• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. caesaria adalah suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim. membuka dinding perut dan dinding rahim.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. caesaria adalah suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim. membuka dinding perut dan dinding rahim."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian

Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio caesaria adalah suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim.

(Mochtar, R 1998 ) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.

(Mansjoer, A, 2001 ). Post operasi adalah keadaan dimana telah dilakukan operasi atau pembedahan untuk melahirkan janin.

(Mansjoer, A, 2001 ). Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

(Prawirohardjo, 1999) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Post Sectio Caesaria dengan letak sungsang adalah masa setelah melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding uterus untuk memudahkan proses kelahiran janin karena sumbu janin berada terhadap sumbu ibu atau terletak memanjang dengan

(2)

kira sepanjang 10 cm. Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih 3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada riperitonearisasi yang baik

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan b. Sectio Caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.

(3)

2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi. 2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

(Mochtar, 1998)

B.Anatomi dan Fisiologi

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

(Sumber : Winknjosastro, 2005) (Sumber : Winknjosastro, 2005) Gambar 3 – 2 Genitalis eksterna Gambar 3 – 1 Genitalis eksterna

(4)

1. Organ Eksterna a. Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon).

b. Labia Mayora

Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di bawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons pubis dan menyatu menjadi perinium. Pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dari mons veneris. Secara embriologis labio mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput. Panjang labia mayora 7 sampai 8 cm, lebar 2 sampai 3 cm, tebal 1 sampai 1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan di bawahnya, sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi mons pubis di bagian superior dan bersatu menjadi perinium di bagian posterior, sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura posterior.

Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Di bawah kulitnya terdapat jaringan ikat padat yang kaya akan serabut elastin

(5)

dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian di bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma.

c. Labia Minora

Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu. Di labia minora terdapat frenulum klitoris, preputium dan frenulum pudenti. Labia minora adalah 2 buah lipatan pipih dari jaringan berwarna kemerahan yang terlihat bila labia mayora dibuka dan jaringan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva. Pada nullipara labia minora tidak terlihat, sedangkan pada multipara labia minora sering terlihat menonjol di atas labio mayora. Bagian dalam lipatan labia terdiri dari jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah dan serabut otot polos, seperti biasa yang ditemukan pada jaringan yang erektil. Jaringan labia minora menyatu di bagian superior dimana masing-masing terpisah membentuk 2 lamellae, pasangan lamellae sebelah bawah membentuk frenulum klitoris, sedangkan pasangan sebelah atas meyatu membentuk prepusium klitoris

(6)

d. Klitoris

Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Klitoris terdiri dari :

1) Glans

Glans terdiri dari sel-sel berbentuk flisi fonnis 2) Korpus

Terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos.

3) Krura

Bentuknya tipis dan panjang berawal di permukaan inferior ramus iskiopubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris.

Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang vagina.

e. Vulva

Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri di batasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi perineum.

(7)

f. Vestibulum

Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora di lateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga fourchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang: uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar parauretral atau disebut juga duktus skene. Bagian posterior vestibulum antara fourchet dan liang vagina disebut fossa navikularis, yang agak jarang terlihat kecuali pada wanita multipara karena biasanya rusak setelah melahirkan.

Di sekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak di bawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis.

g. Introitus vagina

Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara (hymen).

(8)

Sisanya disebut kurunkula himen atau sisa himen. i. Perineum

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diagfragma pelvis dan urogenital. Diagfragma pelvis terdiri dan muskulus levator ani dan muskulus koksigeus. Diagfragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus kontriktor uretra dan selubung fasia eksterna dan internal.

2. Organ Internal

(Sumber : Winknjosastro, 2005) a. Vagina

Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang dari 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus dan kotoran

(9)

menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.

Dinding Vagina terdiri atas empat lapisan :

1) Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberi kelembaban.

2) Jaringan konektif areolor yang dipasok pembuluh dengan baik. 3) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler. 4) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.

Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat serviks melajur ke dalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi empat bagian : Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.

(10)

gepeng. Uterus wanita tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.

Uterus wanita primipara panjang 6 - 8 cm, dibandingkan dengan wanita multipara yang panjangnya 9 – 10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50 - 70 gram, sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas :

1). Fundus Uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, di situ kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

2). Korpus Uteri

Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukrosa. Mempunyai fungsi utama agar janin berkembang.

3). Servik Uteri

Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kalogen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servikalis tersumbat dapat terbentuk kista retensi berdiameter beberapa

(11)

milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histologik uterus terdiri atas :

a) Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 cm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.

b) Miometrium

Miometrum merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Menurut

(12)

miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot di serviks.

c) Lapisan serosa, yakni peritonium viseral

Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentrum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :

(1). Ligamentum Kardinal Sinistra et Dextra (Mackenroat)

Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina.

(2) Ligamentum Sakro Uterium Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.

(3) Ligamentum Rotundum Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.

(4) Ligamentum Latum Sinistra at Dextra

Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat

(13)

di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (Ovarium Sinisira at Dextra).

(5) Ligamentum Infudibula Pelvicium

Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya terdapat urat-urat syaraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan corpus uteri diliput i oleh peritonium viseral yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesika uterina

Uterus diberi darah oleh arteri uterina sinistra at dextra yang terdiri dari ramus asenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at dextra. Inversasi uterus terdiri dari atas sistem saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2,3 dan 4, dan selanjutnya memasuki frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promotorium terus

(14)

sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vosodillatasi.

c. Tuba Falopi

Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8 - 1 4 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan lumennya dilapisi membran mukosa.

Tuba falopi terdiri atas :

1) Pars Interstisialis, merupakan bagian yang terdapat di dinding uterus 2) Pars Ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. 3) Pars Ampularis, bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi

terjadi.

4) Pars Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan ke dalam tuba,

d. Ovarium

Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 - 5 cm, lebar 1 , 5 - 3 cm, dan tebal 0,6 - 1 cm. Setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan

(15)

menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica woldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi:

1). Korteks

Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah terletak ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari kortek yang kusam dan keputih-putihan sebagai tunika albuginea, dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel kuboit yaitu epitel germinal dari woldeyer.

2). Medula

Terdiri dari jaringan penyambung longgar yang berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medula dan sejumlah kecil serat otot polos yang berfungsi dalam pergerakan ovarium-ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ovarium sangat kaya dengan serat saraf tak bermyelin, yang untuk sebagaian besar menyertai pembuluh darah

(16)

Anatomi Dan Fisiologi Abdomen

Gambar 3. Anatomi Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) a. Kulit

Gambar 4. Lapisan Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) 1) Lapisan Epidermis

Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit

(17)

terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.

2) Lapisan Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papilla kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia, lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.

3) Lapisan subkutan

Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan SC, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan SC, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.

(18)

Gambar 5. Bagian Fasia

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut. menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini membentuk pesawat antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak.. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.

(19)

Gambar 6. Lapisan Otot Perut (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) 1) Otot dinding perut anterior dan lateral

Rectus abdominis meluas dari bagian depan margo costalis di atas dan pubis di bagian bawah. Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah dari procecuss xiphodius sternum ke simpisis pubis, memisahkan kedua musculus rectus abdominis. Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan kea rah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus

(20)

(Gibson, J. 2002).

3. Fisiologi Post Partum

Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002) antara lain : a. Involusio

Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang.

a) Involusio uterus

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU), setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari di bawah pusat, pada hari ke -6 TFU normalnya berada di pertengahan simpnisis pubis dan pusat, pada hari ke -9 TFU sudah tidak teraba.

b). Involusio tempat melekatnya placenta

Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang berkontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembekuan sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini

(21)

memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.

b) Lochea

Kotoran yang keluar dari liang senggama, terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Menurut pembagiannya :

1) Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

2) Lochea sanguilenta

Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah, pada hari ke 3 - 6 post partum.

3) Lochea alba

Berwarna putih atau jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1 - 2 minggu setelah melahirkan.

4. Adaptasi fisik a. Tanda-tanda vital

(22)

pada hari ke 2 atau 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi kardiovaskuler

1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring ke duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan pendarahan.

2). Denyut nadi berkisar 60 - 70 kali per menit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa pembakaran melaui kulit sering terjadi terutama malam hari.

c. Adaptasi traktus uranius

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidak mampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.

d. Adaptasi sistem gastrointestinal

Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari.

e. Adaptasi sistem endokrin

(23)

ke 2 - 3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri. f. Adaptasi sistem muskuloskeletal

Otot diding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

g. Perinium

Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (Multipara).

(Wiknjosastro, 2005) h. Fase Penyembuhan Luka

1) Fase inflamasi

Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4, pada waktu ini terjadi bekuan darah, ketika mikro sirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2 – 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.

(24)

merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang digantikan. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopoli sakarida. Dalam periode 2 sampai 4 minggu, rantai asam amino membentuk serat-serat dengan panjang dan diameter yang meningkat, serat-serat ini menjadi kumpulan bundel dengan pola yang tersusun baik. Sintesis kolagen menyebabkan kapiler untuk menurun jumlahnya dalam upaya untuk menyeimbangkan jml kolagen yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini mengakibatkan peningkatan kekuatan.

3) Fase maturasi

Terjadi pada hari ke-21 sampai sebulan atau bahkan tahunan, fibroblas mulai meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar, sampai fibri kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 sampai 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

(Mochtar, R, 1998)

5. Adaptasi psikososial

(25)

a) Fase taking in (fase dependen)

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dan bertanggung jawab sebagai ibu dan lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.

3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b) Fase taking hold (fase independent)

1) Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.

2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.

c) Fase letting go (fase interdependent)

Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru.

(26)

C. Etiologi

Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan di dalam uterus. Pada kehamilan sampai lebih kurang dari 32 minggu, jumlah air ketuban relative lebih banyak, sehingga kemungkinan janin bergerak lebih leluasa. Dengan demikian, janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau lintang. Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif lebih berkurang. Karena bokong dengan dua tungkai yang terlipat lebih besar dari kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada dalam ruang yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat di mengerti mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi kepala, (Hanifa Wiknosastro, 2007).

Terdapat beberapa factor yang berperan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya adalah prematurisasi karena bentuk rahim kurang lonjong,air ketuban masih banyak dan kepala anak relative besar, hidramnion karena anak mudah bergerak, plasenta previa karena menghalangi turunya kepala kedalam pintu atas panggul, bentuk rahim yang abnormal seperti panggul sempit; walaupun panggul sempit sebagai penyebab letak sungsang masih disangsikan oleh berbagai penulis, kelaiainan bentuk kepala, yaitu : hidrosefalus dan anenshefalus karena kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul, (Sulaiman, 2004).

(27)

Faktor-faktor yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang diantaranya ialah prematuritas, rnultiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa dan panggul sempit. Kadang-kadang juga disebabkan oleh kelainan uterus (seperti fibroid) dan kelainan bentuk uterus (malformasi). Plasenta yang terletak didaerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan didaerah fundus. Kelainan fetus juga dapat menyebabkan letak s u n g s a n g s e p e r t i m a l f o r m a s i , m a s s a d i l e h e r , (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010).

D. Penatalaksanaan Post Sectio Caesaria a. Selama Kehamilan

Pada umur kehamilan 28-30 minggu, mencari kausa daripada letak sungsang yakni dengan USG; seperti plasenta previa, kelainan kongenital, kehamilan ganda, kelainan uterus. Jika tidak ada kelainan pada hasil USG, maka dilakukan knee chest position atau dengan versi luar (jika tidak ada kontraindikasi). Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan 34-38 minggu. Pada umumnya versi luar sebelum minggu ke 34 belum perlu dilakukan karena kemungkinan besar janin masih dapat memutar

(28)

Kontraindikasi untuk melakukan versi luar; panggul sempit, perdarahan antepartum, hipertensi, hamil kembar, plasenta previa. . Keberhasilan versi luar 35-86 % (rata-rata 58 %). Peningkatan keberhasilan terjadi pada multiparitas, usia kehamilan, frank breech, letak lintang. Newman membuat prediksi keberhasilan versi luar berdasarkan penilaian seperti Bhisop skor (Bhisop-like score).

b. Selama Persalinan

Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan kesabaran dibandingkan dengan persalinan letak kepala. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang menjadi indikasi seksio, seperti kesempitan panggul, plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga panggul. Pada kasus dimana versi luar gagal atau janin tetap letak sungsang, maka penatalaksanaan persalinan lebih waspada. Persalinan pada letak sungsang dapat dilakukan pervaginam atau perabdominal (seksio sesaria). Pervaginam dilakukan jika tidak ada hambatan pada pembukaan dan penurunan bokong. Syarat persalinan pervaginam pada letak sungsang: bokong sempurna (complete) atau bokong murni (frank breech), pelvimetri, klinis yang adekuat, janin tidak terlalu besar, tidak ada riwayat seksio sesaria dengan indikasi CPD, kepala fleksi. Mekanisme persalinan letak sungsang berlangsung melalui tiga tahap yaitu: Persalinan bokong yaitu : Bokong masuk ke pintu atas

(29)

panggul dalam posisi melintang atau miring, Setelah trokanter belakang mencapai dasar panggul, terjadi putaran paksi dalam sehingga trokanter depan berada di bawah.

2. Penatalaksanaan post section ceasaria

a. Periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian.

b. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat

c. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum d. Pemberian antibiotika

Walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan.

e. Mobilisasi

Pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan.

f. Pemulangan

Jika tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi, (Mochtar Rustam, 2002).

(30)

bundar dan melenting pada fundus uteri, Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang bundar dan lunak Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

Pada sistem pernafasan : Pernafasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut ketat pada dada dan abdomen atas, kegemukan, Kecepatan pernafasan turun karena pengaruh obat: anestesi, narkotika sedatife. Pada sirkulasi akan meningkat jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi, (Hidayat2.wordpress.com2009).

Pada pemeriksaan luar berdasarkan pemeriksaan Leopold ditemukan bahwa Leopold I difundus akan teraba bagian yang keras dan bulat yakni kepala. Leopold II teraba punggung disatu sisi dan bagian kecil disisi lain. Leopold III-IV teraba bokong dibagian bawah uterus. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi pusat atau sedikit lebih tinggi daripada umbilicus.

F. Jenis Section Caesaria

Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah : 1. Abdomen (Sectio Caesarea Abdominalis)

a. Sectio caesarea transperitonealis

1. Sectio Caesarea klasik atau korporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

(31)

bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

b. Sectio Caesarea ekstra peritonealis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

2. Vagina (Sectio Caesarea vaginalis)

G. Tehnik Sectio Sesaria

1. Teknik Seksio Sesarea Transperitonealis Profunda

Daver Catheter di pasang dan wanita berbaring dalam letak tredelenburg ringan. Diadakan insisi pada dinding perut pada garis tengah dari simfisis sampai beberapa cm di bawah pusat. Setelah peritorium dibuka, dipasang spekulum perut dan lapangan operasi dipisahkan dari rongga perut dengan satu kasa panjang atau lebih. Peritoneum pada dinding uterus depan dan bawah dipegang dengan piset, plikovesitas. Uterina dibuka dan insisi diteruskan melintang jauh ke lateral. Kemudian kandung kencing depan uterus didorong ke bawah dengan jari. Pada segmen bawah uterus yang sudah tidak ditutup lagi oleh peritoneum serta kandung kencing yang biasanya sudah menipis, diadakan insisi melintang selebar 10 cm dengan ujung kanan dan kiri agak melengkung ke atas untuk menghindari

(32)

tampak, kemudian luka yang terakhir ini dilebarkan dengan gunting berujung tumpul mengikuti sayatan yang telah dibuat terlebih dahulu. Sekarang ketuban dipecahkan dan air ketuban yang keluar diisap. Kemudian spekulum perut diangkat dan lengan dimasukkan ke dalam uterus di belakang kepala janin dan dengan memegang kepala dari belakang dengan jari-jari tangan penolong. Diusahakan lahirnya kepala melalui lubang insisi. Jika dialami ksulitan untuk melahirkan kepala janin dengan tangan, dapat dipasang dengan cunan boerma. Sesudah kepala janin badan kemudian dilahirkan dilanjutkan muka dan mulut lalu dibersihkan. Tali pusat dipotong dan bayi diserahkan pada orang lain. Diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus atau intravena, pinggir luka insisi dipegang dengan beberapa Cunam ovum dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual. Tangan untuk sementara dimasukkan kedalam rongga uterus untuk mempermudah jahitan luka, tangan ini diangkat sebelum luka uterus ditutp sama seklai. Jahitan otot uterus dilakukan dalam dua lapisan yaitu lapisan pertama terdiri atas kahitan simpul dengan catgut dan dimulai dari ujung yang satu ke ujung yang lain (jangan mengikutsertakan desidua), lapisan kedua terdiri atas jahitan menerus sehingga luka pada miomtrium tertutup rapi.

Keuntungan pembedahan ini:

a. Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak b. Bahaya peritonitis tidak besar

(33)

dikemudian hari tidak besar, karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa banyak mengalami konraksi seperti korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna. (Lukito Husodo, ilmu kebidanan 2005)

2. Teknik Seksio Sesarea Korporal

Setelah dinding perut dan peritoneum pariatale terbuka pada garis lengan dipasang beberapa kain kasa panjang antara dinding perut dan dinding uterus untuk mencegah masuknya air ketuban dan darah ke rongga perut. Diadakan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan ujung bawah di atas batas plika vegika uterine. Diadakan lubang kecil pada batang kantong ketuban untuk menghisap air ketuban sebanyak mungkin, lubang ini kemudian dilebarkan dan janin dilahirkan dengan tarikan pada kakinya. Setelah anak lahir korpus uteri dapat dilahirkan dari rongga perut untuk memudahkan tindakan-tindakan selanjutnya. Sekarang diberikan suntikan 10 satuan oksitosin dalam dinding uterus intravena dan plasenta serta selaput ketuban dikeluarkan secara manual kemudian dinding uterus ditutup dengan jahitan catgut yang kuat dalam dua lapisan, lapisan

(34)

(Wiknjosastro, 2002). 3. Teknik seksio sesarea klasik

a. Mula-mula dilakukan desinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi dipersempit dengan kain suci hama

b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum peritonial terbuka.

c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim (SAR)

kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting.

e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong diantara kedua penjepit.

f. Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 U oksitosin ke dalam rahim secara intra demal.

g. Luka insisi SAR dijahit kembali

Lapisan I : Endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur dengan benang catgut kronik

Lapisan II : hanya miometrium saja dijahit ecara simopul (berhubung otot SAR angat tebal) dengan catgut kronik

Lapian III : peritoneum saja, dijahit secara simpul dengan benang catgut biasa.

(35)

h. Setelah dinding selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi

i. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut dijahit, (Ilmu bedah kebidanan, 2000).

4. Teknik seksio histerektomi

a. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau simpul.

b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga pelvis

c. Mula-mula ligamentum rotundum dijepit dengan cunam kocher dan cunam oschner kemudian dipotong sedekat mungkin dengan rahim, dan jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut kronik no.0 bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesarea transperitoneal profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada ligamentum latum belakang lubang dengan jari telunjuk tangan kiri di bawah adneksa dari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari kemungkinan terpotong.

d. Melalui lubang pada ligamentum ini, tuba falopi, ligamentum utero ovarika, dan pembuluh darah dalam jaringan terebut dijepit dengan 2

(36)

e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian besar adalah vaskuler dipotong secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan samping

f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservikal dilakukan panjepitan dengan cunam oscher lengkung secara ganda, dan pada tempat yang ama di sisi rahim dijepit dengan cunam kocher luurs. Kemudian jaringan diantaranya digunting dengan gunting Mayo. Tindakan ini dilakukan dalam beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong seluruhnya. Puntung ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan benang catgut khronik no. 0

g. Demikian juga ligamentum sakro-uterine kiri dan kanan dipotong dengan cara yang sama, dan iligasi secara transfiks dengan benang catgut khronik no.0

h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi depan serviks dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melalui insisi tersebut dinding vagina dijepit engan cunam oscher melingkari serviks dan dinding vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.

i. Puntung vagina dijepit dengan beberapa cunam kocher untuk hemostasis. Mula-mula puntung kedua ligamentum kardinale dijahitkan pada ujung kiri dan kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis

(37)

pada kedua ujung puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retro-peritonealisasi dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.

j. Setelah rongga perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup kembali lapis demi lapis, (Winkjosastro, 2002).

H. Indikasi Sectio Caesaria

a. Placenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit

Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin via naturalis ialah CV : 8 cm panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sectio caesaria. CV antara 8 - 10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder.

c. Dispoporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul.

(38)

h. Pre eklamsi dan hipertensi i. Mal presensi janin :

1). Letak lintang

a). Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.

b). Seandainya baru pertama kali hamil primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.

c). Sudah pernah melahirkan lebih dari 1 kali dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.

2). Letak sungsang

Macam-macam letak sungsang

Berdasarkan komposisi dan bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut:

a) Letak bokong murni (Frank Breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki mengungkit ke atas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk. b) Letak bokong kaki sempurna (Complete Breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong kedua kaki berada di samping bokong.

(39)

I. Macam-Macam Anastesi 1. Pengertian

Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.

2. Aspek farmakologik anestesi yaitu : a. Narkotik dan analgesik

b. Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik c. Relaksasi otot-otot

d. Vasokonstriktor dan vasopresor e. oksitosik

3. Teknik anestesi a. Anestesi Umum

1) Pengertian

Adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran.

2) Fisiologi terjadinya anestesi

(40)

a) Melalui rectum: Tiopental 10%, kloralhidrat b) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam

c) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin d) Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton 4) Kontra indikasi :

a) Kontra indikasi mutlak payah jantung.

b) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari obat yang dipakai yaitu :

(1) Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang mendepresi miokard, misalnya eter, tiopental dan halotan. (2)Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme di

hepar

(3)Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal, misal petidin atau gallarmin, morfin.

(4) Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan pengentalan sekresi dalam paru misal eter.

(5)Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan pemakaian obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian gula darah misal eter.

b. Anestesi regional dan lokal 1) Pengertian

(41)

tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik untuk sementara.

Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi regional adalah :

a) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut syaraf di mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles

b) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung pada garis insisi atau luka.

c) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk dinding anestesi sekitar daerah operasi.

d) Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung ke syaraf atau sekitar syaraf yang mempersyarafi bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau peridural.

Cara kerja obat anestesi regional adalah bergabung dengan protoplasma sel syaraf dan menghasilkan anestesi dengan cara mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi. Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan

(42)

c) Anemia berat.

I. Fase Penyembuhan Luka 1. Fase Inflamasi

Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-antibodi juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel baru

2. Fase Proliferatif

Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

3. Fase Maturasi.

Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 atau 12

(43)

minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat R, 1997

Fase Proses Gejala dan tanda

I Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor II Proliferasi Regenerasi /

fibroplasias

Jaringan granulasi / kalus tulang penutupan: epitel / endotel / mesotel

III Penyudahan Pematangan dan perupaan kembali

Jaringan parut / fibrosis

K. Adaptasi Post Partum

Perubahan fisiologis pada post partum menurut Fahrer Helen (2001) meliputi :

(44)

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU yaitu Setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6 TFU normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. Pada hari ke-9 / 12 TFU sudah tidak teraba.

b. Involusio tempat melekatnya plasenta

Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang.

5. Lochea

Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.

Menurut pembagiannya : a. Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

b. Lochea sanguinolenta

Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3 - 6 post partum.

(45)

c. Lochea serosa

Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10. d. Lochea alba

Berwarna putih atau jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke-1 - 2 minggu setelah melahirkan.

6. Adaptasi Fisik

a. Tanda-tanda vital

Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu diatas 38C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya, pembengkakan buah dada pada hari ke-2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi cardiovaskuler

1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik  20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring -duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi cardiovaskuler

(46)

hari.

c. Adaptasi sistem gastrointestinal

Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.

d. Adaptasi traktus urinarius

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.

e. Adaptasi sistem endokrin

Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada hari ke-2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.

f. Adaptasi sistem musculoskeletal

Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

g. Perineum

(47)

teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nuliparia).

h. Laktasi

Setelah partus pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi dengan akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga mengeluarkan air susu dilaksanakan. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2-3 post partum.

7. Periode Post Partum

Ada 3 macam periode Post Partum berdasarkan waktu : a. Immediate Post Partum

Ini dihitung 24 jam pertama setelah placenta lahir, ditandai : ibu hanya memperhatikan diri sendiri tidak peduli lingkungan dan ingin dirawat.

(48)

telah melaksanakan peran barunya dan mulai memperhatikan tubuhnya

8. Proses menjadi orang tua

Steele dan Pollack (1968) menyatakan bahwa menjadi orang tua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, komponen kedua bersifat emosional yang melibatkan ketrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi.

a. Ketrampilan Kognitif-Motorik

Komponen pertama dalam proses menjadi orang tua melibatkan aktivitas perawatan anak, seperti memberikan makan, menggendong, mengenakan pakaiaan, dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya, dan memungkinkan untuk bergerak (Steele, Pollack,1968). Aktivitas yang diorientasikan pada tugas ini atau ketrampilan kognitif motorik tidak terlihat secara otomatis pada saat bayi lahir. Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak.

(49)

Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini ke generasi berikutnya dengan meniru hubungan orang tua-anak yang pernah dialaminya. Keterampilan kognitif-afektif menjadi orang tua ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan yang diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak yang positif ialah saling memberi satu sama lain. Hubungan ini sangat mendasar, yakni bahwa orang lain keinginan untuk memberi bantuan bahwa orang tersebut berharga untuk menerima bantuan.

Konsep Erikson (1959-1964) tentang dasar kepercayaan juga hampir sama. Ia mengatakan perkembangan rasa percaya ini akan menentukan respon bayi seumur hidupnya. Orang-orang yang

(50)

memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami krisis karena ketidakmampuanya menggunakan dukungan orang lain ketika menghadapi masalah.(Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004)

9. Adaptasi Psikososial

a. Fase “taking in” (Fase Dependen)

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dispendensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.

3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b. Fase “taking hold” (Fase Independen)

1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.

2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya.

(51)

c. Fase “letting go” (Fase Interdependen)

1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.

2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.

3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya, (Farrer, 2001).

L. Komplikasi

Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain : 1. Infeksi puerperal ( nifas )

Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi.

a). Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.

b). Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c). Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.

(52)

disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.

3. Emboli pulmonal

Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).

(53)

4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

(Mochtar, R, 1998)

M. Pengkajian Fokus 1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

1) Melaporkan kelebihan, kurang energi 2) Letargi, mengantung akibat anestesi b. Sirkulasi

1) TD dapat meningkat

2) Kehilangan darah pada tindakan Sectio Caesaria mencapai kurang lebih 600-800 ml

3) Perdarahan vagina mungkin ada c. Eliminasi

1) Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada 2) Kateter urinarius mungkin terpasang

(54)

e. Nyeri / Ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung kemih / adomen, efek-efek anestesi.

f. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. g. Makanan atau cairan

Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh anestesi) h. Seksualitas

1) Kehamilan multiple atau gestasi, malahirkan secara sectio caesaria sebelumnya

2) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus i. Pemeriksaan penunjang

Pada klien Sectio Caesaria sering terjadi perubahan volume darah dari kadar pra operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan, perlu dilakukan pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi yang diperlukan adalah hitung jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht). Selain itu juga terdapat pemeriksaan urinalisis : kultur urine, darah, vaginal dan lochea. Terdapat juga pemeriksaan tambahan berdasarkan kebutuhan individual.

(55)

N. Pathways Efek sekunder Efek anestesi Kesadaran menurun  Penumpukan sekret di jalan nafas  Reflek batuk menurun  Reflek menelan Faktor indikasi Sectio caesaria Letak sungsang Persalinan

Tindakan pembedahan Spontan

Post sectio caesaria

Perubahan psikologis Perubahan fisiologis

Taking in Dependen butuh perlindungan Kelemahan fisik Defisit perawatan diri Taking hold Belajar perubahan baru Kurang informasi Kurang pengetahuan Letting go Mampu menyesuaikan dengan keluarga Mandiri Laktasi Penurunan hormon estrogen dan progesteron Peningkatan hormon prolaktin ASI keluar Uterus Kontraksi uterus meningkat Gangguan rasa nyaman nyeri Penurunan hormon estrogen Penurunan tonus otot dan motilitas

usus turun Konstipasi Luka post Sectio Caesaria Jaringan terputus Terputusnya kontinuitas jaringan Terdapat sayatan pada luka

(56)

O. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya bersihnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anastasi.

2. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan 3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder luka post operasi.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan dampak sekunder dari luka post sectio caesaria.

6. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang teknik menyusui.

8. Suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang ( dehidrasi ). 9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.

(Doenges, 2001) dan (Carpenito, 2000)

P. Fokus Intervensi

1. Tidak efektifnya bersihnya sekresi jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anestasi.

Tujuan : mempertahankan kepatenan jalan nafas Kriteria hasil : bunyi nafas baik

(57)

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Atur posisi tidur pasien dengan kepala miring tanpa bantal c. Ajarkan pasien cara batuk efektif dan nafas dalam

d. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan

2. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan. Tujuan : tidak terjadi syok

Kriteria hasil :. Tidak terjadi perdarahan Intervensi :

a. Monitor jumlah perdarahan b. Monitor tanda-tanda vital c. Observasi pengeluaran lochea d. Observasi kontraksi uterus

e. Kolaborasi tim medis untuk pemberian terapi.

3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder luka post operasi. Tujuan : - nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

a. Pasien mengeluh nyeri hilang atau nyeri berkurang b. Ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi :

(58)

e. Kolaborasi pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor, tumor dan fungsiolesa) 2. TTV normal terutama suhu (36-37oC)

Intervensi :

a. Cuci tangan sebelum kontak dengan pasien b. Monitor tanda-tanda vital

c. Monitor tanda-tanda infeksi pada luka post operasi d. Anjurkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan luka e. Lakukan ganti balut pada hari ketiga post operasi f. Berikan antibiotika sesuai program.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan dampak sekunder dari luka post sectio caesaria.

Tujuan : pasien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri

Kriteria hasil :

(59)

Intervensi

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas

b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan adl. c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap

d. Anjurkan pasien untuk istirahat

6. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas. Tujuan : Tidak terjadi konstipasi

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat mengerti penyebab konstipasi b. Pasien dapat BAB, BAB tidak keras Intervensi :

a. Kaji peristaltik usus

b. Palpasi abdomen apakah ada penumpukan masa atau tidak

c. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang banyak mengandung serat d. Anjurkan pada pasien untuk minum yang banyak

e. Kolaborasi pemberian obat suppositorial.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang teknik menyusui.

Tujuan : Pasien dapat mengerti dan memahami tentang teknik menyusui Kriteria hasil :

(60)

Intervensi :

a. Kaji tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien tentang prinsip-prinsip menyusui. b. Jelaskan mengenai gizi waktu menyusui.

c. Kaji respon pasien dalam menerima pendidikan kesehatan d. Minta pasien untuk menjelaskan kembali informasi yang telah

diberikan.

8. Peningkatan suhu tubuh dengan intake yang kurang ( dehidrasi ). Tujuan : Suhu dalam batas normal (36 C- 37,4 C ).

Kriteria Hsil : Tanda- tanda vital dalam batas normal, suhu (36 C-37 C ) Intervensi :

a. Pantau tanda- tanda vital

Rasional : Untuk mengetahui kondisi klien, mengetahui perubahan suhu b. Beri kompres

Rasional : Menurunkan suhu yang meningkat c. Pertahankan cairan parenteral

Rasional : Untuk mencegah terjadinya dehidrasi d. Beri antipiretik sesuai program

Rasional : Untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat

e. Beri penjelasn hal- hl yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam pada keluarga Rasionalnya : Untuk melatih keluarga agar tahu hal- hal yang dilakukan jika mengalami peningkatan suhu tubuh.

9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Setelah dialakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan tidak terjadi. Kriteria Hasil :

a. Klien mendemonstrasikan tehnik- tehnik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri b. Klien mengidentifikasi atau menggunakan sumber- sumber yang tersedia

(61)

Intervensi:

a. Pastikan berat atau durasi ketidaknyamanan

Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respon emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

b. Tentukan tipe- tipe anestesi

Rasional : Klien yang telah menjalani anestesi spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar.

c. Ubah posisi klien setiap 1- 2 jam

Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan ( perawatan mulut, mandi, gosokkan punggung, dan perawatan perineal )

Rasioanal : Memperbaiki harga diri, meningkatkan kesejahteraan. e. Berikan pilihan bila mungkin ( jadwal mandi,jarak selama ambulasi )

Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskupin tergantung pada bantuan professional.

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri, dan kebutuhan diri.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri, dan kebutuhan diri.

Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan- kebutuhan individu, hasil yang diharapkan.

(62)

Rasional : Ketidaknyamanan dapat mempengaruhi konsentrasi dalam menerima penyuluhan.

c. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal.

d. Diskusikan program latihan yang tepat sesuai ketentuan

Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot- otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.

Gambar

Gambar 3 – 2 Genitalis eksternaGambar 3 – 1 Genitalis eksterna
Gambar 3 – 3 Genitalis interna
Gambar 3 – 4 uterus, tuba falopi, ovarium
Gambar 3. Anatomi Abdomen (dr Bambang Widjanarko, SpOG, 2010) a. Kulit
+2

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan bahwa laporan kerja praktek yang berjudul “Proses Pengolahan dan Pengendalian Mutu Sortir Bilas dan Packing Kacang Kulit Original di PT Garudafood Putra

Rumah sakit harus memberikan informasi kepada pasien dan masyarakat sekitar mengenai informasi pelayanan yang tersedia di RSUD Kota Bekasi sehingga

d:lri daripadanya.. Pada waktu yang sedang saya ceritakan il11 mereka diperintahkan oleh raja-raja yang merm1p;· kap Imam Agung dari kepercayaan itu. Di anturn

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunianya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Praktik

5 Desantara, 2007, Delik-delik Keagamaan di dalam RUU KUHP Indonesia , http//kuhpreform.files.wordpress.com.. pembentuk undang-undang berpandangan bahwa tindak pidana

Pada model data relasional, data rekaman disusun dari nilai yang berhubungan dan disebut dengan baris. Baris ini akan tersusun membentuk satu tabel, yang

Spostrzeżenie powyższe zdaje się znajdować swoje uzasadnienie zwłaszcza wo- bec faktu, że liczba pozycji bibliografii załącznikowej artykułów naukowych nie jest niczym

Sistem Pendukung Keputusan dirancang untuk membantu pengambil keputusan dalam memecahkan masalah yang sifatnya semi terstruktur ataupun tidak terstruktur dengan