• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKPRESI m-rna MAMMAGLOBIN PADA DARAH PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE DI KOTAMADYA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "EKPRESI m-rna MAMMAGLOBIN PADA DARAH PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE DI KOTAMADYA MEDAN"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

EKPRESI m-RNA MAMMAGLOBIN PADA DARAH PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE

DI KOTAMADYA MEDAN

TESIS

OLEH

SURJADI RIMBUN 087008004/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(2)

EKPRESI m-RNA MAMMAGLOBIN PADA DARAH PENDERITA KANKER PAYUDARA DENGAN METASTASE

DI KOTAMADYA MEDAN

TESIS

Diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh Gelar Magister Biomedik

Dalam Program Studi Magister Ilmu Biomedik Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Oleh

SURJADI RIMBUN 087008004/BM

PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

(3)

Judul Penelitian : Ekspresi mRNA mammaglobin pada darah penderita kanker payudara dengan metastase di Kotamadya Medan

Nama Mahasiswa : Surjadi Rimbun Nomor Pokok : 087008004/BM Program Studi : Studi Biomedik

Menyetujui Komisi Pembimbing

dr. Yahwardiah Siregar Ph.D Ketua

dr. Emir T. Pasaribu SpB-Onk Anggota

Ketua Program Studi Dekan Fakultas Kedokteran USU

(dr. Yawardiah S. Ph.D) (Prof.dr. Gontar A. Siregar SpPD-KGEH)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : Maret 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D

Anggota : 1. dr. Emir T. Pasaribu, Sp.B.Onk (K) 2. Prof. dr. Azmi S.Kar, Sp.PD. KHOM

3. dr. Sry Suryani Widjaja, M.Kes

(5)

Abstrak

Kanker payudara adalah salah satu masalah utama pada wanita di seluruh dunia.

Meskipun reseksi kuratif jelas, penyebaran metatasis selanjutnya menjadi masalah klinis utama pada sekitar 30% dari semua pasien kanker payudara.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai keandalan klinis m-RNA mammaglobin sebagai penanda sirkulasi sel kanker pada pasien kanker payudara dan untuk mempelajari relevansi ekspresinya dalam darah. Untuk menentukan baik potensi dan batas-batas penanda untuk tujuan diagnostik, darah yang positif dianalisa dalam kaitannya dengan karakteristik klinis dan patologis.

Penelitian ini dilakukan terhadap 29 pasien kanker payudara yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 13 pasien kanker payudara dengan metastase dan 16 pasien kanker payudara tanpa metastase. 28 pasien kanker payudara adalah jenis karsinoma duktal invasif dengan 1 pasien berjenis karsinoma lobular invasif adalah. Pasien kanker payudara telah direklasifikasi sesuai dengan kelas histologis ke kelas I (5 pasien), kelas II (4 pasien) dan kelas III (13 pasien). Semua individu dalam studi ini menjadi sasaran deteksi MAG m-RNA dalam sirkulasi sel tumor dalam darah perifer menggunakan tehnik RT-PCR.

Hasil positif untuk mammaglobin dalam sampel darah terlihat pada 38%(5/13) pasien dengan metastasis tetapi tidak pada pasien non metatstatik. Ekspresi m-RNA mammaglobin berkorelasi dengan tumor metastatik (P = 0,011).MAG berlebih pada jaringan payudara secara signifikan positif pada tumor grade rendah (I dan II) dibandingkan yang grade tinggi (III).

Mammaglobin adalah penanda tumor spesifik kanker payudara yang dapat memprediksi prognosis kanker payudara dan hasil penelitian kami menunjukkan bahwa penanda bisa sebagai pemeriksaan yang kurang-invasif dalam mendeteksi kanker payudara metastase.

Kata kunci: kanker payudara, mRNA mammaglobin, darah perifer, RT-PCR

(6)

ABSTRACT

Breast cancer is a major problem among females all over the world. Despite apparent curative resection, subsequent development of metastatic spread presents a major clinical problem in about 30% of all breast cancer patients.

The aim of this study was to investigate the clinical reliability of mammaglobin m-RNA (MAG m-RNA) as a marker of circulating cancer cells in breast cancer patients and to study the relevance of its expression in blood. To define better the potential and limits of the marker for diagnostic purposes, blood positivity was analyzed in relation to clinical and pathological characteristics.

This study was conducted on 29 breast cancer patients divided into two groups, 13 breast cancer patients with metastase and 16 patients with non metastase. Most of the breast cancer patients were of the invasive ductal carcinoma type and 28 of them had associated areas of intraductal carcinoma with 1 was invasive lobular carcinoma type. Breast cancer patients were reclassified according to the histologic grade into grade I (5 patients),grade II (4 patients) and grade III (13 patients). All individuals included in this study were subjected to detection of MAG m-RNA in circulating tumor cells in peripheral blood using RT-PCR technique.

Positivity for mammaglobin in blood samples was observed in 38% of patients with metastatic but not in the non metatstatic patients. The presence of mammaglobin was correlated with metastatic tumor (P = 0.011).

MAG overexpression in breast tissue was significantly positive in low grade tumors (I and II) than in high grade ones (III).

MAG is a promising specific tumor marker of breast cancer that could predict the prognosis of breast cancer and Our results indicate that the marker could represent a potentially useful noninvasive tool to detect metatstatic breast cancer.

Key words: breast cancer, mRNA mammaglobin , peripheral blood, RT-PCR

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan kasih karuniaNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K). serta seluruh jajaran terkait, atas kesempatan dan fasilitas di Universitas Sumatera Utara yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister Biomedik di Universitas Sumatera Utara, Medan.

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. dr. Gontar A.

Siregar, Sp.PD, KGEH, dan Ketua Program Studi Biomedik, dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya sampaikan kepada dr. Yahwardiah Siregar, Ph.D, selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, bimbingan dan semangat dan saran-saran yang sangat bermanfaat mulai dari persiapan penelitian hingga penulisan tesis ini.

(8)

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada dr. Emir T. Pasaribu Sp.B Onk(K), selaku anggota komisi pembimbing, atas bimbingan, masukan, dan saran-sarannya yang sangat berharga dalam penelitian dan penulisan tesis ini.

Terima kasih juga saya ucapkan kepada dr. Arlinda Sari Wahyuni, Mkes, yang telah memberikan bimbingan statistik dalam menyelesaikan tesis ini. Juga kepada para dosen di program magister Biomedik yang telah membimbing saya selama mengikuti program S2.

Kepada Dr. Gino Tann, Ph.D, saya mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas dorongan, semangat dan bimbingan yang sangat bermanfaat sehingga memberikan inspirasi untuk menggali lebih dalam tentang semua aspek yang berkaitan dengan penelitian ini.

Saya juga mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan rasa hormat yang sebesar-besarnya kepada Ayah dan Ibu tercinta, Bapak Muralim Rimbun dan Ibu Holly Martok, yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan dorongan selama saya menjalani pendidikan di Program Magister S2 Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Kepada istri tercinta, dr. Rita Kusuma, penulis menyampaikan terima kasih yang tak terhingga atas segala pengertian dan pengorbanannya dalam penulisan tesis ini hingga selesai. Terima kasih juga kepada anak-anakku tercinta Tania, Dimitri, untuk segala pengertian dan pengorbanannya dalam mendukung cita-cita penulis.

(9)

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada segenap staf Laboratorium Klinik Terpadu FK USU Medan, dan semua pihak lainnya yang tidak disebutkan satu persatu di sini, yang telah banyak membantu serta mendukung penelitian dan penulisan tesis ini hingga selesai.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas semua budi baik yang telah diberikan.

Medan, Maret 2013 Penulis

Surjadi Rimbun

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 16 April 1966 di Medan. Menikah dengan dr. Rita Kusuma, dan mempunyai anak: Tania dan Dimitri. Menyelesaikan pendidikan kedokteran di Universitas Methodist Indonesia pada tahun 1992 dan lulus Ujian Negara di Universitas Sumatera Utara, Medan pada tahun 1993. Menjalankan masa bakti sebagai dokter Pegawai Tidak Tetap di Kabupaten Deli Serdang pada tahun 1994 – 1997. Menjalankan praktek pribadi sejak tahun 1997 – hingga sekarang.

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan umum ... 3

1.3.2. Tujuan khusus ... 4

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN 2.1. Gambaran umum Kanker Payudara ... 5

2.1.1. Epidemiologi Kanker Payudara ... 5

2.1.2. Faktor-faktor resiko Kanker Payudara ... 7

2.1.2. a Riwayat keluarga ... 8

b Kanker pada payudara lain ... 8

c. Penyakit yang sebelumnya jinak ... 9

d. Umur ... 9

e. Riwayat menstruasi dan status menopausa ... 9

f. Riwayat reproduksi dan menyusui ... 10

g. Hormon Eksogen ... 10

h. Faktor resiko akibat gaya hidup ... 11

i. Paparan radiasi pengion ... 12

2.1.3. Dasar genetika kejadian kanker payudara ... 13

2.1.3.a. Mutasi gen pada kanker payudara familial ... 13

a.1. BRCA1 dan BRCA2 ... 13

a.2. Gen p53 ... 14

a.3. ATM ... 17

(12)

a.4. Gen PTEN ... 17

2.1.4. Klasifikasi kanker payudara ... 17

2.1.4.a. Histopatologi jenis kanker payudara ... 17

2.1.4.b. Klasifikasi TNM ... 18

2.1.5. Staging Kanker payudara ... 19

2.1.6. Diagnosa kanker payudara ... 20

2.1.6.a. Diagnosa klinis ... 21

a.1. Riwayat medis ... 21

a.2. Pemeriksaan fisik ... 22

2.1.6.b. Diagnosa secara radiologis ... 23

2.1.6.c. Aspirasi Jarum halus ... 24

2.1.6.d. Biopsi ... 24

2.1.6.e. Diagnosa Laboratorium ... 24

2.1.7. Program penapisan (Skrining)... 26

2.2. Penanda Tumor pada Kanker Payudara ... 26

2.2.1. Definisi ... 26

2.2.2. Kepentingan klinis ... 26

2.2.3. Klasifikasi ... 27

2.2.3.a. Penanda konvensional ... 27

a.1. CEA... 28

a.2. CA 15-3 ... 28

2.2.3.b. Penanda diagnostik ... 29

2.2.3.c. Penanda prognosis ... 29

2.2.3.d. Penanda prediktif ... 30

d.1. Penanda predisposisi ... 31

d.2. Prediksi respons ... 31

2.3. Mammaglobin ... 32

2.3.1. Gen mammaglobin ... 33

2.3.2. Kimia protein mammaglobin ... 33

2.3.3. Kegunaan klinis ... 34

2.3.3.a. Marker kanker payudara... 34

a.1. Spesifitas mammaglobin ... 35

a.2. Sensitivitas mammaglobin ... 37

2.3.4. Mammaglobin dengan marker payudara lain ... 41

2.3.5. Metode Assay ... 42

2.3.5.a. Pewarnaan IHC ... 42

2.3.5.b. RT-PCR ... 42

(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian ... 45

3.2. Tempat Penelitian ... 45

3.3. Waktu Penelitian ... 45

3.4. Populasi Penelitian ... 46

3.5. Sampel Penelitian ... 46

3.6. Variabel Penelitian ... 47

3.7. Kerangka konsep ... 48

3.8. Definisi Operasional ... 49

3.9. Rancangan Penelitian ... 50

3.10. Pelaksanaan Penelitian ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 57

4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 61

BAB V PEMBAHASAN ... 64

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 67

6.2 Saran ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Gambar anatomi payudara... 5

2. Gambar kanker payudara ... 7

3. Gambar kerangka Apoptosis ... 16

4. Gambar gen Mammaglobin ... 32

5. Gambar mesin PCR ... 44

6. Gambar kerangka konsep ... 48

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Tabel gen yang terlibat pada kanker payudara ... 8

2. Tabel sistem TNM pada staging Kanker ... 20

3. Tabel daftar Tumor Marker ... 25

4. Tabel bahan dan alat isolasi m-RNA ... 51

5. Tabel komposis sintesis cDNA ... 53

6. Tabel bahan dan alat isolasi gen cDNA ... 54

7. Tabel komposisi dan reaksi cDNA ... 54

8. Tabel karakteristik subjek penelitian ... 58

9. Tabel gambaran hasil rontgen dan USG ... 58

10. Tabel Histopatologi sampel ... 59

11. Tabel Uji Chi Square ... 60

12. Tabel Hasil uji Fisher ... 60

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Lembar penjelasan mengenai penelitian ... 76

2. Lembar inform consent ... 77

3. Lembar kuesioner ... 78

4. Lembar data klinis dan histopatologi penderita ... 80

5. Persetujuan komisi etik ... 81

(17)

DAFTAR SINGKATAN

AJCC : American Joint Committee on Cancer Staging System ASCO : American Society of Clinical Oncology

ATM : Ataxia Telangiectasia Mutation BM : Bone Marrow

BRCA1 : BReast Cancer gene 1 BRCA2 : BReast Cancer gene 2 CA 15-3 : Carbohydrate Antigen 15-3 CEA : Carcino Embryonic Antigen CK-19 : CytoKeratin 19

CT-Scan : Computed Tomography Scan

cDNA : Complementary Deoxyribo Nucl Acid DNA : Deoxyribonucleic Acid

EDTA : Ethylene Diamine Tetra acetic Acid EGTM : European Group on Tumor Markers ER : Estrogen Receptor

FNA : Fine Needle Aspiration G1 : Gap 1(Cell Cycle) h-Mam : human Mammaglobin

HER2 : Human Epidermal growth factor Receptor 2 IHC : Immuno Histo Chemistry

IL : InterLeukin

IUAC : International Union Against Cancer MRI : Magnetic Resonance Imaging P-53 : tumor Protein 53

PB : Peripheral Blood

PTEN : Phosphatase and tensin homolog PUFA : Poly Unsaturated Fatty Acid RNA : Ribonucleic Acid

RT-PCR : Reverse Trancriptase Polymerase Chain Reaction SLN : Sentinel Lymph Node

SPSS : Statistical Product and Service Solutions TAQ DNA : Terminus AQuatus Deoxyribo Nucleic Acid uPA : Urokinase Plasminogen Activator

USG : Ultra Sono Graphy

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kanker payudara merupakan salah satu penyebab kematian yang tinggi pada wanita di seluruh dunia (Canda et al., 2004). Insidensi kanker payudara cukup meningkat, baik di negara maju maupun negara berkembang. Walau angka kematiannya meningkat tidak sepesat insidennya, yang dikarenakan adanya upaya deteksi dini dan kemajuan pengobatan namun metastase ke organ lain merupakan hal yang menjadi masalah sangat serius (Notani, 2001).

Insiden kanker payudara pada wanita di seluruh dunia mencapai angka 23%

(1,38juta kasus) dari semua kasus baru kanker dan 14% dari seluruh kematian akibat kanker pada tahun 2008. Dimana separuh dari kasus kanker payudara dan 60%

kematian diestimasi terjadi di negara-negara berkembang (Jemal et al.,2011)

Di Indonesia sendiri, angka kesakitan kanker pernah dilaporkan oleh Didid Tjindarbumi tahun 2002, antara tahun 1988 sampai tahun 1991, angka kesakitan kanker payudara (18%) menduduki peringkat 2 setelah kanker leher rahim (29%) Oakley K.L. and Going J.J, 1995 menyebutkan bahwa pemeriksaan histopatologi merupakan metode terpercaya dalam mendiagnosa lesi pada payudara, namun hal ini sangat bergantung kepada cara pengambilan sampel dan kemampuan pembacaan hasil oleh ahli patologinya. Karenanya, kesahihan hasil pemeriksaan masih subjektif

(19)

bergantung pada orang-perorang. Oleh karena itu diperlukan upaya yang berkesinambungan untuk memperoleh biomarker yang lebih spesifik.

Identifikasi biomarker yang sensitif dan spesifik dari sel kanker payudara dalam sirkulasi dan penentuan stadium berperan penting dalam manajemen terapi. Sampai saat ini, beberapa macam tumor marker telah diteliti untuk mendeteksi sel kanker payudara akibat banyaknya kasus metastase, tetapi banyak yang tidak spesifik karena terekspresi pada kanker selain payudara. Karenanya, nilai diagnostiknya menjadi terbatas (El-Sharkawy et al., 2007) Perkembangan alat pemeriksaan yang lebih spesifik dan sensitif diharapkan akan dapat mendeteksi residu sel tumor yang mungkin bermetastase dan untuk mengevaluasi hasil pengobatan (Bitisik et al.,2010) Berbagai upaya telah dilakukan untuk mendeteksi keberadaan residu sel kanker, antara lain dengan memanfaatkan Reverse transcriptase PCR dengan bahan dasar epitel sel kanker payudara (CytoKeratin 19/CK-19, Cytokeratin 20/CK-20) dan juga pemakaian marker khusus seperti Maspin. Namun pada penelitiannya, gen-gen ini sangat rendah kadarnya pada darah tepi sehingga hasil transkripsinya sangat diragukan (Cerveira et al.,2004)

Gen Human Mammaglobin (hMAM) ditemukan tahun 1996, merupakan anggota uteroglobin. Dikenal sebagai mammaglobin-A, yakni glikoprotein yang mengandung 93 asam amino polipeptida. Fungsi selulernya tidak jelas diketahui. Namun menariknya, ekspresinya hanya terbatas dalam epitel payudara. Hal yang paling menarik dari gen ini adalah pemeriksaannnya cukup dengan menggunakan darah tepi

(20)

sehingga menjadikannya pemeriksaan yang kurang invasif bila dibandingkan dengan pemeriksaan jaringan/biopsi (Bernstein et al, 2005)

Mammaglobin mRNA ada pada level yang tinggi dalam sel tumor payudara bila dibandingkan dengan jaringan payudara yang bukan maligna (Raynor et al., 2002).

Deteksi hMAM dengan menggunakan RT-PCR diharapkan akan menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk mengidentifikasi sel maligna dalam sirkulasi darah penderita kanker payudara dan akan menjadi target untuk mendiagnosa metastase kanker payudara. Karenanya, akan dapat diharapkan akan menjadi marker kanker payudara di masa mendatang (Ronchella et al., 2005)

1.2. Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah: bagaimana gambaran ekspresi h-Mam di dalam darah penderita kanker payudara di kota Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum adalah

Untuk mendeteksi keberadaan h-Mam-RNA dengan PCR pada penderita baru kanker payudara di kota Medan sebagai alat bantu diagnostik untuk mendeteksi metastase kanker payudara.

(21)

1.3.2. Tujuan khusus adalah :

a. Untuk mengetahui gambaran ekspresi h-Mammaglobin pada populasi penelitian.

b. Untuk mengetahui frekuensi stadium penderita pada populasi penelitian.

c. Untuk mengetahui hubungan antara ekspresi h-Mammaglobin dengan stadium kanker payudara pada populasi penelitian.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat untuk:

- Menambah wawasan bidang kesehatan untuk diagnostik, prognostik dan prediktif serta penatalaksanaan terapi bagi penderita kanker payudara

- Memberi kemudahan bagi penderita dan dunia medis mengingat pemeriksaan dengan menggunakan darah tepi, diperkirakan akan dapat menggantikan pemeriksaan biopsi.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran umum Kanker Payudara

2.1.1. Epidemiologi Kanker payudara

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang paling umum pada wanita dan merupakan penyebab kematian no 2 setelah kanker paru-paru (Canda et al., 2004 dan Jemal et al., 2007).

Gambar 1, Anatomi payudara

(23)

Kejadian tahunan kanker payudara di seluruh dunia diperkirakan mencapai angka satu juta kasus dengan sekitar 200,000 kasus di Amerika Serikat (27% dari semua kanker pada wanita) dan sekitar 320,000 kasus di Eropa (31% dari semua kanker pada wanita) (Stewart et al., 2004).

Di Amerika Serikat, kanker payudara masih merupakan jenis kanker yang paling sering pada wanita, dengan sekitar 212,600 kasus baru didiagnosa setiap tahunnya dan mengakibatkan kematian sebesar 15% dari semua kematian akibat kanker.

Sebagian besar kematian ini sebagai akibat dari metastase (Cristofanilli et al., 2005 dan Smigal et al., 2006).

Pada tahun 2007, diperkirakan ada 178.480 kasus baru kanker payudara invasif terdiagnosis pada wanita. Jumlah kanker payudara baru pada tahun 2007 ini lebih rendah dari perkiraan untuk tahun 2005. Hal ini mungkin disebabkan karena penggunaan metode perhitungan yang baru, adanya alat estimasi baru yang lebih akurat dan juga penurunan tingkat kejadian kanker payudara (American Cancer Society, 2008).

Di Indonesia, kasus kanker payudara dilaporkan oleh Didid Tjindarbumi, 2002 menduduki peringkat kedua setelah kanker leher rahim, dimana angka kesakitan berkisar 18%.

(24)

Kanker payudara pada pria jarang terjadi, adapun jumlah kasusnya hanya 1% dari semua kanker pada pria dan kurang dari 1% dari semua kasus kanker payudara yang terdiagnosa. Etiologi kanker payudara laki-laki tidak jelas, diperkirakan tingkat hormonal mungkin memainkan peranan penting dalam perkembangan penyakit ini (Giordano, 2005).

2.1.2. Faktor-faktor resiko Kanker Payudara

Etiologi kanker payudara tidak diketahui secara jelas meskipun sejumlah faktor resiko telah diidentifikasikan akan mempengaruhi perkembangan kanker payudara.

Faktor-faktor ini termasuk riwayat keluarga penderita kanker payudara, predisposisi genetik, status menopause, riwayat menstruasi dan riwayat reproduksi (American Cancer Society, 2008).

(25)

Gambar 2, Kanker Payudara.

2.1.2.a. Riwayat Keluarga:

Adanya riwayat keluarga merupakan faktor resiko yang paling penting dalam perkembangan kanker payudara. Keturunan dari penderita kanker payudara memiliki resiko peningkatan penyakit ini. Resiko ini meningkat sejalan dengan usia saat terkena. Selain itu, ada kecenderungan individu keturunan tingkat pertama akan beresiko lebih tinggi dibandingkan dengan keturunan tingkat dua (Loman et al., 2003).

(26)

2.1.2.b. Kanker pada payudara Lain:

Armstrong et al. (2000) mengemukakan bahwa faktor resiko utama untuk terkena kanker payudara primer adalah adanya riwayat pribadi kanker sebelumnya pada payudara sisi yang lain. Namun, kanker kedua ternyata juga bisa muncul pada payudara yang sama. Kebanyakan kanker payudara bisa timbul kembali dalam lima tahun pertama setelah pengobatan. Pasien dengan tumor primer yang berdiameter kurang dari 1 cm dan nodul aksila negatif mempunyai tingkat kekambuhan yang rendah.

2.1.2.c - Penyakit Payudara yang sebelumnya jinak:

(27)

Wanita dengan tumor jinak payudara mempunyai peningkatan resiko terkena kanker payudara. Resiko ini bervariasi sesuai dengan gambaran subkategori histologis seperti proliferatif atipik yang mungkin merupakan pencetus dari kanker payudara (Terry and Rohan, 2002).

2.1.2.d. Umur:

Dewasa ini, wanita Amerika memiliki resiko terkena kanker payudara sebesar 12,3% (1 dari 8 wanita) selama kehidupannya. Sementara pada tahun 1970-an, resiko seumur hidup terdiagnosa menderita kanker payudara adalah 1 dari 11 wanita. Peningkatan ini terjadi karena harapan hidup yang lebih lama, serta penggunaan terapi sulih hormone (HRT-Hormon Replacement Therapy) jangka panjang dan meningkatnya prevalensi obesitas (American Cancer Society, 2008).

2.1.2.e Riwayat Menstruasi dan Status Menopause :

Insiden kanker payudara meningkat sejalan dengan bertambahnya usia wanita, tetapi lebih umum terjadi pada wanita pascamenopause (Miksicek et al., 2002).

Menopause yang tertunda akan mengakibatkan jumlah siklus ovulasi lebih panjang, yang meningkatkan resiko kanker payudara. Pada sisi lainnya, pembedahan yang mencetuskan menopause (ovariektomi atau histerektomi) sebelum usia 35 tahun ternyata menurunkan resiko kanker payudara (Ursin et al., 2005).

2.1.2.f Riwayat Reproduksi dan Menyusui:

(28)

Meningkatnya usia menarche, usia yang muda pada kelahiran anak pertama dan jumlah paritas yang tinggi mempunyai kaitan yang erat dengan penurunan resiko kanker payudara pada populasi umum (Tryggvadottir et al, 2003). Wanita yang menyusukan bayi selama 12 bulan atau lebih akan berkurang resiko terkena kanker payudara. Namun, wanita yang melahirkan tetapi tidak menyusukan bayinya mempunyai resiko lebih tinggi untuk terkena kanker payudara. Peningkatan resiko juga terjadi pada wanita yang belum pernah hamil (Wrensch et al., 2003).

2.1.2.g - Hormon Eksogen:

Estrogen eksogen, baik dalam bentuk kontrasepsi oral kombinasi (COC- Combined Oral Contraception) atau terapi sulih hormon (HRT), juga mengakibatkan peningkatan resiko kanker payudara, namun hal ini tergantung pada durasi paparan dan apakah estrogen digunakan tunggal atau dalam bentuk kombinasi dengan progesteron (Antoine et al., 2004). Sebuah studi meta-analisis menunjukkan bahwa pasca penggunaan COC selama 10 tahun, ditemukan adanya peningkatan resiko sebesar 24% terkena kanker payudara (Connor dan Stuenkel, 2001).

2.1.2.h Faktor Resiko akibat gaya hidup:

h.1 Konsumsi Alkohol :

Pöschl dan Seitz (2004) mengemukakan bahwa alkohol dapat bertindak secara tidak langsung melalui metabolitnya yaitu asetaldehida utama, suatu karsinogen

(29)

yang dapat bertindak sebagai bahan mutagen, dan atau sendiri merupakan promotor tumor, menyebabkan peningkatan aktivasi prokarsinogen.

h.2. Obesitas:

Peningkatan resiko terkena kanker payudara pada wanita dengan obesitas diakibatkan oleh jumlah estrogen endogen yang lebih tinggi, sebab jaringan adiposa merupakan sumber yang penting dari estrogen (McTiernan et al, 2003).

h.3. Kebiasaan diet:

Konsumsi tinggi lemak terutama lemak jenuh dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker payudara. Sementara jenis tertentu dari asam lemak tak jenuh ganda (PUFA), omega-3 PUFA, tampaknya menjadi pelindung (Elahi et al., 2004)

Di sisi lain, konsumsi buah dan sayuran yang merupakan sumber bahan yang kaya antioksidan alami, terbukti menurunkan resiko kanker secara umum, dan kanker payudara pada khususnya. Efek protektif dilaporkan lebih menonjol pada wanita pasca menopause (American Cancer Society, 2008).

h.4. Kurangnya aktivitas fisik:

Aktivitas fisik yang dilakukan mulai masa remaja sampai dewasa (12 - 50 tahun) menurunkan angka kesakitan kanker payudara sebesar 27%. Aktivitas fisik dapat

(30)

mengurangi resiko dengan cara menunda berlangsungnya menarche dan memodifikasi kadar hormon secara biologis (Lee et al., 2001).

h.5. Penggunaan dan paparan Tembakau:

Yang terkait dengan tembakau adalah bahan karsinogeniknya (misalnya, hidrokarbon aromatik polisiklik dan amina aromatik), memberikan hubungan yang positif antara merokok dan resiko terkena kanker payudara (American Cancer Society, 2008).

2.1.2.i Paparan Radiasi Pengion:

Di antara korban bom atom dan wanita yang terkena radiasi pengion sebagai bagian dari pengobatan mereka, mempunyai peningkatan resiko terkena kanker payudara bila usia muda telah terkena paparan (Frazier et al, 2003). Hal ini disebabkan setelah usia menopause tercapai, maka terjadi penurunan proliferasi jaringan, dimana sel yang rusak, gagal berkembang menjadi sel kanker setelah terkena paparan. Sebaliknya, ketika seorang gadis usia muda terkena radiasi, ia masih memiliki siklus menstruasi selama beberapa dekade, sehingga lebih mungkin terjangkit semua jenis kanker termasuk kanker payudara

2.1.3. Dasar Genetika Kejadian Kanker Payudara dan Progresivitasnya:

(31)

Karena kanker payudara adalah kanker yang paling sering didiagnosis pada wanita dengan sekitar 7% dari kanker payudara diyakini berkaitan erat dengan faktor keturunan, maka pengetahuan tentang kontrol genetik pertumbuhan sel adalah penting, tidak hanya untuk memahami evolusi tumor tetapi juga untuk diagnosis yang tepat, pengobatan, pemantauan, dan untuk pencegahannya (Ergul and Sazci. 2000).

2.1.3.a – Mutasi gen pada Kanker Payudara familial.

Penelitian klinis agregasi kanker payudara familial mengidentifikasikan setidaknya ada lima sindroma genetik dengan pola dominan autosomal yang berkaitan dengan kanker payudara. Sindrom ini masing-masing memiliki kaitan mutasi genetik yang muncul secara konsisten . Gen-gen yang terlibat termasuk gen BRCA1 dan BRCA2 (sindroma kanker payudara - ovarium 1 dan 2), p53 (Sindroma Li- Fraumeni) , gen ATM (mutasi ataksia telangiectasia), dan PTEN (penyakit Cowden’s) (Ergul and Sazci., 2000 dan Axilbund et al., 2011).

a.1. BRCA1 dan BRCA2:

Sebuah analisis yang diterbitkan pada tahun 1990 memperlihatkan bahwa ada gen pada kromosom 17 yang mengakibatkan kanker payudara dalam sebuah keluarga dengan beberapa yang melibatkan payudara dan ovarium. Pemetaan genetik selanjutnya dan studi kloning molekuler mengidentifikasikan adanya gen

(32)

(Kanker Payudara) BRCA1 pada tahun 1994. Identifikasi gen BRCA2 yaitu gen kanker payudara lainnya ada pada kromosom 13, dilaporkan sekitar 1 tahun kemudian.

(Brekelmans et al., 2001 dan Egul and Sazci., 2000).

Meskipun mutasi pada gen BRCAl dan BRCA2 telah dikaitkan dengan tingginya insiden kanker payudara, fungsi yang tepat dari protein ini belum sepenuhnya diketahui. Ada data yang mendukung pendapat bahwa fosforilasi protein (ATM) akan mengaktifkan protein BRCAl sebagai respon atas kerusakan DNA. Selanjutnya, BRCA1 mengalami fosforilasi membentuk kompleks dengan BRCA2 dan RAD 51, mengaktifkan perbaikan DNA oleh rekombinasi homolog (Grebenchtchikov et al., 2004).

Oleh karena itu asosiasi protein BRCAl dan BRCA2 dengan Rad 51 akan mengontrol integritas genomik dan stabilitas ,karena Rad 51 diperlukan untuk rekombinasi mitosis meiosis dan perbaikan kerusakan untaian ganda DNA (de la hoya et al., 2006).

a.2. gen p53:

Gen P53 (protein 53kDa), terletak di kromosom 17 pada regio p13.1, mengkodekan faktor transkripsi p53, yang merupakan regulator kunci dari pos pemeriksaan Gl dari siklus sel (De Jong et al., 2002) .

(33)

Kerusakan DNA, mengaktifkan p53, yang mengatur regulasi berbagai gen target yang terlibat di dalam:

(I) Kontrol siklus sel: Biasanya dengan kerusakan atau stres pada DNA, p53 berakumulasi, mengtransaktivasi gen yang mengkode inhibitor p21 cyclin dependent kinase, sehingga merangsang terjadi penghentian siklus sel.

(II) Perbaikan DNA: keberhasilan perbaikan DNA akan memungkinkan sel untuk terus berfungsi secara normal.

(III) Apoptosis: Sel yang gagal memperbaiki kerusakan DNAnya akan mengalami apoptosis.

Pada kanker payudara, mutasi p53 berkaitan erat dengan penyakit yang lebih agresif dan memperburuk kelangsungan hidup secara keseluruhan, namun, frekuensi ini lebih rendah pada kanker payudara dibandingkan tumor padat lainnya (Gasco et al., 2002).

Pada kasus yang jarang, mutasi pada p53 menyebabkan kanker payudara yang didiagnosa pada wanita sebelum usia 35 tahun. Bentuk kanker payudara familial ini dikaitkan dengan sindrom Li-Fraumeni, yang selain terkena kanker payudara, juga memiliki kaitan dengan kanker yang lain, seperti sarkoma jaringan lunak, tumor otak, osteosarkoma, leukemia, dan karsinoma adrenokortikal. Tumor ini sering

(34)

multipel dan onset awalnya, terjadi pada masa kecil (De Jong et al., 2002 dan Collado et al. 2004).

Gambar Apoptosis dari:

http://www.genome.jp/keggbin/show_pathway?scale=0.82&query=&map=hsa04210&scale=1.0&

show_description=show&multi_query=

(35)

a.3 Gen telangiectasia Ataksia (ATM) bermutasi:

Ataksia telangiectasia (AT) adalah gangguan resesif autosomal yang ditandai dengan ataksia cerebellar, telangiektasis, cacat imunitas, dan adanya kecenderungan untuk keganasan. Gen ATM mengkode protein yang terlibat dalam kontrol siklus sel dan perbaikan DNA namun gen tunggal pada 11q dapat menyebabkan penyakit (Ergul and Sazci., 2000 dan Axilbund et al., 2011).

a.4. Gen PTEN :

Mutasi pada gen PTEN(fosfatase dan homologi TENsin) bertanggung jawab menyebabkan penyakit Cowden, yang di samping kanker payudara tampak adanya beberapa hamartomas di kulit dan saluran pencernaan. Gen PTEN, terletak pada kromosom 10Q, mengkode protein tirosin fosfatase dengan homologi tensin. Mutasi somatik pada gen PTEN jarang terjadi pada kanker payudara (Ergul and Sazci., 2000 dan Axilbund et al., 2011)

2.1.4. Klasifikasi kanker payudara:

Kanker payudara dapat diklasifikasikan sesuai dengan jenis histopatologi dan menurut sistem staging TNM.

(36)

2.1.4.a - Histopatologi Jenis Kanker Payudara

WHO classification of Carcinoma of the breast

1. NonInvasive Carcinoma Ductal Carcinoma in situ Lobular Carcinoma in situ 2. Invasive Carcinoma Invasive ductal carcinoma Invasive lobular carcinoma Mucinous carcinoma Medullary carcinoma Papillary carcinoma Tubular carcinoma Adenoid cyst carcinoma Secretory (juvenile) carcinoma Apocrine carcinoma

Carcinoma with metaplasia Inflamatory carcinoma Other (specify)

3.1. Paget’s Disease of the Nipple (Wood W.C. et al., 2005)

2.1.4.b Klasifikasi TNM :

Tumor-node-metastasis (TNM) adalah sistem yang dikembangkan oleh Pierre Denoix pada tahun 1942 dan mewakili upaya untuk mengklasifikasikan kanker

(37)

berdasarkan atribut morfologi utama tumor ganas yang dianggap mempengaruhi prognosis penyakit: ukuran tumor primer (T), keberadaan dan tingkat keterlibatan kelenjar getah bening regional (N), serta adanya metastasis jauh (M). International Union Against Cancer (IUAC) menyajikan klasifikasi klinis kanker payudara berdasarkan sistem TNM pada tahun 1958, dan American Joint Committee on Cancer (AJCC) menerbitkan sebuah sistem staging kanker payudara berdasarkan TNM dalam manual stadium kanker pertama mereka pada tahun 1977. Dan sejak saat itu, revisi reguler telah dilakukan untuk memperlihatkan kemajuan besar dalam diagnosis dan pengobatan. Dalam revisi tahun 1987, perbedaan antara versi AJCC dan IUAC dari sistem TNM dihapuskan (Singletary and Connolly, 2006).

2.1.5. Staging Kanker Payudara:

Staging atau stadium kanker payudara bergantung pada kriteria klinis dan patologis dimana hal ini berguna dalam pengobatan dan prognosis penyakit. Metode staging yang digunakan saat ini tergantung pada sistem TNM.

Karena sistem TNM merupakan penggabungan dari AJCC dan IUAC (Singletary and Connoly., 2006), maka tidak ada lagi perbedaan di antara keduanya.

TNM Staging System for Breast Cancer (American Joint Committee on Cancer Staging System, 2003)

(38)

2.1.6. Diagnosa Kanker Payudara

Diagnosa kanker payudara didasarkan pada interpretasi atas informasi dari jaringan histologis. Diagnosis dapat dibantu dari sejarah medis, pemeriksaan fisik,

(39)

mamografi, ultrasonografi, pemeriksaan sitologi dan sejumlah teknik lainnya, tetapi hasil dari masing-masing akhirnya memerlukan konfirmasi dengan pemeriksaan histologis jaringan yang relevan (Margolese et al., 2003).

2.1.6.a. Diagnosa Klinis:

a.1. Riwayat medis:

Sebagian besar keluhan tentang payudara bukan terkait kanker. Kondisi jinak jauh lebih sering dari kondisi ganas, tetapi tanda-tanda dan gejala kanker tidak unik sehingga sukar dibedakan dengan kondisi jinak. Untuk alasan ini, setiap gejala yang berkaitan dengan payudara meningkatkan kemungkinan akan adanya kanker (Margolese., 2003).

Riwayat medis meliputi evaluasi keluhan yang terkait dengan payudara, ini meliputi:

a. Gejala pada lesi primer:

• Massa pada payudara termasuk durasi, perubahan ukuran, dan sensasi nyeri.

• Puting / areola yang berdarah.

• Ulkus atau kemerahan pada kulit payudara.

b. Data informatif lainnya

(40)

• Informasi tentang masalah payudara sebelumnya, aspirasi ataupun biopsy payudara.

• Jika pasien telah mengalami histerektomi, alasan untuk operasi dan apakah ovarium telah diangkat.

• Riwayat terapi sulih hormon dan kontrasepsi oral saat ini atau sebelumnya.

• Riwayat reproduksi, usia menarche dan menopause serta tanggal periode menstruasi terakhir.

• Riwayat keluarga yang cermat sangat penting, terutama mengenai payudara dan kanker ovarium, ini berkaitan dengan sindrom genetik kanker keluarga yang mempengaruhi kanker payudara. (Margolese et al., 2003)

a.2. Pemeriksaan fisik:

Pemeriksaan fisik payudara meliputi inspeksi dan palpasi payudara dan dinding dada serta kelenjar getah bening aksila supraklavikula. Ini harus dilakukan secara sistemik dan profesional dengan lingkungan yang nyaman dan santai serta menjamin privasi pasien. Pada wanita premenopause yang terbaik diperiksa adalah satu minggu setelah onset haid terakhir mereka, yaitu ketika kekenyalan dan pembengkakan payudara paling minimal (Winchester., 1992).

(41)

Tanda-tanda fisik pada pasien dengan kanker payudara dapat mencakup satu atau beberapa hal berikut:

a.2.1. Massa payudara:

Terdeteksi adanya massa payudara adalah keluhan yang paling umum yang membuat wanita mencari nasihat medis. Kuadran luar atas payudara adalah tempat lesi kanker yang paling sering. Kekenyalan massa, ketidakteraturan, perlekatannya pada kulit, dan edema atau retraksi dari kulit di atasnya mengarah pada keganasan (Raina et al., 2005).

a.2.2. Discharge pada puting:

Discharge puting spontan, baik dari satu payudara saja, dan terbatas pada satu saluran meningkatkan kemungkinan kanker. Discharge akibat kanker biasanya mengandung darah. Perubahan puting terkait dengan kanker berupa retraksi, infiltrasi langsung, atau penyakit Paget. Penyakit Paget pada puting susu terjadi karena sel-sel ganas yang menyerang epidermis puting. (Margolese et al., 2003).

a.2.3. Perubahan kulit:

Retraksi kulit diakibatkan pemendekan ligamen Cooper karena diinfiltrasi oleh kanker. Lesi kulit lainnya termasuk ulserasi kulit dan edema (peau d'orange) yang

(42)

mungkin disertai dengan kemerahan. Juga nodul satelit dermal menandakan penyebaran ke kulit (Margolese et al., 2003).

2.1.6.b. Diagnosa secara radiologis:

b.1. Mammografi:

b.2. USG (sonografi):

b.3. Magnetic Resonance Imaging (MRI):

2.1.6.c. Aspirasi Jarum Halus:

Aspirasi jarum halus (FNA) dilakukan untuk membedakan kista dengan tumor padat dan untuk memperoleh spesimen sitologi. Jika cairan yang diperoleh, maka kista dievakuasi total. Hilangnya massa yang teraba secara keseluruhan tanpa perdarahan (haemocult-negatif) merupakan indikasi dari kista sederhana (Giard and Herman, 1992).

2.1.6.d. Biopsi:

Biopsi dapat berupa -. Biopsi kulit:

-. Biopsi inti:

-. Biopsi inti dipandu USG:

-. Biopsi bedah terbuka:

2.1.6.e - Diagnosis Laboratorium:

(43)

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendiagnosa kanker payudara biasanya diklasifikasikan sebagai berikut:

e.1. Pemeriksaan laboratorium umum:

Ini digunakan untuk mengetahui kondisi umum pasien. Pemeriksaan ini termasuk hitung darah lengkap, laju endap darah, fungsi ginjal dan fungsi hati, asam urat, dan penanda tulang seperti kalsium, fosfor dan fosfatase alkali (Margolese et al., 2003).

e.2. Tumor marker payudara (Harris et al.,2007)

Tabel berikut memuat tumor marker yang lazim diperiksa untuk membantu menegakkan diagnosa pada sangkaan suatu kanker payudara:

Tumor Marker kanker payudara Kegunaan klinis

1. CA 15-3 dan CA 27.29 - Skrining, diagnosa dan staging awal penyakit - Pemantauan setelah terapi primer.

- Pemantauan rekurensi kanker payudara

2. CEA - Skrining, diagnose dan staging awal penyakit

-Tidak untuk pemantauan setelah terapi primer

3. ER/ PR - Pemantauan reseptor endokrin ER/ PR penderita kanker payudara yang diperkiraan berfaedah bila mendapat terapi

(44)

endokrin.

4. HER2/Neu - Pemantauan ekspresi dari setiap kasus tumor invasif, penentu perlu tidaknya terapi dengan anti HER2/Neu.

- Perkiraan prognosa

5. P-53 - Marker yang tidak spesifik untuk kanker payudara

6. uPA dan UPA-1 Diperiksa dari jaringan payudara Level rendah menggambarkan kemungkinan kecil untuk

rekurens Kemoterapi tidak efektif pada

level tinggi

2.1.7. Program penapisan (Skrining):

Karena kanker payudara adalah kanker yang menyebabkan kematian yang tinggi pada wanita di negara-negara di seluruh dunia, maka program skrining telah diperkenalkan untuk memfasilitasi temuan kasus di kalangan wanita tanpa gejala terutama yang teridentifikasi dengan faktor risiko(Elmore et a.l, 2002. Dan Smigal et al., 2006).

Tujuan dari skrining kanker payudara adalah deteksi dini keganasan pada tahap yang diharapkan dapat menurunkan angka kematian (Autier, 2002).

2.2. PENANDA TUMOR KANKER PAYUDARA

2.2.1. Definisi:

(45)

Tumor marker adalah suatu zat yang dapat dideteksi dalam jumlah yang lebih tinggi pada urin, darah atau jaringan dari pasien penderita kanker. Zat ini dapat berupa protein, enzim, bahan biokimia atau antigen (Henry and Hayes, 2006).

2.2.2. Kepentingan klinis:

Tumor marker dapat dihasilkan baik oleh kanker sendiri atau oleh tubuh sebagai respon terhadap kanker. Secara umum, kadar penanda tumor lebih rendah pada tahap awal penyakit (tapi masih lebih tinggi dari normal) dan meningkat pada penyakit tahap lanjut. Selanjutnya, titernya turun sebagai respon terhadap pengobatan dan meningkat kembali ketika kanker berkembang (Henry and Hayes, 2006).

Namun, Perkins et al. (2003) menyatakan bahwa penanda tumor tidak cukup spesifik untuk digunakan sendiri dalam mendiagnosa kanker. Kadar penanda tumor dapat meningkat pada orang dengan penyakit jinak, selain itu mereka tidak meningkat pada setiap orang dengan kanker, terutama mereka dengan stadium awal penyakit.

2.2.3. Klasifikasi:

Sejumlah besar penanda ada pada kanker payudara .Penanda ini dapat diklasifikasikan ke dalam penanda konvensional, penanda diagnostik, skrining dan penanda prognostik:

(46)

2.2.3.a. Penanda Konvensional:

Ada beberapa penanda tumor berbasis serum untuk kanker payudara, seperti CA 15-3, CA 27-29, CEA, dan CA 19-9, namun penanda konvensional ini tidak sensitif dan tidak spesifik. Selain itu, mereka tidak dapat digunakan sebagai faktor prognostik independen. Penanda yang paling banyak digunakan adalah CA 15-3 dan CEA (Duffy, 2006).

a.1. Carcinoembryonic Antigen (CEA):

Antigen Karsino Embrionik diidentifikasi pada tahun 1965 oleh Gold dan Freedman, sebagai antigen pertama manusia yang terkait dengan penyakit kanker, dan merupakan salah satu penanda tumor yang paling banyak digunakan sampai saat ini. Awalnya dianggap spesifik untuk kanker usus besar tetapi penelitian berikutnya membuktikan keragaman fungsinya. Dihasilkan oleh jaringan kanker payudara yang kemudian disekresikan ke dalam darah dan cairan tubuh. Ditemukan juga bahwa CEA konsentrasi tinggi preoperatif, berhubungan dengan prognosa yang buruk pada kanker payudara (Duffy, 2006).

a.2. Karbohidrat antigen (CA 15-3):

CA 15-3 bernilai rendah untuk deteksi dini kanker payudara karena sensitivitasnya rendah (33%), dengan demikian tidak dapat digunakan untuk tujuan skrining (Guadagni et al., 2001). Meskipun aplikasi utama CA 15-3 adalah untuk

(47)

memantau dan mendeteksi kekambuhan pada pasien yang didiagnosa dengan kanker payudara, namun American Society of Clinical Oncology (ASCO) tidak membenarkan penggunaan rutin CA 15-3 pada pasien yang sebelumnya terdiagnosis asimtomatik karena kurangnya kepekaan dan efektivitas rendah CA 15-3 untuk deteksi dini kekambuhan (30% dari pasien dengan penyakit berulang ternyata levelnya tidak meningkat, sementara 8% tanpa kekambuhan terdeteksi ada) (Duffy, 2006)

CA 15-3 ternyata juga terdeteksi pada pasien dengan kanker saluran pencernaan, kanker paru-paru, kanker ovarium, kanker serviks, kanker prostat dan kanker pankreas. Oleh karena itu, CA 15-3 tidak cukup spesifik sebagai penanda untuk mendeteksi kasus kanker payudara (Jones, 1999).

2.2.3.b. Penanda Diagnostik:

O'Brien (2002) mengemukakan bahwa penanda baru seperti mammaglobin, telah memberikan harapan sebagai penanda tambahan kanker payudara primer dan juga digunakan untuk mendeteksi metastase tersembunyi. Sensitivitasnya mencapai 86%.

Deteksi dini sel-sel kanker payudara yang beredar dalam sirkulasi dengan metode morfologi telah ditingkatkan menjadi metode sensitif berbasis PCR (Bae et al.,2000).

Lacroix (2006) melaporkan bahwa deteksi sel tumor dalam sirkulasi menggunakan kombinasi penanda epigenetik mungkin tidak hanya meningkatkan

(48)

wawasan tentang perilaku biologis dari tumor primer individu, tetapi juga dapat memberikan informasi prognostik yang berharga yang dapat dengan mudah dipantau sepanjang perjalanan penyakit. Penanda epigenetik, seperti sekuens metilasi DNA, akan memungkinkan deteksi kanker payudara tanpa bantuan mammografi.

2.2.3.c. Penanda prognosis:

Penanda prognosis menunjukkan kemungkinan hasil seperti kekambuhan tumor atau kelangsungan hidup pasien, terlepas dari pengobatan yang diterima pasien (Ross et al., 2003.).

Duffy (2006) menyatakan bahwa fitur kunci dari penanda prognostik yang berguna secara klinis termasuk kemudahan dan keandalan pemeriksaan; konfirmasi bahwa jenis perawatan yang digunakan tidak mempengaruhi makna prognostiknya;

dan bahwa penanda menyediakan informasi hasil penyakit yang independen dari status faktor klasik lainnya.

Gen HER-2 diamplifikasi atau diekspresikan sebesar 20-30% dari semua kanker payudara invasif. Amplifikasi atau ekspresi berlebihan umumnya dikaitkan dengan prognose yang buruk (Ross et al., 2003).

Penanda lain yang digunakan untuk menentukan prognosis pada kanker payudara adalah reseptor estrogen (ER). Meskipun penggunaan utama dari ER

(49)

adalah untuk melihat respon hormon pada kanker payudara, namun pasien dengan ER positif cenderung memiliki prognosis yang lebih baik daripada ER-negatif pasien, setidaknya untuk 5-6 tahun pertama setelah diagnosis awal (Duffy, 2006).

Pasien dengan nodul negatif pada aksila dan dengan UPA dan PAI-1 level rendah, memiliki probabilitas rendah terkena penyakit berulang dan dengan demikian akan dapat mengurangi biaya kemoterapi tambahan. (Harbeck et al., 2002).

2.2.3.d. Penanda prediktif:

Sebuah penanda prediktif dapat didefinisikan sebagai faktor yang menunjukkan sensitivitas atau resistensi terhadap pengobatan tertentu. Ada dua jenis penanda prediktif: Penanda yang memprediksi kemungkinan bahwa kanker payudara akan berkembang pada wanita yang saat ini bebas penyakit (penanda predisposisi); dan penanda yang dapat memprediksi apakah suatu kasus baru atau kasus kekambuhan dapat merespon terapi tunggal atau kombinasi (Ross et al, 2003 dan Duffy., 2005).

d.1. Penanda predisposisi:

Peto (2002) menyatakan bahwa kanker payudara familial meliputi sekitar 25%

dari semua kasus penyakit pada wanita yang berusia kurang dari 30 tahun. Kelainan genetik baik BRCA 1 atau BRCA2 tampaknya mengakibatkan sekitar 90-95% dari kasus kanker payudara keluarga dengan sisanya disebabkan oleh lain, terutama gen supresor tumor.

(50)

d.2. Prediksi respon terhadap terapi:

Status HER-2/neu pada kanker payudara yang baru didiagnosa dapat berfungsi baik sebagai faktor prognostik yang berdiri sendiri dan sebagai faktor prediktif untuk respons terhadap terapi trastuzumab (Ross et al., 2003). Antibodi monoklonal yang diarahkan terhadap HER-2. Ketika diberikan dengan kemoterapi untuk kanker payudara lanjut yang HER-2-positif, menunjukkan untuk peningkatan maupun kelangsungan hidup secara keseluruhan (25,1 vs 20,3 bulan, p = 0,046) dibandingkan dengan kemoterapi saja (Slamon et al., 2001).

Menurut pedoman Eropa (EGTM) dan Amerika (ASCO), pemeriksaan ER harus dilakukan pada semua pasien dengan kanker payudara (Molina et al, 2005). PR harus diperiksa bersama dengan ER, karena pasien yang memiliki kedua reseptor lebih mungkin menerima manfaat dari terapi hormon dibandingkan mereka yang memiliki ER tapi kurang PR. Juga penemuan modulator respon estrogen dan aromatase inhibitor, telah menambahkan strategi baru untuk mengevaluasi tumor pada terapi.

2.3. Mammaglobin

Gen mammaglobin manusia (h-MAM) mengkode sekresi protein mammaglobin- A, yang berkaitan dengan kanker payudara manusia. Selain itu, ekspresinya juga hanya terbatas pada epitel payudara. Mammaglobin hanya dikonservasi pada

(51)

manusia dan simpanse dan tidak ada pada genom mamalia lain (Watson et al., 1998).

2.3.1. Gen Mammaglobin manusia:

Watson dan Fleming tahun 1996, mengidentifikasikan sebuah gen baru yang hanya terdapat dalam jaringan payudara. Gen ini, yang dikenal sebagai mammaglobin (MG), mengkodekan protein dengan 93 asam amino dan massa molekul seberat 10.5kDa (Watson and Fleming, 1996).

Gen h-MAM dipetakan pada kromosom 11q12.3-q13.1; kromosom yang berkaitan dengan kanker payudara dan mengkode glikoprotein 10,5 kDa. Gen h-

(52)

MAM terdiri dari tiga ekson (119 bp, 188 bp dan 199 bp) dan dua intron (603 bp dan 1888 bp) (Watson et al., 1998 dan Cerveira et al. 2004).

Gen h-MAM menampilkan dua karakteristik yang menunjukkan bahwa ekspresinya relevan dengan biologi kanker payudara. Pertama, analisa Nothern blot dan analisa RT-PCR menunjukkan bahwa ekspresi gen h-MAM terbatas pada kelenjar air susu. Kedua, kadar mRNA mammaglobin yang tinggi hanya muncul pada sel tumor payudara (Watson et al., 1998. dan Raynor et al., 2002) .

2.3.2. Kimia dari Protein Mammaglobin:

Mammaglobin-A berukuran sangat kecil, terglikosilasi tinggi,dan secara aktif mensekresi 10,5 kDa glikoprotein. Mammaglobin-A memiliki 93-asam amino urutan polipeptida dan dengan 19 asam amino hidrofobik urutan sinyal peptida (Span et al, 2004).

Mammaglobin-A adalah anggota dari keluarga protein sekretori epitel, dikenal dengan nama uteroglobin, terletak pada kromosom 11q12.2 (Span et al., 2004). Ada dua fungsi utama uteroglobin dan sekretoglobin lain yang paling sering dipelajari.

Fungsi pertama adalah pengikatan ligan, karena mereka dapat mengikat steroid dan fibronektin. Fungsi kedua adalah sifat anti-inflamasi, yang mana kurangnya uteroglobin dikaitkan dengan peningkatan ekspresi sitokin inflamasi seperti interleukin-4 (IL-4) dan IL-13 (Sjödin, 2005).

(53)

Mammaglobin-A alamiah membentuk suatu heterodimer dengan lipophilin-B (anggota keluarga uteroglobin yang diekspresikan dalam jaringan payudara dan jaringan lain), yang dikenal sebagai kompleks protein mammaglobin (mammaglobin / lipophilin-B) dalam suatu ikatan kovalen, dan dimerisasi ini sangat penting untuk stabilisasi protein mammaglobin-A. Lipophilin-B mRNA diekspresikan dalam 70%

tumor payudara dan menunjukkan korelasi kuat dengan profil ekspresi mRNA dari mammaglobin (Carter et al., 2003).

2.3.3. Kegunaan klinis:

2.3.3.a. Mammaglobin-A sebagai Marker untuk Kanker Payudara:

Ekspresi Mammaglobin-A merupakan penanda sensitif dan spesifik untuk sel-sel epitel payudara neoplastik dan memberikan bukti yang cukup menjanjikan sebagai penanda molekuler untuk deteksi dini, staging, prognosis, dan/atau pemantauan kekambuhan kanker payudara(El-Sharkawy et al., 2007; Bernstein et al., 2005; Silva et al., 2002).

Ekspresi Mammaglobin merupakan faktor prognostik independen yang kuat untuk kekambuhan atau bebasnya pasien dari kanker payudara primer. (Núñez-Villar et al., 2003 dan Span et al., 2004).

a.1. Spesifisitas dari Mammaglobin:

(54)

a.1.a Ekspresi spesifik pada Payudara:

Ekspresi gen Mammaglobin tidak terdeteksi pada jaringan epitel rahim, prostat, kolon, paru maupun ovarium. Selain dari kelenjar susu pada payudara, mRNA mammaglobin tidak dapat dideteksi dalam jaringan non neoplastik lainnya. Hasil ini menunjukkan potensi penggunaan ekspresi gen mammaglobin sebagai penanda yang sangat spesifik untuk kanker payudara (Bernstein et al., 2005).

Pada tumor payudara primer, peningkatan ekspresi mammaglobin bertepatan dengan kejadian metaplasia. Dalam jaringan payudara jinak dengan epitel apokrin metaplastik, immunoreaktivitas mammaglobin tampak di dalam epitel maupun dalam cairan kista apokrin. Kekhususan pola-pola pewarnaan imunohistokimia (IHC) yang positif didokumentasikan oleh sinyal yang berasal dari spesimen identik yang diinkubasi dengan serum kelinci praimun atau antiserum prainkubasi antimammaglobin (Watson et al., 1999 and Gillanders, 2005).

Ada beberapa penelitian yang menggunakan mammaglobin untuk mendeteksi sel-sel metastase tumor payudara dalam darah, kelenjar getah bening, sumsum tulang (Zehentner et al., 2004) dan paru-paru (Koga et al., 2004). Penelitian- penelitian ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan mammaglobin sebagai penanda molekul untuk sel kanker payudara. Ekspresi Mammaglobin yang terbatas pada jaringan payudara menghasilkan ide tentang strategi pengobatan

(55)

kanker payudara berbasis mammaglobin, misalnya dengan menargetkan tumor kanker payudara dengan antibodi mammaglobin, imunoterapi dengan target mammaglobin dan terapi vector gen dengan mammaglobin sebagai promotor ekspresi Bax, yang akan membantu apoptosis sel tumor payudara (Sjödin, 2005).

a.1.b. Kontrol ekspresi pada subyek sehat dan payudara non-kanker:

Penanda molekuler selain h-MAM, terekspresi pada sel-sel normal dalam darah tepi (Peripheral Blood/PB) atau sumsum tulang (Bone Marrow/BM) subyek sehat, dan pada pasien dengan keganasan hematologi. Tidak seperti h-MAM, mereka tampaknya tidak cukup spesifik untuk digunakan untuk mendeteksi sel-sel kanker payudara bekas (Corradini et al., 2001).

Transkripsi h-MAM tidak dapat dideteksi dalam sampel PB dari 180 orang wanita sehat, sehingga, ia tidak memiliki hasil positif palsu (spesifisitas 100%) dalam kelompok tersebut. Selain itu, transkripsi h-MAM menunjukkan spesifisitas 97%

pada pasien dengan keganasan lain di luar kanker payudara. 3% positif palsu yang tersisa di miliki keganasan limfoid (Leukemia limphobalstik akut, limfoma sel mantel dan karsinoma timus (Grunewald et al., 2000; Silva et al., 2002; Cerveira et al., 2004;

dan Zehentner et al., 2004.).

a.2. Sensitivitas mammaglobin:

a.2.a. Ekspresi mammaglobin pada kanker payudara primer:

(56)

Menggunakan metode pewarnaan IHC, Watson et al. (1999) menunjukkan bahwa 80% dari karsinoma sel duktal memperlihatkan pewarnaan yang kuat pada protein mammaglobin. Menariknya, hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa pewarnaan dapat membedakan mana tumor yang berdiferensiasi baik (78%), berdifensiasi sedang (67%), dan berdiferensiasi buruk(63%).

Menggunakan RT-PCR assay, Corradini et al. (2001) mempelajari ekspresi HER-2 dan h-MAM dari tiga puluh spesimen bedah yang diperoleh dari kasus yang didiagnosa secara histologi merupakan kanker payudara primer. Ekspresi penanda yang ada, berkisar 63% untuk HER-2 dan 97% untuk h-MAM, hal mana menunjukkan sensitivitas superior dari h-MAM atas penanda lainnya.

a.2.b. mRNA Mammaglobin dalam darah perifer pasien kanker payudara:

Insiden terdeteksinya transkripsi mRNA h-MAM sampel darah tepi pasien kanker payudara dipelajari oleh Zach et al. (1999). Hasil positif dicatat dalam 28% pasien pada saat diagnosis, 49% pasien dengan penyakit metastase, dan 6% dari pasien yang terbebas penyakit setelah kemoterapi jangka panjang untuk stadium I hingga III.

Grunewald et al. (2000) menunjukkan bahwa ekspresi h-MAM berkorelasi secara signifikan dengan status nodul, peningkatan serum CA15-3, dan terjadinya metastase jauh pada saat diagnosis. Sementara ekspresi penanda lainnya seperti

(57)

HER-2 dan CK-19 tidak berkorelasi dengan salah satu fitur klinis atau patologi kanker payudara ini. Dalam konteks spesifisitas diagnostik, transkripsi h-MAM tidak tampak pada sampel darah relawan sehat atau pasien dengan keganasan hematologi.

Sebaliknya, HER-2 dan CK-19 yang diperiksa dengan nested RT-PCR memperlihatkan hasil positif palsu yang tinggi. Transkripsi HER-2 dan CK-19 terdeteksi pada 25% dan 10% masing-masing pada pasien dengan keganasan hematologi serta CK-19 ditemukan dari 39% sukarelawan yang sehat.

Penelitian lebih lanjut juga dilakukan oleh Zehentner et al. (2004). Menggunakan real time RT-PCR, mRNA mammaglobin terdeteksi pada 61% sampel darah perifer (PB) dari pasien yang secara histologis terbukti kanker payudara. Deteksi Mammaglobin tidak berkorelasi dengan usia, paritas, atau status menopause penderita kanker payudara yang diperiksa.

a.2.c. Sirkulasi protein Mammaglobin dalam serum pasien kanker payudara:

Zehentner et al. (2004) mencatat bahwa protein mammaglobin yang beredar terdeteksi pada 54/142 sampel serum wanita dengan kanker payudara dengan spesifisitas 97% pada kontrol sehat.

a.2.d. Ekspresi mammaglobin pada kelenjar getah bening dari pasien kanker payudara:

(58)

Mammaglobin, suatu penanda spesifik mRNA jaringan, terdeteksi lebih dari 60%

kelenjar getah bening pasien dengan kanker payudara metastatik, tapi tidak pada kelenjar getah bening normal dari pasien non-kanker (Watson et al., 1999).

Hasil biopsi sentinel kelenjar getah bening (SLN) sangat prediktif menunjukkan keterlibatan kelenjar getah bening aksila pada kanker payudara. Analisa SLN saat operasi dapat mengurangi biaya dan komplikasi, namun, metode histopatologi yang ada kurang standar dan menunjukkan kurangnya sensitivitas. Metode molekuler yang cepat dapat meningkatkan diagnose metastase SLN intraoperatif (Backus et al., 2005).

Backus et al. (2005) mengidentifikasi tujuh penanda untuk mendeteksi metastase kanker payudara. Hasilnya dipakai untuk mengidentifikasi metastase klinis dalam kelenjar getah bening dengan menggunakan analisa RT-PCR pada SLN dari 254 pasien kanker payudara. Kombinasi optimal dua gen, mammaglobin dan cytokeratin 19, terdeteksi secara klinis bermetastase dalam pemeriksaan pada SLN payudara dengan sensitivitas 90% dan spesifisitas 94%. Mereka menyarankan pemeriksaan molekuler intraoperatif menggunakan penanda tersebut yang memiliki potensi secara signifikan mengurangi kebutuhan operasi kedua untuk pasien yang menjalani pembedahan SLN.

a.2.e. Ekspresi Mammaglobin dalam sumsum tulang pasien kanker payudara:

(59)

mRNA Mammaglobin terdeteksi pada 64% dari aspirasi sumsum tulang dari pasien kanker payudara dengan metastase (Corradini et al., 2001 dan Silva et al, 2002). Ekspresi menggunakan RT-PCR untuk penanda kanker payudara dari aspirasi sumsum tulang(BM) berkisar dari 0% untuk CEA dan 63% untuk CK-19. Tidak seperti h-MAM, penanda lainnya menunjukkan hasil positif palsu yang tinggi (Mikhitarian et al., 2008).

a.2.f. Ekspresi Mammaglobin pada efusi serosa:

Passebosc-Faure et al. (2005) mengevaluasi panel penanda molekuler untuk deteksi sel kanker pada efusi serosa dan untuk menentukan nilai mereka sebagai penunjang transkripsi RT-PCR pada pemeriksaan sitologi. Pada RT-PCR sebanyak 114 pasien dengan efusi serosa yang berasal dari 71 pasien dengan tumor dan 43 pasien dengan penyakit jinak dinilai ekspresi antigen Carcinoembryonic (CEA), sel epitel molekul adhesi (Ep-CAM), E-kaderin (CDH1), mammaglobin B, musin 1 (MUC1) isoform MUC1/REP, MUC1 / Y dan MUC1 / Z, calretinin (CALB2), dan gen tumor Wilms. CEA dan mammaglobin secara khusus terekspresi pada keganasan epitel, dan mammaglobin terutama terekspresi pada efusi dari payudara karsinoma (spesifitas 97,3%).

(60)

Mereka menyimpulkan bahwa analisa RT-PCR dari CEA, Ep-CAM, dan mammaglobin-B pada efusi serosa bisa menjadi tambahan yang bermanfaat untuk sitologi diagnosa keganasan (Passebosc-Faure et al., 2005).

2.3.4. Mammaglobin dalam Perbandingan dengan Penanda Kanker Payudara yang digunakan saat ini:

Mammaglobin menjadi penanda yang sangat menjanjikan untuk aplikasi pengelolaan kanker payudara. Sangat spesifik untuk jaringan epitel payudara, sementara penanda lain menunjukkan ekspresi dalam jaringan selain payudara (Corradini et al., 2001).

Overekspresi HER-2 juga ditemukan dalam keganasan yang lain selain payudara, seperti karsinoma ovarium(25-30%), adenokarsinoma duktus pankreas (24%), karsinoma sel skuamosa kepala dan leher(24%), adenokarsinoma lambung (15,2%), dan karsinoma kolorektal (3%) (Hellstrom et al., 2001).

Namun demikian, penanda di luar mammaglobin diekspresikan secara positif palsu dalam kontrol negatif; karenanya, penggunaannya sebagai penanda untuk kanker payudara masih dipertanyakan, dimana saat ini sangat dibutuhkan penanda khusus payudara untuk aplikasi klinis (Corradini et al., 2001). Mengingat sensitivitas diagnostik, mammaglobin tampaknya juga menjadi penanda yang cukup menjanjikan untuk aplikasi klinis.

(61)

2.3.5. Metode Assay:

2.3.5.a. Pewarnaan pada imunohistokimia (IHC):

Analisis imunohistokimia rutin dilakukan melalui sisntesa peptida yang sesuai dengan peptida 16-residu (EVFMQLIYDSSLCDLF) pada urutan protein terminal C mammaglobin yang berkonjugasi pada karier(Carrier) yang kemudian disuntikkan ke kelinci untuk menghasilkan antibodi antimammaglobin pada kelinci poliklonal.

Reagen ini digunakan dalam survei besar tumor payudara primer dari berbagai kelas dan jenis histologi. Kekhususan dari antibodi yang dihasilkan dikonfirmasi dengan analisis Western blot dari beberapa cell-line tumor payudara manusia dan kanker payudara primer manusia yang diperiksa sebelumnya untuk ekspresi mRNA mammaglobin(Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

Pola pewarnaan mammaglobin dominan tersebar dalam sel tumor dan sitoplasma, meskipun beberapa sel menunjukkan pewarnaan lokal yang intens berdekatan dengan nukleus. Dalam jaringan payudara nonneoplastik, sel-sel epitel positif terlihat jarang dan tersebar dalam lobulus asinus tipe I dan tipe II dan dalam sel-sel kolumnar dari duktus terminal (Watson et al, 1999 dan Gillanders, 2005).

2.3.5.b. RT-PCR:

Cerveira et al. pada tahun 2004 mengevaluasi sensitivitas teknik RT-PCR standar (sintesis cDNA oleh primer acak diikuti amplifikasi dengan nested-PCR tunggal)

Gambar

Gambar Apoptosis dari :
Tabel 1. Komposisi sintesis cDNA
Tabel 4.2 Karakteristik subjek penelitian
Gambar 4.1 Hasil Elektroforesis Mammaglobin (sampel 1-14)                X     C    1    2    3    4    5    6     7     8     9    10   11  12  13  14     Keterangan  X : Ladder  C : kontrol negatif       1-5   ; Sampel  metastase      6-14 ; Sampel non-m
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Rekapitulasi kuadrat tengah karakter kuantitatif yang diamati disajikan pada Tabel 2 yang menunjukkan berbeda sangat nyata pada parameter umur berbunga, umur panen,

tinggi memiliki keyakinan bahwa ia mampu mengerjakan tugas-tugas yang sukar, sedangkan individu dengan tingkat yang rendah memiliki keyakinan bahwa dirinya hanya

Intisari: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jus buah sirsak terhadap kadar asam urat pada penderita hiperurisemia di Dusun Semarangan, Sidokarto,

Pada tahap proses ini antagonisme antar mikroorganisme terjadi, dan reaksi kimia komplekpun terjadi antara residu lignin, limbah yang terdegradasi serta protein mikroba yang

Subyek penelitian ini adalah 3 (tiga) siswa kelas VIII yang tercatat sebagai siswa yang kurang dalamberdisiplin disekolah. Teknik pengumpuian data yang digunakan adalah:

Namun, oleh pemerintah Indonesia, tuntutan kemerdekaan rakyat Papua yang sangat sensitif tersebut direspon dengan turunnya Undang-Undang yang sama sekali tidak berjalan ketika itu

Pelatihan Bahasa Arab untuk Tata Laksana Rumah Tangga Keluarga terdiri atas bahan yang paparan atau dialog untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap

Selain itu juga ada tipe external Whistleblower adalah pihak pekerja atau karyawan di dalam suatu perusahaan atau organisasi yang melaporkan suatu pelanggaran hukum kepada pihak