• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. KAJIAN SOP PENANAKAN

2. Kajian SOP Perlakuan Awal

Kajian SOP tahap pertama tidak menghasilkan SOP penanakan yang baik untuk beras jagung A (> 4 mm), beras jagung B (3.35-4 mm), dan beras jagung C (2.36-3.35 mm). Ketiga beras jagung tersebut tidak dapat menghasilkan nasi jagung yang matang apabila hanya ditanak secara langsung tanpa diberi perlakuan awal terlebih dahulu.

Hal ini dapat dilihat pada penanakan beras jagung A dan B secara langsung dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:7 masih menghasilkan nasi jagung yang memiliki pola birefringence pada pengamatan secara mikroskopis. Namun, ketika jumlah air tanak ditambahkan hingga perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:8 nasi jagung yang dihasilkan justru menjadi lembek dan berair.

Demikian pula halnya dengan beras jagung C yang ditanak secara langsung dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5 masih menghasilkan nasi jagung yang memiliki pola birefringence.

Namun, ketika ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:6 nasi jagung yang dihasilkan menjadi lembek.

Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5 untuk beras jagung C serta 1:7 untuk beras jagung A dan B tersebut telah mampu mematangkan bagian luar beras jagung, namun bagian dalamnya masih belum matang secara sempurna. Sementara jika jumlah air tanak ditambah, bagian dalam beras jagung matang namun bagian luarnya menjadi lembek dan berair. Dengan demikian, ketiga beras jagung tersebut tidak dapat ditanak secara langsung dengan menggunakan

rice cooker, melainkan harus diberi perlakuan awal terlebih dahulu sebelum ditanak. Perlakuan awal ini diharapkan mampu melunakkan endosperma keras dan mendistribusikan air ke dalam granula pati beras jagung sehingga pada saat ditanak dengan menggunakan rice cooker nasi jagung yang dihasilkan sudah matang sempurna.

Kajian SOP tahap kedua merupakan optimasi pre-gelatinisasi dengan tujuan mendapatkan karakteristik nasi jagung yang matang sempurna yakni hingga granula pati pecah dan amilosa terdispersi sebagian. Pada tahap ini, beras jagung diberi perlakuan awal sebelum ditanak dengan menggunakan rice cooker. Perlakuan awal (pre-gelatinisasi) ini diperlukan agar pada saat rice cooker secara otomatis mati (off) nasi jagung yang dihasilkan sudah matang.

Perlakuan awal yang diterapkan adalah perendaman dalam air dingin (± 27° C) dan perendaman dalam air panas (suhu awal ± 100° C). Air panas yang digunakan suhunya tidak dipertahankan konstan 100° C selama perendaman. Variabel waktu perendaman dalam air dingin adalah 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam, sedangkan untuk perendaman dalam air panas adalah 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Proses perendaman bertujuan agar endosperma keras jagung melunak dan air terdistribusi ke dalam granula pati beras jagung sehingga transfer panas pada saat penanakan dengan menggunakan rice cooker

Perendaman dengan air dingin (± 27° C) bertujuan memberikan kontak antara granula pati jagung dengan air dalam jumlah berlebih. Sementara perendaman dengan air panas (suhu awal ± 100° C) selain memberikan kesempatan kontak granula pati jagung dengan air, juga memberikan efek panas yang merata pada biji jagung sehingga diharapkan mampu menyebabkan endosperma keras jagung melunak.

Metode pre-gelatinisasi dengan cara pengukusan tidak dilakukan dalam penelitian ini karena partikel biji jagung memiliki ukuran yang besar sehingga memiliki daya tahan terhadap panas lebih tinggi. Proses pengukusan tidak dapat memberikan efek pemanasan secara merata pada beras jagung sehingga pemanasan dengan uap air saja tidak mampu membuat pati jagung tergelatinisasi. Selain itu, metode pengukusan juga tidak memberikan air yang cukup untuk proses gelatinisasi pati jagung karena biji jagung tidak langsung kontak dengan air melainkan hanya kontak dengan uap panas.

Pemilihan variabel waktu perendaman didasarkan pada tingkat penyerapan air beras jagung. Pada penelitian pendahuluan (Lampiran 3) diketahui bahwa tingkat penyerapan air beras jagung yang direndam dalam air dingin (27° C) selama 1 jam sebanding dengan tingkat penyerapan air oleh beras jagung yang diberi air panas (suhu awal ± 100° C) dan dibiarkan selama 10 menit. Hasil ini juga didukung oleh penelitian Metcalf dan Lund (1985) yang menyatakan bahwa tingkat penyerapan air pada suhu 90° C lebih tinggi dibandingkan tingkat penyerapan air pada suhu 50° C. Hal ini disebabkan oleh perbedaan tingkat gelatinisasi pati dimana pati yang telah tergelatinisasi mampu menyerap air lebih banyak.

Berdasarkan teori tersebut dapat diketahui bahwa perendaman dalam air bersuhu tinggi menghasilkan tingkat penyerapan air yang lebih besar. Hal ini juga sesuai dengan Hukum Fick (Fick’s law of difussion) yang menyatakan bahwa suhu berpengaruh terhadap kecepatan difusi air. Semakin tinggi suhu, semakin besar laju difusi yang terjadi. Hukum ini juga menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi laju difusi antara lain peningkatan perbedaan konsentrasi substansi, peningkatan

permeabilitas, peningkatan luas permukaan difusi, berat molekul subtansi, dan jarak yang ditempuh untuk difusi.

Berdasarkan hasil kajian SOP tahap pertama diketahui bahwa beras jagung A, B, dan C masih membutuhkan perlakuan awal untuk menghasilkan nasi jagung yang matang, sedangkan beras jagung D tidak membutuhkan perlakuan awal apapun. Oleh karena itu, kajian SOP tahap kedua ini hanya diterapkan pada beras jagung A, B, dan C.

Ketiga beras jagung tersebut diberi perlakuan awal perendaman dalam air dingin (± 27° C) selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, dan 5 jam serta diberi air panas (suhu awal ± 100° C) dan dibiarkan selama 10 menit, 20 menit, 30 menit, 40 menit, 50 menit, dan 60 menit. Beras jagung yang telah mendapat perlakuan awal kemudian ditanak menggunakan rice cooker dengan penambahan air tanak sesuai dengan hasil kajian SOP tahap pertama yang telah dilakukan sebelumnya.

Beras jagung C ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:5, sedangkan beras jagung A dan B ditanak dengan perbandingan beras jagung dan air tanak sebesar 1:7. Nasi jagung yang dihasilkan kemudian dianalisis tingkat kematangannya dan dipilih perlakuan awal yang optimal. Perlakuan awal optimal ini selanjutnya disebut sebagai SOP perlakuan awal. Hasil kajian SOP tahap kedua ini disajikan pada Lampiran 3.

Berdasarkan hasil penanakan tersebut diketahui bahwa beras jagung A membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 5 jam dan perendaman dalam air panas selama 60 menit. Beras jagung B membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 4 jam dan perendaman dalam air panas selama 50 menit, sedangkan beras jagung C membutuhkan perlakuan perendaman dalam air dingin selama 3 jam dan perendaman dalam air panas selama 30 menit.

Untuk mengetahui bentuk granula pati dan tingkat gelatinisasi dilakukan pengamatan di bawah mikroskop polarisasi. Hasil pengamatan ini disajikan pada Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14.

A. Perendaman air panas 60 menit B. Perendaman air dingin 5 jam

Gambar 12. Bentuk granula pati beras jagung A (>4 mm) yang ditanak dengan perbandingan beras dan air tanak 1:7 (dengan perlakuan awal)

A. Perendaman air panas 50 menit B. Perendaman air dingin 4 jam

Gambar 13. Bentuk granula pati beras jagung B (3.35-4 mm) yang ditanak dengan perbandingan beras dan air tanak 1:7 (dengan perlakuan awal)

A. Perendaman air panas 30 menit B. Perendaman air dingin 3 jam

Gambar 14. Bentuk granula pati beras jagung C (2.36-3.35 mm) yang ditanak dengan perbandingan beras dan air tanak 1:5 (dengan perlakuan awal)

B erdasarkan pengamatan granula pati secara mikroskopis (Gambar 12, Gambar 13, dan Gambar 14) terlihat bahwa granula pati beras jagung A, B, dan C telah kehilangan sifat birefringence. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan awal perendaman yang digunakan telah cukup untuk menyebabkan pati tergelatinisasi sehingga nasi jagung yang dihasilkan dinyatakan matang.

Dokumen terkait