BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian
Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya muntah dan diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi tidak toleran terhadap makanan tertentu atau mencerna toxin ( tucker, 1999 ).
Gastroenteritis adalah inflamasi membrane mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan muntah-muntah dan diare yang berakibat kehilangan cairan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gejala keseimbangan elektrolit ( Cecyly, 2002 ).
Gastroenteritis adalah radang dari lambung keusus yang memberikan gejala diare dengan disetai muntah atau tanpa muntah ataupun dengan muntah
besar ( Manjoer, 2000 ). Gastroentritis adalah suatu kondisi yang ditandai dengan adanya mual
dan muntah serta diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi yang tidak toleran terhadap makanan tertentu atau toksin ( Tucker SM, 1998 : 958 ).
Gastroentritis adalah peradangan yang terjadi pada lambung dan usus yang memberikan gejala diare dengan atau tanpa disertai muntah (Sowden, 1996).
Penulis menyimpulkan dari data diatas bahwa gastroenteritis adalah keadaan frekuensi, BAB lebih dari 4 kali dalam sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak atau dewasa dalam satu hari dengan konsisten feses encer dapat berwarna hijau atau dapat bercampur dengan darah dan lendir atau lendir saja.
B. Anatomi Fisiologi
Keterangan Gambar
Gambar 2.1 anatomi saluran pencernaan
Ester, Monica. 1999. Anatomi Fisiologi : Sistem Pekemihan dan Sistem Pencernaan.
Menurut Syaifuddin ( 1997 ), susunan saluran pencernaan terdiri dari : a. Mulut
Terdiri dari 2 bagian :
1. Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, dan pipi.
a). Bibir
Disebelah luar mulut ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa). Otot orbikularis oris menutupi bibir.
Levator anguli oris mengakat dan depresor anguli oris menekan ujung mulut.
b). Pipi, dilapisi dari dalam oleh mukosa yang mengandung papila, otot yang terdapat pada pipi adalah otot buksinator.
c). Gigi
2. Bagian rongga mulut atau bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi sisinya oleh tulang maksilaris palatum dan mandibularis disebelah belakang bersambung dengan faring.
a). Palatum terdiri atas 2 bagian yaitu palatum durum (palatum keras) yang tersusun atas tajuk-tajuk palatum dari sebelah tulang maksilaris dan lebih kebelakang yang terdiri dari 2 palatum. Palatum mole (palatum lunak) terletak dibelakang yang merupakan lipatan menggantung yang dapat bergerak, terdiri atas jaringan fibrosa dan selaput lendir.
b). Lidah terdiri dari otot serat lintang dan dilapisi oleh selaput lendir, kerja otot lidah ini dapat digerakkan ke segala arah.
Lidah dibagi atas 3 bagian yaitu : Radiks Lingua = pangkal lidah, Dorsum Lingua = punggung lidah dan Apek Lingua + ujung lidah. Pada pangkal lidah yang kebelakang terdapat epligotis. Punggung lidah (dorsum lingua) terdapat puting-puting pengecapatau ujung saraf pengecap. Fenukun Lingua merupakan selaput lendir yang terdapat pada bagian bawah kira-kira ditengah-tengah, jika tidak digerakkan ke atas nampak selaput lendir.
c). Kelenjar Ludah merupakan kelenjar yang mempunyai ductus bernama ductus wartoni dan duktus stansoni. Kelenjar ludah ada 2 yaitu kelenjar ludah bawah rahang (kelenjar submaksilaris) yang terdapat dibawah tulang rahang atas bagian tengah, kelenjar ludah bawah lidah (kelenjar sublingualis) yang terdapat disebelah depan dibawah lidah.
Dibawah kelenjar ludah bawah rahang dan kelenjar ludah bawah lidah disebut koronkula sublingualis serta hasil sekresinya berupa kelenjar ludah (saliva). Disekitar rongga mulut terdapat 3 buah kelenjar ludah yaitu kelenjar parotis yang letaknya dibawah depan
dari telinga diantara prosesus mastoid kiri dan kanan os mandibular, duktusnya duktus stensoni, duktus ini keluar dari glandula parotis menuju ke rongga mulut melalui pipi (muskulus buksinator). Kelenjar submaksilaris terletak dibawah rongga mulut bagian belakang, duktusnya duktus watoni bermuara di rongga mulut bermuara didasar rongga mulut. Kelenjar ludah didasari oleh saraf-saraf tak sadar.
d). Otot Lidah. Otot intrinsik lidah berasal dari rahang bawah (m mandibularis, oshitoid dan prosesus steloid) menyebar kedalam lidah membentuk anyaman bergabung dengan otot instrinsik yang terdapat pada lidah. M genioglosus merupakan otot lidah yang terkuat berasal dari permukaan tengah bagian dalam yang menyebar sampai radiks lingua.
b. Faring (tekak)
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus), didalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit.
Disini terletak persimpangan antara jalan nafas dengan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas belakang, keatas bagian depan dengan rongga mulut dengan perantara lubang yang disebut ismus fauisium.
c. Esofagus
Panjang esofagus sekitar 25 cm dan menjalar melalui dada dekat dengan kolumna vertebralis, dibelakang trakea dan jantung. Esofagus melengkung ke depan, menembus diafragma dan menghubungkan lambung. Jalan masuk esofagus ke dalam lambung adalah kardia
d. Gaster ( Lambung )
Merupaka bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama didaerah epigaster. Lambung terdiri dari bagian atas fundus uteri berhubungan dengan esofagus melalui orifisium pilorik, terletak dibawah diafragma di depan pankreas dan limpa, menempel disebelah kiri fudus uteri. Lambung terdiri dari 6 bagian yaitu :
1). Fundus Ventrikuli, bagian yang menonjol ke atas terletak di sebelah kiri osteum kardium dan biasanya penuh berisi gas.
2). Korpus vetrikuli, setinggi osteum kardium, suatu lekukan pada bagian bawah kurvatura minor
3). Antrum pylorus, bagian lambung berbentuk tabung mempunyai otot yang tebal membentuk sfingter pilorus.
4). Kurvantura minor, terdapat sebelah kanan lambung terbentang dari oseteum kardiak samapi ke pilorus
5). Kurvantura mayor, lebih panjang dari kurvantura minor terbentang dari sisi kiri oseteum kardiakum melalui fundus vertrikuli menuju kekanan sampai ke pilorus anterior. Ligamentum gastro linealis tebantang dari bagian atas kurvatura mayor sampai ke limpa.
6). Osteum kardiakum, merupakan tempat dimana esofagus bagian abdomen masuk ke lambung. Pada bagian ini terdapat orifisium pilorik.
e. Intestinum minor ( usus halus )
Adalah bagian dari sistem pencernaan makanan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum, panjang + 6 meter. Lapisan usus halus terdiri dari :
1. lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( m.sirkuler) 2. otot memanjang ( m. Longitudinal ) dan lapisan serosa ( sebelah luar ). Intesinum minor terdiri dari :
a). Duodenum ( usus 12 jari )
Panjang + 25 cm, berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiru. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan bagian kanan duodenum ini terdapat selaput lendir yang membuktikan disebut papila vateri. Pada papila veteri ini bermuara saluran empedu ( duktus koledukus ) dan saluran pankreas ( duktus pankreatikus ).
b). Yeyenum dan ileum
Mempunyai panjang sekitar + 6 meter. Dua perlima bagian atas adalah yeyenum dengan panjang ± 2-3 meter dan ileum dengan panjang ± 4 – 5 meter. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas dikenal sebagai mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe dan saraf ke ruang antara 2 lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum dengan seikum dengan perataraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis, orifisium ini diperkuat dengan sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukini. Mukosa usus halus. Permukaan epitel yang sangat luas melalui lipatan mukosa dan mikrovili memudahkan pencernaan dan absorbsi. Lipatan ini dibentuk oleh mukosa dan submukosa yang dapat memperbesar permukaan usus. Pada penampangan melintang vili dilapisi oleh epiel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzim yang memegang peranan aktif dalam pencernaan.
f. Intestinium Mayor ( Usus besar )
Panjang ± 1,5 meter lebarnya 5 – 6 cm. Lapisan–lapisan usus besar dari dalam keluar : selaput lendir, lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang, dan jaringan ikat. Lapisan usus besar terdiri dari :
1). Seikum
Dibawah seikum terdapat appendiks vermiformis yang berbentuk seperti cacing sehingga disebut juga umbai cacing, panjang 6 cm.
2). Kolon asendens
Panjang 13 cm terletak dibawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke bawh hati. Di bawah hati membengkak ke kiri, lengkungan ini disebut Fleksura hepatika, dilanjutkan sebagai kolon transversum.
3). Appendiks ( usus buntu )
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari akhir seikum. Mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan masih dapat di lewati oleh beberapa isi usus. Appendiks tergantung menyilang pada linea terminalis masuk ke dalam rongga pelvis minor terletak horizontal di belakang seikum.
4). Kolon transversum
Panjang ± 38 cm, membunjur dari kolon asendens sampai ke kolon desendens berada di bawah abdomen, sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura linealis.
5). Kolon desendens
Panjang ± 25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membunjur dari atas ke bawah dari fleksura linealis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid.
6). Kolon sigmoid
Merupakan lanjutan dari kolon desendens terletak miring dalam rongga pelvis sebelah kiri, bentuk menyerupai huruf S. Ujung bawahnya berhubung dengan rectum
g. Rektum
Terletak dibawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis.
h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubunkan rectum dengan dunia luar ( udara luar ). Terletak diantara pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter :
a. Sfingter Ani Internus b. Sfingter Levator Ani c. Sfingter Ani Eksternus 2. Fisiologi Pencernaan
Pada system pencernaan, makanan terdiri dari 3 fase : pergerakan makanan, sekresi getah pencernaan dan absorbsi makanan yang dicerna.
Adapun penjelasan dari fase tersebut adalah : a. Pergerakan makanan
Jenis fungsional pergerakan saluaran pencernaan, yaitu :
1). Gerak mencampur, disebabkan oleh kontraksi bola segmen kecil dinding usus.
Peristaltik ditimbulkan oleh karena rangsangan sehingga terjadi peregangan. Peristaltik terjadi pada tractus gastrointerstinal, saluran empedu, ureter dan saluran kelenjar lain di seluruh tubuh dan sebagian besar tabling otot polos lain dalam tubuh.
b. Proses pergerakan makanan :
Mulut, faring, esofagus. Jumlah makanan yang dicerna sesorang ditentukan oleh hasrat instink untuk makan (lapar) dan jenis makanan yang disukai (selera). Mekanisme pencernaan, yaitu : pengunyahan (mastikasi) yaitu gerak menggigit, memotong dan menggiling makanan diantara gigi atas dan bawah. Otot utama mengunyah : muscular maseter, musculus temporalis dan musculus pterigoid.
Sebagian besar otot polos mengunyah dipersyarafi oleh cabang motoris syaraf otot ke V dan proses mengunyah diatur oleh nukleus pada batang otak.
Adapun reflek pengunyahan sebagai berikut : adanya bolus makanan dalam mulut menyebabkan reflek inhibisi otot-otot pengunyah, yang memungkinkan otot rahang bawah turun yang , mengakibatkan kontraksi memantul.
Proses pengunyahan sangatlah penting karena enzim-enzim pencernaan terutama bekerja pada permukaan partikel makanan sehingga mempengaruhi kecepatan pencernaan. Selain itu juga mencegah dari eksporasi saluran pencernaan dan mempermudah pengosongan makanan dalam lambung.
c. Menelan (deglutisi)
Proses menelan di bagi dalam 2 stadium : 1. Stadium Valunter
Makanan yang siap ditelan, secara sadar makanan ditelan atau didorong ke bagian belakang mulut oleh tekanan lidah keatas dan ke belakang terhadap palatum. Jadi lidah memaksa bolus makanan masuk kedalam faring.
2. Satdium Faringeal
Bila bolus makanan didorong ke belakang mulut, maka merangsang daerah reseptor menelan lalu impuls berjalan ke batang otak untuk melakukan serangkaian kontraksi otot faring.
Mekanismenya :
a). Palatum Molle didorong keatas menutup nares posterior untuk mencegah refluks makanan ke rongga hidung.
b). Arkus Palatofaringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk saling mendekati sehingga membentuk celah untuk lewat makanan. Pita suara alring sangat berdekatan dengan epiglotis mengayun ke belakang atas pintu superior larings untuk mencegah makanan masuk kedalam trakea.
c). Seluruh laring ditarik ke atas dan depan dan sfingter esofagus atas berelaksasi sehingga memungkinkan makanan berjalan dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus atas. Saat laring diangkat dan sfingter esofagus relaksasi, musculus konstriktor faring superior berkontraksi maka terjadilah gelombang peristaltik.
Pada stadium ini, pengaturan syaraf atas stadium laringeal yaitu terletak pada daerah cincin sekit, lubang taring dengan kepekaan terbesar pada ”tonsilitar pillar”. Impuls dihantarkan dari daerah-daerah tersebut melalui bagian sensoris nervus trigeminus dan nervus glosofaringeus menuju kedaerah-daerah medulla oblongata dan bagian bawah pons yang merupakan bagian pusat menelan. Impuls dari pusat menelan dikirim ketaring dan bagian atas esofagus melalui saraf otak ke V, IX, X, dab XII yang kemudian menyebabkna menelan.
3). Stadium Esofageal
Dalam keadaan normal, esofagus menunjukkan dua jenis gerakan peristaltik yaitu peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer merupakan lanjutan gelombang peristaltik yang dimulai pada dan menyebar ke esofagus selama stadium faringeal proses menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira dalam waktu
5-10 detik. Sedangkan peristaltik sekunder adalah gelombang peristaltik yang berasal dari esofagus akibat adanya regangan esofagus oleh makanan yang tertinggal.
Peristaltik esofagus dikontrol oleh reflek fagus yang dihantarkan melalui saraf aferen vagus dari esofagus kedalam medula oblongata dan kembali lagi ke esofagus. Setelah makanan masuk ke lambung maka sfingter esofagus bawah akan menutup untuk mencegah refluk. Sfingter ini bekerja dipengaruhi oleh nervus mienterikus.
d. Fisiologi Lambung
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfingter menghalangi masuknya kembali isi lambung kedalam kerongkongan.
Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting : lendir, asam klorida (HCL), prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein).
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah pada terbentuknya tukak lambung.
Fungsi motorik lambung ada 3 :
a). Menyimpan makanan dalam jumlah besar sampai makanan tersebut dapat ditampung pada bagian bawah saluran pencernaan.
b). Mancampur makanan tersebut dengan sekret lambung sampai ia membentuk suatu campuran setengah padat yang dinamakan timus. c). Mengeluarkan makanan perlahan-lahan dari lambung masuk ke usus
halus dengan kesepakatan yang sesuai untuk pencernaan dan absorbsi oleh usus halus.
Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna mencegah memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara mambunuh bakteri. Pengosongan lambung dipengaruhi oleh : syaraf yang
disebabkan oleh makanan. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh mukosa antrum yang menimbulkan efek meningkatnya pengosongan lambung. Adapun faktor penghambat pengosongan lambung :
Reflek-reflek enterogastrik dari duodenum pada aktifitas pylorus. Bila kimus memasuki duodenum isyarat refleks sarat dihantarkan kembali ke lambung untuk menghambat peristaltik dan meningkatkan tonus pylorus. Faktor-faktor yang secara terus menerus menimbulkan reflek enterogastrik:
1). Derajat peregangan duodenum 2). Derajat kesamaan kimus 3). Osmolaritas kimus
4). Adanya iritasi mukosa duodenum
5). Adanya hasil-hasil pemecahan kimus (protein dan lemak).
Peranan dari hormon atau isyarat umpan balik hormonal dari duodenum adalah
a). Kolesistokinin, diproduksi dari mukosa jejenum dala respon terhadap lemak dalam kimus. Berfungsi untuk menghambat pengosongan lambung yang meningkat akibat kerja hormon gastrin b). Sektrin, diproduksi dari mukosa duodenum yang berespon terhadap
asam lambung, yang berfungsi menurunkan motalitas pencernaan. c). Hoftnon peptida penghambat lambung yang dikeluarkan dari
bagian atas usus halus karbohidrat berfungsi menghambat motilitas lambung.
e. Fisiologi Usus Halus
Pergerakan usus halus ada 2, yaitu 1). Kontraksi pencampur (segmentasi)
Kontraksi ini dirangsang oleh peregangan usus halus yaitu.desakan kimus.
2). Kontraksi Pendorong
Kimus didorong melalui usus halus oleh gelombang peristaltik. Aktifitas peristaltik usus halus sebagian disebabkan oleh masuknya kimus ke dalam duodenum, tetapi juga oleh yang dinamakan gastroenterik yang ditimbulkan oleh peregangan lambung terutama
dihancurkan melalui pleksus mientertus dari lambung turun sepanjang dinding usus halus.
Perbatasan usus halus dan kolon terdapat katup ileosekalis yang berfungsi mencegah aliran feses ke dalam usus halus. Derajat kontraksi sfingter iliosekal terutama diatur oleh refleks yang berasal dari sekum. Refleksi dari sekum ke sfingter iliosekal ini diperantarai oleh pleksus mienterikus. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula, dan lemak. Iritasi yang sangat kuat pada mukosa usus, seperti terjadi pada beberapa infeksi dapat menimbulkan apa yang dinamakan ”peristaltic rusrf” merupakan peristaltic sangat kuat yang berjalan jauh pada usus halus dalam beberapa menit.
f. Usus Besar
Fungsi kolon : Mengabsorsi air dan elektrolit serta kimus dan menyimpan feses sampai dapat dikeluarkan. Pergerakan kolon ada 2 macam :
1). Pergerakan pencampur (Haustrasi) yaitu kontraksi gabungan otot polos dan longitudinal namun bagian luar usus besar yang tidak terangsang menonjol keluar menjadi seperti kantong.
2). Pergerakan pendorong ”Mass Movement”, yaitu kontraksi usus besar yang mendorong feses ke arah anus.
Faktor pencetus timbulnya Mass movement adalah reflek gastroiliaka, reflek duodenokolika dan iritasi kolon. Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat – zat gizi.
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat – zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar .Akibatnya terjadi iritasi yang bisa menyebabkan dikeluarkanya lendir dan air, dan terjadilah diare. Beberapa
sifat khas otot pada usus adalah sebagai berikut : osinsitium fungsional yang berarti bahwa potensial aksi yang berasal dari salah satu serabut otot polos umumnya dihantarkan dari serabut ke serabut.
Kontraksi otot intestinal, otot polos saluran pencernaan menunjukkan kontraksi tonik dab kontraksi ritnik. Kontraksi tonik bersifat kontinue. Sfingter pylorus, ileosekalis dan analis semuanya membantu pergerakan makanan dalam usus. Kontraksi ritnik bertanggung jawab akan fungsi fasik saluran pencernaan, seperti pencampuran makanan atau dorongan peristaltik makanan.
Pleksus meinterikus terutama mengatur gerakan gastrointestinal sedangkan pleksus sub mukosa penting dalam mengatur sekresi dan juga melakukan banyak fungsi sensoris, yang menerima isyarat terutama dari epitel usus dan banyak dari reseptor regangan dalam dinding usus.
g. Rektum dan Anus
Di sini di mulailah proses devekasi akibat adanya mass movement. Mekanisme :
1). Kontraksi kolon desenden 2). Kontraksi reflek rectum 3). Kontraksi reflek signoid 4). Relaksasi sfingter ani
Reflek defekasi dimulai bila serabut syaraf sensorik dalam rectum di rangsang regangan isyarat dihantarkan kebagian sakral medula spinalis lalu secara reflek kembali kekolon desenden , rectum, sigmoid dan anus melalui serabut saraf para simpatis dalam nervi erigentes. Isyaraf para simpatis ini melalui gelombang peristaltik yang kuat. Isyarat averen yang masuk medula spenalis juga memulai reflek lain seperti bernafas dalam penutupan glottis dan kontraksi otot-otot abdomen untuk mendorong masa feses dalam kolon ke bawah sementara pada saat sama menyebabkan rantai pelvis terdorong kebawah dan keatas anus untuk mengeluarkan feses ke bawah.
C. Etiologi
Behrman (1999), menerangkan bahwa penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor :
1. Faktor infeksi
a. Faktor internal : infeksi saluran pencernaan makananan yang merupakan penyebab utama diare pada anak. Meliputi infeksi internal sebagai berikut:
1) Infeksi bakteri : vibrio, e.coli, salmonella, campylobacler, tersinia,aeromonas, dsb.
2) Ifeksi virus : enterovirus (virus ECHO, cakseaclere, poliomyelitis), adenovirus, rotavirus, astrovirus dan lain-lain.
3) Infeksi parasit : cacing (asoanis, trichuris, Oxyuris, Strong Ylokles, protzoa (Entamoeba histolytica, Giarella lemblia, tracomonas homonis), jamur (candida albicans).
b. Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan, seperti : otitis media akut (OMA), tonsilitist tonsilofasingitis, bronkopneumonia,ensefalitis dsb. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
2. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, dan alergi terhadap makanan. 3. Faktor psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
D. Patofisiologi
Berdasarkan Hasan (2005), mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah :
1. Gangguan sekresi
Akibat gangguan tertentu (misal oleh toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya terjadi peningkatan isi pada rongga usus.
2. Gangguan Osmotik
Akibat terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat, sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
1. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare, sebaliknya jika peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
Proses terjadinya diare dilihat dari beberapa faktor penyebab antara lain : ( Ngastiyah 2005, Syarifuddin 1999, Barbara C Long 1999 )
1. Faktor Kelainan pada Saluran Makanan
Kelainan pada lambung, usus halus dan usus besar yang disebabkan untuk penyakit antara lain akilia gastrika, humor, pasca gastrektomi,vagotomi, vistula intestinal. Obstruksi intestinal parsial, divertikulosis,kolitis ulerosa, poliposis dan endotriatis dapat mengakibatkan perubahan pergerakan pada dinding usus. Jika pergerakan dinding unsur menurun (normal 5–30x/menit) hal ini menyebabkan perkembang biakan bakteri bertambah dalam rongga usus atau jika pergerakan dinding usus meningkat, peristaltik usus juga meningkat,sehingga terjadi percepatan kontak makanan dengan permukaan usus,makanan lebih cepat masuk kedalam lumen usus dan kolon, kolon bereaksi cepat untuk mengeluarkan isinya sehingga terjadi hipersekresi yang menambah keenceran tinja.
2. Faktor kelainan diluar saluran pencernaan
Kelainan diluar saluran pencernaan yang dapat mengakibatkan diare dibagi atas :
a) Faktor penyakit
Faktor penyakit seperti pankreatitis, uremia, dan penyakit kolagen. Kelainan endokrin (hipertiroidisme, DM, penyakit addison).
Berdasarkan dari sifat dan karakteristik penyakit ini dalam keadaan bereaksi, saluran pencernaan berespon terhadap relaksi penyakit tersebut yang menyebabkan gangguan pegerakan usus bisa menurun
atau meningkat normal 5–30x/menit sehingga terjadi hipersekresi oleh usus yang mengakibatkan diare.
b) Faktor psikologis / neurologis
Adanya rasa cemas dan takut akan mempengaruhi hipotalamus yang dapat mengakibatkan penyerapan makanan, air dan elektrolit terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan hiperperistaltaik pada kolon sehingga terjadi penambahan jumlah cairan dalam kolon dan mengakibatkan diare.
3.Faktor Infeksi
Parasit, bakteri, virus dan jamur yang masuk ke dalam lambung akan dinetralisasi oleh asam lambung (HCL), mikroorganisme tersebut bisa mati atau tetap hidup, jika masih hidup mikroorganisme tersebut akan masuk ke dalam usus halus dan berkembang biak. Didalam usus halus akan mengeluarkan toksin yang sifatnya merusak vili-vili usus dan dapat meningkatkan peristaltis usus sehingga penyerapan makanan, air, dan elektrolit terganggu, terjadilah hipersekresi yang mengakibatkan diare. 4. Faktor Makanan
Makanan yang terkontaminasi, mengandung kimia beracun, basi, masuk melalui mulut ke dalam lambung. Didalam lambung makanan akan dinetralisir oleh asam lambung. Apabila lolos, makanan yang
mengandung zat kimia beracun akan sulit diserap oleh usus halus dan bersifat merusak, reaksi usus akan mengeluarkan cairan sehingga terjadi peningkatan jumlah cairan dalam usus yang mengakibatkan diare.
E. Manifestasi Klinis
1. Gelisah diakibatkan suhu tubuh meningkat.
2. Suhu tubuh meningkat diakibatkan input cairan sedikit sedangkan output cairan banyak melalui diare dan muntah.
3. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
5. Tinja makin lama makin asam sehingga akibatnya makin banyak asam laktat yang berasal dari latosa yang tidak di absorbsi oleh usus selama diare.
6. Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
7. Kontraksi spasmodik yang sakit dari anus dan mengejan tak efektif (tanesmus) mungkin terjadi setiap defekasi.
8. Sifat dan awitanya dapat ekplosif dan bertahap gejala yang berkaitan adalah dehidrasi dan kelemahan.
9. Feses yan banyak mengandung air menandakan penyakit usus halus. 10. Feses yang lunak semi padat berkaitan dengan kolon yang.
11. Feses berwarna keabu abuan menandakan malabsorbsi usus.
12. Mukus dan pus dalam feses menunjukan enteritis inflamasi atau kolitis. 13. Diare nokturnal mungkin merupakan manifestasi neuropati diabetik.
(Baughman,2000:121 ; Nelson, 2000)
A. Derajat Dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan.
1. Kehilangan berat badan
a. Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5% b. Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5% c. Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10% 2. Skor Mavrice King
Bagian tubuh yang diperiksa
Nilai untuk gejala yang ditemukan
0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, apatis, ngantuk
Mengigau, koma, atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi / mata Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemas > 40
Keterangan :
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan - Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang - Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat 3. Skor Mavrice King
Gejala Klinis Gejala Klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum Kesadaran Rasa haus Baik (CM) + Gelisah ++ Apatis-koma +++ Sirkulasi
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernafasan Biasa Agak cepat Kusz maull Kulit
Uub Agak cekung Agak cekung Biasa Normal Normal Cekung Cekung Agak kurang Oliguri Agak kering Cekung sekali Cekung sekali Kurang sekali Anuri Kering / asidosis
Kebutuhan Cairan Anak
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60% air dan 40% zat padat seperti protein dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila terganggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat digambarkan sebagai berikut :
Umur Berat Badan Total / 24 jam Kebutuhan cairan / Kg BB / 24 jam 3 hari 3.0 250-300 80-100 10 hari 3.2 400-500 125-150 3 bulan 5.4 750-850 140-160 6 bulan 7.3 950-1100 130-155 9 bulan 8.6 1100-1250 165 1 tahun 9.5 1150-1300 120-135 2 tahun 11.8 1350-1500 115-125 4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100 6 tahun 20.0 1800-2000 90-100 10 tahun 28.7 2000-2500 70-85 14 tahun 45.0 2000-2700 50-60 18 tahun 54.0 2200-2700 40-50
Waley and Wong (1997).
Menurut Ngastiyah (1997); Haroen N.S, Suraatmadja dan P.O Asnil (1998); Suharyono, Aswitha, Halimun (1998); dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FKUI (1998), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak dibawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah Ringan 50 100 25 175 Sedang 75 100 25 200 Berat 100 100 25 250 Keterangan :
PWL : Previous Water Loss (ml/kg BB) NWL : Normal Water Losses (ml/kg BB) CWL : Concomintat Water Losses (ml/kg BB)
F. Penatalaksanaan
Menurut Supartini (2004), penatalaksanaan medis pada pasien diare meliputi : pemberian cairan, pengobatan dietetik (cara pemberian makanan) dan pemberianobat-obatan.
1. Pemberian cairan
Pemberian cairan pada pasien diare dan memperhatikan derajat dehidrasinya dan keadaan umum.
a. cairan per oral
Pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na HCO3, KCl dan glukosa untuk diare akut dan karena pada anak di atas umur 6 bulan kadar natrium 90 mlg/L. Pada anak dibawah 6 bulan dehidrasi ringan / sedang kadar natrium 50-60 mfa/L, formula lengkap sering disebut : oralit.
b. Cairan parenteral
Sebenarnya ada beberapa jenis cairan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi kesemuanya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat (RL) diberikan tergantung berat / ringan dehidrasi, yang diperhitungkan dengan
kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya. 1) Belum ada dehidrasi
Per oral sebanyak anak mau minum / 1 gelas tiap defekasi. 2) Dehidrasi ringan
1 jam pertama : 25 – 50 ml / kg BB per oral selanjutnya : 125 ml / kg BB / hari
3) Dehidrasi sedang
1 jam pertama : 50 – 100 ml / kg BB per oral (sonde) selanjutnya 125 ml / kg BB /hari
4) Dehidrasi berat
Tergantung pada umur dan BB pasien. 2. Pengobatan dietetik
Untuk anak di bawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg jenis makanan :
lemak tidak jenuh, misalnya LLM, al miron).
b. Makanan setengah padar (bubur) atau makanan padat (nasitim), bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan susu dengan tidak mengandung laktosa / asam lemak sedang / tidak jenuh. 3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan diare adalah mengganti cairan yang hilang melalui tinja dengan /tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa / karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung beras sbb).
a. Obat anti sekresi
Asetosal, dosis 25 mg/ch dengan dosis minimum 30 mg.Klorrpomozin, dosis 0,5 – 1mg / kg BB / hari
b. Obat spasmolitik, dll umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstrak beladora, opium loperamia tidak digunakan untuk mengatasi diare akut lagi, obat pengeras tinja seperti kaolin, pektin, charcoal, tabonal, tidak ada
manfaatnya untuk mengatasi diare sehingg tidak diberikan lagi c. Antibiotik
Umumnya antibiotik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas bila penyebabnya kolera, diberikan tetrasiklin 25-50 mg / kg BB / hari.Antibiotik juga diberikan bile terdapat penyakit seperti : OMA, faringitis,bronkitis / bronkopneumonia.
G. Komplikasi
Berdasarkan Supartini (2004), akibat dari diare atau kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak dapat terjadi berbagai komplikasi diantaranya adalah :
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input), merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis). Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat karena adanya anorexia jaringan. Produk
metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
2. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa. Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan 50% pada anak-anak. 3. Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat
Hal ini disebabkan oleh makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang bertambah hebat. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang encer ini diberikan terlalu lama.
Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik.
4. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.
H . Pengkajian fokus
Menurut Cyndi Smith, 1999 adalah 1. Data Fokus
a. Subjektif
1). Kelemahan.
2). Diare lunak s/d cair.
3). Anoreksia mual dan muntah. 4). Tidak toleran terhadap diit.
5). Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen tengah bawah).
7). Nadi meningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat dan dalam (kompensasi ascidosis).
b. Objektif
1). Lemah, gelisah
2). Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus 3). Penurunan turgor, pucat, mata cekung
4). Nyeri tekan abdomen 5). Urine kurang dari normal 6). Hipertermi
7). Hipoksia / Cyanosis 8). Mukosa kering
9). Peristaltik usus lebih dari normal
1. Identitas klien 2. Riwayat keperawatan
Awal serangan : gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul diare.
Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor kulit berkurang,mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4x dengan konsisten encer. 3. Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi. 4. Riwayat Psikososial keluarga.
Cemas, takut dan Muncul Trauma pada keluarga klien. 5. Kebutuhan dasar.
a. Pola Eliminasi.
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari. b. Pola Nutrisi.
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan BAB.
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola Aktifitas.
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyeri akibat disentri abdomen.
6. Pemeriksaan Penunjang a. Darah
Ht meningkat, leukosit menurun b. Feses
Bakteri atau parasit c. Elektrolit
Natrium dan Kalium menurun
d. Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat e. Analisa Gas Darah
Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan). 8. Tumbuh Kembang
Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,jumlah,ukuran atau dimensi tingkat sel,organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teraturdan dapat di ramalkan,sebagai hasil pematangan.
1. Tumbuh kembang menurut Freud a. Fase oral (0-11 bulan)
Selama masa bayi sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : menghisap,mengigit,mengunyah dan mengucap serta ketergantungan yang sangat tinggi dan selalu minta
dilindungi untuk mendapatkan rasa aman. Masalah yang didapatkan pada tahap ini adalah menyapih dan makan.
b. Fase anal (1-3 tahun)
Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap dirinya sendiri,sangat egoistic,mulai mempelajari struktur tubuhnya.
Pada fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. Anak senang menahan feses,bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai keinginannya, untuk itu toilet training adalah waktu yang tepat dilakukan pada tahap ini.
Masalah yang di peroleh pada tahap ini adalah bersifat obsesif (gangguan pikiran) dan bersifat impulsive yaitu dorongan membuka diri,tidak rapi,kurang pengendalian diri.
c. Fase phalik atau oedipal (3-6 tahun)
Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai suka pada lain jenis,anak mulai mempelajari jenis kelamin,anak juga mulai memahamiidentitas gender(anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian). d. Fase laten (6-12 tahun)
Kepuasan anak mulai terintegrasi,anak akan menggunakan energy fisik dan psikologi untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya, pada awal fase laten, anak perempuan lebih menyukai teman dengan jenis kelamin yang sama,demikian sebaliknya, dan pertanyaan anak semakin banyak pada system reproduksi (orang tua harus bijaksana dan merespon), oleh karena itu apabila ada anak tidak pernah bertanya tentang seks, sebaliknya orang tua waspada (peran ibu dan bapak sangat penting dalam melakukan pendekatan dengan anak).
e. Fase genetalia
Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta terhadap lawan jenis.
Pergeseran cairan & elektrolit ke rongga usus I. Pathways Infeksi(virus,bakteri) hipertermi Reaksi inflamasi Kerusakan mukosa usus inflamasi Bakteri tumbuh berlebih di usus Lolos dari asam lambung
Bakteri tumbuh berlebihan diusus Nafsu makan Defekasi diare Distensi abdomen Isi rongga usus Tekanan osmotic
Mal absorbsi makanan di usus
Gg. Integritas kulit Kemerahan & Iritasi kulit sekitar anus
Deficit vol. cairan & elektrolit
Tubuh kehilangan cairan & elektrolit
Output berlebih Resiko
Perubahan nutrisi < kebutuhan
Sekresi air & elektrolit
hipomotilitas hipermotilitas Motilitas usus Makanan beracun Factor psikologis Rangsang saraf parasimpatis Nyeri
perut Sekresi cairan
dari intra sel diusus meningkat
Perubahan eliminasi BAB berlebih Motilitas usus meningkat
Diagnosa Keperawatan
1. Diare berhubungan dengan faktor-faktor infeksi, makanan, psikologis a. Data subyektif :
1). Gelisah b. Data obyektif
1). Bab cair 2). lebih dr 4kali
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi (kerusakan mukosa usus)
a. Data subyektif : 1) Merasakan panas b. Data obyektif :
1) Peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal 2) Kejang
3) Takikardi
4) Frekwensi napas meningkat 5) Diraba hangat
3. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang berlebih a. Data subyektif : 1) Kelemahan 2) Haus 3) Mual muntah b. Data obyektif : 1) Kulit kering
2) Nadi meningkat, tekanan darah menurun, volume / tekanan nadi menurun
3) Penurunan urin output 4) Peningkatan suhu tubuh
4. Resiko Tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
a. Data subyektif :
1) Melaporkan intake makanan kurang dari kebutuhan yang dianjurkan
2) Mudah merasa kenyang sesaat setelah mengunyah makanan 3) Melaporkan kurang makan
4) Melaporkan perubahan sensori rasa 5) Tidak mampu mengunyah makanan 6) Enggan makan
b. Data obyektif :
1) BB dibawah ideal lebih dari 20%
2) Konjunctiva dan membran mukosa pucat 3) Lemah otot untuk menelan / mengunyah 4) Luka , inflamasi pada rongga mulut
5) Penurunan BB dengan intake tidak adekuat
5. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan kram abdomen sekunder akibat gastroentritis
a. Data subyektif :
1) Melaporkan nyeri secara verbal 2) Memegang daerah yang nyeri 3) Posisi untuk mengurangi nyeri b. Data obyektif :
1) Tingkah laku berhati-hati
2) Gangguan tidur ( mata sayu, tampak capek, sulit atau gerakan kacau )
3) Fokus pada diri sendiri
4) Perubahan dalam nafsu makan
6. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelembaban kulit akibat BAB sering ditandai dengan iritasi pada sekitar anus
a. Data subyektif : b. Data obyektif :
1) Kemerahan disekitar anus
2) Kerusakan lapisan kulit epidermis
J. Fokus Intervensi Dan Rasional
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi Tujuan : mempertahankan suhu normal
KH : Suhu dalam batas normal : 36,2-37OC. Intervensi
a. Monitor suhu dan tanda vital
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien b. Monitor intake dan output cairan
Rasional : untuk mengetahui balance cairan c. Beri kompres
Rasional : supaya terjadi pertukaran suhu, sehingga suhu dapat turun d. Anjurkan untuk minum banyak
Rasional : untuk mengganti cairan yang hilang e. kolaborasi pemberian obat penurun panas sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan panas
2. Defisit volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan output cairan yang berlebih.
Tujuan : mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit KH : turgor baik
Mukosa lembab Tidak pucat Intervensi.
a. Kaji benda-benda dehidrasi
Rasional : untuk mengetahui tingkat dehidrasi dan mencagah syok hipovolemik.
b. Monitor intake cairan dan output
Rasional : untuk mengetahui balance cairan
c. Anjurkan klien untuk minum setelah BAB minum banyak Rasional : untuk mengembalikan cairan yang hilang d. Pertahankan cairan parenteral dengan elektrolit
Rasional : untuk mempertahankan cairan.
3. Resiko tinggi Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : nutrisi terpenuhi Kriteria hasil : BB sesuai usia
Nafsu makan meningkat Tidak mual / muntah Intervensi
a. Timbang BB tiap hari
Rasional : untuk mengetahui terjadinya penurunan BB dan mengetahui tingkat perubahan.
b. Beri diit makanan yang tidak merangsang (lunak / bubur) Rasional : untuk membantu perbaikan absorbsi usus. c. Anjurkan klien untuk makan dalam keadaan hangat.
Rasional : keadaan hangat dapat meningkatkan nafsu makan. d. Anjurkan klien untuk makan sedikit tapi sering.
Rasional : untuk memenuhi asupan makanan.
e. Berikan diit tinggi kalori, protein dan mineral serta rendah zat sisa. Rasional : untuk memenuh gizi yang cukup.
f. kolaborasi pemberian obat anti emetik.
Rasional : untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa mual dan muntah.