• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORITIK DAN PENGAJUAN KONSEPTUAL

A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

a. Definisi Pendekatan Kontekstual

Pendekatan Kontekstual adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka.1 Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi pembelajaran dengan dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.2 Sedangkan menurut Wina Sanjaya CTL adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.3 Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan nyata siswa dengan tujuan untuk menemukan makna dari materi pelajaran dan menjadikannya dasar pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan bekerja dan mengalami (learning by doing), bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.

1

Ibnu Setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Bandung: MLC, 2007), h. 67.

2

Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), h. 41.

3

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 255.

7

Berdasarkan pengertian-pengertian pendekatan kontekstual yang telah diungkapkan, ada tiga hal yang harus dipahami. Pertama, pendekatan kontekstual menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh dalam menemukan materi pelajaran, artinya proses belajar diorientasikan pada proses pengalaman secara langsung. Belajar dalam pendekatan kontekstual bukan hanya sekedar mendengarkan dan mencatat, tetapi belajar adalah proses berpengalaman secara langsung. Melalui proses pengalaman itu diharapkan perkembangan siswa terjadi secara utuh, yang tidak hanya berkembang dalam aspek kognitif saja, tetapi juga aspek afektif dan psikomotorik. Kedua, pendekatan kontekstual mendorong siswa agar dapat menemukan hubungan antara materi yang dipelajari dengan situasi kehidupan nyata, sehingga materi yang dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori siswa dan tidak mudah dilupakan. Ketiga, pendekatan kontekstual mendorong siswa untuk dapat menerapkan hal-hal yang dipelajari dalam memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan mereka. Materi pelajaran dalam konteks CTL bukan untuk ditumpuk di otak dan kemudian dilupakan, akan tetapi dapat menjadi bekal dalam mengarungi kehidupan nyata.4

b. Teori Belajar yang Mendasari Pembelajaran Kontekstual

Salah satu landasan teoritik pembelajaran kontekstual adalah teori konstruktivisme. Pendekatan ini menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar. Proses belajar mengajar lebih diwarnai student centered daripada

teacher centered. Menurut pandangan konstruktivistis, dalam pembelajaran IPA seyogianya disediakan serangkaian pengalaman berupa kegiatan nyata yang rasional dan memungkinkan terjadi interaksi sosial. Dengan kata lain, saat proses belajar berlangsung siswa harus terlibat secara langsung dengan kegiatan nyata.5

Selanjutnya, pandangan konstruktivisme mempengaruhi konsep tentang proses belajar, bahwa belajar bukanlah sekedar menghafal, tetapi proses

4

Wina Sanjaya, Op. cit., h. 256.

5

Usman Samatowa, Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar (Jakarta: PT Indeks, 2011), Cet. 2, h. 63.

mengkonstruksi pengetahuan yang dilakukan melalui pengalaman. Pengetahuan

bukanlah hasil “pemberian” guru, tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang dilakukan setiap individu. Menurut pembelajaran kontekstual, pengetahuan itu akan bermakna manakala ditemukan dan dibangun sendiri oleh siswa. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil pemberian orang lain tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna, bahkan seringkali mudah dilupakan.

c. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual

Menurut Muslich (2007), pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mempunyai karakteristik sebagai berikut:6

1) Pembelajaran dilaksanakan dalam konteks autentik, yaitu pembelajaran yang diarahkan pada ketercapaian keterampilan dalam konteks kehidupan nyata atau pembelajaran yang dilaksanakan dalam lingkungan yang alamiah (learning in real life setting).

2) Pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan tugas-tugas yang bermakna (meaningful learning).

3) Pembelajaran dilaksanakan dengan memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (learning by doing).

4) Pembelajaran dilaksanakan melalui kerja kelompok, berdiskusi, dan saling mengoreksi antar teman (learning in a group).

5) Pembelajaran memberikan kesempatan untuk menciptakan rasa kebersamaan, bekerja sama, dan saling memahami antara satu dengan yang lain secara mendalam (learning to know each other deeply).

6) Pembelajaran dilaksanakan secara aktif, kreatif, produktif, dan mementingkan kerja sama (learning to ask, to inquiry, to work together).

7) Pembelajaran dilaksanakan dalam situasi yang menyenangkan (learning as an enjoy activity).

6

Agus N. Cahyo, Panduan Aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar Teraktual dan Terpopuler (Jogjakarta: Diva Press, 2013), h. 151.

9

d. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual melibatkan tujuh komponen utama, yaitu (1) Contructivism (konstruktivisme), (2) Questioning (bertanya), (3)

Inquiry (menyelidiki, menemukan), (4) Learning community (masyarakat belajar), (5) Modeling (pemodelan), (6) Reflection (refleksi atau umpan balik), dan (7)

Authentic Assessment (penilaian yang sebenarnya).7 1) Konstruktivisme (Constructivism)

Konstruktivisme adalah proses membangun dan menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman.8 Menurut konstruktivisme pengetahuan berasal dari luar, akan tetapi harus dikonstruksi oleh seseorang agar menjadi pengetahuan yang bermakna. CTL mendorong siswa mengkonstruksi pengetahuannya melalui pengamatan dan pengalaman nyata. 2) Menemukan (Inquiry)

Menemukan (Inquiry) adalah proses pembelajaran yang didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Melalui proses berpikir yang sistematis diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis. Menemukan merupakan kegiatan inti dari pendekatan CTL, melalui upaya menemukan akan memberikan penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil dari mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri.9

Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui beberapa langkah yaitu: (1) merumuskan masalah, (2) mengajukan hipotesa, (3) mengumpulkan data, (4) menguji hipotesis, (5) membuat kesimpulan. Dengan demikian, penerapan asas inkuiri dimulai dengan adanya masalah yang akan dipecahkan, mengajukan hipotesis sesuai rumusan masalah yang diajukan, mengumpulkan data melalui observasi lapangan, menguji hipotesis, dan membuat kesimpulan. Kesimpulan dapat diperoleh setelah siswa melakukan aktifitas pengamatan sesuai langkah-langkah tersebut.

7

Masnur Muslich, Op. cit., h. 43.

8

Wina Sanjaya, Op. cit., h. 264.

9

Masitoh dan Laksmi Dewi, Strategi Pembelajaran (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama RI, 2009), h. 282.

3) Bertanya (Questioning)

Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi utama dalam pendekatan CTL.10 Dengan adanya keingintahuan, pengetahuan selalu dapat berkembang. Dalam pembelajaran kontekstual, guru tidak hanya menyampaikan informasi saja tetapi juga memancing siswa untuk mengajukan pertanyaan agar siswa dapat menemukan sendiri jawabannya. Dengan demikian, pengembangan keterampilan guru dalam bertanya sangat diperlukan. Hal ini penting karena pertanyaan guru dapat menjadikan pembelajaran lebih produktif, sehingga berguna untuk: (a) menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pelajaran, (b) membangkitkan motivasi siswa untuk belajar, (c) merangsang keingintahuan siswa, (d) memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan, (e) membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu. Oleh karena itu, seorang guru hendaknya dapat mengembangkan keterampilan bertanya dan memancing siswa mengajukan pertanyaan dalam pembelajaran.

4) Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar dalam pendekatan kontekstual menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Hal tersebut senada dengan pendapat Vygotsky bahwa pengetahuan dan pengalaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain.11 Dengan demikian, komunikasi dan kerjasama dalam kelompok amat penting dalam kegiatan pembelajaran.

Dalam pendekatan kontekstual, penerapan komponen masyarakat belajar dapat diterapkan melalui pembelajaran kelompok. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Dalam pembelajaran kontekstual, materi pembelajaran diperoleh bukan hanya dari guru, akan tetapi bisa juga melalui

sharing dengan orang lain. Dengan demikian, masyarakat belajar dapat diterapkan melalui belajar kelompok dan sumber-sumber lain dari luar yang dianggap tahu tentang sesuatu yang menjadi fokus pembelajaran.

10

Ibid., h. 283.

11

11

Prinsip-prinsip yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran yang berkonsentrasi pada Learning Community, antara lain:

a) Pada dasarnya hasil belajar diperoleh dari kerjasama atau sharing dengan pihak lain.

b) Sharing terjadi apabila ada pihak yang saling memberi dan saling menerima informasi.

c) Sharing terjadi apabila ada komunikasi dua atau multi arah.

d) Masyarakat belajar terjadi apabila masing-masing pihak yang terlibat didalamnya sadar bahwa pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan yang dimilikinya bermanfaat bagi yang lain.

e) Pihak yang terlibat dalam masyarakat belajar bisa menjadi sumber belajar. 5) Pemodelan (Modelling)

Yang dimaksud dengan asas modelling adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa.12 Melalui cara pembelajaran semacam ini, siswa dapat lebih cepat memahami materi pelajaran dibandingkan hanya melalui penjelasan dari guru. Dengan demikian, modelling merupakan asas penting dalam pembelajaran CTL karena melalui modelling siswa dapat terhindar dari verbalisme. Melalui pemodelan, guru memberikan contoh atau memperagakan sesuatu yang berhubungan dengan materi pelajaran, dengan tujuan agar pembelajaran menjadi lebih kongkrit.

Prinsip-prinsip komponen modelling yang bisa diperhatikan guru ketika melaksanakan pembelajaran adalah sebagai berikut:

a) Pengetahuan dan keterampilan diperoleh dengan mantap apabila ada model atau contoh yang bisa ditiru.

b) Model atau contoh bisa diperoleh langsung dari yang berkompeten atau dari ahlinya.

c) Model atau contoh bisa berupa cara mengoperasikan sesuatu, contoh hasil karya, atau model penampilan.

12

6) Refleksi (Reflection)

Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima.13 Refleksi dapat dilakukan melalui kegiatan tanya jawab. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar akan masuk ke dalam struktur kognitif siswa dan akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya. Melalui refleksi siswa dapat memperbaharui serta dapat menambah pengetahuan yang dimilikinya.

7) Penilaian nyata (Authentic Assessment)

Authentic Assessment adalah satu asesmen hasil belajar yang menuntut siswa dapat menunjukkan hasil belajar berupa kemampuan dalam kehidupan nyata, bukan sesuatu yang dibuat-buat atau hanya diperoleh di dalam kelas, tetapi tidak dikenal dalam dunia nyata kehidupan sehari-hari.14 Penilaian autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus-menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.15 Dengan demikian, penilaian autentik diarahkan pada proses mengamati, menganalisis, dan menafsirkan data yang telah terkumpul ketika atau dalam proses pembelajaran siswa berlangsung, bukan semata-mata pada hasil pembelajaran.16 Dengan demikian, suatu assesmen dikatakan autentik apabila:17

1) Sasaran penilaiannya mengarah kepada kompetensi yang ingin dicapai;

2) Penilaian yang melibatkan peserta didik pada tugas-tugas atau kegiatan yang bermanfaat, penting, dan bermakna;

3) Penilaian yang mampu menantang peserta didik menerapkan informasi keterampilan akademik baru pada situasi nyata dan untuk maksud yang jelas; 4) Penilaian yang mampu mengukur perbuatan atau penampilan yang sebenarnya

atas kompetensi pada suatu mata pelajaran;

13

Martinis Yamin, Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik, (Ciputat: Referensi, 2012), h. 86.

14

Usman Samatowa, Op. cit., h. 159-160.

15

Wina Sanjaya, Op. cit., h. 269.

16

Masnur Muslich, Op. cit., h. 47.

17

13

5) Penilaian yang mampu mengukur penguasaan peserta didik terhadap kompetensi mata pelajaran tertentu dengan cara yang akurat;

6) Penilaian yang menguji atau memeriksa kemampuan kolektif peserta didik dalam rangka mengevaluasi secara tepat apa yang telah dipelajarinya;

7) Penilaian yang menguji atau memeriksa secara langsung perbuatan/prestasi peserta didik berkaitan dengan tugas intelektual yang layak; dan

8) Penilaian yang melibatkan peserta didik untuk mendemonstrasikan apa yang mereka ketahui dalam suatu konteks kehidupan nyata.

Dalam praktik pembelajaran, asesmen autentik mempunyai karakteristik sebagai berikut:18

1) Penilaian autentik merupakan bagian tak terpisahkan dari pembelajaran. 2) Penilaian autentik merupakan cerminan dunia nyata.

3) Penilaian autentik menggunakan banyak ukuran/metode/kriteria. 4) Penilaian autentik bersifat komprehensif dan holistik.

e. Skenario Pembelajaran Kontekstual

Sebelum melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan CTL, tentu saja terlebih dahulu guru harus membuat desain (skenario) pembelajarannya, sebagai pedoman umum dan sekaligus sebagai alat kontrol dalam pelaksanaannya. Pada intinya pengembangan setiap komponen CTL tersebut dalam pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut :19

a) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru yang harus dimilikinya.

b) Melaksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiry untuk semua topik yang diajarkan.

c) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui memunculkan pertanyaan-pertanyaan.

18

Ibid., h. 3.

19

Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), Cet. 6, h. 199.

d) Menciptakan masyarakat belajar seperti melalui kegiatan kelompok berdiskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

e) Menghadirkan model sebagai contoh pembelajaran, bisa melalui ilustrasi, moddel, bahkan media yang sebenarnya.

f) Membiasakan anak untuk melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

g) Melakukan penilaian secara objektif, yaitu menilai kemampuan yang sebenarnya pada setiap siswa.

2. Belajar

Menurut Gagne, belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.20 Sedangkan menurut Nana Syaodih , belajar adalah segala perubahan tingkah laku baik yang berbentuk kognitif, afektif, maupun psikomotor dan terjadi melalui proses pengalaman.21 Belajar merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dan dilakukan oleh setiap orang untuk memperoleh suatu pengetahuan baru.

Dari pengertian-pengertian yang telah diungkapkan, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan tingkah laku berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap melalui interaksi dengan lingkungan. Dengan kata lain, belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap, dan mengokohkan kepribadian.22 Pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kepribadian yang kokoh merupakan hasil belajar yang diperoleh melalui pengalaman belajar.

Berdasarkan pengertian belajar yang dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

20

Ratna Wilis Dahar, Teori-teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama, 2006), h. 2.

21

Masitoh dan Laksmi Dewi, Op. cit., h. 3.

22

Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran Teori dan Konsep Dasar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 9.

15

1) Belajar adalah sebuah proses;

2) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek kognitif saja, tetapi juga meliputi aspek afektif dan psikomotor;

3) Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis;

4) Perubahan perilaku akibat belajar bersifat cukup permanen. 3. Hasil Belajar

Menurut Suprijono, hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan keterampilan.23 Sementara Muslich berpendapat, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta didik setelah ia menerima pengalaman belajar.24 Dengan demikian, hasil belajar adalah berupa perubahan perilaku secara keseluruhan setelah peserta didik menerima pengalaman belajar.

Oleh para ahli, hasil belajar dibagi menjadi beberapa macam. Horward Kingsley membagi tiga macam hasil belajar, yakni: keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita-cita. Sedangkan Gagne membagi lima kategori, yaitu: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional, rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotoris.25 Adapun taksonomi atau klasifikasi dari ketiga ranah tersebut adalah sebagai berikut:

23

Muhammad Thobroni dan Arif Mustofa, Belajar Pembelajaran: Pengembangan Wacana dan Praktik Pembelajaran dalam Pembangunan Nasional (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 22.

24

Masnur Muslich, Op. cit., h. 38.

25

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), h. 22.

a. Ranah Kognitif

Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual. Bloom membagi ranah kognitif ini menjadi enam tingkatan kemampuan yang tersusun secara hierarkis mulai dari: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Artinya, ke enam tingkatan ini mulai dari, C1, C2, C3, C4, C5, dan C6 merupakan jenjang kemampuan mulai dari yang rendah sampai yang paling tinggi. Ranah ini meliputi beberapa aspek, yaitu:

1) Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan (Knowledge) berisi tentang kemampuan untuk mengenali dan mengingat peristilahan, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, prinsip dasar, dan sebagainya. Tipe hasil belajar pengetahuan ini termasuk tingkat kognitif terendah, namun menjadi prasyarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. 2) Pemahaman (Comprehension)

Pemahaman yaitu kemampuan menangkap makna dari yang dipelajari. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sendiri sesuatu yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain.

3) Penerapan (Application)

Penerapan adalah kemampuan untuk menggunakan hal yang sudah dipelajari ke dalam sesuatu yang baru dan konkrit. Di tingkat ini, seseorang memiliki kemampuan untuk menerapkan gagasan, prosedur, metode, rumus, dan teori di dalam kondisi kerja.

4) Analisis (Analysis)

Analisis adalah usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-bagian yang tetap terpadu.26 Hal ini dapat berupa kemampuan untuk memahami dan menguraikan bagaimana proses terjadinya sesuatu, cara bekerja sesuatu, atau mungkin juga sistematikanya.27 Bila seseorang memiliki kecakapan analisis, ia akan dapat mengaplikasikan pada situasi baru secara kreatif.

26

Masnur Muslich, Op. cit., h. 43.

27

Ngalim Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), Cet. 4, h. 46.

17

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis yaitu kemampuan untuk mengaplikasikan bagian-bagian agar membentuk suatu kesatuan yang baru. Seseorang di tingkat ini akan mampu menjelaskan struktur atau pola yang sebelumnya tidak terlihat, serta mampu mengenali data atau informasi yang harus didapat untuk menghasilkan solusi yang dibutuhkan.

6) Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi yaitu kemampuan untuk menentukan nilai sesuatu yang dipelajari menuju suatu tujuan tertentu. Contoh dari kemampuan ini diantaranya memberikan penilaian terhadap solusi, gagasan, dan metodologi dengan menggunakan kriteria yang cocok atau standar yang ada untuk memastikan nilai efektivitas atau manfaatnya.

b. Ranah Afektif

Ranah Afektif adalah kemampuan yang dimunculkan seseorang dalam bentuk prilaku sebagai bagian dari dirinya. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatian, disiplin, motivasi belajar, menghargai, dan lain-lain. Untuk ranah afektif ini, Bloom bersama dengan Kratwohl mengklasifikasikan ke dalam beberapa tahapan, yaitu:

1) Penerimaan (Receiving/Attending)

2) Tanggapan (Responding)

3) Penghargaan (Valuing)

4) Pengorganisasian (Organization)

5) Pembentukan Pola Hidup (Characterization by a Value or Value Complex)

c. Ranah Psikomotorik

Ranah psikomotor adalah kemampuan yang dihasilkan oleh fungsi motorik manusia yaitu berupa keterampilan untuk melakukan sesuatu. Keterampilan motorik seseorang bisa didapatkan setelah melalui pengalaman dan latihan. Semakin sering seseorang melatih kemampuan motoriknya, akan semakin baik

hasil yang didapatkan. Adapun yang termasuk ke dalam klasifikasi ranah psikomotor adalah sebagai berikut:

a) Peniruan (Imitation) adalah mengamati perilaku dan pola setelah orang lain. b) Penggunaan (Manipulation) adalah mampu melakukan tindakan tertentu

dengan mengikuti instruksi dan berlatih.

c) Ketepatan (Precision) adalah mengulangi pengalaman serupa agar menuju perubahan yang ke arah yang lebih baik.

d) Perangkaian (Articulation) adalah koordinasi serangkaian tindakan, mencapai keselarasan dan konsistensi internal.

e) Naturalisasi (Naturalitation)

4. Konsep Perkembangbiakan Tumbuhan

Perkembangbiakan adalah proses yang dilakukan oleh makhluk hidup dengan cara memperbanyak atau menduplikasi jenisnya.28 Tujuan tumbuhan berkembangbiak adalah agar spesiesnya tidak mengalami kepunahan. Ada beberapa cara dilakukan tumbuhan untuk memperbanyak diri, antara lain:29

1. Perkembangbiakan vegetatif/aseksual.

Melalui perkembangbiakan vegetatif, individu baru yang dihasilkan berasal dari satu sel induk. Jadi, individu baru dihasilkan tanpa melalui proses perkawinan (peleburan sel kelamin jantan dan sel kelamin betina). Ada dua macam reproduksi secara vegetatif, yaitu perkembangbiakan vegetatif alami dan perkembangbiakan vegetatif buatan Perkembangbiakan vegetatif alami terjadi tanpa campur tangan manusia. Perkembangbiakan semacam ini terjadi melalui berbagai cara, meliputi:30

a) Pembelahan diri. Ada yang disebut binary fission atau belah pasang, yaitu pembelahan dari sel induk menjadi dua sel anak. Ada juga yang disebut

multiple fission yaitu pembelahan satu sel induk menjadi banyak sel anak.

28

Lina Listiana, dkk, Ilmu Pengetahuan Alam 1 (Jakarta: LAPIS PGMI, 2008), Edisi pertama, Paket 13, h. 11.

29

Margaretta Sri Y, Edi Hendri, dan Atep Sujana, Konsep Dasar IPA (Bandung: UPI Press, 2006), Cet. 1, h. 112.

30

19

b) Fragmentasi, adalah cara bereproduksidengan cara memutuskan bagian tubuh, dimana bagian tubuh tadi dapat tumbuh menjadi individu baru. Contoh reproduksi pada alga yang berbentuk filament seperti Oscillatoria.

c) Tunas, adalah calon tumbuhan baru yang tumbuh dari bagian batang yang memiliki bakal tunas. Contohnya pakis haji, bambu, tebu, dan pisang.

d) Spora. Spora biasanya terdapat pada jamur, lumut, dan tanaman paku.

e) Akar tinggal (Rhizoma), adalah batang yang tumbuh menjalar di dalam tanah. Pada setiap buku rhizoma, dapat tumbuh tunas baru yang kemudian akan menjadi tanaman baru. Contohnya jahe, kunyit, dan temulawak.

f) Stolon/geragih, yaitu batang yang umumnya menjalar di permukaan tanah. Contohnya pegagan, arbei, dan rumput teki.

g) Umbi batang, adalah batang yang membengkak di dalam tanah dan berisi cadangan makanan. Contohnya ubi jalar dan kentang.

h) Umbi lapis, adalah batang yang terdapat di dalam tanah yang dapat menumbuhkan tunas yang disebut suing. Contohnya bawang merah dan tulip. i) Tunas adventif, adalah tunas yang keluar dari akar pada permukaan tanah.

Contohnya cemara, sukun, dan kesemek.

Perkembangbiakan vegetatif buatan adalah perkembangbiakan vegetatif yang terjadi melalui campur tangan manusia. Tujuannya antara lain untuk menghasilkan tumbuhan yang bermutu tinggi, yang diperuntukan bagi kesejahteraan manusia. Cara reproduksi vegetatif buatan antara lain dengan setek batang, cangkok, dirunduk, okulasi, dan disambung.31 Tanaman yang dapat dikembangbiakan melalui setek batang contohnya adalah singkong dan tebu. Adapun jenis tanaman yang dapat dikembangbiakan melalui cangkok adalah tanaman yang berbatang keras dan berkambium, seperti rambutan, durian, jambu,

Dokumen terkait