• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Gambaran Umum Subjek

1. Adaptasi Budaya

Untuk menghindari konflik antarsantri yang berbeda latar belakang budaya, diperlukan sikap saling menghargai dan toleransi oleh santri yang berbeda latar belakang budaya. Terlebih oleh para santri pendatang di tempat atau wilayah lain yang berbeda dengan wilayah atau daerah asal

68 Hasil wawancara dengan Rini selaku pengurus pondok pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus pada 12 November 2022.

para santri tersebut. Oleh karena itu dibutuhkan proses adaptasi oleh para santri pendatang atau baru agar terciptanya lingkungan yang harmonis antarsantri yang berbeda budaya tersebut. Adaptasi adalah tahap seseorang mulai menyesuaian nilai, norma, dan pola-pola perilaku antara dua budaya atau lebih.69 Defenisi lain menjelaskan bahwa adaptasi adalah tingkat perubahan yang terjadi ketika individu pindah dari lingkungan yang dikenalnya ke lingkungan yang kurang dikenal. Proses ini melibatkan perjalanan lintas batas budaya. Proses adaptasi menjadi suatu kejadian alamiah yang pasti dilalui oleh tiap individu dalam berinteraksi di lingkungan yang baru.

Adaptasi budaya merupakan proses jangka panjang dalam rangka penyesuaian diri dimana tahapan akhir dalam proses ini adalah tercapainya perasaan nyaman dalam lingkungan yang baru. Adaptasi merupakan salah satu proses komunikasi yang dapat ditemukan pada santri pondok pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus Kedungreja.

Adaptasi lingkungan ini mereka lakukan agar mereka bisa mengenal lingkungan baru yang mereka tinggali, baik itu lingkungan pondok, asrama, maupun sekolah. Adaptasi ini wajib dilakukan oleh para santri karena kehidupan dan budaya didalam pondok nantinya akan sangat jauh berbeda dengan yang ada dirumah mereka masing-masing. Para Santri ini belajar tentang budaya mayoritas penghuni pondok pesantren agar mereka bisa mengenal budaya yang dimiliki oleh mayoritas teman mereka, dengan begitu mereka akan mengenal karakter teman-teman mereka sehingga bisa melakukan komunikasi dengan baik tanpa terkendala kebudayaan yang ada. Adaptasi harus dilakukan semua santri, karena bertemu dan berinteraksi dengan teman baru juga membutuhkan

69 Hedi Haryadi, Hana silfana, Komunikasi Antarbudaya Dalam Masyarakat Multikultur (Studi Tentang Adaptasi Masyarakat Migran Sunda Di Desa Imigrasi Premu Kecamatan Kepahiang Provinsi Bengkulu), . . . hlm. 96.

proses adaptasi agar ketika melakukan komunikasi bisa berjalan dengan baik.70

Dari hasil wawancara informan, hasilnya menunjukan adanya proses adaptasi ketika menjadi santri di Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus. Menurut Vilda

” Nah, pas hari pertama dan pertama kalinya aku kesini orang-orang ngomong pake bahasa Jawa aku tuh kaget. Aku bingung sih waduh nanti bisa apa enggak yah disini, tapi disamping itu aku harus banyak bisa adaptasinya, jadi caranya aku itu nguat-nguatin diri mba, karena juga budaya udah beda yah nah itu sering banget banyak bentrok sama adat disini, aku orangnya itu kalo pertama kali ketemu orang baru itu aku suka merhatiin dulu selama sebulan itu aku diem dulu mengamati oh anak ini itu sifatnya begini, disini juga kebiasaannya begini....”71

Informan diatas melakukan adaptasi dengan menguatkan diri ketika berada dilingkungan barunya terlebih dengan budaya dan adat yang bertolak belakang dengan informan. Dengan melakukan pengamatan untuk memahami karakter masing-masing santri atau orang disekeliling Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus informan yakin mampu melakukan adaptasi secara perlahan dengan lingkungan barunya.

Berbeda dengan informan lainya yang lebih memilih enjoy dengan suasana barunya meskipun pertama kali datang dan menjadi santri di Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus merasa takut untuk berperilaku karena memang bukan berada di daerahnya sendiri. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dari Alviatun:

“ Awalnya saya takut mba, apalagi sebagai pendatang tapi karena ini sudah mantap ingin menjadi santri ya jadinya emmm....dibawa enjoy aja si nanti juga bakalan betah dan bisa menyesuaikan adaptasi disini. Adaptasinya saya memberanikan diri mba, coba tanya-tanya latar belakang mereka mondok disini terus ya kalo kumpul aku ikut gabung.”72

70 Mochammad Yusuf Wijaya, Khoirul Anwar, Pola Komunikasi Antarbudaya Santri Pondok Pesantren Sunan Kalijogo Jabung Malang, . . . hlm. 10.

71 Hasil wawancara dengan Vilda selaku santri dari Jawa Barat Pada 12 November 2022.

72 Hasil wawancara dengan Alviatun selaku santri dari Jawa Barat pada 29 November 2022.

Selain enjoy dengan suasana barunya informan diatas memberanikan diri untuk melakukan adaptasi dan tidak menyendiri ketika snatri lain berkumpul informan diatas ikut bergabung.

Lebih pandai bergaul dan memilih untuk akrab merupakan langkah awal yang diambil dari Titin, berikut pernyataannya:

“Awalnya ya aku sebenernya bingung yah mba,,,mondok karena orang tua juga emmm....aku ya ketemu juga sama temen yang dari Sunda juga jadi gampang, nah kalo ke temen Jawa aku lebih so kenal gitu mba sama so akrab, nyapa duluan manggil nama... ya meskipun ketika kumpul sama temen aku banyak diem cuma merhatiin sama iya iya gitu....”73

Sudah merasa pas dan memiliki teman dari daerah yang sama akan membuat seseorang lebih mudah berinteraksi dan paham tentang apa yang dibicarakan. Berbeda ketika berkomunikasi dengan teman yang berbeda daerah harus melakukan beberapa pendekatan salah satunya dengan lebih memilih menyapa terlebih dahulu supaya timbul keakraban.

Berdasarkan pembahasan mengenai pola komunikasi antarbudaya yang terjadi pada santri Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus ditemukan bahwa terdapat adaptasi budaya yang dilakukan oleh santri Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus. Adaptasi yang dilakukan oleh santri yaitu dengan cara menguatkan diri, lalu mengamati lingkungan dan karakteristik sekitarnya serta lebih menikmati suasana sekitar dan memilih mengakrabi teman yang berbeda daerah dengan cara menyapa terlebih dahulu agar lama-kelamaan dapat nyaman.