perubahan kulit:

Retraksi kulit diakibatkan pemendekan ligamen Cooper karena diinfiltrasi oleh

(44)

mungkin disertai dengan kemerahan. Juga nodul satelit dermal menandakan

penyebaran ke kulit (Margolese et al., 2003).

2.1.6.b. Diagnosa secara radiologis:

b.1. Mammografi:

b.2. USG (sonografi):

b.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI):

2.1.6.c. Aspirasi Jarum Halus:

Aspirasi jarum halus (FNA) dilakukan untuk membedakan kista dengan tumor

padat dan untuk memperoleh spesimen sitologi. Jika cairan yang diperoleh, maka

kista dievakuasi total. Hilangnya massa yang teraba secara keseluruhan tanpa

perdarahan (haemocult-negatif) merupakan indikasi dari kista sederhana (Giard and

Herman, 1992).

2.1.6.d. Biopsi:

Biopsi dapat berupa

-. Biopsi kulit:

-. Biopsi inti:

-. Biopsi inti dipandu USG:

-. Biopsi bedah terbuka:

(45)

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara

biasanya diklasifikasikan sebagai berikut:

e.1. Pemeriksaan laboratorium umum:

Ini digunakan untuk mengetahui kondisi umum pasien. Pemeriksaan ini

termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, asam

urat, dan penanda tulang seperti kalsium, fosfor dan fosfatase alkali (Margolese et

al., 2003).

e.2. Tumor marker payudara (Harris et al.,2007)

Tabel berikut memuat tumor marker yang lazim diperiksa untuk membantu

menegakkan diagnosa pada sangkaan suatu kanker payudara:

(46)

endokrin.

Karena kanker payudara adalah kanker yang menyebabkan kematian yang tinggi

pada wanita di negara-negara di seluruh dunia, maka program skrining telah

diperkenalkan untuk memfasilitasi temuan kasus di kalangan wanita tanpa gejala

terutama yang teridentifikasi dengan faktor risiko(Elmore et a.l, 2002. Dan Smigal et

al., 2006).

Tujuan dari skrining kanker payudara adalah deteksi dini keganasan pada tahap

yang diharapkan dapat menurunkan angka kematian (Autier, 2002).

2.2. PENANDA TUMOR KANKER PAYUDARA

(47)

Tumor marker adalah suatu zat yang dapat dideteksi dalam jumlah yang lebih

tinggi pada urin, darah atau jaringan dari pasien penderita kanker. Zat ini dapat

berupa protein, enzim, bahan biokimia atau antigen (Henry and Hayes, 2006).

2.2.2. Kepentingan klinis:

Tumor marker dapat dihasilkan baik oleh kanker sendiri atau oleh tubuh sebagai

respon terhadap kanker. Secara umum, kadar penanda tumor lebih rendah pada

tahap awal penyakit (tapi masih lebih tinggi dari normal) dan meningkat pada

penyakit tahap lanjut. Selanjutnya, titernya turun sebagai respon terhadap

pengobatan dan meningkat kembali ketika kanker berkembang (Henry and Hayes,

2006).

Namun, Perkins et al. (2003) menyatakan bahwa penanda tumor tidak cukup

spesifik untuk digunakan sendiri dalam mendiagnosa kanker. Kadar penanda tumor

dapat meningkat pada orang dengan penyakit jinak, selain itu mereka tidak

meningkat pada setiap orang dengan kanker, terutama mereka dengan stadium

awal penyakit.

2.2.3. Klasifikasi:

Sejumlah besar penanda ada pada kanker payudara .Penanda ini dapat

diklasifikasikan ke dalam penanda konvensional, penanda diagnostik, skrining dan

(48)

2.2.3.a. Penanda Konvensional:

Ada beberapa penanda tumor berbasis serum untuk kanker payudara, seperti CA

15-3, CA 27-29, CEA, dan CA 19-9, namun penanda konvensional ini tidak sensitif

dan tidak spesifik. Selain itu, mereka tidak dapat digunakan sebagai faktor

prognostik independen. Penanda yang paling banyak digunakan adalah CA 15-3 dan

CEA (Duffy, 2006).

a.1. Carcinoembryonic Antigen (CEA):

Antigen Karsino Embrionik diidentifikasi pada tahun 1965 oleh Gold dan

Freedman, sebagai antigen pertama manusia yang terkait dengan penyakit kanker,

dan merupakan salah satu penanda tumor yang paling banyak digunakan sampai

saat ini. Awalnya dianggap spesifik untuk kanker usus besar tetapi penelitian

berikutnya membuktikan keragaman fungsinya. Dihasilkan oleh jaringan kanker

payudara yang kemudian disekresikan ke dalam darah dan cairan tubuh. Ditemukan

juga bahwa CEA konsentrasi tinggi preoperatif, berhubungan dengan prognosa yang

buruk pada kanker payudara (Duffy, 2006).

a.2. Karbohidrat antigen (CA 15-3):

CA 15-3 bernilai rendah untuk deteksi dini kanker payudara karena

sensitivitasnya rendah (33%), dengan demikian tidak dapat digunakan untuk tujuan

(49)

memantau dan mendeteksi kekambuhan pada pasien yang didiagnosa dengan

kanker payudara, namun American Society of Clinical Oncology (ASCO) tidak

membenarkan penggunaan rutin CA 15-3 pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis

asimtomatik karena kurangnya kepekaan dan efektivitas rendah CA 15-3 untuk

deteksi dini kekambuhan (30% dari pasien dengan penyakit berulang ternyata

levelnya tidak meningkat, sementara 8% tanpa kekambuhan terdeteksi ada) (Duffy,

2006)

CA 15-3 ternyata juga terdeteksi pada pasien dengan kanker saluran

pencernaan, kanker paru-paru, kanker ovarium, kanker serviks, kanker prostat dan

kanker pankreas. Oleh karena itu, CA 15-3 tidak cukup spesifik sebagai penanda

untuk mendeteksi kasus kanker payudara (Jones, 1999).

2.2.3.b. Penanda Diagnostik:

O'Brien (2002)mengemukakan bahwa penanda baru seperti mammaglobin, telah

memberikan harapan sebagai penanda tambahan kanker payudara primer dan juga

digunakan untuk mendeteksi metastase tersembunyi. Sensitivitasnya mencapai 86%.

Deteksi dini sel-sel kanker payudara yang beredar dalam sirkulasi dengan metode

morfologi telah ditingkatkan menjadi metode sensitif berbasis PCR (Bae et al.,2000).

Lacroix (2006) melaporkan bahwa deteksi sel tumor dalam sirkulasi

(50)

wawasan tentang perilaku biologis dari tumor primer individu, tetapi juga dapat

memberikan informasi prognostik yang berharga yang dapat dengan mudah

dipantau sepanjang perjalanan penyakit. Penanda epigenetik, seperti sekuens

metilasi DNA, akan memungkinkan deteksi kanker payudara tanpa bantuan

mammografi.

2.2.3.c. Penanda prognosis:

Penanda prognosis menunjukkan kemungkinan hasil seperti kekambuhan tumor

atau kelangsungan hidup pasien, terlepas dari pengobatan yang diterima pasien

(Ross et al., 2003.).

Duffy (2006) menyatakan bahwa fitur kunci dari penanda prognostik yang

berguna secara klinis termasuk kemudahan dan keandalan pemeriksaan; konfirmasi

bahwa jenis perawatan yang digunakan tidak mempengaruhi makna prognostiknya;

dan bahwa penanda menyediakan informasi hasil penyakit yang independen dari

status faktor klasik lainnya.

Gen HER-2 diamplifikasi atau diekspresikan sebesar 20-30% dari semua kanker

payudara invasif. Amplifikasi atau ekspresi berlebihan umumnya dikaitkan dengan

prognose yang buruk (Ross et al., 2003).

Penanda lain yang digunakan untuk menentukan prognosis pada kanker

(51)

adalah untuk melihat respon hormon pada kanker payudara, namun pasien dengan

ER positif cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada ER-negatif pasien,

setidaknya untuk 5-6 tahun pertama setelah diagnosis awal (Duffy, 2006).

Pasien dengan nodul negatif pada aksila dan dengan UPA dan PAI-1 level rendah,

memiliki probabilitas rendah terkena penyakit berulang dan dengan demikian akan

dapat mengurangi biaya kemoterapi tambahan. (Harbeck et al., 2002).

2.2.3.d. Penanda prediktif:

Sebuah penanda prediktif dapat didefinisikan sebagai faktor yang menunjukkan

sensitivitas atau resistensi terhadap pengobatan tertentu. Ada dua jenis penanda

prediktif: Penanda yang memprediksi kemungkinan bahwa kanker payudara akan

berkembang pada wanita yang saat ini bebas penyakit (penanda predisposisi); dan

penanda yang dapat memprediksi apakah suatu kasus baru atau kasus kekambuhan

dapat merespon terapi tunggal atau kombinasi (Ross et al, 2003 dan Duffy., 2005).

d.1. Penanda predisposisi:

Peto (2002) menyatakan bahwa kanker payudara familial meliputi sekitar 25%

dari semua kasus penyakit pada wanita yang berusia kurang dari 30 tahun. Kelainan

genetik baik BRCA 1 atau BRCA2 tampaknya mengakibatkan sekitar 90-95% dari

kasus kanker payudara keluarga dengan sisanya disebabkan oleh lain, terutama gen

(52)

d.2. Prediksi respon terhadap terapi:

Status HER-2/neu pada kanker payudara yang baru didiagnosa dapat berfungsi

baik sebagai faktor prognostik yang berdiri sendiri dan sebagai faktor prediktif untuk

respons terhadap terapi trastuzumab (Ross et al., 2003). Antibodi monoklonal yang

diarahkan terhadap HER-2. Ketika diberikan dengan kemoterapi untuk kanker

payudara lanjut yang HER-2-positif, menunjukkan untuk peningkatan maupun

kelangsungan hidup secara keseluruhan (25,1 vs 20,3 bulan, p = 0,046) dibandingkan

dengan kemoterapi saja (Slamon et al., 2001).

Menurut pedoman Eropa (EGTM) dan Amerika (ASCO), pemeriksaan ER harus

dilakukan pada semua pasien dengan kanker payudara (Molina et al, 2005). PR harus

diperiksa bersama dengan ER, karena pasien yang memiliki kedua reseptor lebih

mungkin menerima manfaat dari terapi hormon dibandingkan mereka yang memiliki

ER tapi kurang PR. Juga penemuan modulator respon estrogen dan aromatase

inhibitor, telah menambahkan strategi baru untuk mengevaluasi tumor pada terapi.

2.3. Mammaglobin

Gen mammaglobin manusia (h-MAM) mengkode sekresi protein

mammaglobin-A, yang berkaitan dengan kanker payudara manusia. Selain itu, ekspresinya juga

(53)

manusia dan simpanse dan tidak ada pada genom mamalia lain (Watson et al.,

1998).

2.3.1. Gen Mammaglobin manusia:

Watson dan Fleming tahun 1996, mengidentifikasikan sebuah gen baru yang

hanya terdapat dalam jaringan payudara. Gen ini, yang dikenal sebagai

mammaglobin (MG), mengkodekan protein dengan 93 asam amino dan massa

molekul seberat 10.5kDa (Watson and Fleming, 1996).

Gen h-MAM dipetakan pada kromosom 11q12.3-q13.1; kromosom yang

(54)

h-MAM terdiri dari tiga ekson (119 bp, 188 bp dan 199 bp) dan dua intron (603 bp dan

1888 bp) (Watson et al., 1998 dan Cerveira et al. 2004).

Gen h-MAM menampilkan dua karakteristik yang menunjukkan bahwa

ekspresinya relevan dengan biologi kanker payudara. Pertama, analisa Nothern blot

dan analisa RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi gen h-MAM terbatas pada kelenjar

air susu. Kedua, kadar mRNA mammaglobin yang tinggi hanya muncul pada sel

tumor payudara (Watson et al., 1998. dan Raynor et al., 2002) .

2.3.2. Kimia dari Protein Mammaglobin:

Mammaglobin-A berukuran sangat kecil, terglikosilasi tinggi,dan secara aktif

mensekresi 10,5 kDa glikoprotein. Mammaglobin-A memiliki 93-asam amino urutan

polipeptida dan dengan 19 asam amino hidrofobik urutan sinyal peptida (Span et al,

2004).

Mammaglobin-A adalah anggota dari keluarga protein sekretori epitel, dikenal

dengan nama uteroglobin, terletak pada kromosom 11q12.2 (Span et al., 2004). Ada

dua fungsi utama uteroglobin dan sekretoglobin lain yang paling sering dipelajari.

Fungsi pertama adalah pengikatan ligan, karena mereka dapat mengikat steroid dan

fibronektin. Fungsi kedua adalah sifat anti-inflamasi, yang mana kurangnya

uteroglobin dikaitkan dengan peningkatan ekspresi sitokin inflamasi seperti

(55)

Mammaglobin-A alamiah membentuk suatu heterodimer dengan lipophilin-B

(anggota keluarga uteroglobin yang diekspresikan dalam jaringan payudara dan

jaringan lain), yang dikenal sebagai kompleks protein mammaglobin (mammaglobin

/ lipophilin-B) dalam suatu ikatan kovalen, dan dimerisasi ini sangat penting untuk

stabilisasi protein mammaglobin-A. Lipophilin-B mRNA diekspresikan dalam 70%

tumor payudara dan menunjukkan korelasi kuat dengan profil ekspresi mRNA dari

mammaglobin (Carter et al., 2003).

2.3.3. Kegunaan klinis:

2.3.3.a. Mammaglobin-A sebagai Marker untuk Kanker Payudara:

Ekspresi Mammaglobin-A merupakan penanda sensitif dan spesifik untuk sel-sel

epitel payudara neoplastik dan memberikan bukti yang cukup menjanjikan sebagai

penanda molekuler untuk deteksi dini, staging, prognosis, dan/atau pemantauan

kekambuhan kanker payudara(El-Sharkawy et al., 2007; Bernstein et al., 2005; Silva

et al., 2002).

Ekspresi Mammaglobin merupakan faktor prognostik independen yang kuat

untuk kekambuhan atau bebasnya pasien dari kanker payudara primer. (Núñez-Villar

et al., 2003 dan Span et al., 2004).

(56)

a.1.a Ekspresi spesifik pada Payudara:

Ekspresi gen Mammaglobin tidak terdeteksi pada jaringan epitel rahim, prostat,

kolon, paru maupun ovarium. Selain dari kelenjar susu pada payudara, mRNA

mammaglobin tidak dapat dideteksi dalam jaringan non neoplastik lainnya. Hasil ini

menunjukkan potensi penggunaan ekspresi gen mammaglobin sebagai penanda

yang sangat spesifik untuk kanker payudara (Bernstein et al., 2005).

Pada tumor payudara primer, peningkatan ekspresi mammaglobin bertepatan

dengan kejadian metaplasia. Dalam jaringan payudara jinak dengan epitel apokrin

metaplastik, immunoreaktivitas mammaglobin tampak di dalam epitel maupun

dalam cairan kista apokrin. Kekhususan pola-pola pewarnaan imunohistokimia (IHC)

yang positif didokumentasikan oleh sinyal yang berasal dari spesimen identik yang

diinkubasi dengan serum kelinci praimun atau antiserum prainkubasi

antimammaglobin (Watson et al., 1999 and Gillanders, 2005).

Ada beberapa penelitian yang menggunakan mammaglobin untuk mendeteksi

sel-sel metastase tumor payudara dalam darah, kelenjar getah bening, sumsum

tulang (Zehentner et al., 2004) dan paru-paru (Koga et al., 2004).

Penelitian-penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan mammaglobin

sebagai penanda molekul untuk sel kanker payudara. Ekspresi Mammaglobin yang

(57)

kanker payudara berbasis mammaglobin, misalnya dengan menargetkan tumor

kanker payudara dengan antibodi mammaglobin, imunoterapi dengan target

mammaglobin dan terapi vector gen dengan mammaglobin sebagai promotor

ekspresi Bax, yang akan membantu apoptosis sel tumor payudara (Sjödin, 2005).

a.1.b. Kontrol ekspresi pada subyek sehat dan payudara non-kanker:

Penanda molekuler selain h-MAM, terekspresi pada sel-sel normal dalam darah

tepi (Peripheral Blood/PB) atau sumsum tulang (Bone Marrow/BM) subyek sehat,

dan pada pasien dengan keganasan hematologi. Tidak seperti h-MAM, mereka

tampaknya tidak cukup spesifik untuk digunakan untuk mendeteksi sel-sel kanker

payudara bekas (Corradini et al., 2001).

Transkripsi h-MAM tidak dapat dideteksi dalam sampel PB dari 180 orang wanita

sehat, sehingga, ia tidak memiliki hasil positif palsu (spesifisitas 100%) dalam

kelompok tersebut. Selain itu, transkripsi h-MAM menunjukkan spesifisitas 97%

pada pasien dengan keganasan lain di luar kanker payudara. 3% positif palsu yang

tersisa di miliki keganasan limfoid (Leukemia limphobalstik akut, limfoma sel mantel

dan karsinoma timus (Grunewald et al., 2000; Silva et al., 2002; Cerveira et al., 2004;

dan Zehentner et al., 2004.).

a.2. Sensitivitas mammaglobin:

(58)

Menggunakan metode pewarnaan IHC, Watson et al. (1999)menunjukkan bahwa

80% dari karsinoma sel duktal memperlihatkan pewarnaan yang kuat pada protein

mammaglobin. Menariknya, hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa pewarnaan

dapat membedakan mana tumor yang berdiferensiasi baik (78%), berdifensiasi

sedang (67%), dan berdiferensiasi buruk(63%).

Menggunakan RT-PCR assay, Corradini et al. (2001) mempelajari ekspresi HER-2

dan h-MAM dari tiga puluh spesimen bedah yang diperoleh dari kasus yang

didiagnosa secara histologi merupakan kanker payudara primer. Ekspresi penanda

yang ada, berkisar 63% untuk HER-2 dan 97% untuk h-MAM, hal mana menunjukkan

sensitivitas superior dari h-MAM atas penanda lainnya.

a.2.b. mRNA Mammaglobin dalam darah perifer pasien kanker payudara:

Insiden terdeteksinya transkripsi mRNA h-MAM sampel darah tepi pasien kanker

payudara dipelajari oleh Zach et al. (1999). Hasil positif dicatat dalam 28% pasien

pada saat diagnosis, 49% pasien dengan penyakit metastase, dan 6% dari pasien

yang terbebas penyakit setelah kemoterapi jangka panjang untuk stadium I hingga

III.

Grunewald et al. (2000) menunjukkan bahwa ekspresi h-MAM berkorelasi secara

signifikan dengan status nodul, peningkatan serum CA15-3, dan terjadinya

(59)

HER-2 dan CK-19 tidak berkorelasi dengan salah satu fitur klinis atau patologi kanker

payudara ini. Dalam konteks spesifisitas diagnostik, transkripsi h-MAM tidak tampak

pada sampel darah relawan sehat atau pasien dengan keganasan hematologi.

Sebaliknya, HER-2 dan CK-19 yang diperiksa dengan nested RT-PCR memperlihatkan

hasil positif palsu yang tinggi. Transkripsi HER-2 dan CK-19 terdeteksi pada 25% dan

10% masing-masing pada pasien dengan keganasan hematologi serta CK-19

ditemukan dari 39% sukarelawan yang sehat.

Penelitian lebih lanjut juga dilakukan oleh Zehentner et al. (2004). Menggunakan

real time RT-PCR, mRNA mammaglobin terdeteksi pada 61% sampel darah perifer

(PB) dari pasien yang secara histologis terbukti kanker payudara. Deteksi

Mammaglobin tidak berkorelasi dengan usia, paritas, atau status menopause

penderita kanker payudara yang diperiksa.

a.2.c. Sirkulasi protein Mammaglobin dalam serum pasien kanker payudara:

Zehentner et al. (2004) mencatat bahwa protein mammaglobin yang beredar

terdeteksi pada 54/142 sampel serum wanita dengan kanker payudara dengan

spesifisitas 97% pada kontrol sehat.

a.2.d. Ekspresi mammaglobin pada kelenjar getah bening dari pasien kanker

(60)

Mammaglobin, suatu penanda spesifik mRNA jaringan, terdeteksi lebih dari 60%

kelenjar getah bening pasien dengan kanker payudara metastatik, tapi tidak pada

kelenjar getah bening normal dari pasien non-kanker (Watson et al., 1999).

Hasil biopsi sentinel kelenjar getah bening (SLN) sangat prediktif menunjukkan

keterlibatan kelenjar getah bening aksila pada kanker payudara. Analisa SLN saat

operasi dapat mengurangi biaya dan komplikasi, namun, metode histopatologi yang

ada kurang standar dan menunjukkan kurangnya sensitivitas. Metode molekuler

yang cepat dapat meningkatkan diagnose metastase SLN intraoperatif (Backus et al.,

2005).

Backus et al. (2005) mengidentifikasi tujuh penanda untuk mendeteksi metastase

kanker payudara. Hasilnya dipakai untuk mengidentifikasi metastase klinis dalam

kelenjar getah bening dengan menggunakan analisa RT-PCR pada SLN dari 254

pasien kanker payudara. Kombinasi optimal dua gen, mammaglobin dan cytokeratin

19, terdeteksi secara klinis bermetastase dalam pemeriksaan pada SLN payudara

dengan sensitivitas 90% dan spesifisitas 94%. Mereka menyarankan pemeriksaan

molekuler intraoperatif menggunakan penanda tersebut yang memiliki potensi

secara signifikan mengurangi kebutuhan operasi kedua untuk pasien yang menjalani

pembedahan SLN.

(61)

mRNA Mammaglobin terdeteksi pada 64% dari aspirasi sumsum tulang dari

pasien kanker payudara dengan metastase (Corradini et al., 2001 dan Silva et al,

2002). Ekspresi menggunakan RT-PCR untuk penanda kanker payudara dari aspirasi

sumsum tulang(BM) berkisar dari 0% untuk CEA dan 63% untuk CK-19. Tidak seperti

h-MAM, penanda lainnya menunjukkan hasil positif palsu yang tinggi (Mikhitarian et

al., 2008).

a.2.f. Ekspresi Mammaglobin pada efusi serosa:

Passebosc-Faure et al. (2005) mengevaluasi panel penanda molekuler untuk

deteksi sel kanker pada efusi serosa dan untuk menentukan nilai mereka sebagai

penunjang transkripsi RT-PCR pada pemeriksaan sitologi. Pada RT-PCR sebanyak 114

pasien dengan efusi serosa yang berasal dari 71 pasien dengan tumor dan 43 pasien

dengan penyakit jinak dinilai ekspresi antigen Carcinoembryonic (CEA), sel epitel

molekul adhesi (Ep-CAM), E-kaderin (CDH1), mammaglobin B, musin 1 (MUC1)

isoform MUC1/REP, MUC1 / Y dan MUC1 / Z, calretinin (CALB2), dan gen tumor

Wilms. CEA dan mammaglobin secara khusus terekspresi pada keganasan epitel, dan

mammaglobin terutama terekspresi pada efusi dari payudara karsinoma (spesifitas

(62)

Mereka menyimpulkan bahwa analisa RT-PCR dari CEA, Ep-CAM, dan

mammaglobin-B pada efusi serosa bisa menjadi tambahan yang bermanfaat untuk

sitologi diagnosa keganasan (Passebosc-Faure et al., 2005).

2.3.4. Mammaglobin dalam Perbandingan dengan Penanda Kanker Payudara yang

digunakan saat ini:

Mammaglobin menjadi penanda yang sangat menjanjikan untuk aplikasi

pengelolaan kanker payudara. Sangat spesifik untuk jaringan epitel payudara,

sementara penanda lain menunjukkan ekspresi dalam jaringan selain payudara

(Corradini et al., 2001).

Overekspresi HER-2 juga ditemukan dalam keganasan yang lain selain payudara,

seperti karsinoma ovarium(25-30%), adenokarsinoma duktus pankreas (24%),

karsinoma sel skuamosa kepala dan leher(24%), adenokarsinoma lambung (15,2%),

dan karsinoma kolorektal (3%) (Hellstrom et al., 2001).

Namun demikian, penanda di luar mammaglobin diekspresikan secara positif

palsu dalam kontrol negatif; karenanya, penggunaannya sebagai penanda untuk

kanker payudara masih dipertanyakan, dimana saat ini sangat dibutuhkan penanda

khusus payudara untuk aplikasi klinis (Corradini et al., 2001). Mengingat sensitivitas

diagnostik, mammaglobin tampaknya juga menjadi penanda yang cukup

(63)

2.3.5. Metode Assay:

2.3.5.a. Pewarnaan pada imunohistokimia (IHC):

Analisis imunohistokimia rutin dilakukan melalui sisntesa peptida yang sesuai

dengan peptida 16-residu (EVFMQLIYDSSLCDLF) pada urutan protein terminal C

mammaglobin yang berkonjugasi pada karier(Carrier) yang kemudian disuntikkan ke

kelinci untuk menghasilkan antibodi antimammaglobin pada kelinci poliklonal.

Reagen ini digunakan dalam survei besar tumor payudara primer dari berbagai kelas

dan jenis histologi. Kekhususan dari antibodi yang dihasilkan dikonfirmasi dengan

analisis Western blot dari beberapa cell-line tumor payudara manusia dan kanker

payudara primer manusia yang diperiksa sebelumnya untuk ekspresi mRNA

mammaglobin(Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

Pola pewarnaan mammaglobin dominan tersebar dalam sel tumor dan

sitoplasma, meskipun beberapa sel menunjukkan pewarnaan lokal yang intens

berdekatan dengan nukleus. Dalam jaringan payudara nonneoplastik, sel-sel epitel

positif terlihat jarang dan tersebar dalam lobulus asinus tipe I dan tipe II dan dalam

sel-sel kolumnar dari duktus terminal (Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

2.3.5.b. RT-PCR:

Cerveira et al. pada tahun 2004 mengevaluasi sensitivitas teknik RT-PCR standar

(64)

dengan pendekatan yang lebih lugas: satu langkah RT-PCR(Sintesis cDNA dengan

primer spesifik MGB –I dan PCR tunggal dalam reaksi yang sama, diikuti oleh

nested-PCR dengan primer MG3 dan MG4 dalam tabung reaksi dingin yang sama sepanjang

waktu untuk mencegah amplifikasi non-spesifik). Semua kasus yang dipelajari dalam

rangkap dua, dengan analisa simultan dari kontrol negatif (donor darah), kontrol

positif (jaringan payudara) dan kontrol air. Primer untuk nested-PCR dan PCR tunggal

berasal dari sekwens dengan nomor akses Genbank U3314710 dan dirancang

membatasi rentang ekson-ekson untuk mencegah amplifikasi DNA genomik.

Untuk memeriksa integritas setiap sampel mRNA dan cDNA, dilakukan amplifikasi

gen kontrol beta-2-mikroglobulin (B2M; Genbank nomor akses NM004048) satu

putaran tunggal PCR dengan kondisi yang identik untuk primer spesifik MGB-I

(Cerveira et al., 2004).

Kemampuan deteksi metastase tersembunyi oleh RT-PCR sangat sensitif, yakni

mampu mendeteksi sedikitnya satu salinan RNA untuk dikopi menjadi gen yang

diekspresikan sampai 1.000 kopi / sel. Penggunaan kuantitatif real-time-PCR

berdasarkan ambang batas pada sampel klinis, mengakibatkan ekspresi signifikan

tingkat klinis RNA sehingga hasil positif palsu menjadi minimal (Backus et al., 2005).

Kuantitasi h-MAM mRNA berhasil dicapai dengan realtime RT-PCR kuantitatif,

Gambar

Gambar 1, Anatomi payudara
Gambar 2, Kanker Payudara.
Gambar Apoptosis dari:
Tabel 1. Komposisi sintesis cDNA
+6

Referensi

Dokumen terkait

IKAHI, Jakarta, 2008 Hlm... Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Anggapan bahwa suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruksi sedemikian

Tekanan darah sistolik lansia penderita hipertensi di Posyandu Lansia Wreda Pratama Bangunjiwo Kasihan Bantul setelah pemberian rebusan daun alpukat masuk kategori pre

Sistem Informasi Akuntansi ” , dengan menyadari segala keterbatasan atas kemampuan dan ilmu pengetahuan yang penulis miliki, maka dalam penyususnan skripsi ini juga tidak

Misalnya, bila dalam suatu biram a terdapat nada f (pada spasi pertam a) dan terdapat pula nada f tinggi (pada garis ke lim a).

Jumlah dana yang diserap berada di atas target minimum pemerintah sebesar Rp 4 triliun, dan jumlah incoming bids pada lelang kemarin lebih tinggi dibandingkan dengan

Pada tahap proses ini antagonisme antar mikroorganisme terjadi, dan reaksi kimia komplekpun terjadi antara residu lignin, limbah yang terdegradasi serta protein mikroba yang

Subyek penelitian ini adalah 3 (tiga) siswa kelas VIII yang tercatat sebagai siswa yang kurang dalamberdisiplin disekolah. Teknik pengumpuian data yang digunakan adalah:

Selain itu juga ada tipe external Whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak