Profi l Beberapa Sahabat Rasulullah yang Kaya
A. Abdullah bin Mubarak
DUMMY
DUMMY
Mengenai sifat kedermawanan Abdullah bin Mubarak telah banyak diceritakan dengan baik oleh sahabat-sahabatnya.
Kedermawanan Abdullah bin Mubarak mendapat pujian dari banyak koleganya. Ismail bin ‘Ayyas salah satunya. Dia mengatakan, “Sepengetahuanku tidak ada orang lain di muka bumi ini yang menyamai Abdullah bin Mubarak. Allah telah menjadikan sifat dermawan itu benar-benar melekat dalam dirinya. Teman-teman karibku telah menceritakan kepadaku bahwa suatu ketika mereka menemani Abdullah bin Mubarak dari Mesir menuju Makkah. Mereka disuguhi makanan-makanan yang lezat oleh Abdullah bin Mubarak. Sementara si pemberi sendiri malah terus berpuasa sepanjang tahun.”
Ibnu Katsir meriwayatkan sebuah kisah mengenai kedermawanan Abdullah bin Mubarak. Suatu ketika Abdullah bin Mubarak bertekad untuk menunaikan ibadah haji dan telah menyiapkan biaya yang cukup. Kemudian ketika ia sampai di satu daerah ia melihat seekor burung mati tergeletak di jalan.
Ia kemudian menyuruh sahabat-sahabat yang menemaninya untuk membuangnya ke tempat sampah beberapa meter di depannya. Para sahabatnya bergegas menuruti perintahnya dan mendahului Abdullah bin Mubarak dan membuang bangkai burung tersebut ke tempat sampah.
Saat Abdullah bin Mubarak sampai di tempat sampah di mana bangkai burung tersebut dibuang, ia melihat seorang perempuan keluar dari sebuah rumah dekat tempat sampah.
Perempuan tersebut mengambil bangkai burung di tempat sampah tersebut. Kemudian burung tersebut dibawa kembali ke rumahnya. Abdullah bin Mubarak terdiam dan bertanya ihwal mengambil bangkai burung yang telah dibuang oleh sahabatnya.
“Menjauhlah dariku,” pinta perempuan itu. Kemudian Abdullah bin Mubarak terus bertanya kepadanya, hingga perempuan itu menjawab, “Sesungguhnya aku punya anak-anak lelaki yang kelaparan dan menangis sejak tiga hari lalu. Dalam kondisi seperti ini aku pikir bahwa bangkai ini halal.” Abdullah berkata,
“Aku kemudian melepaskan ikat pinggangku dan kupenuhi dengan uang yang sedianya akan kugunakan untuk biaya haji.”
Aku berkata kepada perempuan yang lapar itu, “Ini sebagai ganti hajiku,”. Kemudian aku berlalu pulang ke rumah tidak jadi
DUMMY
berhaji.
Saat orang-orang yang menunaikan haji kembali mereka mengucapkan selamat kepada Abdullah bin Mubarak. Abdullah heran dan bertanya, “Aku tidak meninggalkan negaraku. Ada berita apakah gerangan?”. Saat aku kembali ke rumah, aku tertidur dan melihat Rasulullah Saw dalam tidurku bersabda kepadaku, “Ketika engkau menyerahkan dinarmu, dan melepaskan kesulitan perempuan dan anak-anak yatimnya, maka Allah mengutus malaikat yang menunaikan haji setiap tahun dalam rupamu sampai hari kiamat dan menjadikan pahala haji itu untukmu.”
Al-Dzahabi meriwayatkan dari al-Khatib bahwasanya Abdullah bin Mubarak ketika datang musim haji, para kerabat dan sahabatnya berkumpul kepadanya memintanya untuk berangkat haji bersama-sama (beliau tinggal di Kota Marwaz, daerah Khurasan, Iran sekarang). Ibnu Mubarak meminta semua kerabat dan sahabatnya tersebut untuk menyerahkan uang yang mereka siapkan untuk berhaji. Setelah semua terkumpul, Abdullah bin Mubarak meletakkan semua uang tersebut dalam sebuah kotak dan menguncinya. Kemudian mereka bersama-sama berangkat yang semua kebutuhan dalam perjalanan dipenuhi oleh Abdullah bin Mubarak. Sesampainya di Baghdad semua rombongan diberi pakaian yang bagus-bagus dan diberi makanan yang enak-enak, begitu seterusnya sampai di Makkah dan Madinah. Sebelum meninggalkan Makkah dan Madinah, Ibnu Mubarak menyuruh rombongan untuk berbelanja oleh-oleh buat keluarganya dengan uang Abdullah bin Mubarak.
Sekembalinya di Marwaz, Abdullah bin Mubarak melaksanakan tasyakuran atas kepulangan mereka. Setelah semuanya selesai, Abdullah bin Mubarak mendatangkan kotak dan membukanya kemudian menyerahkan kembali harta rombongan haji tersebut, semuanya sudah ada nama masing-masing. 140
Rumah Abdullah bin Mubarak di Marwaz terbilang sangat besar, yaitu ukuran 50 dhira’ X 50 dhira’.141 Jika 1 dhira’ kurang
140 Al-Dzahabi, Siyar, Vol. 8, 385-386.
141 Dhira’ (hasta) adalah ukuran tradisional zaman dulu untuk mengukur panjang. Satu dhira’ sama dengan panjang lengan seseorang yang postur tubuhnya sedang mulai ujung jari sampai siku. Jika dijadikan ukuran meter saat ini, 1 dhira’ kurang lebih 0,5 meter. Lihat kamus-kamus Arab, misalnya:
DUMMY
lebih 0,5 meter, maka ukuran rumah Abdullah bin Mubarak tersebut adalah 25 m X 25 m, yaitu seluas 625 m2. Rumah tersebut menjadi tempat berkumpul para ulama’ dan penuntut ilmu yang selalu dijamu dengan makanan yang enak-enak. Sementara itu Ibn Mubarak juga punya rumah di Kufah, namun rumahnya sangat kecil yang ketika sedang di Kufah, beliau tidak keluar rumah tersebut kecuali untuk shalat di masjid. Ketika ditanya tentang perbedaan mencolok rumahnya tersbut Ibn Mubarak menjawab bahwa dia ingin leluasa beribadah kepada Allah tanpa diketahui masyarakat.
Begitu juga Abdullah bin Mubarak sering memberi makan dan minum masyarakat di tempat keramaian di Kufah, yang lucunya karena masyarakat tidak tahu tentang Abdullah bin Mubarak dan tidak tahu bahwa beliau yang memberi makanan dan minuman tersebut sehingga mereka berdesakan dan karena berdesakannya sampai-sampai Abdullah bin Mubarak keluar dari kerumunan tersebut dengan susah payah dan dianggap sama dengan mereka berebut makanan.142
Fudhail bin ‘Iyadh pernah protes pada Ibn Mubarak,
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud, sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?” Abdullah Ibn Mubarak menjawab, “Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku”.143
Ucapan ini benar-benar terbukti, karena dia sangat terkenal dengan sifat dermawan dan selalu membantu orang miskin dengan sumbangan harta yang sangat besar setiap tahun. Tidak hanya itu, Imam Abdullah bin Al-Mubarak juga menulis kitab tentang zuhud. Hal ini semakin menunjukkan meskipun kaya raya, zuhud telah menjadi bagian dari hidupnya.
A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir (Surabaya: Pustaka Progresif, 1997), 142 Ibn al-Jawzi, Sifat al-Shafwah, Vol. IV, 89-90.445.
143 Al-Dzahabi, Siyar, Vol. 8, 387.