• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. JAGUNG

2. Adaptasi

Jagung merupakan tanaman beriklim hangat yang membutuhkan temperatur cukup tinggi pada siang dan malam selama masa pertumbuhan. Jagung umumnya ditanam pada daerah dengan suhu siang hari kurang dari 66° F dan suhu malam hari antara 70-80° F. Temperatur rendah sekitar 46- 54° F dapat menghambat germinasi biji dan menurunkan ketahanan jagung terhadap serangan hama tanah (Leonard dan Martin, 1963).

Tanaman jagung dapat tumbuh pada 0-1300 m dari atas permukaan laut. Jagung berkembang dengan baik pada curah hujan 250-5000 mm dan pada tanah dengan pH 5-8 yang memiliki sistem pengairan yang baik. Tanah yang padat serta kuat menahan air tidak cocok untuk ditanami jagung karena pertumbuhan akarnya menjadi kurang baik. Untuk tanah berat perlu dibuat saluran drainase yang letaknya cukup dekat dengan tanaman karena tanaman jagung tidak tahan terhadap genangan air (Suprapto, 1998).

3. Komposisi Gizi

Komposisi kimia jagung bervariasi menurut jenis varietas, cara tanam, iklim, dan tingkat kematangan. Komponen gizi utama yang terdapat dalam biji jagung adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Kandungan karbohidrat jagung terdiri dari pati, serat kasar, dan pentosan. Jumlah lemak dan protein yang terkandung dalam jagung muda lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung tua (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Nilai kandungan gizi dari biji jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Komponen paling besar dari biji jagung adalah karbohidrat dalam bentuk pati, gula, pentosan, dan serat. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati. Biji jagung mengandung pati 54.1- 71.7%, sedangkan kandungan gulanya 2.6-12.0% (Richana dan Suarni, 2009) Sekitar 85% dari total pati jagung terdapat dalam endosperm. Kandungan gula jagung berkisar antara 1-3% yang terdiri dari sukrosa pada lembaga (57%) dan sisanya terdapat dalam endosperm (Leonard dan Martin, 1963).

Tabel 1. Kandungan gizi biji jagung dalam 100 gram bahan

No. Substansi Persentase (%)

1. Air 13.5 2. Protein 10 3. Minyak/Lemak 4 Karbohidrat: - Zat Tepung 61 - Gula 1.4 - Pentosan 6 4. - Serat Kasar 2.3 5. Abu 1.4 6. Zat lain-lain 0.4

Sumber: Leonard dan Martin (1963)

Karbohidrat dalam makanan yang berbeda dapat dikarakterisasi oleh Indeks Glikemik (IG). Indeks glikemik merupakan respon glikemik ketika memakan sejumlah karbohidrat dalam pangan dan dapat dijadikan indikator tidak langsung dari respon insulin tubuh (Buyken et al., 2006). Peningkatan kadar glukosa darah setelah makan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu struktur kimia karbohidrat, derajat kematangan, metode pengolahan pangan, serta jumlah dan tipe serat yang terkandung dalam pangan.

Berdasarkan penggunaan glukosa sebagai pembanding (IG = 100), pangan dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu pangan IG rendah dengan rentang nilai IG ≤55, pangan IG sedang dengan rentang nilai IG 55-69, dan pangan IG tinggi dengan rentang nilai IG ≥70 (Brand-Miller dan Foster-Powell, 1999).

Jagung dan ubi jalar termasuk ke dalam kelompok pangan IG rendah. Jagung memiliki nilai IG 55, sedangkan ubi jalar memiliki nilai IG 54 (www.carbs-information.com). Sumber karbohidrat lainnya yakni sagu tergolong ke dalam kelompok pangan IG sedang dengan nilai IG 64 (www.aminoz.com.au). Sementara ubi kayu merupakan pangan IG tinggi dengan nilai IG sebesar 94 (Susanto, 1990).

Menurut Nugraha (2008), beras memiliki nilai IG yang bervariasi sesuai dengan varietasnya. Umumnya beras tergolong dalam pangan IG sedang dengan rentang nilai IG 56-69. Namun ada beberapa varietas beras

yang memiliki nilai IG rendah seperti beras IR 36 dan ada pula varietas beras yang memiliki nilai IG tinggi seperti beras Mekongga. Pangan dengan jenis karbohidrat yang dapat dipecah dengan cepat selama proses pencernaan akan memiliki IG tinggi, sebaliknya pangan dengan IG rendah karbohidratnya akan dipecah secara lambat sehingga proses pelepasan glukosa ke dalam darah terjadi dengan lambat (Rimbawan dan Siagian, 2004).

Terkonsentrasi pada lembaga, kandungan lemak biji jagung terkendali secara genetik dan berkisar antara 3-18%. Kandungan asam lemak jenuh pada minyak jagung relatif rendah, sedangkan kandungan asam lemak tidak jenuhnya cukup tinggi terutama asam linoleat (Suarni dan Widowati, 2009). Persentase lemak jagung dapat meningkat selama perkembangan biji (Berger, 1962).

Bagian jagung yang mengandung minyak adalah lembaga (germ). Pada lembaga, kandungan minyak yang dapat diekstrak rata-rata 52%. Minyak jagung relatif stabil karena kandungan asam linolenatnya sangat kecil dan mengandung antioksidan alami yang tinggi (Suarni dan Widowati, 2009). Komposisi asam lemak pada jagung kuning dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi asam lemak jagung kuning dalam 100 gram bahan Asam Lemak Persentase (%)

Palmitat (16:0) 0.569 Stearat (18:0) 0.075 Palmitoleat (16:1) 0.004 Oleat (18:1) 1.247 Linoleat (18:2) 2.097 Linolenat (18:3) 0.065 Sumber: www.nutritiondata.com

Sekitar 80% protein biji jagung berada di endosperm. Jenis protein yang terkandung dalam jagung adalah prolamin, zein, serta glutelin. Zein merupakan globulin yang larut dalam larutan netral dan larutan garam. Zein adalah protein utama dalam endosperm dan berkualitas rendah karena kekurangan asam amino esensial lisin dan triptofan (Berger, 1962). Jumlah

protein dalam biji jagung bergantung pada interaksi antara faktor genetik, lingkungan, dan faktor fisiologis (Leonard dan Martin, 1963). Mutu gizi jagung sebagai bahan pangan ditentukan oleh asam amino penyusun protein. Komposisi asam amino pada jagung kuning dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam amino jagung kuning dalam 100 gram bahan Asam Amino Persentase (%)

Triptofan 0.067 Treonin 0.354 Isoleusin 0.337 Leusin 1.155 Lisin 0.265 Metionin 0.197 Sistein 0.170 Fenilalanin 0.463 Tirosin 0.383 Valin 0.477 Arginin 0.470 Histidin 0.287 Alanin 0.705 Asam Aspartat 0.655 Asam Glutamat 1.768 Glisin 0.386 Prolin 0.822 Serin 0.447 Sumber: www.nutritiondata.com

Asam amino lisin merupakan asam amino esensial yang berperan dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan. Asam amino ini sangat berguna untuk pertumbuhan dan perkembangan tulang, membantu penyerapan kalsium, dan menjaga keseimbangan nitrogen dalam tubuh. Lisin dibutuhkan untuk menghasilkan antibodi, hormon, enzim, dan pembentukan kolagen. Lisin juga berperan sebagai komponen antiviral serta dapat melindungi dari cold sore dan virus herpes (Arnita, 2007). Asam amino lisin dalam jagung memiliki nilai yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan komoditi pangan penghasil pati lainnya seperti

beras, ubi jalar, ubi kayu, dan sagu. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi pangan tersebut disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan kandungan asam amino lisin dari lima komoditi pangan penghasil pati dalam 100 gram bahan

Komoditi Pangan Persentase Kandungan Asam Amino Lisin (%)

Berasa 0.246 Jagungb 0.265 Ubi Kayub 0.088 Ubi Jalarb 0.091 Saguc 0.125 Sumber: a

www.asiamaya.com, b www.nutritiondata.com, c www.ernaehrung.de

Ketersediaan komponen gizi lain seperti serat, vitamin, dan mineral dalam jagung sangat kecil. Serat kasar pada jagung sekitar 2.1-2.3% dengan komponen terbesarnya berupa hemiselulosa (41-46%) yang terdapat dalam kulit ari (Berger, 1962). Kulit ari jagung terdiri atas 75% hemiselulosa, 25% selulosa, dan 0.1% lignin (Suarni dan Widowati, 2009). Biji jagung memiliki kadar abu sekitar 1.4%, sedikit di bawah serat kasarnya. Bagian lembaga jagung mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan bagian endosperma. Kandungan Fe jagung bergantung pada warna bijinya. Jagung kuning-oranye mengandung Fe lebih tinggi dibanding jagung kuning, sedangkan jagung putih memiliki kandungan Fe sangat rendah (Suarni dan Widowati, 2009). Jagung kekurangan mineral kalsium tetapi kaya akan fosfor dan potasium (Berger, 1962).

Vitamin jagung paling banyak terdapat pada lembaga dan lapisan paling luar endosperm. Kandungan vitamin larut air pada biji jagung sebagian besar terdapat pada lapisan aleuron, lembaga, dan endosperma. Tiamin dan riboflavin merupakan vitamin larut air utama jagung. Jagung tidak mengandung vitamin B12 (cobalamin). Biji tua jagung mengandung sangat sedikit asam askorbat dan piridoksin. Vitamin lainnya yang terdapat dalam jumlah sedikit adalah asam folat dan pantotenat (Suarni dan Widowati, 2009).

Jagung mengandung dua vitamin larut lemak yaitu provitamin A (karotenoid) dan vitamin E. Sebagian besar karotenoid terdapat dalam endosperma, sedangkan lembaga hanya mengandung sedikit karotenoid. Sebaliknya, vitamin E lebih banyak terkonsentrasi pada bagian lembaga jagung. Karotenoid umumnya terdapat pada biji jagung kuning. Kandungan karotenoid pada jagung biji kuning terdiri atas betakaroten (22%) dan kriptosantin (51%) (Suarni dan Widowati, 2009). Karotenoid membantu fungsi-fungsi seluler sebagai prekursor vitamin A dan berperan penting untuk penglihatan, pertumbuhan, diferensiasi jaringan, reproduksi, serta perawatan sistem kekebalan (Ball, 2000). Perbandingan kandungan beta karoten dari lima komoditi pangan sumber karbohidrat dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan kandungan beta karoten dari lima komoditi pangan sumber karbohidrat dalam 100 gram bahan

Komoditi Pangan Kandungan Beta Karoten (mcg)

Berasa -

Jagunga 97

Ubi Kayua 8

Ubi Jalar Putihb 260

Ubi Jalar Merahb 2900

Ubi Jalar Jinggab 9900

Saguc 100

Sumber: a

www.nutritiondata.com, b www.pitoyo.com, c www.ernaehrung.de

4. Jenis

Menurut Leonard dan Martin (1963) jagung dibedakan ke dalam tujuh jenis berdasarkan karakteristik bijinya, yaitu:

a. Dent Corn

Jagung jenis ini memiliki biji berbentuk seperti gigi kuda. Bentuk ini disebabkan oleh pengkerutan lapisan pati lunak selama proses pematangan. Jagung gigi kuda memiliki lekukan di puncak biji yang terjadi karena pati keras terdapat di pinggir biji, sedangkan pati lunak berada di puncak biji. Jagung ini umumnya memiliki biji berwarna putih dan kuning.

b. Flint Corn

Jenis ini disebut dengan jagung mutiara. Jagung mutiara lebih cepat matang namun hanya sedikit mengandung pati lunak. Pada jenis ini, pati keras berkumpul pada mahkota jagung, sedangkan pati lunaknya berkumpul pada bagian tengah jagung. Jagung mutiara memiliki endosperma yang tebal dan keras mengelilingi inti granula yang kecil dan lunak. Bagian atas bijinya berbentuk bulat dan tidak berlekuk.

c. Sweet Corn

Jagung ini memiliki gen resesif yang menghambat konversi gula menjadi pati sehingga memberikan karakteristik manis. Ciri lain jagung ini adalah bijinya yang dapat berubah menjadi keriput bila dikeringkan.

d. Pop Corn

Jenis ini disebut dengan jagung berondong karena dapat meledak (popping) ketika dipanaskan. Popping terjadi akibat proses penghilangan kelembaban yang cepat dari tiap biji setelah hidrolisis parsial selama pemanasan. Butir biji jagung ini memiliki bentuk agak meruncing dengan ukuran yang kecil.

e. Flour Corn

Pada jenis ini, seluruh patinya merupakan pati lunak. Jagung tepung merupakan jenis tertua dan ditemukan sejak zaman suku Aztek dan Inca. Endsoperm jagung tepung bersifat lunak, mudah ditepungkan, dan mudah ditumbuhi kapang.

f. Pod Corn

Jagung ini memiliki ciri yang khas dimana tongkol dan bijinya diselubungi oleh kelobot. Jagung ini juga disebut dengan jagung polong dan sering digunakan sebagai tanaman hias.

g. Waxy Corn

Endosperm jagung ini seluruhnya terdiri atas amilopektin. Biji jagung ini mirip lilin dan patinya bersifat gummy dengan beberapa karakteristik menyerupai tepung tapioka. Jagung ketan

memiliki kandungan amilopektin yang lebih tinggi sehingga memiliki rasa yang pulen.

Menurut Suprapto (1998) golongan jagung yang terdapat di Indonesia ada empat macam yaitu jagung gigi kuda, jagung mutiara, jagung berondong, dan jagung manis. Perbandingan bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk dan ukuran beberapa jenis jagung (dari kiri ke kanan): jagung berondong (pop corn), jagung manis (sweet corn), jagung tepung (flour corn), jagung mutiara (flint corn), jagung gigi kuda (dent corn), dan jagung polong (pod corn) (Wolfe dan Kipps, 1959).

5. Produktivitas

Dalam perekonomian nasional, jagung merupakan penyumbang terbesar kedua setelah padi dalam subsektor tanaman pangan. Sumbangan jagung terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) terus meningkat setiap tahun. Pada tahun 2000, kontribusi jagung dalam perekonomian nasional mencapai Rp 9.4 trilyun dan pada tahun 2003 meningkat menjadi Rp 18.2 trilyun (Zubachtirodin et al., 2009).

Berdasarkan data Departemen Pertanian tahun 2007, selama periode 2001-2006 rata-rata luas areal panen jagung di Indonesia sekitar 3.35 juta hektar/tahun dengan laju peningkatan 0.95% per tahun. Nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata luas areal panen jagung tahun 1995-1999 yang mencapai 3.61 juta hektar/tahun (Badan Pusat Satistik, 1999).

Produktivitas jagung di Indonesia masih sangat rendah, baru mencapai 3.47 ton/hektar pada tahun 2006. Namun, tingkat produktivitas ini cenderung meningkat dengan laju 3.38% per tahun. Dalam periode 1990-2006, produksi jagung rata-rata mencapai 9.1 juta ton dengan laju peningkatan 4.17% per tahun (Departemen Pertanian, 2007). Kondisi ini menggambarkan bahwa peningkatan produksi jagung di Indonesia lebih ditentukan oleh peningkatan produktivitas daripada peningkatan luas panen. Data perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi jagung di Indonesia disajikan pada Tabel 6, Lampiran 1, dan Lampiran 2.

Tabel 6. Perkembangan luas areal panen, produktivitas, dan produksi jagung tahun 1990-2006

Tahun Luas areal panen (juta hektar) Produktivitas (ton/hektar) Produksi (juta ton) 1990 3.158 2.13 6.734 1991 2.909 2.15 6.255 1992 3.629 2.20 7.995 1993 2.939 2.20 6.459 1994 3.109 2.21 6.869 1995 3.651 2.26 8.245 1996 3.744 2.49 9.307 1997 3.355 2.61 8.771 1998 3.456 2.94 10.169 1999 3.848 2.39 9.204 2000 3.500 2.76 9.677 2001 3.286 2.79 9.165 2002 3.127 3.09 9.654 2003 3.359 3.24 10.886 2004 3.357 3.34 11.225 2005 3.625 3.45 12.523 2006 3.346 3.47 11.609 Rata-rata 3.346 2.69 9103 r (%/tahun) 0.96 3.38 4.17

Sumber: Departemen Pertanian (2007)

Produksi jagung tahun 2008 mencapai 15.86 juta ton pipilan kering atau naik sebesar 2.57 juta ton (19.36%) dibandingkan dengan produksi tahun 2007. Peningkatan produksi terjadi karena kenaikan luas panen dan produktivitas (Badan Pusat Statistik, 2008).

Pada dekade 1995-1999, terdapat lima propinsi penghasil jagung terbesar di Indonesia yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Tiga propinsi penghasil jagung terbesar yang memiliki laju pertumbuhan produktivitas melebihi rata-rata 6% per tahun adalah Nusa Tenggara Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 1999). Sementara pada tahun 2008, penyebaran sentra produksi jagung meliputi propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Lampung, Nusa Tenggara Timur, Gorontalo, dan Sulawesi Selatan (Badan Pusat Statistik, 2008).

6. Pemanfaatan

Jagung sebagai sumber bahan pangan telah dimanfaatkan untuk makanan pokok, makanan penyela, makanan kecil, tepung, kue, roti, mie, dan bubur. Kegunaan lain dari jagung antara lain sebagai makanan ternak serta bahan baku industri seperti pati, glukosa, sirup, dekstrin, alkohol, dan minyak (Hubeis, 1984).

Penggilingan jagung dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penggilingan basah dan penggilingan kering. Penggilingan basah (wet milling) dilakukan dengan merendam jagung terlebih dahulu di dalam air, setelah itu dikeringkan. Produk hasil penggilingan basah (wet milling) antara lain corn syrup, corn sugar, minyak, dekstrin, makanan ternak, dan pati. Penggilingan kering (dry milling) dilakukan tanpa proses perendaman terlebih dahulu. Produk hasil penggilingan kering (dry milling) antara lain

corn meal, tepung, grits, dan sereal sarapan. (Berger, 1962).

Di Afrika Selatan jagung dikonsumsi dalam bentuk bubur dengan nama “Ugali”, sedangkan di Afrika Timur dengan nama “Chenga” dan “Polenta” di Italia. Sementara di Meksiko dan Amerika Tengah jagung dikonsumsi dalam bentuk roti dengan nama “Tortillas”. Di Indonesia jagung biasa dimakan dalam bentuk beras jagung. Jenis jagung yang umum digunakan dalam pembuatan beras jagung adalah jagung mutiara dan jagung gigi kuda (Suprapto, 1998).

B. BERAS JAGUNG

Istilah beras jagung merujuk pada butiran yang dihasilkan dari penggilingan biji jagung. Tahapan lain yang sering diterapkan dalam pembuatan beras jagung adalah penyosohan untuk menghasilkan beras dengan warna kuning mengkilat. Sejak dahulu kala, beras jagung telah diolah secara tradisional menjadi nasi jagung.

Dalam perkembangannya, beras jagung mengalami pengolahan dengan teknik instanisasi menghasilkan beras jagung instan. Beras jagung instan ini siap dimasak menjadi nasi jagung dalam waktu ± 5 menit. Produk ini dibuat melalui proses penggilingan biji jagung yang diikuti dengan proses pre- gelatinisasi (pre-cooking) dan pengeringan (Supriadi, 2004).

Pengolahan beras jagung menjadi nasi jagung tidak jauh berbeda dengan pemasakan beras padi. Pada umumnya beras jagung diolah melalui tahap perebusan, namun ada pula yang melalui tahap pengukusan. Di Indonesia sendiri, terdapat beragam cara pengolahan nasi jagung secara tradisional.

Masyarakat Jawa mengenal nasi jagung dengan sebutan sego jagung. Nasi jagung ini berupa butiran halus berwarna putih sedikit kekuningan. Beras jagung dibuat dari biji jagung yang dikeringkan kemudian ditumbuk halus dan dikukus hingga menghasilkan nasi jagung.

Ada pula proses pembuatan nasi jagung tradisional yang memakan waktu hingga dua hari. Pertama, biji jagung disosoh dengan menggunakan alu dan lumpang kayu. Setelah kulit dan mata jagung terlepas, beras jagung yang telah disosoh kemudian direndam selama satu malam. Beras jagung yang telah direndam satu malam lalu ditumbuk hingga menjadi tepung halus. Tepung halus inilah yang kemudian dikukus menjadi nasi jagung.

Di Jawa Timur, jagung biasanya diolah secara basah dengan perendaman terlebih dahulu. Setelah jagung direndam kemudian ditumbuk atau digiling, kotorannya dibuang dengan cara ditampi dan tepungnya dipisahkan dengan menggunakan ayakan hingga diperoleh beras jagung. Beras jagung dapat dimasak seperti memasak beras, namun memerlukan perendaman dengan air dingin selama kira-kira setengah jam sebelumnya (Suprapto, 1998).

C. PATI

Pati merupakan polimer D-glukosa dan ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati terdapat dalam bentuk butiran kecil dengan berbagai ukuran dan bentuk yang khas untuk setiap spesies tumbuhan. Pati terdiri atas dua polimer yang berlainan yakni amilosa yang merupakan senyawa rantai lurus dan amilopektin yang merupakan komponen bercabang (DeMan, 1997).

Amilosa adalah polimer linear dari unit α-D-glukosa. Satuan glukosa dalam amilosa dihubungkan secara khusus dengan ikatan glukosida α-1,4. Berat molekul amilosa berkisar antara 250.000 (1500 unit anghidroglukosa). Amilosa memiliki sifat unik yakni mampu membentuk kompleks dengan Iodin, alkohol organik, dan asam. Kompleks ini disebut dengan clathrates atau

helical inclusion compounds (Hoseney, 1998).

Amilopektin merupakan komponen pati yang terdiri dari rantai residu α- D-glukopiranosil yang berikatan 1,4 dan 1,6 membentuk percabangan. Komponen kristalin dari amilopektin terdiri dari rantai linear yang tersusun paralel dan membentuk struktur double helix (White dan Tziotis, 2004). Percabangan amilopektin disebabkan oleh adanya ikatan α-1,6 pada titik tertentu dalam molekul. Cabang amilopektin mengandung sekitar 20-30 satuan glukosa (DeMan, 1997).

Molekul amilopektin terdiri dari tiga tipe rantai molekul yakni rantai A, rantai B, dan rantai C. Rantai A merupakan glukosa yang berikatan α-1,4 sementara rantai B merupakan glukosa yang berikatan α-1,4 dan α-1,6. Rantai C tersusun atas glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6 serta gugus pereduksi. Berat molekul amilopektin dapat mencapai 108 (Hoseney, 1998).

Amilosa terdiri atas 500-20000 unit glukosa yang berbentuk heliks pada ujung antar unit-unit glukosa, sedangkan amilopektin terdiri lebih dari 2 juta unit glukosa dimana setiap 20 sampai 30 unit glukosa memiliki ikatan α-1,6 (Chaplin, 2008). Struktur amilosa dan amilopektin disajikan pada Gambar 4.

(a) (b) Gambar 4. (a) Struktur amilosa dan (b) struktur amilopektin (Chaplin, 2008)

Sifat fungsional pati bergantung pada berat molekul, ukuran, dan struktur amilosa-amilopektin. Perbedaan distribusi berat molekul dan struktur molekul menyebabkan perbedaan sifat retrogradasi, viskoelastisitas, dan karakteristik reologi. Amilopektin mempengaruhi karakteristik pembengkakan granula, viskositas, suhu puncak, viskositas puncak, pembentukan pasta, dan kekuatan gel selama penyimpanan. Amilosa mempengaruhi perbedaan setback

dan viskositas akhir selama pembentukan pasta (White dan Tziotis, 2004). Komposisi amilosa dan amilopektin di dalam biji jagung terkendali secara genetik. Secara umum, baik jagung yang mempunyai tipe endosperma gigi kuda (dent) maupun mutiara (flint) mengandung amilosa 25-30% dan amilopektin 70-75%. Namun jagung pulut (waxy maize) dapat mengandung 100% amilopektin (Suarni dan Widowati, 2009).

Dalam bentuk aslinya, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Granula pati terdiri dari lapisan tipis yang tersusun secara memusat membentuk kristal-kristal (Hubeis, 1984). Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik spesifik bagi setiap jenis pati. Pati jagung memiliki bentuk dan ukuran granula yang lebih besar daripada granula pati dalam beras padi. Granula pati jagung memiliki ukuran medium dengan diameter sekitar 10-25 μm (Pomeranz, 1991). Granula pati jagung berbentuk bulat dan bersudut (DeMan, 1997).

Pati pada biji jagung terdapat pada endosperm (86.4%), lembaga (8.2%), dan tip cap (5.3%). Pada bagian endosperm horny, granula pati jagung berbentuk angular atau poligonal, sedangkan pada pati floury granulanya

berbentuk bulat (Whistler et al., 1984). Pati jagung umumnya mengandung 25% amilosa dan 75% amilopektin. Struktur pati jagung dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama masa pertumbuhan diantaranya suhu pada lokasi penanaman (White dan Tziotis, 2004).

Dokumen terkait