Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001) meliputi :
Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU yaitu Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. Pada hari ke-9 / 12 TFU sudah tidak teraba.
b. Involusio tempat melekatnya plasenta
Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang.
5. Lochea
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.
Menurut pembagiannya : a. Lochea rubra
Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.
b. Lochea sanguinolenta
Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3 - 6 post partum.
c. Lochea serosa
Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10. d. Lochea alba
Berwarna putih atau jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 - 2 minggu setelah melahirkan.
6. Adaptasi Fisik
a. Tanda-tanda vital
Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya, pembengkakan buah dada pada hari ke-2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.
b. Adaptasi cardiovaskuler
1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring -duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi cardiovaskuler
hari.
c. Adaptasi sistem gastrointestinal
Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.
d. Adaptasi traktus urinarius
Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.
e. Adaptasi sistem endokrin
Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada hari ke-2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.
f. Adaptasi sistem musculoskeletal
Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.
g. Perineum
teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nuliparia).
h. Laktasi
Setelah partus pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi dengan akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga mengeluarkan air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 post partum.
7. Periode Post Partum
Ada 3 macam periode Post Partum berdasarkan waktu : a. Immediate Post Partum
Ini dihitung 24 jam pertama setelah placenta lahir, ditandai : ibu hanya memperhatikan diri sendiri tidak peduli lingkungan dan ingin dirawat.
telah melaksanakan peran barunya dan mulai memperhatikan tubuhnya
8. Proses menjadi orang tua
Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, komponen kedua bersifat emosional yang melibatkan ketrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi.
a. Ketrampilan Kognitif-Motorik
Komponen pertama dalam proses menjadi orang tua melibatkan aktivitas perawatan anak, seperti memberikan makan, menggendong, mengenakan pakaiaan, dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan memungkinkan untuk bergerak (Steele, Pollack,1968). Aktivitas yang diorientasikan pada tugas ini atau ketrampilan kognitif motorik tidak terlihat secara otomatis pada saat bayi lahir. Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak.
Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke generasi berikutnya dengan meniru hubungan orang tua-anak yang pernah dialaminya. Keterampilan kognitif-afektif menjadi orang tua ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan yang diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak yang positif ialah saling memberi satu sama lain. Hubungan ini sangat mendasar, yakni bahwa orang lain keinginan untuk memberi bantuan bahwa orang tersebut berharga untuk menerima bantuan.
Konsep Erikson (1959-1964) tentang dasar kepercayaan juga hampir sama. Ia mengatakan perkembangan rasa percaya ini akan menentukan respon bayi seumur hidupnya. Orang-orang yang
memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami krisis karena ketidakmampuanya menggunakan dukungan orang lain ketika menghadapi masalah.(Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004)
9. Adaptasi Psikososial
a. Fase “taking in” (Fase Dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dispendensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.
b. Fase “taking hold” (Fase Independen)
1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.
3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya.
c. Fase “letting go” (Fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya, (Farrer, 2001).
L. Komplikasi
Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain : 1. Infeksi puerperal ( nifas )
Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi.
a). Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.
b). Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.
c). Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.
disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.
3. Emboli pulmonal
Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).
4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
(Mochtar, R, 1998)
M. Pengkajian Fokus