• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABAD PETENGAHAN (590-1492/1517)

Dalam dokumen Sejarah Gereja adalah sebagai berikut (Halaman 30-135)

Tahun 590 Gregorius I menjadi Paus Meskipun sudah tidak lagi menjadi ibu kota kekaisaran, Roma masih mempunyai kehormatan. Wajar, karena kota tua itu pernah mempunyai hubungan dengan Rasul Petrus dan Paulus Bertahun-tahun lamanya, para Uskup Roma berupaya meningkatkan kekuasaannya. Perlahan-lahan upayanya telah mencapai kedudukan yang lumayan melebihi keuskupan lainnya, dan uskup Roma pun menjadi Paus.

Namun orang yang sangat berjasa dalam mendukung wibawa dan kekuasaan kepausan tidak melakukannya demi keuntungan politik. Seorang biarawan sederhana yang tidak berambisi memperoleh kedudukan tinggi, naik takhta kepausan, sesuatu yang berlawanan dengan kemauannya.

Gregorius dilahirkan pada tahun 540 dalam sebuah keluarga bangsawan Romawi yang telah mengukir sejarah dalam kedudukan politik. Ia diangkat menjadi prefect (pejabat gereja) di Roma — jabatan sipil tertinggi. Namun ia mengundurkan diri

karena tidak ingin terpisah dari kehidupan rakyat biasa, dengan membagi-bagi hartanya untuk mendirikan biara-biara dan ia sendiri menjadi penghuni salah satunya. Beberapa tahun kemudian, ia menjadi kepala biara.

Kesalehannya -- dan tentunya latar belakangnya sebagai seorang administrator terampil – telah menarik perhatian. Pada tahun 590, ketika Paus wafat, orang-orang Romawi dengan suara bulat meminta Gregorius menjadi penerusnya. Meskipun Gregorius menolak,. keinginan masyarakat memaksanya

Sebagai seorang mantan negarawan, paus baru ini menerapkan kekuasaan pemerintahannya pada jabatan barunya. Ketika orang-orang Lombardus mengancam Roma, Gregorius meminta bantuan kaisar Konstantinopel. Melihat bantuan tersebut tak kunjung datang, uskup Roma ini pun mulai mengumpulkan pasukan, mengadakan berbagai perjanjian, dan melakukan segala sesuatu untuk mendatangkan perdamaian. Tindakan Gregorius yang independen itu telah membuktikan pada exarch (wakil kaisar yang ditempatkan di Ravenna) bahwa Gregorius sanggup memelihara ketenteraman di Roma. Tindakan politis ini akan menjadi beberapa langkah awal dalam memisahkan orang-orang Kristen di kekaisaran Timur dan Barat. Akan tetapi, Gregorius tidak mempunyai ambisi politik. Minatnya adalah di bidang spiritual. Ia amat berminat dengan kepedulian pastoral, ia menekankan bahwa kaum biarawan harus memandang diri mereka sebagai gembala dan hamba kawanan domba. Ia menyebut diri nya "pelayan para pelayan Allah", dan Peraturan Pastoralnya, yang merupakan studi mendalam akan upaya spiritual manusia dan bagaimana biara harus menanganinya, menjadi buku pegangan bagi biarawan pada Abad Pertengahan. Dialogues karya Gregorius adalah upaya utama tentang hagiography, "tulisan tentang para santo", yang menekankan kisah fantastik dan ajaib, yang akan memberi kesan bahwa para santo adalah pahlawan sejati. Pada masa kepausannya, penghormatan kepada anggota badan, busana, dan sebagainya milik para santo, dianjurkan. Hal itu

merupakan ciri utama kesucian Abad Pertengahan. Berabad-abad lamanya, tiada gereja yang dapat didirikan tanpa relikwi seorang santo ditempatkan di sana.

Meskipun Gregorius tidak mengakui dirinya sebagai seorang teolog, namun beberapa pandangannya telah menjadi pokok dalam teologi Katolik. la percaya akan tempat penyucian jiwa sebelum memasuki surga dan mengajarkan bahwa misa yang diadakan untuk orang yang telah meninggal dunia akan meringankan penderitaannya di sana. Sebagai tambahan, ia juga rnembantu mempopulerkan ajaran-ajaran Dionysius dari Areopagite, yang telah menulis tentang kategori para malaikat yang berbeda. Setelah Gregorius mempopulerkannya, ide-ide tersebut mendapat pengakuan yang luas. Meskipun bukan dia yang memulai Kidung Gregorian, Gregorius tertarik dengan musik gereja, dan adanya kidung-kidung sederhana karena pengaruhnya. Gregorius memberi kuasa bagi misi pekabaran Injil di Kent di bawah pimpinan Augustinus, misionaris yang kemudian menjadi uskup agung pertama di Canterbury. Meskipun kekristenan telah sampai ke Inggris, dengan misi yang dikirim di bawah pimpinan Augustinus, Gregorius memperluas kuasa Roma atas kepulauan itu. Misi Kristen yang berpaling pada Roma untuk kepemimpinannya sedang terwujud dengan pasti.

Uskup Konstantinopel mengklaim gelar Patriarkh Oikumenis ("global atau universal"). Gregorius bukan saja menolak gelar itu untuk uskup, tetapi juga menolak untuk dirinya sendiri. Namun, semua yang dilakukannya menunjukkan bahwa Gregorius melihat dirinya sendiri sebagai imam utama bagi Gereja di seluruh dunia. Dalam kurun waktu empat belas tahun ia telah melakukan begitu banyak karya, sehingga generasi selanjutnya menyebutnya Gregorius Agung. Mungkin dia menjadi agung karena ia adalah orang sederhana.

Hampir seperti Elia di atas bukit Karmel, Bonifatius, misionaris berdarah Saxon dari Inggris, melawan kekafiran di jantung negeri Jerman. Ia mempunyai sebuah kapak di tangannya. Di hadapannya ada Thundering Tree (Pohon Petir) yang besar, sebuah tanda perbatasan setempat yang dikeramatkan bagi dewa petir oleh orang-orang kafir. Bahkan sebagian orang yang bertobat dan menjadi Kristen karena ajaran-ajaran Bonifatius, diam-diam menyembah pohon tersebut.

Dengan berani Bonifatius menentang penyembahan sesat ini. Sebagai wakil Allah yang sejati bagi orang-orang Kristen, ia memusnahkan lambang iblis tersebut. Ia menebang pohon "suci" tersebut dengan kapaknya, dan Pohon Petir tersebut pun tumbang dengan suara gemuruh.

Itulah legendanya, benar atau tidak, sekurang-kurangnya cerita ini mengungkapkan keberanian, dan iman yang ditampilkan Bonifatius melawan kepercayaan yang salah. Dilahirkan dalam keluarga Kristen di Wessex pada tahun 680, nama aslinya ialah Winfred. Ia dilatih di Biara Benediktin dan ditahbiskan pada usia tiga puluh tahun. la dianugerahi keterampilan untuk belajar dan memimpin. Sebenarnya ada peluang baginya untuk berdiam di Inggris, untuk belajar, mengajar dan mungkin juga memimpin sebuah biara, namun ia merasa sedih atas orang-orang yang belum mengaku percaya kepada Kristus. Beribu-ribu orang Saxon di Low Countries (dataran rendah) dan di Jerman sangat membutuhkan Injil.

Pada tahun 716, Winfred berangkat ke Frisia, tempat para misionaris Inggris telah berupaya berpuluh-puluh tahun lamanya. Raja Frisia, Radbod, menentang kekristenan. Tekanan di situ sangat kuat dan Winfred pun kembali ke Inggris. Inilah kegagalan misinya yang pertama.

Teman-temannya di biara Benediktin meminta dia menjadi kepala biara. Setelah pengalaman yang menyakitkan di Frisia, ia mungkin saja tergiur dengan tawaran ini. Tetapi visi Winfred masih mengarah ke luar. la pergi ke Roma pada tahun 718, dan di

sana ia menerima tugas misionaris dari Paus. Ia ditugaskan untuk pergi lebih jauh, melewati Sungai Rhine, dan mendirikan gereja Roma di antara orang Jerman di sana. Jerman umumnya telah terbuka untuk kekristenan jenis apa pun, namun tidak ada Gereja yang kuat di sana. Pada abad keempat, suku-suku Jerman terikat dengan Arianisme yang mereka baurkan dengan takhayul mereka sendiri. Kemudian, misionaris Celtic telah memenangkan sejumlah jiwa, tetapi mereka tidak pernah ada di bawah naungan organisasi Gereja yang kuat. Sri Paus ingin sekali menghadirkan Gereja yang kokoh di sana.

Mula-mula, Winfred mendatangi Thuringia untuk menghidupkan gereja yang mulai melemah di sana. Kemudian setelah ia mendengar bahwa musuhnya Radbod telah mati, ia kembali ke Frisia. Otoritas Sri Paus agaknya telah memberikan Winfred wibawa atas pemerintah setempat. Di sana ia bekerja selama tiga tahun, kemudian berpindah ke arah tenggara, ke Hesse.

Ia kembali ke Roma pada tahun 723 dan diangkat sebagai uskup. Itulah saatnya ia menerima nama barunya – Bonifatius. la juga diberikan surat perkenalan untuk Charles Martel, raja suku Frank. Ketangkasan Charles di bidang militer sangat terkenal (ia yang memukul mundur pasukan Islam di Tours). Perlindungannya memberikan dukungan kuat bagi Bonifatius.

Sekembalinya dari Hesse, Bonifatius melanjutkan pemusnahan kekafiran dan mendirikan gereja. Hal ini terjadi ketika ia menumbangkan pohon yang dianggap suci. Mungkin ketakutan warga pada Charles Martel yang mencegah mereka menjatuhkan Bonifatius. Namun, hasilnya ialah bahwa kekristenan menjadi kekuatan baru yang harus diperhitungkan di Jerman. Jika pohon mereka saja tidak dapat dilindungi para dewa orang Jerman, maka mereka tidak memiliki apa pun untuk dibandingkan dengan Allahnya Bonifatius.

Bonifatius menjadi daya tarik bagi sejumlah misionaris dari Inggris – para biarawan dan biarawati ingin sekali melayani bersamanya. Dengan bantuan mereka, ia

mendirikan organisasi gereja yang kuat di seluruh kawasan itu. Ironisnya, pelindungnya, Charles Martel sedang mengupayakan perubahan gereja di antara orang-orang Frank. Charles berkuasa atas gereja-gereja di sana dengan merampas tanahnya dan menjual instansi-instansi gereja. Hanya setelah ia wafat, pada tahun 741, Bonifatius dapat memulihkan gereja Frank tersebut. Pada tahun 747, Bonifatius sekali lagi pergi ke Roma. Di sana ia diangkat menjadi uskup agung Mainz dan pemimpin spiritual seluruh Jerman. Namun setelah melewati umur tujuh puluh tahun, ia berkeinginan menyelesaikan pekerjaannya yang tertinggal. Setelah mengundurkan diri dari jabatan uskup agungnya pada tahun 753, ia kembali ke Frisia, tempat ia memulai karya misionarisnya. Di sana ia memanggil kembali orang-orang yang telah ia baptis dan yang sekarang telah kembali ke kekafiran, kemudian ia melanjutkan perjalanan ke daerahdaerah yang belum dijangkau. Pada hari Minggu Pentakosta tahun 755, di Dackum, di sepanjang Sungai Borne, ia merencanakan kebaktian di tempat terbuka, mengajar dan meneguhkan orang-orang percaya baru. Ketika sedang berdiri di tepi sungai, sambil menyiapkan kebaktian, segerombolan penjahat kafir menyerangnya. Orang-orang yang ada di pihaknya mencoba melawan, tetapi Bonifatius berteriak: "Hentikanlah, anak-anakku, dari pertikaian ... Jangan takut kepada mereka yang membunuh badan ini, tetapi tidak dapat membunuh jiwa yang abadi ... Terimalah dengan tenang serangan maut sesaat ini, agar Anda dapat hidup dan memerintah bersama-sama Kristus selama-lamanya." Menurut saksi mata, ia mati dengan Injil di tangannya.

Para kritikus berkata bahwa Bonifatius hanyalah seorang organisatoris. Sebagian besar karya misinya adalah politik, yaitu membina kesetiaan pada gereja Roma di tempat-tempat gereja melemah. Dan adalah benar bahwa ia membantu meletakkan dasar bagi kekaisaran Roma yang suci dan politik kepausan Abad Pertengahan. Berkat Bonifatius, Jerman merupakan benteng bagi gereja Roma sampai jaman

Reformasi.

Akan tetapi tidak ada yang dapat meragukan kesalehan, keberanian ataupun kesetiaan pelayanan Bonifatius. Seperti yang ditulis sejarawan Kenneth Scott Latourette, "Tidak banyak, jika pun ada, misionaris Kristen yang telah menyajikan dengan lebih tepat, idealisme iman mereka yang hendak disebarluaskan dengan perilaku mereka. Rendah hati, meskipun ada kesempatan yang menggiurkan untuk mendapatkan posisi gerejawi yang tinggi; tanpa cacat skandal; seorang yang mandiri dan tekun berdoa; berani, mengorbankan diri sendiri, dan adil. Bonifatius adalah salah seorang panutan yang luar biasa bagi kehidupan Kristen.

Tahun 732 Pertempuran Tours

Jika bukan karena Charles Martel, kita semua mungkin, sekarang, berbicara dalam bahasa Arab dan berlutut menghadap Mekah lima kali sehari. Di Tours, Charles Martel dengan pasukan orang-orang Frank memukul balik pasukan-pasukan muslim yang ganas, yang telah menyapu Afrika Utara dan sedang menuju Eropa. Pertempuran di Tours itulah yang menyelamatkan peradaban Barat. Perkembangan Islam yang pesat adalah gerakan luar biasa dalam sejarah. Pada tahun 622, para pengikut Muhammad hanyalah sekelompok visioner teraniaya yang berkumpul di Mekah. Seratus tahun kemudian mereka tidak hanya menguasai Arab, tetapi juga Afrika Utara, Palestina, Persia (Iran), Spanyol dan sebagian India. Mereka sedang mengancam Perancis dan Konstantinopel.

Bagaimana mereka melakukan itu? Pertobatan, diplomasi dan pasukan-pasukan tempur yang berdedikasi. Juga boleh dikatakan bahwa kejatuhan Kekaisaran Romawi meninggalkan wilayah yang siap untuk penanaman agama baru ini. Agama Muhammad berkembang di Mekah, salah satu dari dua kota besar di Arab. Agama ini bersifat monoteistis, legalistis dan agak sederhana. Muhammad

menegaskan bahwa ia telah menerima sistem tersebut dari Allah, dan ia berkata bahwa ia adalah rasul yang ditunjuk Allah. Warga Mekah menolak ajaran-ajaran baru Muhammad dan mereka mempersulit kehidupan para pengikutnya. Maka pada tahun 622, rasul tersebut dengan rombongannya melarikan diri ke Madinah (kota terbesar lain di Arab). Pelarian ini (hijriah) mengawali kalender Muslim dan sekaligus merupakan awal ekspansi yang luar biasa.

Arab pada saat itu menjadi tempat berkumpulnya pengembara beraneka suku yang berperang satu sama lain. Islam membawa persatuan – bukan saja dalam agama, tetapi juga hukum, ekonomi dan politik. Ketika Muhammad wafat pada tahun 632, timbullah pertikaian di antara pengikutnya tentang siapa yang akan menjadi penerusnya. Namun agama tersehut tetap berkembang.

Menjelang tahun 636, orang-orang Muslim telah menguasai Suriah dan Palestina. Mereka menguasai Alexandria pada tahun 642 dan Mesopotamia pada tahun 646. Kartago jatuh pada tahun 697, ketika pasukan Muslim menyapu Afrika Utara, memenangkan daerah-daerah yang sampai hari ini masih berada di tangan Muslim. Pada tahun 711, mereka melintasi terusan Gibraltar dan masuk ke Spanyol. Mereka segera mengokohkan penguasaan atas Semenanjung Iberia dan akhirnya bergerak lebih jauh dari Pyrenees. Pada saat yang sama, orang-orang Muslim telah memasuki daerah Punjab di India dan hampir memasuki Konstantinopel.

Konstantinopel adalah ibu kota kekaisaran Byzantin, kehanggaan satu-satunya yang tertinggal dari Kekaisaran Romawi. Berabad-abad sebelumnya, Kekaisaran Romawi terbagi atas Timur dan Barat, dan kekaisaran Barat jatuh ke tangan suku-suku Jerman seperti Vandal, Ostrogoth dan Frank. Satu-satunya kuasa yang dipegang Roma adalah Gereja, tetapi kuasa ini masih sedang bertumbuh. Melalui para misionaris seperti Augustinus di Inggris dan Bonifatius di Jerman, Roma mendapat kesetiaan spiritual dari daerah-daerah pendudukannya dahulu.

Ancaman Islam ialah menggabungkan kekuatan agama dan politik. Namun agama Islam bukan saja menumbangkan kekuasaan politik, ia juga menobatkan warga

jajahan dengan menawarkan (atau memaksakan) sistem agama baru. Charles Martel adalah penguasa dari kalangan kaum Frank, salah satu suku Jerman yang menguasai kekaisaran Barat. Kaum Frank ini pernah menyerang Perancis pada tahun 355, dan secara resmi telah bertobat ke dalam kekristenan Roma di bawah pemerintahan Clovis I (481-511). Seperti para penguasa Frank sebelumnya, Charles pun menggunakan Gereja untuk kepentingannya sendiri. Ia merasa senang mendukung misionaris Roma di antara suku-suku Jerman lainnya – ini akan menambah kekuasaan kaum Frank di Jerman. Namun, ia segera menyelewengkan Gereja kaum Frank bagi keuntungan pribadinya. Meskipun ia menyelamatkan gereja Roma dari kehancuran di Tours, sebenarnya ia berperang untuk melindungi daerah Frank.

Jenderal pasukan Muslim Abd-er-Rahman yang memimpin pasukannya ke Utara, masuk tepat di daerah Frank. Charles Martel (Martel artinya "Palu") berhadapan dengannya di antara Tours dan Poitiers serta memukulnya mundur. Dalam suatu rangkaian pertempuran sengit, kaum Frank memukul mundur pasukan Muslim ke Spanyol, mengakhiri perkembangan Muslim di Eropa.

Tentunya, pertahanan di Konstantinopel pada tahun 718 juga sama pentingnya dalam memukul penaklukan kaum Muslim. Tetapi bagi mereka yang menelusuri warisan Eropa Barat, pertempuran Tours adalah yang menentukan. Seandainya Muslim yang menang, mereka mungkin mundur di kemudian hari; mungkin mereka menyebar dan menipis. Namun seperti pesatnya mereka berkembang, begitu juga mereka menduduki daerah-daerah yang telah dimenangkan dengan kokoh. Dua belas setengah abad kemudian mereka masih merupakan kekuatan yang disegani, dan daerah-daerah pendudukan mereka masih menolak kesaksian Kristen.

Haruskah negara dan gereja menjadi satu? Dalam dunia kuno, setiap negeri mempunyai dewa-dewanya sendiri – dan kaisar Roma adalah salah satunya. Tidak seorang pun yang memisahkan agama dari politik. Ketika Konstantinus bertobat dan membawa agama Kristen ke kerajaan sebagai agama yang disenangi, terjalinlah hubungan (kerajaan) dengan gereja. Bahkan setelah kerajaan itu jatuh, banyak kalangan berpegang pada ide bahwa seharusnya ada kekaisaran Kristen. Namun siapa yang seharusnya memimpin? Apakah pemimpin spiritual, Sri Paus, apakah kuasa itu harus ada di tangan seorang raja? Sepanjang Abad Pertengahan, para pemimpin senantiasa mencari jawaban bagi pertanyaan ini.

Menjelang pertengahan abad kedelapan, kepausan telah menjadi kuat, namun masih belum mencapai tujuannya, yaitu memulihkan ketertiban di dunia Barat. Pada tahun 754, sebuah dokumen palsu yang dikenal dengan Donation of Constantine, berupaya melestarikan ide suatu Kekaisaran Romawi. Menurut Donation, Kaisar Roma Konstantinus telah pindah ke Konstantinopel untuk membiarkan Sri Paus mengawasi (wilayah) Barat. Konstantinus telah meninggalkan bagian kekaisaran itu kepada uskup Roma.

Mengikuti maksud yang terkandung dalam Donation of Constantine, raja kaum Frank, Pepin III, putra Charles Martel, memutuskan mengambil Ravenna dari kaum Lombardus untuk kemudian diberikan kepada Paus. Pada tahun 756, Donation of Pepin memberikan Papal State (wilayah Kepausan) kepadanya.

Meskipun Sri Paus telah mendapatkan wilayahnya sendiri, ia tidak pernah mengadakan pengawasan langsung. Pengawasan tetap ada di tangan putra Pepin, Charles Agung – atau Karel Agung.

Pada tahun 771, ketika Karel Agung naik takhta, ia memulai dengan penaklukan selama tiga dekade. la mendorong perbatasan kerajaannya ke arah timur dan akhirnya ia menguasai Burgundy, sebagian besar Italia, Alamania, Bavaria dan Thurginia. Di utara ia menguasai Saxony dan Frisia. Di sebelah timur kedua daerah tersebut, ia menciptakan daerah-daerah dengan organisasi militer khusus yang disebut marches.

Daerah-daerah itu terbentang dari Laut Baltik sampai ke Adriatik. Untuk pertama kali, sebagian besar Eropa menikmati kepemimpinan yang stabil.

Sampai pada hari Natal tahun 800, Karel Agung memegang gelar raja. Pada hari suci itu, Paus Leo II menobatkan dia sebagai kaisar, dan sekali lagi tampaknya Eropa Barat mempunyai seorang kaisar yang mengikuti jejak Konstantinus. Tentunya Karel Agung menerima sungguh-sungguh pemikiran bahwa ia telah menjadi kaisar Kristen, karena semua surat-surat keluarnya berbunyi: "Karel, dengan kehendak Allah, Kaisar Roma".

Kaisar baru ini mempunyai perawakan yang menimbulkan rasa segan – tinggi, tegar, tangkas berkuda, dan pahlawan yang gagah berani namun terkadang kejam. Ia tampil di Eropa dengan figur seorang bapak yang berkuasa, tetapi juga yang berkebajikan. Karel Agung sama sekali tidak ingin kehilangan kekuasaannya. Kaisar di Konstantinopel tidak menimbulkan masalah apa pun, karena ia telah memahami hak Karel Agung. Tetapi mereka yang ada di bawahnya, ataupun Paus, mungkin berniat menanggalkan beberapa otoritas Karel Agung. Karena daerah pemerintahannya sangat luas, Karel Agung menunjuk dua orang pejabat yang dikenal sebagai missi dominici. Kedua orang ini berkeliling ke seluruh kekaisaran untuk memeriksa para pejabat setempat. Paus sendiri tidak dapat mengelak dari mata mereka yang tajam, dan missi tersebut berkuasa atas gereja dan negara.

Meskipun Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Carolingian Renaissance (Kebangkitan Carolingia). Kaisar tersebut mensponsori sebuah sekolah istana di Aachen. Alcuin, seorang terpelajar Anglo-Saxon menjadi guru di sana; ia menasihati murid-muridnya: "Waktu berjalan seperti air yang mengalir. Jangan sia-siakan hari-hari belajar dengan bermalas-malasan!" Alcuin menulis buku teks tentang tata bahasa,

ejaan, retorika dan logika. Ia juga menulis ulasan-ulasan Injil, dan berpihak pada paham ortodoks dalam berbagai perdebatan teologi.

Bukan saja sekolah Aachen yang merangsang penuntutan ilmu di seluruh kekaisaran, Karel juga membuat aturan bahwa setiap biara harus memiliki sebuah sekolah untuk mengajar "semua orang yang dengan pertolongan Allah sanggup belajar". Carolingian Renaissance berhasil memelihara banyak tulisan dunia kuno. Karena para biarawan membuat salinan-salinan karya Latin kuno – beberapa di antaranya terhias dengan cantik – biara-biara pun menjadi "bank kebudayaan". Dalam banyak hal, tanpa jerih-payah para biarawan ini, karya-karya kuno mungkin sudah hilang dari jangkauan kita.

Pada masa kekacauan dan peperangan, pemerintahan Karel Agung memberi stabilitas politik dan kebudayaan. Dia menjamin bahwa Barat akan memelihara pusaka kuno ini, bahwa kekristenan akan tersebar di kekaisarannya, dan bahwa biara akan mengajar elemen dasar keyakinan itu sendiri. la juga memberi Paus perlindungannya. Akan tetapi, Karel Agung tidak punya alasan untuk memberikan kuasanya kepada Paus. Apakah ia bukan kaisar Kristen yang loyalitas penuhnya adalah untuk Allah? Sesungguhnya, figur yang luar biasa ini tunduk hanya kepada Dia. Ketika Karel Agung wafat pada tahun 814, kekaisarannya sedikit demi sedikit mulai pecah, terbagi-bagi di antara tiga orang putranya, dan perlahan-lahan Paus pun meraup kekuasaan.

Namun Karel Agung telah mewariskan kepada Barat suatu visi yang memikat: Seorang raja Kristen dengan otoritas tertinggi di seluruh daerah kekuasaannya. Ratusan tahun berikutnya, para paus dan raja berupaya mendapatkan kekuasaan semacam itu di daerahnya sendiri – dan juga di daerah lain. Gagasan ini memakan waktu lama untuk hilang.

863 Cyrillus dan Methodius Mengabarkan Injil kepada Orang-orang Slavia Berabad-abad sebelum Michelangelo atau kapur tulis digunakan, seorang misionaris yang artistik telah membuat lukisan "The Last Judgement" (Penghakiman Terakhir) di sebuah tembok – dan memenangkan seorang raja bagi Kristus.

Menurut cerita, sang pelukis itu ialah Methodius, yang juga merupakan seorang

Dalam dokumen Sejarah Gereja adalah sebagai berikut (Halaman 30-135)

Dokumen terkait