• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. A. Pengertian. Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat badan bayi diatas 500 gram, melalui sayatan dinding uterus yang masih utuh (Saifuddin, 2001).

Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologis yang normal. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial yang ibu dan keluarga nantikan selama 9 bulan (Saifuddin, 2002).

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada multi para kurang dari 5 cm (Mochtar, 2002).

Sehingga dapat saya simpulkan bahwa post seksio sesaria dengan indikasi Ketuban pecah dini adalah suatu masa nifas setelah menjalani persalinan dengan cara menyayat dinding uterus untuk mengeluarkan janin yang dikarenakan air ketuban yang keluar sebelum ada tanda-tanda persalinan.

B. Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan

(2)

perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

a. Struktur Eksterna

Gambar 189 – Diagram dari Genetalia Externa wanita.(Pearce, 2006).

1) Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah jaringan lemak subkutan berbentuk bulat yang lunak dan padat serta merupakan jaringan ikat jarang diatas simfisis pubis. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi Rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid. Fungsinya sebagai bantal pada saat melakukan hubungan sex. (Pearce, 2006).

(3)

2) Labia Mayora

Labia mayora ialah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Keduanya memanjang dari mons pubis ke arah bawah mengelilingi labia monora, berakhir di perineum pada garis tengah. Labia mayora melindungi labia minora, meatus urinarius, dan introitus vagina (muara vagina).(Pearce, 2006). 3) Labia Minora

Labia minora, terletak di antara dua labia mayora, merupakan lipatan kulit yang panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah dari bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette. Sementara bagian lateral dan anterior labia biasanya mengandung pigmen, permukaan medial labia minora sama dengan mukosa vagina; merah muda dan basah. Pembuluh darah yang sangat banyak membuat labia berwarna merah kemurahan dan memungkinkan labia minora membengkak, bila ada stimulus emosional atau stimulus fisik.(Pearce, 2006).

4) Klitoris

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil yang terletak tepat dibawah arkus pubis. Dalam keadaan tidak terangsang, bagian yang terlihat adalah sekitar 6 x 6 mm atau kurang. Ujung badan klitoris dinamai glans dan lebih

(4)

sensitif daripada badannya. Saat wanita secara seksual terangsang, glans dan badan klitoris membesar. Fungsi klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksualitas.

(Pearce, 2006). 5) Prepusium Klitoris

Dekat sambungan anterior, labia minora kanan dan kiri memisah menjadi bagian medial dan lateral. Bagian lateral menyatu di bagian atas klitoris dan membentuk prepusium, penutup yang berbentuk seperti kait. Bagian medial menyatu di bagian bawah klitoris untuk membentuk frenulum. Kadang-kadang prepusium menutupi klitoris.(Pearce, 2006).

6) Vestibulum

Vestibulum ialah suatu daerah yang berbentuk seperti perahu atau lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri dari muara utetra, kelenjar parauretra (vestibulum minus atau skene), vagina dan kelenjar paravagina (vestibulum mayus, vulvovagina, atau Bartholin). Permukaan vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia (deodorant semprot, garam-garaman, busa sabun), panas, rabas dan friksi (celana jins yang ketat). (Pearce, 2006).

(5)

7) Fourchette

Fourchette adalah lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah dibawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di antara fourchette dan himen. (Pearce, 2006).

8) Perineum

Perineum ialah daerah muscular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus. Perineum membentuk dasar badan perineum. Penggunaan istilah vulva dan perineum kadang-kadang tertuk. (Pearce, 2006).

b. Struktur Internal

Gambar. 187 – Irisan pada Rongga Pelvis wanita Peritoneum menyelaputi uterus, ruang recto-vaginalis (Douglas) terletak antara uterus dan kandang kening (Pearce, 2006).

(6)

1) Ovarium

Sebuah ovarium terletak di setiap sisi uterus, dibawah dan di belakang tuba falopii. Dua ligamen mengikat ovarium pada tempatnya, yakni bagian mesovarium ligamen lebar uterus, yang memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira setinggi Krista iliaka antero superior, dan ligamentum ovari proprium (Pearce, 2006).

Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan memproduksi hormon. Saat lahir, ovarium wanita normal mengandung sangat banyak ovum primordial (primitif). Ovarium juga merupakan tempat utama produksi hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen) dalam jumlah yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan fungsi wanita normal.

Hormone estrogen adalah hormone seks yang diproduksi oleh rahim untuk merangsang pertumbuhan organ seks seperti payudara dan rambut pubik serta mengatur sirkulasi manstrubasi. Hormone estrogen juga menjaga kondisi kesehatan dan elasitas dinding vagina. Hormone ini juga menjaga teksture dan fungsi payudara. Pada wanita hamil hormone estrogen membuat puting payudara membesar dan merangsang pertumbuhan kelenjar ASI dan memperkuat dinding rahim saat terjadi kontraksi menjelang persalinan. Hormone progesterone berfungsi untuk menghilangkan pengaruh hormone

(7)

oksitoksin yang dilepaskan oleh kelenjar pituteri. Hormone ini juga melindungi janin dari serangan sel-sel kekebalan tubuh dimana sel telur yang dibuahi menjadi benda asing dalam tubuh ibu (Yahya, 2003).

2) Tuba Falopii (Tuba Uterin)

Panjang tuba ini kira-kira 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba mempunyai lapisan peritoneum di bagian luar, lapisan otot tipis di bagian tengah, dan lapisan mukosa di bagian dalam. Lapisan mukosa terdiri dari sel-sel kolumnar, beberapa di antaranya bersilia dan beberapa yang lain mengeluarkan secret. Lapisan mukosa paling tipis saat menstruasi. Setiap tuba dan lapisan mukosanya menyatu dengan mukosa uterus dan vagina. Fungsi tuba fallopi adalah untuk mengantarkan ovum dari ovarium ke uterus dan menyediakan tempat untuk pembuahan, tetapi perjalanan ovum dapat terhalang di titik manapun dan jika ovum tadi di buahi maka terjadi kehamilan tropik.

3) Uterus

Uterus merupakan organ muskular yang sebagian tertutup oleh peritoneum / serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita nullipara panjang 6-8 cm, dibandingkan dengan 9-10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50-70 gram. Sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram / lebih.

(8)

Uterus terdiri dari: (a) Fundus Uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteris berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

(b) Korpus Uteri

Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan: serosa, muskula & mukosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang.

(c) Serviks Uteri

Serviks merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak dibawah isthmus. Serviks memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kolagen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan lengket dari kanalis servikalis.

(d) Dinding Uterus

Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan: endometrium, miometrium, dan sebagian lapisan luar peritoneum parietalis

(9)

4) Vagina

Vagina, suatu struktur tubular yang terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih dan uretra, memanjang dari introitus (muara eksterna divestibulum di antara labia minora vulva) sampai serviks.Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu meregang secara luas. Karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina, panjang dinding anterior vagina hanya sekitar 7,5 cm, sedangkan panjang dinding posterior sekitar 9 cm. Ceruk yang terbentuk di sekeliling serviks yang menonjol tersebut disebut forniks: kanan, kiri, anterior dan posterior.

Mukosa vagina berespons dengan cepat terhadap stimulasi estrogen dan progesterone. Sel-sel mukosa tanggal terutama selama siklus menstruasi dan selama masa hamil. Sel-sel yang diambil dari mukosa vagina dapat digunakan untuk mengukur kadar hormon seks steroid.

Cairan vagina berasal dari traktus genitalia atas atau bawah. Cairan sedikit asam. Interaksi antara laktobasilus vagina dan glikogen mempertahankan keasaman. Apabila pH naik di atas lima, insiden infeksi vagina meningkat (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

(10)

2. Anatomi Dan Fisiologi Abdomen

Gambar 3: anatomi abdomen (Widjanarko, 2010). a. Kulit

Gambar 4: anatomi kulit (Widjanarko, 2010). 1) Lapisan Epidermis

Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-sel yang menyusunya secara

(11)

berkesinambungan dibentuk oleh lapisan germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh darah dan sel-selnya sangat rapat.

2) Lapisan Dermis

Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin. Lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.

3) Lapisan subkutan

Lapisan ini mengandung sejumlah sel lemak, berisi banyak pembuluh darah dan ujung syaraf. Lapisan ini mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang terdapat dibawahnya. Dalam hubungannya dengan tindakan Seksio Sesaria, lapisan ini adalah pengikat organ-organ yang ada di abdomen, khususnya uterus. Organ-organ di abdomen dilindungi oleh selaput tipis yang disebut peritonium. Dalam tindakan Seksio Sesaria, sayatan dilakukan dari kulit lapisan terluar (epidermis) sampai dinding uterus.

(12)

b. Fasia

Gambar 5

Gambar pembukaan fasia (Widjanarko, 2010).

Di bawah kulit fasia superfisialis dibagi menjadi lapisan lemak yang dangkal, Camper's fasia, dan yang lebih dalam lapisan fibrosa,. Fasia profunda terletak pada otot-otot perut menyatu dengan fasia profunda paha. Susunan ini antara Scarpa's fasia dan perut dalam fasia membentang dari bagian atas paha bagian atas perut. Di bawah lapisan terdalam otot, maka otot abdominis transverses, terletak fasia transversalis. Para fasia transversalis dipisahkan dari

(13)

peritoneum parietalis oleh variabel lapisan lemak. Fascias adalah lembar jaringan ikat atau mengikat bersama-sama meliputi struktur tubuh.

c. Otot perut

Gambar 6

Gambar Pemisahan fascia anterior dengan otot bawah(Widjanarko, 2010).

1) Otot dinding perut anterior dan lateral

Otot itu disilang oleh beberapa pita fibrosa dan berada didalam selubung. Linea alba adalah pita jaringan yang membentang pada garis tengah . Obliquus externus, obliquus internus dan transverses adalah otot pipih yang membentuk

(14)

dinding abdomen pada bagian samping dan depan. Serat externus berjalan kearah bawah dan atas ; serat obliquus internus berjalan keatas dan kedepan ; serat transverses (otot terdalam dari otot ketiga dinding perut) berjalan transversal di bagian depan ketiga otot terakhir otot berakhir dalam satu selubung bersama yang menutupi rectus abdominis.

2) Otot dinding perut posterior

Quadrates lumbolus adalah otot pendek persegi pada bagian belakang abdomen, dari costa keduabelas diatas ke crista iliaca.(Gibson, J. 2002).

C. Etiologi

1. Penyebab ketuban pecah dini

Penyebab ketuban pecah dini karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intra uterin atau kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks (Syaifuddin, 2000).

Menurut Arif Mansjoer (2001) penyebab ketuban pecah dini belum diketahui. Faktor predisposisi ketuban pecah dini ialah :

a. Infeksi genetalia.

b. Servik incompetent yaitu kelainan pada servik uteri di mana kanalis servikalis selalu terbuka.

(15)

c. Gemili. d. Hidramnion. e. Kehamilan pretem. f. Disproporsi sefalopelvik. 2. Indikasi seksio sesaria

Indikasi untuk seksio sesaria(Rustam, 2002). a. Indikasi untuk ibu

Plasenta previa, Distocia serviks, Ruptur uteri mengancam, Disproporsi cepalo pelviks, Pre eklamsi dan eklamsi, Tumor, Partus lama.

b. Indikasi untuk janin 1) Mal presentasi janin

(a) Letak lintang

Bila ada kesempitan panggul seksio sesaria adalah cara terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup. Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesarea. Multipara letak lintang dapat lebih dulu dengan cara yang lain

(b) Letak bokong

Dianjurkan seksio sesaria bila ada Panggul sempit, Primigravida, Janin besar, Presentasi dahi dan muka bila reposisi dan cara lain tidak berhasil, Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil, atau Gemeli

(16)

2) Gawat Janin

Segera lakukan operasi agar tidak terjadi keracunan atau kematian janin, sesuai dengan indikasi seksio sesaria.

Kontra indikasi

(a) Janin mati atau berada dalam keadaan kritis, kemungkinan janin hidup kecil. Dalam hal ini tidak ada alasan untuk melakukan operasi.

(b) Janin lahir ibu mengalami infeksi yang luas dan fasilitas untuk seksio sesaria ekstra peritoneal tidak ada.

(c) Kurangnya pengalaman dokter bedah dan tenaga medis yang kurang memadai.

D. Patofisiologi

Ketuban pecah dini terjadi karena ada kelemahan selaput ketuban perubahan menyeluruh dalam metabolisme kolagen atau ketika tekanan dalam ketuban meningkat. Adanya bakteri yang mengandung enzime protease dan kolagenase ditambah dengan respon inflamasi dari neutrofil secara bersama-sama menurunkan kadar kolagen membran yang akan mengakibatkan penurunan kekuatan dan elastisitas selaput membran. Diduga juga adanya molekul perusak jaringan lunak yang disebut Reactive Oxigen Species ( ROS ) merusak kebutuhan jaringan kolagen sehingga menyebabkan kelemahan selaput ketuban.

(17)

Produksi relaxine yang berlebihan juga akan meningkatkan aktivitas enzime kolagenase yang akan merusak jaringan kolagen dari selaput ketuban. Kemungkinan jugatrombosis vaskuler plasenta juga turut berperan karena menimbulkan gangguan transport nutrisi sehingga aktivitas metabolisme kolagen terganggu ( Mochtar, 2008).

E. Penatalaksanaan

Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi harus di rujuk di Rumah Sakit. Bila janin hidup dan terdapat polap tali pusat pasien di rujuk dengan posisi panggul lebih tinggi dari badanya, bila mungkin dengan posisi bersujud. Kalau perlu posisi kepala janin di dorong keatas dengan 2 jari agar tidak tertekan kepala janin. Tali pusat di vulva di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik.

Bila ada demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban pecah lebih dari 6 jam, berikan antibiotik seperti penisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampisilin 1 gr per oral. Bila pasien tidak tahan ampisilin diberikan eritromisin 1 gr peroral

Bila keluarga pasien menolak rujukan, klien di istirahatkan dengan posisi berbaring miring, berikan antibiotik pinisilin prokain 1,2 juta IU intra muskuler tiap 12 jam dan ampicilin 1 gr peroral dengan di ikuti 500 mg tiap 6 jam atau eritromisin dengan dosis yang sama.

Dengan kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif yaitu tirah baring, diberi sedatif berupa fenobarbital 3x30 mg.

(18)

Diberikan antibiotik selama 5 hari dan glukoortikosteroid, contoh dexametason 3x5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan

Pada kehamilan 33-35 minggu lakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksikan persalinan, bila terjadi infeksi akhiri kehamilan. Sedangkan pada kehamilan lebih dari 2 minggu, bila ada his, mimpin meneran dan lakukan akselerasi bila ada inersia uteri. Bila tidak ada his lakukan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari 6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dengan skor pelvik lebih dari 5, sectio cesaria bila ketuban pecah kurang dari 5 jam dan skor pelvik kurang dari 5 (Mansjoer, 2001).

Apabila persalinan dilakukan dengan tindakan Seksio Sesaria maka penatalaksanaan Post Seksio Sesaria antara lain periksa dan catat tanda – tanda vital setiap 15 menit pada 1 jam pertama dan 30 menit pada 4 jam kemudian. Perdarahan dan urin harus dipantau secara ketat. Pemberian tranfusi darah, bila terjadi perdarahan post partum karena pemberian antibiotika, walaupun pemberian antibiotika sesudah seksio sesarea efektif dapat dipersoalkan, namun pada umumnya pemberiannya dianjurkan. Mobilisasi karena pada hari pertama setelah operasi penderita harus turun dari tempat tidur dengan dibantu paling sedikit 2 kali. Pada hari kedua penderita sudah dapat berjalan ke kamar mandi dengan bantuan. Dan pada tahap akhir adalah pemulangan apabila tidak terdapat komplikasi penderita dapat dipulangkan pada hari kelima setelah operasi (Mochtar, 2002).

(19)

F. Manifestasi klinik

Keluar air ketuban warna putih keruh, jernih, kuning, hijau, atau kecoklatan sedikit- sedikit atau sekaligus banyak. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi. Janin mudah diraba. Pada pemeriksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering. Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering (Mansjoer, 2001).

G. Jenis seksio sesaria

Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah : 1. Sectio Caesarea transperitonealis

a. Sectio Caesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih 3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada riperitonearisasi yang baik

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan

(20)

b. Sectio Caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.

2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi. 2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

H. Macam-macam anastesi

1. Pengertian

Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap

(21)

keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital. 2. Aspek farmakologik anestesi yaitu :

Narkotik, analgesic, Sedatif, hipnotik, neuroleptik, Relaksasi otot-otot, Vasokonstriktor dan vasopresor, dan oksitosik

3. Teknik anestesi a. Anestesi Umum

Anestesi umum adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran. Cara kerja obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.

Cara pemberian obat :

1) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat 2) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam

3) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin 4) Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton Kontra indikasi :

1) Kontra indikasi mutlak payah jantung.

2) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari obat yang dipakai yaitu Kelainan jantung hindarkan pemakaian obat yang mendepresi miokard, misalnya eter, tiopental dan

(22)

halotan. Kelainan hepar hindarkan obat yang dimetabolisme di hepar. Kelainan ginjal hindarkan obat yang diekresi di ginjal, misal petidin atau gallarmin, morfin. Kelainan paru hindarkan obat-obat yang menyebabkan hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan pengentalan sekresi dalam paru misal eter. Kelainan endokrin pada diabetes melitus hindarkan pemakaian obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian gula darah misal eter.

Anestesi Umum menekan tenggorokan refleks normal yang mencegah aspirasi, seperti menelan, batuk , atau tersedak. Aspirasi terjadi ketika suatu obyek atau cair terhirup ke saluran pernafasan (pada tenggorokan atau paru-paru). Untuk membantu mencegah aspirasi, sebuah endotrakeal (ET) tabung dapat dimasukkan selama anestesi umum. Paru-paru dilindungi sehingga isi perut tidak bisa masuk ke dalam paru-paru. Aspirasi selama anestesi dan operasi sangat jarang. Untuk mengurangi risiko ini, orang biasanya diminta untuk tidak makan atau minum apapun dalam waktu tertentu sebelum anestesi sehingga perut kosong. Spesialis anestesi banyak menggunakan alat keselamatan untuk meminimalkan resiko aspirasi.

Penyisipan atau penghapusan saluran udara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti batuk, tersedak, atau

(23)

kejang otot dalam kotak suara, atau laring ( laryngospasm ), atau di saluran bronkial di paru-paru (bronkospasme). Penyisipan dari saluran udara juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah( hipertensi ) dan denyut jantung (takikardia). komplikasi lain mungkin termasuk kerusakan pada gigi dan bibir, bengkak di pangkal tenggorokan, sakit tenggorokan , dan suara serak disebabkan oleh cedera atau iritasi laring.

Risiko serius lainnya anestesi umum termasuk perubahan dalam tekanan darah atau denyut jantung atau irama, serangan jantung , atau stroke . Kematian atau sakit parah atau luka akibat semata-mata untuk anestesi jarang dan biasanya juga terkait dengan komplikasi dari pembedahan. Kematian terjadi pada sekitar 1 dari 250.000 orang yang mendapat anestesi umum, meskipun risiko lebih besar bagi orang-orang dengan kondisi medis yang serius (Roharjo, 2008).

b. Anestesi regional dan lokal

Adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik untuk sementara.

Cara kerja obat anestesi regional bergabung dengan protoplasma sel syaraf dan menghasilkan anestesi dengan cara mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi.

(24)

Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan selubung myelin syaraf sensorik yang lebih tipis.

Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi regional adalah :

1) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut syaraf di mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles

2) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung pada garis insisi atau luka.

3) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk dinding anestesi sekitar daerah operasi.

4) Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung ke syaraf atau sekitar syaraf yang mempersyarafi bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau peridural.

Kontra indikasi antara lain kelainan daerah punggung yaitu spondilitis, infeksi kulit. Kelainan kardiovaskuler yaitu arrythmia, hypertensi, dan Anemia berat (Mochtar,2002).

Efek samping anestesi ini, apabila digunakan dengan benar, anestetik lokal aman dan memiliki efek samping utama sedikit. Tetapi dalam dosis tinggi anestesi lokal dapat memiliki efek beracun disebabkan oleh penyerapan melalui aliran darah ke seluruh tubuh (keracunan sistemik). Hal ini secara signifikan dapat

(25)

mempengaruhi pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan fungsi tubuh lainnya. Karena potensi efek toksik, peralatan untuk perawatan darurat harus segera tersedia bila digunakan obat bius lokal.

Dalam kasus yang jarang terjadi, kerusakan saraf dapat menyebabkan mati rasa terus-menerus, lemah, atau sakit. Anestesi daerah (blok saraf regional, epidural dan spinal anestesi ) juga membawa resiko toksisitas obat bius sistemik jika diserap melalui aliran darah ke dalam tubuh atau lainnya. Komplikasi termasuk jantung, paru-paru, dan infeksi, pembengkakan, atau memar (hematoma) di tempat suntikan. Pada spinal obat anestesi disuntikkan ke dalam cairan yang mengelilingi sumsum tulang belakang ( cairan serebrospinal ). Yang umum sebagian besar komplikasi anestesi spinal adalah sakit kepala yang disebabkan oleh bocornya cairan ini

Teknik anestesi spinal ini terjadi pada sekitar 1% hingga 2% dari semua orang yang telah anestesi spinal dan lebih umum pada orang muda. Sakit kepala tulang belakang dapat ditangani dengan cepat dengan patch darah untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Sebuah patch suntikan darah melibatkan sejumlah kecil darah sendiri orang yang ke daerah mana kebocoran kemungkinan besar terjadi untuk menutup lubang dan meningkatkan tekanan dalam saluran tulang belakang dan mengurangi tarik pada selaput di sekitar kanal

(26)

(Roharjo, 2008).

I. Fase Penyembuhan Luka

Fase penyembuhan luka menurut Sjamsuhidajat R (2001). a. Fase Inflamasi.

Respons vascular dan selular terjadi ketika jaringan terpotong atau mengalami cedera. Vasokonstriksi pembuluh terjadi dan bekuan fibrinoplatelet. Ketika mikrosirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein dan elektrolit teraba hangat, kemerahan dan nyeri. Netrofil adalah leukosit pertama yang bergerak ke dalam jaringan yang rusak. Antigen-antibodi juga timbul. Sel-sel basal pada pinggir luka mengalami mitosis dan menghasilkan sel baru

b. Fase Proliferatif.

Fibrosis memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

c. Fase Maturasi.

Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroplas mulai meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai fibril kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum

(27)

dalam 10 atau 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

Fase penyembuhan luka

I

Fase Proses Gejala dan tanda

Inflamasi Reaksi radang Dolor, rubor, kalor, tumor II Proliferasi Regenerasi /

fibroplasias

Jaringan granulasi / kalus tulang penutupan: epitel / endotel / mesotel

III Penyudahan Pematangan dan perupaan kembali

Jaringan parut / fibrosis

J. Adaptasi Post Partum

Perubahan fisiologis pada post partum (Fahrer Helen, 2001) meliputi : 1. Involusio

Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.

a. Involusio Uterus

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan TFU (Tinggi Fundus Uteri) yaitu setelah placenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari dibawah pusat. Pada hari ke-6

(28)

TFU normalnya berada di pertengahan simphisis pubis dan pusat. Pada hari ke-9 / 12 TFU sudah tidak teraba.

b. Involusio tempat melekatnya plasenta

Setelah placenta dilahirkan, tempat melekatnya placenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembentukan scar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan placenta pada kehamilan yang akan datang.

2. Lochea

Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama yang berasal dari rahim. Menurut pembagiannya :

a. Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

b. Lochea sanguinolenta

Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke-3 - 6 post partum.

c. Lochea serosa

Berwarna merah muda agak kekuningan, mengandung serum, selaput lendir, leucocyt dan jaringan yang telah mati, pada hari ke-7 - 10.

(29)

d. Lochea alba

Berwarna putih / jernih, berisi leucocyt, sel epitel, mukosa serviks dan bakteri atau kuman yang telah mati pada hari ke-1 - 2 minggu setelah melahirkan.

3. Adaptasi Fisik a. Tanda-tanda vital

Suhu meningkat, dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu lebih dari 38C dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya, pembengkakan buah dada pada hari ke-2/3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi kardiovaskuler

1) Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik  20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring/duduk. Keadaan sementara sebagai kompensasi cardiovaskuler terhadap penurunan dalam rongga panggul dan perdarahan.

2) Denyut nadi berkisar antara 60 - 70 /menit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa pembakaran melalui kulit sering terjadi terutama pada malam hari.

(30)

c. Adaptasi sistem gastro intestinal

Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 - 2 hari.

d. Adaptasi traktus urinarius

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna, biasanya ibu mengalami ketidakmampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.

e. Adaptasi sistem endokrin

Perubahan buah dada, umumnya produksi air susu baru berlangsung pada hari ke-2 - 3 post partum, buah dada nampak membesar, keras dan nyeri.

f. Adaptasi sistem muskuloskeletal

Otot dinding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan, mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

g. Perinuem

Setelah melahirkan perinuem menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju, pada post

(31)

natal hari ke-5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum melahirkan (nuliparia).

h. Laktasi

Setelah partus pengaruh menekan dari estrogen dan progesteron terhadap hipofisis hilang timbul pengaruh hormon-hormon hipofisis kembali antara lain lactogenic hormone (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mamma yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruhi dengan akibat kelenjar-kelenjar susu berkontraksi sehingga air susu dapat keluar. Umumnya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke-2 - 3 post partum.

4. Proses menjadi orang tua

Menurut Mardiya (2000) mengatakan bahwa orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu ditiru oleh anak-anaknya. Menjadi orang tua merupakan suatu proses yang terdiri dari dua komponen. Komponen pertama bersifat praktis atau mekanis yang melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik, komponen kedua bersifat emosional yabg melibatkan ketrampilan ktrampilan afektif dan kognitif. Kedua komponen tersebut penting untuk perkembangan dan keberadaan bayi.

a. Ketrampilan Kognitif-Motorik

Komponen pertama dalam proses menjadi orang tua melibatkan aktivitas perawatan anak, seperti memberikan makan,

(32)

menggendong, mengenakan pakaian, dan membersihkan bayi, menjaganya dari bahaya. Aktivitas yang diorientasikan pada tugas ini atau ketrampilan kognitif motorik tidak terlihat secara otomatis pada saat bayi lahir. Kemampuan orang tua dalam hal ini dipengaruhi oleh pengalaman pribadinya dan budayanya. Banyak orang tua harus belajar untuk melakukan tugas ini dan proses belajar mungkin sukar bagi mereka. Akan tetapi, hampir semua orang tua yang memiliki keinginan untuk belajar dan dibantu dukungan orang lain menjadi terbiasa dengan aktivitas merawat anak.

b. Ketrampilan Kognitf-Afektif

Komponen psikologis dalam menjadi orang tua, sifatnya keibuan atau kebapakan tampaknya berakar dari pengalaman orang tua di masa kecil saat mengalami dan menerima kasih sayang dari ibunya. Dalam hal ini orang tua bisa dikatakan mewarisi kemampuan untuk menunjuk perhatian dan kelembutan serta menyalurkan kemampuan ini kegenerasi berikutnya dengan meniru hubungan orangtua-anak yang pernah di dialaminya. Ketrampilan kognitif-afektif menjadi orang tua ini meliputi sikap yang lembut, waspada, dan memberikan perhatian terhadap kebutuhan dan keinginan anak. Komponen menjadi orang tua ini memiliki efek yang mendasar pada cara perawatan anak yang dilakukan dengan praktis dan pada respon emosionl anak terhadap asuhan yang

(33)

diterimanya. Suatu hubungan orangtua-anak yang poisitif ialah saling memberi satu sama lain. Hubungan ini sangat mendasar, yakni bahwa orang lain keinginan untuk memberi bantuan bahwa orang tersebut berharga untuk menerima bantuan. Mereka memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk mengalami krisis karena ketidak mampuanya menggunakan dukungan orang lain ketika menghadapi masalah. (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2004).

5. Adaptasi psikologis

Menurut Farrer (2001) adaptasi psikologis dibagi atas: a. Fase Taking in

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu dan ia lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahat.

3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b. Fase Taking hold

1) Ibu sudah malu menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.

(34)

3) Ibu mulai terbuka untukmenerima pendidikan kesehatan bagi diri dan bayinya.

c. Fase letting go

1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.

2) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat.

3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya.

K. Komplikasi

Menurut Rustam (2002). Komplikasi akibat seksio sesaria antara lain:

1. Infeksi puerperal ( nifas )

Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra partum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi.

a. Infeksi bersifat ringan : kenaikan suhu beberapa hari saja.

b. Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c. Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik yang adekuat dan tepat.

(35)

2. Perdarahan

Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 - 1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.

3. Emboli pulmonal

Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi dibandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).

4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

L. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan USG (Ultra SonoGrafi) Untuk menentukan usia kehamilan 2. Test Nitrazin atau test lakmus

Untuk membantu dalam menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin

3. Test LEA (Leucosyt Ester Ase)

Untuk menentukan ada tidaknya infeksi 4. Laboratorium darah

(36)

M. Pengkajian fokus

Menurut Marillyn (2001) : 1. Pengkajian dasar data klien

Tinjauan ulang catatan pre natal dan intra operatif dan adanya indikasi untuk kelahiran caesarea

2. Sirkulasi

3. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 ml. 4. Integritas ego

5. Dapat menunjukkan labilitas emosional dan kegembiraan sampai ketakutan, marah atau menarik diri klien/ pasangan dapat memiliki pertanyaan atau salah terima pesan dalam pengalaman kelahiran mungkin mengekspresikan ketidakmampuan untuk menghadapi situasi baru.

6. Eliminasi

7. Kateter urinarius tidak terpasang, urine jernih, bau khas amoniak, bising usus tidak ada, samar/jelas

8. Makanan / Cairan

9. Abdomen lunak dengan tidak ada distensi pada awal. 10. Neurosensori

11. Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah tingkat anestesi spinal epidural.

(37)

13. Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dan berbagai sumber misalnya trauma bedah/insisi, nyeri penyerta, distensi kandung kemih/abdomen, efek-efek anestesi, mulut mungkin kering.

14. Pernafasan

15. Bunyi paru jelas dan vesikuler. 16. Keamanan

17. Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda/kering dan utuh. jalur parenteral bila digunakan, paten dan insisi bebas eritema, bengkak dan nyeri tekan

18. Seksualitas

19. Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus aliran lochea sedang dan bebas, bekuan berlebihan / banyak.

20. Pemeriksaan diagnostik

21. Jumlah darah lengkap Hb/Ht, mengkaji perubahan dan pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan daerah pada pembedahan.

(38)

N. Pathways Keperawatan

45 Defisit parawatan

bayi

Resiko Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Taking In Taking Hold Leting Go

Dependen, butuh pelayanan dan perlindungan

Belajar hal baru Mampu merawat dirinya dan bayi

Risiko Kurang pengetahuan

mandiri

Post anestesi epidural Penurunan saraf Autonom Obat Anastensi Mengalir Kekepala Penurunan kerja otot saluran cerna

Kembung Mual muntah

Posisi Kepala Lebih Rendah Kontinuitas jaringan terputus Jaringan terbuka Saraf Terputus Pintu Masuk Bakteri Risiko infeksi Nyeri Keterbatasan mobilitas Fisik Gangguan pemenuhan personal higiene dan ADL Luka Post Op Pembuluh Darah Terbuka Komponen darah menurun Perfusi jaringan menurun Kelemahan fisik HB dalam darah menurun Perubahan Psikologis Tindakan SC Persalinan Ketuban pecah dini

HAMIL Nyeri Kepala Perubahan Fisiologis Pendarahan Volume alam darah menurun Devisit volume cairan

Tidak Adekuat Adekuat Involusi baik Lochea keluar adekuat Kontraksi uterus Peningkatan suhu tubuh Gangguan pada hipotalamus Menyusui efektif Prolaktin meningkat Progesteron dan estrogen turun Endokrin Meningkatkan pancaran / semprotan ASI Isapa Intolerasi aktivitas Oksigen dlm darah menurun Risiko syok Hypovolemik Oksitosin meningkat Merangsang produksi ASI

meningkat

ASI tidak keluar ASI keluar

Isap bayi

Tidak efektifnya Menyusui Risiko jatuh

(39)

O. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada saat post seksio sesaria antara lain adalah :

1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001). 2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan

nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001).

3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006).

4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

5. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedaran (Doenges, 2001).

6. Gangguan eliminasi BAB : Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal (Doenges, 2001).

7. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisahan dengan bayi (Carpenito, 2006).

(40)

9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2001).

10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan mengenai perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan bayi dan kebutuhan perawatan bayi (Doenges, 2001)

P. Intervensi dan rasional

1. Gangguan rasa nyaman: Nyeri berhubungan dengan trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih (Doenges, 2001)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri berkurang. Kriteria Hasil :

a. Klien mengungkapkan berkurangnya nyeri

b. Klien tampak rileks, mampu tidur / istirahat dengan tepat Intervensi :

a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyaman

Rasional : Membedakan karakteristik khusus dari nyeri, membantu membedakan nyeri pasca operasi dan terjadinya komplikasi (misalnya: ileus, retensi kandung kemih atau infeksi)

b. Evaluasi tekanan darah (TD) dan nadi

Rasional : Nyeri dapat menyebabkan gelisah serta TD dan nadi meningkat.

(41)

c. Anjurkan penggunaan teknik pernafasan dan relaksasi dan distraksi Rasional :Merilekskan otot, dan mengalihkan perhatian dan sensori nyeri.

d. Anjurkan ambulasi dini

Rasional : Menurunkan pembentukan gas dan meningkatkan peristaltik untuk menghilangkan ketidaknyaman.

e. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi Rasional : Meningkatkan kenyamanan.

2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2001)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat meningkatkan dan melakukan aktifitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri

Kriteria Hasil : Klien dapat mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas.

Intervensi :

a. Kaji respon klien terhadap aktifitas

Rasional : Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada klien dalam keluhan kelemahan, keletihan yang berkenaan dengan aktifitas.

b. Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat intra partus pada waktu klien sadar

(42)

Rasional : Pengaruh anestesi dapat mempengaruhi aktifitas klien. c. Anjurkan klien untuk istirahat

Rasional : Dengan istirahat dapat mempercepat pemulihan tenaga untuk beraktifitas, klien dapat rileks.

d. Bantu dalam pemenuhan aktifitas sehari-hari sesuai kebutuhan

Rasional : Dapat memberikan rasa tenang dan aman pada klien karena kebutuhan aktifitas sehari-hari dapat terpenuhi dengan bantuan keluarga dan perawat.

e. Tingkatkan aktifitas secara bertahap

Rasional : Aktifitas sedikit demi sedikit dapat dilakukan oleh para klien sesuai yang diinginkan, meningkatkan proses penyembuhan dan kemampuan koping emosional.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh terhadap bakteri sekunder pembedahan (Carpenito, 2006)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan infeksi tidak terjadi. Kriteria Hasil :

a. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, tumor dan fungsio laesa)

b. Tanda-tanda vital normal terutama suhu (36-370C) Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

Rasional : Suhu yang meningkat, dapat menunjukkan terjadinya infeksi (color)

(43)

b. Kaji luka pada abdomen dan balutan

Rasional :Mengidentifikasi apakah ada tanda-tanda infeksi adanya pus.

c. Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan klien, rawat luka dengan teknik aseptik.

Rasional : Mencegah kontaminasi silang / penyebaran organisme infeksius.

d. Catat / pantau kadar Hb dan Ht

Rasional : Resiko infeksi post partum dan penyembuhan buruk meningkat bila kadar Hb rendah dan kehilangan darah berlebihan. e. Kolaborasi pemberian antibiotik

Rasional : Antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi.

4. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doenges, 2001)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit volume cairan dapat diminimalkan

Kriteria Hasil :Membran mukosa lembab, kulit tidak kering, Hb: 12 gr Intervensi :

a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran

Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam

mengidentifikasikan pengeluaran cairan / kebutuhan pengganti dan menunjang intervensi.

(44)

b. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, misal: privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di atas perineum.

Rasional : Meningkatkan, relaksasi, otot perineal dan memudahkan upaya pengosongan.

c. Catat munculnya mual / muntah

Rasional : Masa Post Op, semakin lama durasi anestesi semakin besar resiko untuk mual. Mual yang lebih dari 3 hari Post Op mungkin dihubungkan untuk mengontrol rasa sakit atau terapi obat lain.

d. Periksa pembalut, banyaknya perdarahan

Rasional : Perdarahan yang berlebihan dapat mengacu kepada hemoragi.

e. Kolaborasi pemberian cairan sesuai program Rasional : Mengganti cairan yang telah hilang.

5. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, nafsu makan menurun. (Carpenito, 2001)

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

(45)

Intervensi :

a. Pantau masukan makanan setiap hari

Rasional: Penurunan berat bvadan secara terus-menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antiiroid

b. Timbang berat badan setiap hari dan bandingkan dengan berat badan saat penerimaan

Rasional: membuat data dasar, membantyu dan memantau keefektifan aturan terapeutik dan menyadarkan perawat terhadap ketidaktepatan kecenderungan dalam penurunan/penambah berat badan

c. Dorong / motivasi pasien menghabiskan diet

Rasional: kalori dan protein di butuhkan untuk mempertahankan berat badan, kebutuhan memenuhi metabolic dan meningkatkan penyembuhan

d. Dorong pasien untuk duduk saat makan

Rasional: duduk dapat membantu mencegah aspirasi dan membantu pencernbaan yang baik

e. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diet TKTP

Rasional: kalori, protein dan vitamin yang dibutuhkan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolic. mempertahankan berat badandan mendorong regenerasi jaringan.

(46)

6. Tidak efektifnya laktasi berhubungan dengan perpisaahan dengan bayi ( carpenito,2000)

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan laktasi efektif

Kreteria Hasil: klien dapat membuat suatu keputusan dan klien dapat mengidentifiukasi aktivitas yang menentukan atau meningkatkan menyusui yang berhasil

Intervensi

a. Kaji isapan bayi, jika ada lecet pada putting

Rasional: menentukan kermampuan untuk memberikan perawatan yang tepat.

b. Anjurkan klien breast care dan menyusui yang efektif Rasional : mempelancar laktasi

c. Anjurkan klien memberikan asi esklusif

Rasional : Asi dapat memenuhu kebutuhan nutrisi bagi bayi sehingga pertumbuhan optimal

d. Berikan informasi untuk rawat gabung

Rasional : menjaga meminimalkan tidak efektifnya laktasi

e. Anjurkan bagaimana cara memeras, menyimpan, dan mengirim atau memberikan Asi dengan aman

Rasional: Menjaga agar Asi tetap bisa digunakandan tetap hygienis bagi bayi.

(47)

7. Perningkatan suhu tubuh berhubungan dengan intake yang kurang (Carpenito, 2001 ).

Tujuan : mempertahankan suhu dalam batas normal (36,5C – 37,4C). Kriteria hasil : Tanda-tanda vital dalam batas normal, suhu ( 36,5C – 37,4), wajah tidak kemerahan

Intervensi :

a. Pantau tanda-tanda vital. Terutama suhu tubuh klien

Rasional: untuk mengetahui kondisi pasien, mengetahui perubahan suhu

b. Beri kompres hangat.

Rasional: menurunkan suhu yang meningkat c. Pertahankan cairan parenteral.

Rasional : untuk mencegah terjadinya dehidrasi d. Beri antipiretik sesuai program.

Rasional : untuk menurunkan suhu tubuh yang meningkat

e. Beri penjelasan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi demam pada keluarga.

Rasional : untuk melatih keluarga agar tau hal- hal yang di lakukan jika mengalami peningkatan suhu tubuh.

8. Gangguan eliminasi BAB: Konstipasi berhubungan dengan penurunan tonus otot sekunder terhadap anestesi, kurang masukan, nyeri perineal / rektal (Doenges, 2001)

(48)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan eliminasi BAB: Konstipasi.

Kriteria Hasil : Klien mendapatkan kembali pola fungsi usus yang normal.

Intervensi :

a. Auskultasi terhadap adanya bising pada keempat kuadran

Rasional : Menentukan kesiapan terhadap pemberian makan per oral. b. Palpasi abdomen, perhatikan distensi atau ketidaknyamanan

Rasional : Menandakan pembentukan gas dan akumulasi atau kemungkinan ileus paralitik.

c. Anjurkan cairan oral adekuat (6-8 gelas / hari), peningkatan diet makanan serat.

Rasional : Cairan dan makanan serat (buah-buahan dan sayuran) dapat merangsang eliminasi dan mencegah konstipasi.

d. Anjurkan latihan kaki dan pengencangan abdominal, tingkatkan ambulasi dini.

Rasional : Latihan kaki mengencangkan otot-otot abdomen dan memperbaiki motilitas abdomen.

e. Kolaborasi pemberian pelunak feses

Rasional : Melunakkan feses, merangsang peristaltik, dan membantu mengembalikan fungsi usus.

(49)

9. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2001).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan defisit keperawatan tidak terjadi.

Kriteria Hasil :

a. Klien mendemonstrasikan teknik-teknik untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.

b.Klien mengidentifikasi / menggunakan sumber-sumber yang tersedia.

Intervensi :

a. Pastikan berat / durasi ketidaknyamanan

Rasional : Nyeri dapat mempengaruhi respons emosi dan perilaku, sehingga klien mungkin tidak mampu berfokus pada perawatan diri sampai kebutuhan fisik.

b. Tentukan tipe-tipe anestesia

Rasional : Klien yang telah menjalani anestesia spinal dapat diarahkan untuk berbaring datar.

c. Ubah posisi klien setiap 1-2 jam

Rasional : Membantu mencegah komplikasi bedah seperti flebitis.

d. Berikan bantuan sesuai kebutuhan (perawatan mulut, mandi, gosokan punggung dan perawatan perineal)

(50)

Rasional : Memperbaiki harga diri, meningkatkan perasaan kesejahteraan.

e. Berikan pilihan bila mungkin (jadwal mandi, jarak selama ambulasi)

Rasional : Mengizinkan beberapa otonomi meskipun tergantung pada bantuan profesional.

f. Kolaborasi pemberian analgesik sesuai indikasi

Rasional :Menurunkan ketidaknyamanan, yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk melaksanakan perawatan diri. 10. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai perubahan

fisiologis, periode pemulihan, perawatan bayi dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi, tidak menggenal sumber- sumber data. (Doenges, 2001)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien mengerti tentang perubahan fisiologis, periode pemulihan, perawatan diri dan kebutuhan perawatan diri.

Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan pemahaman tentang perubahan fisiologis, kebutuhan-kebutuhan bayi, hasil yang diharapkan.

(51)

Intervensi :

Kaji kesiapan dan motivasi klien untuk belajar

Rasional :Penyuluhan diberikan untuk membantu mengembangkan pertumbuhan bayi, maturasi dan kompetensi.

a. Kaji keadaan bayi

Rasional : bayi merasa nyaman dan terhindar dari penyakit.

b. Berikan informasi tentang perubahan fisiologis dan psikologis yang normal.

Rasional : Membantu klien mengenali perubahan normal dari respon respon yang abnormal.

c. Diskusikan program latihan yang tepat, sesuai ketentuan.

Rasional : Program latihan dapat membantu tonus otot-otot, meningkatkan sirkulasi, menghasilkan gambaran keseimbangan tubuh dan meningkatkan perasaan sejahtera.

d. Demonstrasikan teknik-teknik perawatan bayi

Rasional : Membantu orang tua dalam penguasaan tugas-tugas baru.

Gambar

Gambar 189 – Diagram dari Genetalia Externa wanita.(Pearce, 2006).
Gambar 3: anatomi abdomen (Widjanarko, 2010).

Referensi