1 BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Evaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, adalah salah satu cara yang dilakukan untuk mencapai kinerja yang baik. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat mengadakan rapat internal bersama semua para aparatur yang bekerja untuk meninjau kemabali hasil kerja selama seminggu, sehingga aparatur bisa efektif dalam bekerja sama.
Evaluasi kinerja merupakan tahapan penilaian kinerja individu tahunan berdasarkan tolak ukur tertentu yang dinilai. Pengembangan aparatur merupakan tahapan dari hasil evaluasi kinerja, sehingga akan diketahui sejauh mana perbaikan yang perlu dilakukan kepada aparatur atau pegawai atas target kinerja yang dicapai. Evaluasi kinerja, sebagai tahapan dari manajemen kinerja. Penilaian atau evaluasi kinerja dapat diketahui sejauh mana pencapaian target kinerja aparatur sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan dari instansi tersebut. Evaluasi kinerja dilakakukan untuk mengetahui posisi instansi yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat, terutama bila terjadi kelembatan atau penyimpangan.
minim mengakibatkan kinerja pegawainya menjadi lemah, sehingga pelayanan terhadap masyarakat Provinsi Jawa Barat menjadi kurang efisien dan lambat. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan bagi keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi atau instansi pemerintahan dalam mencapai tujuan. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat membutuhkan individu atau sumber daya manusia yang kompeten, handal dan visioner. Kompetensi sumber daya manusia yang dimiliki harus sejalan dengan arah visi dan misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Pengelolaan kinerja aparatur atau sumber daya manusia dilakukan agar sejalan dengan arah visi dan misi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat. Evaluasi kinerja dapat ditempuh melalui perancangan atau desain dan perilaku aparatur atau SDM yang sesuai dengan kompetensi inti instansi terkait. Evaluasi kinerja yang dilakakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat untuk membicarakan para pegawai yang dinilai oleh pimpinan tentang sejauh mana pencapaian kinerja yang telah dilakukan atau di capai oleh pegawai tersebut.
3
ditunjang oleh sumber daya manusia yang berkualitas, dapat diperkirakan dinas tersebut sulit untuk maju dan berkembang sehingga dapat menghasilkan kinerja yang buruk.
Penyelenggaraan pemerintah yang baik diperlukan kemampuan dalam mengelola dan memberdayakan, potensi dan sumber daya yang tersedia. Pengembangan sumber daya manusia merupakan modal utama dalam pencapaian good governance. Perkembangan sumber daya manusia merupakan alat penentu keberhasilan pemerintah, sumber daya manusia menentukan tercapainya tujuan dari pemerintahan. Kemampuan sumber daya manusia yang handal, maka pemerintah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Penerapan e-government di lingkungan pemerintahan dapat terlakasana dengan baik apabila memperhatikan sumber daya manusianya yaitu kinerja. Pemerintahan pada hakikatnya bertujuan pada pelayanan publik (public service) yaitu memberikan berbagai pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi memberikan kemudahan dalam meningkatkan hubungan antara pemerintah, masyarakat dan pihak-pihak lain. Pelayanan yang diberikan oleh pemerintah bermacam-macam mulai dari pelayanan tentang kesehatan, pendidikan, sosial, dan lain sebagainya. Salah satu pelayanan yaitu penyampaian informasi ketenagakerjaan melalui media informasi yaitu website yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
legitimasi bagi eksistensi organisasi birokrasi. Apabila ini terjadi maka organisasi birokrasi akan lebih mudah dalam memperoleh akses terhadap berbagai sumber daya yang ada di masyarakat, untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Sebagai pelayan masyarakat, pegawai publik atau birokrat harus mampu memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat karena indikator kinerjanya ditentukan oleh seberapa puas masyarakat mendapat pelayanan dari pegawai publik.
Standar pelayanan publik dapat dianggap sebagai suatu norma baru yang diperkenalkan kepada birokrasi publik untuk memberikan respon terhadap berbagai perubahan nilai yang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Jauh berbeda dengan respon yang bersifat struktural dimana organisasi dapat mengadaptasi perubahan struktur organisasi secara cepat untuk menanggapi perubahan lingkungannya. Menurut Boin dan Critensen, 2008 (dalam Agus Dwiyanto, 2009:310) norma yang baru memerlukan proses yang panjang lewat beberapa tahapan yaitu : 1) Kemunculan norma, 2) penerimaan norma, 3) internalisasi norma, 4) legitimasi norma. Proses setiap tahapan tersebut terhadap momen-momen yang kritikal yang harus dilalui sehingga adopsi terhadap norma yang baru dapat dilakukan. Tahapan momen-momen kritis dapat dilalui dengan baik kepemimpinan organisasi publik menjadi salah satu determinan faktor yang akan menjamin perubahan norma tersebut berjalan dengan sukses.
5
Good Governance, karena pengembangan sumber daya manusia merupakan alat penentu keberhasilan pemerintah. Sumber daya manusia menentukan tercapainya tujuan dari pemerintah, karena dengan memiliki sumber daya manusia yang handal maka pemerintah dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pelayanan publik dibutuhkan untuk memberi masyarakat suatu informasi yang membangun masyarakat.
Perkembangan e-Government memberikan pengaruh terhadap perkembangan suatu lembaga pemerintahan, masyarakat serta kalangan pebisnis. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang luas menuntut pemerintah untuk meningkatkan pelayanan ketenagakerjaan terhadap masyarakat. Penyelenggaraan teknologi informasi dan komunikasi yang menuju tata pemerintahan yang baik (Good Governance) sangat ditentukan oleh kemampuan dan kesiapan pemerintah itu sendiri baik pemerintah pusat, provinsi maupun kabupaten/kota.
publik.
Faktor yang mempengaruhi pelayanan publik dalam penerapan e-Government adalah kurangnya kemampuan sumber daya manusia yaitu kurangnya potensi, pengalaman serta keahlian dalam pelaksanaan Teknologi Informasi (TI) serta kurangnya motivasi pegawai dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sehingga mempengaruhi pelayanan publik dalam pengembangan e-Government. Information and Communication Tecnology/ICT untuk memberikan pelayanan informasi dan pengalaman serta dapat meningkatkan motivasi aparatur dalam melaksanakan tugas khusus dibidang ICT. Para pengguna tenaga kerja dapat mendapatkan tenaga kerja sesuai dengan spesifikasi tenaga kerja yang dibutuhkan, diharapkan melalui Bursa Kerja Online (BKOL) yang telah berjalan aktif selama empat tahun ini, pelayanan atau tuntutan masyarakat dapat terpenuhi secara lebih baik.
7
Kinerja Aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam Pelayanan Publik melalui Sistem Informasi BKOL dengan cara mengakses website resminya www.bursakerja-jabar.com.
BKOL adalah unit yang menjalankan fungsi penempatan untuk mempertemukan atau memfasilitasi pertemuan antara pencari kerja dengan pengguna tenaga kerja atau pengusaha secara online. Pembuatan BKOL ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik melalui layanan informasi ketenagakerjaan bagi masyarakat.
Perkembangan e-Government bukan lagi merupakan sebuah teori atau konsep mimpi belaka, karena keberadaannya telah nyata terlihat di tengah-tengah globalisasi dunia saat ini. Konsep e-Government bukanalah merupakan suatu hal yang berlebihan jika dikatakan bahwa dengan diterapkannya konsep tersebut oleh pemerintah beberapa negara telah berhasil meningkatkan kualitas kehidupan masyarakatnya. Pemanfaatan e-Government, tentu saja tidak dapat menunggu hingga seluruh masyarakatnya siap, dengan perencanaan yang matang. Pemerintah setiap negara telah memulai e-Government karena dapat membantu, pemerintah dalam meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat. Inovasi teknologi telekomunikasi berkembang dengan cepat, selaras dengan perkembangan karakteristik masyarakat modern yang memiliki layanan fleksibel, serba mudah, memuaskan dan efesien.
memberikan pelayanan dan informasi. Penerapan e-Government di lingkungan pemerintah bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan serta untuk membuka peluang kepada masyarakat, mitra bisnis, pegawai dan badan usaha untuk berpartisipasi di pemerintahan. Konsep penerapan e-Government bukan berarti hanya menerapkan sistem pemerintahan secara elektronik saja, tetapi lebih bagaimana sistem pemerintah berjalan karena dalam menjalankan e-Government diperlukan suatu sistem yang baik, teratur, dan sinergis dari masing-masing lembaga pemerintahan.
Teknologi telematika khususnya teknologi informasi sudah menjadi tuntutan bagi dunia global, untuk memfasilitasi tuntutan masyarakat modern khususnya para pencari kerja dan pengguna tenaga kerja serta masyarakat pencari informasi ketenagakerjaan maka dibuatlah sistem informasi. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat membuka layanan kepada pencari kerja dan pengguna tenaga kerja melalui Sistem Informasi BKOL. Para pencari kerja dan pengguna tenaga kerja dapat bertemu secara langsung dan cepat, para pencari kerja dapat menggunakan media internet tersebut untuk mencari pekerjaan (lowongan kerja) sesuai dengan latar belakang pendidikan, bakat, minat, dan kemampuan.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti mengambil judul “Evaluasi Kinerja Aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi
9
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka untuk mempermudah arah proses pembahasan, peneliti mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana analisis kinerja dari waktu yang terdahulu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL?
2. Bagaimana evaluasi kebutuhan pelatihan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL? 3. Bagaimana sasaran dari kinerja yang akan datang Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL?
4. Bagaimana potensi aparatur yang berhak memperoleh promosi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL?
1.3Maksud Dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL. Sedangkan tujuan penelitiannya sebagai berikut :
Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL.
3. Untuk mengetahui sasaran dari kinerja yang akan datang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL.
4. Untuk mengetahui potensi aparatur yang berhak memperoleh promosi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui Sistem Informasi BKOL.
1.4Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan yang bersifat teoritis dan praktis, sebagai berikut :
1. Bagi kepentingan peneliti, hasil penelitian ini dapat berguna untuk menambah pengalaman, wawasan, pengetahuan, dan memahami kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL, sehingga dapat memperoleh gambaran mengenai kesesuaian fakta di lapangan dengan teori yang ada.
11
3. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan evaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL.
1.5 Kerangka Pemikiran
Evaluasi kinerja yang dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.”
(Simanjuntak, 2005:103). Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang aparatur dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya.
Sunyoto (1999) dalam bukunya Kualitas Kinerja Aparatur (edisi kelima) sebagai berikut :
1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi.
2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para aparatur melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode yang selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasaranan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (reward system recommendation).
( Sunyoto, 1999:1)
13
dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari. Untuk mencapai itu perlu diubah cara bekerja sama dan bagaimana melihat atau meninjau kinerja itu sendiri. Dengan demikian pimpinan dan karyawan yang bertanggung jawab langsung dalam pelaksanaan evaluasi kinerja harus pula dievaluasi secara periodik.
Tabel 1.1 Kriteria Evaluasi Tipe
Kriteria
Pertanyaan Ilustrasi
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Unit pelayanan Efisiensi Seberapa banyak usaha
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil
yang diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetap
(masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Perataan Apakah biaya dan manfaat
didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu?
Kriteria Pareto Kriteria kaldor-Hicks
Kriteria Rawls Resposivitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan survai warga negara
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Program publik harus merata dan efisien
(Sumber: Dunn, 2003:610)
memecahkan masalah untuk memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan masalah.
Menurut Dwiyanto dalam bukunya mewujudkan good governance melalui pelayanan publik, menekankan bahwa responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik. Hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat.
Agenda dan prioritas pelayanan dalam mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Berdasarkan studinya tentang reformasi birokrasi. Dwiyanto, mengembangkan beberapa indikator responsivitas pelayanan publik, yaitu:
1. Keluhan pengguna jasa
2. Sikap aparat birokrasi, dalam merespon keluhan pengguna jasa
3. Penggunaan, keluhan pengguna jasa sebagai referensi perbaikan layanan publik
4. Barbagai tindakan aparat birokrasi dalam memberikan pelyanan, dan 5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem
pelayanan yang berlaku. (Dwiyanto, 2002:48-49)
15
kualitas pelayanan bagi masyarakat. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi harus sesuai dengan visi dan misi instansi terkait, sehingga pelayanan yang diberikan kepada masyarakat menjadi lebih baik.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka.
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat di pertanggungjawabkan. 3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi.
4. Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat.
5. Kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak melakukakn deskriminasi. 6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yakni pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan. (Sinambela, dkk, 2006:6)
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam pelaksanaan pelayanan publik harus ada keterbukaan dalam kondisi apapun, sehingga menghasilkan akuntabilitas yang bersih dan masyarakat puas akan pelayanan yang diberikan berdasarkan keseimbangan hak dan kewajiban. Pada dasarnya manusia membutuhkan pelayanan publik yang berkualitas, terbuka, sesuai dengan kondisi, pealayanan yang dapat di pertanggungjawabkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Melengkapi teori tentang sistem informasi BKOL, maka akan diuraikan mengenai pengertian sistem dan informasi. M. Khoirul Anwar dalam buku SIMDA: Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era
Otonomi Daerah menjelaskan pengertian sistem, yaitu seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. (Anwar, 2004:4).
Menurut Sutabri dalam bukunya Pengantar Sistem Informasi menjelaskan bahwa informasi “merupakan data yang telah diklarifikasi atau di interprestasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan” (Sutabri, 2005:23). Sesuai
pendapat di atas, informasi merupakan data yang telah di proses dari seluruh data yang baku menjadi data yang berkualitas dan dapat bersifat akurat dan tepat waktu, sehingga memberikan suatu informasi yang bermutu bagi masyarakat.
Alat ukur kinerja dan efektivitas website menurut Goldschmidt et al, 2002 yang dikutip oleh Richardus Eko Indrajit terdiri dari :
1. Audience 2. Content 3. Interactivity 4. Usability 5. Innovation
(dalam Indrajit, 2005:53)
17
tersebut dapat bermanfaat bagi masyarakat maupun kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah pada hakikatnya bertujuan pada pelayanan publik atau publik service yaitu memberikan berbagai pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satunya penggunaan e-Government yaitu melalui media internet yaitu website.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka definisi operasional dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Evaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL dilihat dalam sasaran dan evaluasi kinerja aparatur sebagai berikut:
a. Analisis kinerja adalah hasil pencapaian dan penilaian kerja aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi.
b. Evaluasi kebutuhan pelatihan adalah kinerja para Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat melalui audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan pengetahuan aparaturnya sendiri atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.
Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
d. Potensi aparatur adalah kinerja yang dilakukan oleh aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat memperoleh promosi, dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (reward system recommendation). 2. Kualitas pelayanan publik digambarkan melalui operasionalisasi konsep
sebagai berikut :
a. Transparansi, adalah pelayanan aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh masyarakat.
b. Akuntabilitas, adalah pelayanan aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang dapat dipertanggungjawabkan dengan ketentuan Perundang-Undang.
c. Kondisional, adalah pelayanan aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan efektivitas.
19
e. Kesamaan hak, adalah pelayanan aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang tidak melakukakn deskriminasi. f. Keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pelayanan aparatur Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang mempertimbangkan aspek keadilan.
3. Kualitas informasi yang diukur berdasarkan :
a. Informasi adalah data yang telah diolah oleh aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat menjadi sebuah bentuk sistem informasi BKOL yang berarti bagi penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang.
b. Tepat waktu (timelines) adalah usia data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yang sesuai dengan upaya pengambilan keputusan, informasi BKOL tersebut tidak usang atau kadaluarsa ketika sampai ke penerima, sehingga masih ada waktu untuk menggunakan informasi tersebut sebagai bahan pengambilan keputusan.
Model Kerangka Pemikiran
1.6Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. “Metode penelitian deskriptif adalah metode untuk memberikan gambaran tentang suatu masyarakat atau suatu kelompok orang tertentu atau
Kualitas Pelayanan Publik
Sistem Informasi Bursa Kerja Online
(BKOL) Evaluasi
Kinerja
a. Analisis Kinerja Aparatur b. Evaluasi kebutuhan pelatihan c. Sasaran Kinerja d. Potensi Aparatur
a.Transparansi b.Akuntabilitas c.Kondisional d.Partisipatif e.Kesamaan hak f. Keseimbangan
hak dan kewajiban
Kinerja aparatur yang baik menghasilkan
21
gambaran tentang suatu gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih”
(Soehartono, 2002:35).
Peneliti menggunakan metode deskriptif, karena penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL. Selain itu penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena pada penelitian ini terdapatnya satu variabel yang bersifat mandiri. Metode deskriptif pada penelitian ini bertujuan untuk memberikan semacam mekanisme pengawasan melalui evaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL agar dapat dipertanggungjawabkan sesuai tujuan yang hendak dicapai.
Berdasarkan metode yang digunakan, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu berupa gambaran dari jawaban informan. Pendekatan kualitatif menurut Bagong Suyanto merupakan “strategi penyelidikan yang naturalistis dan induktif dalam mendekati suatu suasana tanpa hipotesis-hipotesis yang telah ditentukan sebelumnya” (Suyanto, 2005:183).
“Metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisa data bersifat induktif dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi” (Sugiyono, 2005:1).
Berdasarkan pada metode dan pendekatan yang digunakan, maka peneliti dapat mengetahui secara jelas dalam mengevaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL. Hal tersebut dapat dilakukan dengan teknik pengumpulan data, menentukan informan dan menganalisa data.
1.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Berdasarkan metode penelitian yang telah dijelaskan di atas, dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan adalah:
a. Observasi
23
hubungannya dengan dunia nyata. Observasi juga untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai masalah dan mungkin petunjuk-petunjuk tentang cara memecahkannya.
b. Studi Pustaka
Studi Pustaka merupakan suatu teknis pengumpulan data yang dilakukan melalui penganalisaan teori-teori yang terdapat dalam buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Sumber yang dimaksud adalah seperti yang tertulis dalam daftar pustaka dan sumber-sumber lain yang relevan.
c. Wawancara
Wawancara adalah suatu cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan tanya jawab secara lisan, sepihak, berhadapan muka dan dengan arah tujuan yang telah ditentukan (Muhammad, 2003:32). Hal ini peneliti akan melakukan wawancara dengan pihak-pihak yang mengetahui, memahami lebih jauh dan berhubungan dengan evaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL.
1.6.2 Teknik Analisa Data
muncul dari pengalaman kerja lapangan dan berakar (grounded) dalam data (Suyanto, 2005:83). Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penulisan penelitian ini ada tiga teknik, dikutip dari Sugiyono dengan bukunya Memahami Penelitian Kualitatif, ketiga teknik tersebut sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Reduksi data adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang lebih direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart (aliran) dan sejenisnya. Penyajian data yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif, dengan penyajian data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih belum pasti sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori. Dengan demikian kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.
(Sugiyono, 2005:83)
25
1.6.3 Teknik Penentuan Informan
Teknik penentuan informan dalam penelitian ini adalah Snowball yaitu sumber data yang pada awal mulanya berjumlah sedikit, namun semakin bertambah menjadi besar. Menurut pendapat Lincoln dan Guba yang dikutip Sugiyono dalam bukunya Memahami Penelitian Kualitatif yang mendefinisikan pengertian Snowball, sebagai berikut:
“Seorang peneliti memilih orang tertentu yang dipertimbangkan akan memberikan data yang diperlukan; selanjutnya berdasarkan data atau informasi yang diperoleh dari sampel sebelumnya tersebut, peneliti dapat menetapkan sampel lainnya yang dipertimbangkan dan akan memberikan data yang lebih lengkap. Unit sampel yang dipilih makin lama makin terarah sejalan dengan makin terarahnya fokus penelitian” (dalam Sugiyono, 2005:54-55).
Pengambilan informan berdasarkan snowball, yaitu penentuan informan dalam penelitian ini berdasarkan sumber data yang akan dijadikan sebagai informan penelitian. Peneliti melakukan observasi awal dengan :
1. Kepala Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat yaitu Drs. H. Mustopa Djamaludin, M.Si sebagai orang pertama yang dijadikan sumber data. Informan pertama ini dipilih karena orang yang mengetahui keseluruhan masalah evaluasi kinerja aparatur Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL.
Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL.
3. Informan ketiga yaitu Daryanto. SE dipilih sebagai sumber informasi karena mengetahui tentang sistem informasi BKOL.
4. Agus Radjito.Spd dipilih sebagai sumber informasi kunci dari bagaian kepagawaian dan umum karena mengetahui tentang evaluasi kinerja di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
5. Dra. Lina Marlina sebagai sumber informasi kunci yang membantu peneliti untuk mendapatkan informasi tentang bagian pelatihan dan produktivitas kerja di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
6. Apong Sukaesih dari bagian perpusatakaan sebagai sumber informasi kunci yang mengetahui tentang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Penentuan informan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat sesuai dengan teknik penentuan informan yaitu snowball. Peneliti mewawancarai 15 orang informan kemudian peneliti menetapkan 6 informan kunci yang mengetahui dengan jelas masalah evaluasi kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat dalam pelayanan publik melalui sistem informasi BKOL.
27
yaitu: “pengambilan unsur sampel secara sembarang sampai terpenuhi jumlah
yang diinginkan” (Sudjana, 2005:73).
1. Jamez Huninhatu sebagai informan pertama yang dipilih karena mengetahui sistem informasi BKOL.
2. Mayrela Patty sebagai informan yang pernah mencari kerja melalui sistem informasi BKOL.
3. Ivan Sairdekut dipilih sebagai informan karena mengetahui sistem informasi BKOL.
4. Fahmi salah satu informan yang pernah mendaftarkan diri sebagai anggota tetap sistem informasi BKOL.
Para informan diatas dipilih menjadi informan kunci oleh peneliti karena banyak mengetahui tentang sistem informasi BKOL, dan cara menjadi member sistem informasi BKOL. Peneliti sendiri dalam mendapatkan informasi, harus mengakses sendiri dan mendaftarkan diri sebagai pencari kerja dengan cara mengakses www.burasakerja-jabar.com.
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat di Jalan Soekarno-Hatta No. 532, Bandung. Telepon (022) 7564327, Fax. (022) 7564319.
Tabel 1.2 Jadwal Penelitian
No
Waktu Kegiatan
Tahun 2009 Tahun 2010
Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst 1
Penyusunan Rancangan Judul 2
Penyusunan
Usulan Penelitian
3
Seminar Usulan
Penelitian
4
Pengumpulan
Data
5 Pengolahan Data
6
Pembuatan
Skripsi
7
Sidang Ujian
29 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Evaluasi Kinerja 2.1.1 Pengertian Evaluasi
Istilah Evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assesment). Evaluasi kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dalam menghasilkan pelayanan publik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan, akan tetapi meliputi apakah uang tersebut dibelanjakan secara ekonomis, efektif, dan efisien.
Pendapat William N. Dunn, istilah evaluasi mempunyai arti yaitu:
“Secara umum istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan” (Dunn, 2003:608).
Pengertian di atas menjelaskan bahwa evaluasi merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kerja adalah evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja membantu pimpinan untuk mengambil keputusan dalam suatu kebijakan, nilai yang dihasilkan dari evaluasi membuat suatu kebijan bermanfaat bagi pelayanan publik.
perbandingan antara standar dengan fakta dan analisa hasilnya (Ndraha, 1989:201). Kesimpulannya adalah perbandingan antara tujuan yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya, sehingga dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan.
Menurut Commonwealth of Australia Department of Finance Evaluasi biasanya didefinisikan sebagai kegiatan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Secara umum, evaluasi dapat didefinisikan sebagai the systematic assessment of the extent to which:
1. Program inputs are used to maximise outputs (efficiency); 2. Program outcomes achieve stated objectives (effectiveness);
3.Program objectives match policies and community needs (appropriateness).
(Commonwealth of Australia Department of Finance, 1989: 1)
Menurut pendapat di atas, evaluasi adalah penilaian secara sistimatis untuk melihat sejauh mana efisiensi suatu program masukan (input) untuk memaksimalkan keluaran (output), evaluasi juga digunakan untuk mencapai tujuan dari program pencapaian hasil atau afaktifitas, dan kesesuaian program kebijakan dan kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga termasuk salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan suatu kebijakan.
Sudarwan Danim mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah:
“Proses pengukuran dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:
31
2. Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen
3. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai”
(Danim, 2000:14).
Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana, sehingga diperoleh informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di dalamnya.
Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu:
1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.
2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik ”fakta” maupun “nilai”.
3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.
4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.
(Dunn, 2003:608-609)
atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.
Tabel 1.1 Kriteria Evaluasi Tipe
Kriteria
Pertanyaan Ilustrasi
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Unit pelayanan Efisiensi Seberapa banyak usaha
diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil
yang diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetap
(masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II) Perataan Apakah biaya dan manfaat
didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu?
Kriteria Pareto Kriteria kaldor-Hicks
Kriteria Rawls Resposivitas Apakah hasil kebijakan
memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan survai warga negara
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Program publik harus merata dan efisien
(Sumber: Dunn, 2003:610)
33
diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Intinya adalah efek dari suatu aktivitas. Kedua yaitu efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Ketiga, kecukupan merupakan sejauhmana tingkat efektivitas dalam memecahkan masalah untuk memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yang menumbuhkan masalah.
2.1.1.1 Fungsi Evaluasi
Evaluasi mempunyai beberapa fungsi yaitu :
a. Memberi informasi yang valid mengenai kinerja kebijakan, program dan kegiatan, yaitu mengenai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dicapai. Dengan evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu tujuan, sasaran dan target tertentu.
b. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan mengoperasikan tujuan dan target.
c. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan alternatif kebijakan yang lain.
(Tim Penyusun Modul Sistem AKIP;2007)
2.1.2 Pengertian Kinerja
Secara etimologi, kinerja berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005:67) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang) yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Notoatmodjo bahwa kinerja tergantung pada kemampuan pembawaan (ability), kemampuan yang dapat dikembangkan (capacity), bantuan untuk terwujudnya performance (help), insentif materi maupun nonmateri (incentive), lingkungan (environment), dan evaluasi (evaluation). Kinerja dipengaruhi oleh kualitas fisik individu (ketrampilan dan kemampuan, pendidikan dan keserasian), lingkungan (termasuk insentif dan noninsentif) dan teknologi.
Definisi kinerja menurut A.A. Anwar Prabu Mangkunegara dalam bukunya manajemen sumber daya perusahaan adalah :
“Kinerja Karyawan (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”(Mangkunegara, 2000:67).
35
Menurut A. A. Prabu Mangkunegara dalam bukunya Evaluasi Kinerja SDM (2005:20) manajemen kinerja merupakan proses perencanaa, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap pencapaian kinerja dan dikomunikasikan secara terus menerus oleh pimpinan kepada karyawan, antara karyawan dengan atasannya langsung. Selanjutnya A. A. Prabu Mangkunegara mengemukakan tujuan dari pelaksanaan manajemen kinerja, bagi para pimpinan dan manajer adalah :
a. Mengurangi keterlibatan dalam semua hal;
b. Menghemat waktu, karena para pegawai dapat mengambil berbagai keputusan sendiri dengan memastikan bahwa mereka memiliki pengetahuan serta pemahaman yang diperlukan untuk mengambil keputusan yang benar
c. Adanya kesatuan pendapat dan menguarangi kesalahpahaman diantara pegawai tentang siapa yang mengerjakan dan siapa yang bertanggungjawab;
d. Mnegurangi frekuensi situasi dimana atasan tidak memiliki informasi pada saat dibutuhkan;
e. Pegawai mampu memperbaiki kesalahannya dan mengidentifikasikan sebab-sebab terjadinya kesalahan atau inefesiensi.
Adapun tujuan pelaksanaan manajemen kinerja bagi para pegawai adalah : a. Membantu para pegawai untuk mengerti apa yang seharusnya mereka
kerjakan dan mengapa hal tersebut harus dikerjakan serta memberikan kewenangan dalam mengambil keputusan;
b. Membarikan kesempatan bagi para pegawai untuk mengembangkan keahlian dan kemampuan baru;
c. Mengenali rintangan-rintangan peningkatan kinerja dan kebutuhan sumber daya yang memadai;
d. Pegawai memperoleh pemahaman yang lebih baik mengenai pekerjaan dan tanggungjawa kerja mereka.
(Mangkunegara, 2005:20
dan bawahan dalam menyelesaikan, mengambil keputusan dan mendapatkan pemahaman yang baik tentang pekerjaan dan tanggung jawab.
2.1.3 Pengertian Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja disebut juga “Performance evaluation” atau “Performance appraisal”. Appraisal berasal dari kata Latin “appratiare” yang
berarti memberikan nilai atau harga. Evaluasi kinerja berarti memberikan nilai atas pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang untuk diberikan imbalan, kompensasi atau penghargaan. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Setiap orang pada umumnya ingin berprestasi dan mengharapkan prestasinya diketahui dan dihargai oarang lain. Leon C. Mengginson mengemukakan evaluasi kinerja atau penilaian prestasi adalah “penilaian prestasi kerja (Performance appraisal), suatu proses
yang digunakan pimpinan untuk menentukan apakah seseorang karyawan melakukan pekerjaannya sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.” (Dalam Mangkunegara, 2005:10).
37
Evaluasi kinerja yang dikemukakan Payaman J. Simanjuntak adalah “suatu metode dan proses penilaian pelaksanaan tugas (performance) seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan lebih dahulu.”
(Simanjuntak, 2005:103). Berdasarkan pengertian tersebut maka evaluasi kinerja merupakan suatu proses yang digunakan oleh pimpinan untuk menentukan prestasi kerja seorang karyawan dalam melakukan pekerjaannya menurut tugas dan tanggung jawabnya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi. Selain itu, juga untuk menentukan kebutuhan pelatihan kerja secara tepat, memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada karyawan sehingga dapat melaksanakan pekerjaan yang lebih baik di masa mendatang dan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam hal promosi jabatan atau penentuan imbalan.
Evaluasi kinerja kemudian di definisikan oleh Society for Human Resource Management yaitu
“The process of evaluting how well employees perform their jobs when compared to a set of standards, and then communicating that information to employees. ( Proses mengevaluasi sejauh mana kinerja aparatur dalam bekerja ketika dibandingkan dengan serangkaian standar, dan mengkomunikasikan informasi tersebut pada aparatur).” (Dalam Wirawan 2009:12)
informasi yang telah diberikan oleh pimpinan. Evaluasi kinerja dilakukan juga untuk menilai seberapa baik aparatur bekerja setelah menerima informasi dan berkomunikasi dengan aparatur yang lain agar pekerjaan sesuai dengan kemauan pimpinan dan kinerja para aparatur itu sendiri dapat terlihat secara baik oleh pimpinan dan masyarakat selaku penilai.
2.1.3.1 Fungsi Evaluasi Kinerja
Fungsi evaluasi kinerja yang dikemukakan Wirawan (2009) sebagai berikut :
1. Memberikan balikan kepada aparatur ternilai mengenai kinerjanya. Ketika merekrut pegawai (ternilai), aparatur harus melaksanakan pekerjaan yang ditugaskan kepadanya sesuai dengan uraian tugas, prosedur operasi, dan memenuhi standar kinerja.
2. Alat promosi dan demosi. Hampir disemua sistem evaluasi kinerja, hasil evaluasi digunakan untuk mengambil keputusan memberikan promosi kepada aparatur ternilai yang kinerjanya memenuhi ketentuan pembarian promosi. Promosi dapat berupa kenaikan gaji, pemberian bonus atau komisi, kenaikan pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Sebaliknya, jika kinerja aparatur ternilai tidak memenuhi standar atau buruk, instansi menggunakan hasilnya sebagai dasar untuk memberikan demosi berupa penurunan gaji, pangkat atau jabatan aparatur ternilai.
3. Alat memotivasi ternilai. Kinerja ternilai yang memenuhi standar, sangat baik, atau superior, evaluasi kinerja merupakan alat untuk memotivasi kinerja aparatur. Hasil evaluasi dapat digunakan instansi untuk memotivasi aparatur agar mempertahankan kinerja yang superior dan meningkatkan kinerja baik atau sedang.
4. Penentuan dan pengukuaran tujuan kinerja. Sistem evaluasi kinerja yang menggunakan prinsip manajemen by objectives, evaluasi kinerja dimulai dengan menentukan tujuan atau sasaran kerja aparatur ternilai pada awal tahun.
39
mendatang. Konseliang dapat dilakukan sebelum evaluasi kinerja jika atasan dapat mengetahui kelambanan aparatur.
6. Pemberdayaan aparatur. Evaluasi kinerja merupakan alat untuk memberdayakan aparatur agar mampu menaiki tangga atau jenjang karier. Evaluasi kinera menentukan apakah kinerja aparatur dapat dipergunakan sebagai ukuran untuk meningkatkan kariernya.
(Wirawan, 2009:24)
Berdasarkan fungsi di atas, evaluasi kinerja merupakan alat yang di gunakan oleh instansi pemerintahan atau organisasi tertentu untuk menilai kinerja para aparatur yang lamban. Evaluasi kinerja untuk memotivasi para aparatur untuk meningkatkan kinerjanya, pemberian konseling membantu para aparatur untuk mencegah kinerja yang terlalu lamban sehingga sebelum di adakan evaluasi kinerja para pemipin sudah lebih dulu menjalankan konseling untuk mengadakan perbaikan pada waktu mendatang. Evaluasi kinerja merupakan alat motivasi bagi para aparatur untuk menaikan standar kerja mereka, selain sebagai alat untuk memotivasi, evaluasi kinerja juga untuk mengukur tujuan kerja serta memberdayakan para aparatur.
2.1.3.2 Sasaran Evaluasi Kinerja
Sasaran-sasaran evaluasi kinerja Aparatur yang dikemukakan Agus Sunyoto (1999) dalam bukunya Kualitas Kinerja Aparatur (edisi kelima) sebagai berikut :
1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja aparatur maupun kinerja organisasi.
3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode yang selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasaranan yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.
4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi, dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan (reward system recommendation).
(Sunyoto, 1999:1)
41
2.1.3.3 Tujuan Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja merupakan sistem formal yang digunakan untuk mengavaluasi kinerja pegawai secara periodik yang ditentukan oleh organisasi, adapun tujuan dari evaluasi kinerja menurut (Ivancevich, 1992) antara lain :
1. Pengembangan
Dapat digunakan untuk menentukan pegawai yang perlu dtraining dan membantu evaluasi hasil training. Dan juga dapat membantu pelaksanaan Conseling antara atasan dan bawahan sehingga dapat dicapai usaha-usaha pemecahan masalah yang dihadapi pegawai.
2. Pemberian Reward
Dapat digunnakan untuk proses penentuan kenaikan gaji, insentif dan promosi. Berbagai organisasi juga menggunakan untuk membarhentikan pegawai.
3. Motivasi
Dapat digunakan untuk memotivasi pegawai, mengembangkan inisiatif, rasa tanggungjawab sehingga mereka terdorong untuk meningkatkan kinerjanya.
4. Perencanaan SDM
Dapat bermanfaat bagi pengembangan keahlian dan keterampilan serta perencanaan SDM.
5. Kompensasi
Dapat memberikan informasi yang digunakan untuk menentukan apa yang harus diberikan kepada pegawai yang berkinerja tinggi atau rendah dan bagaimana prinsip pemberian kompensasi yang adil.
6. Komunikasi
Evaluasi merupakan dasar untuk komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan menyangkut kinerja pegawai.
(dalam Darma 2009 :14)
2.2 Aparatur Pemerintahan
Aparatur pemerintahan merupakan aset yang paling penting yang harus dimiliki oleh suatu instansi pemerintah yang harus di perhatikan untuk menghasilkan kinerja pemerintahan yang baik dan efisien sesuai dengan bidang kemampuan yang dimiliki oleh setiap aparatur pemerintahan yang ada sehingga setiap aparat dapat melaksanakan tugas dan kewajiban yang diembannya dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Menurut Dharma Setyawan Salam dalam buku Manajemen Pemerintahan Indonesia menyebutkan bahwa ”aparatur pemerintahan sebagai social servant yaitu pekerja yang digaji oleh pemerintah melaksanakan tugas-tugas teknis pemerintahan melakukan pelayanan kepada masyarakat”.(Salam, 2004:169)
43
Menurut Buchari Zainun, menyatakan bahwa ”bagaimanapun majunya
teknologi dewasa ini yang sudah menggantikan bagian terbesar tenaga kerja terutama tenaga kerja kasar, namun faktor manusia masih memegang peranan penting bagi suksesnya suatu usaha”(Buchari, 2001:17). Oleh sebab itu, faktor
manusia sebagai pemegang peranan penting bagi suksesnya suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah dalam melaksanakan suatu kegiatan salah satunya adalah profil aparatur pemerintahan.
Menurut Sadili Samsudin dalam buku Manajemen Sumber Daya Manusia menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan profil adalah latar belakang pribadi seseorang yang meliputi: keahlian, pengalaman, Usia, jenis kelamin, pendidikan, kondisi fisik, tampang, bakat, tempramen, dan juga karakter yang ada pada diri seseorang (Samsudin, 2006:96).
Berdasarkan pendapat di atas, maka profil adalah latar belakang pribadi seseorang yang terdiri dari keahliannya dalam bekerja, kecakapan menjadi seorang pemimpin, karakter yang cukup baik untuk menarik perhatian orang lain dalam mencapai suatu tujuan hidupnya.
2.3 Pelayanan Publik 2.3.1 Pengertian Pelayanan
Pengertian layanan atau Pelayanan secara umum, menurut (Puwadarmita, 1996) adalah “menyediakan segala apa yang dibutuhkan orang lain”. Berdasarkan
Berdasarkan penjelasan diatas, layanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat.
Sistem informasi bursa kerja online yang merupakan bagian dari hasil pengolahan data ini tentunya memberikan pelayanan terbaik kepada publik atau masyarakat. Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai pelayanan publik, maka penulis akan menguraikan terlebih dahulu pengertian pelayanan. Pengertian pelayanan tersebut dikemukakan oleh beberapa ahli, sebagai berikut:
“Menurut Kotler dalam Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik “(Kotler dalam Lukman, 2000:8).
Berdasarkan penadapat di atas maka, dapat disimpulkan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan yang bekerja untuk memberi pelayan terhadap masyarakat sehingga masyarakat menjadi lebih puas, meskipun begitu hasil dari pelayanan tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Pelayanan sebagai proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung, merupakan konsep yang senantiasa aktual dalam berbagai aspek kelembagaan. Pelayanan publik harus responsif terhadap berbagai kepentingan dan nilai-nilai publik yang ada. Hal ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung di dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Selanjutnya Samparan dan Sinambela memberikan definisi mengenai pelayanan.
45
Berdasrakan pendapat di atas, maka pelayanan adalah kegiatan yang terjadi dalam interaksi anatar manusia dan manuasia secara fisik dan menyediakan kepuasan bagi masyarakat, kepuasan yang tercipata menunjukan bahwa pelayanannya berhasil. Pelayanan yang di berikan kepada masyarakat, pelayanan yang sesuai dengan kemampuan yang memberikan pelayanan kepada penerima pelayanan tersebut. Selanjutnya pelayanan yang di berikan kepada masyarakat harus sesuai dengan keinginan atau aspirasi masyararakat dan sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh masyarakat.
2.3.2 Pengertian Publik
Menurut Sinambela istilah publik berasal dari Bahasa Inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara (Sinambela, 2006:5). Sedangkan istilah publik menurut Inu dan kawan-kawan dalam Sinambela, mendefinisikan publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma yang merasa memiliki (Inu dalam Sinambela, 2006:5).
2.3.3 Pengertian Pelayanan Publik
Menelusuri arti pelayanan umum tidak terlepas dari masalah kepentingan umum, yang menjadi asal-usul timbulnya istilah pelayanan umum. Oleh karena itu antara kepentingan umum dengan pelayanan umum adanya hubungan yang saling berkaitan. Meskipun dalam perkembangan lebih lanjut pelayanan umum dapat juga timbul karena adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan organisasi.
Pemerintah pada hakikatnya bertujuan pada pelayanan publik atau Publik Service yaitu memberikan berbagai pelayanan yang diperlukan oleh masyarakat. Salah satunya penggunaan e-Government yaitu melalui media internet yaitu website.
Dwiyanto, menekankan bahwa responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dalam studinya tentang reformasi birokrasi, Dwiyanto, mengembangkan beberapa indikator responsivitas pelayanan publik, yaitu:
1. Keluhan pengguna jasa
2. Sikap aparat birokrasi, dalam merespon keluhan pengguna jasa
3. Penggunaan, keluhan pengguna jasa sebagai referensi perbaikan layanan publik
4. Barbagai tindakan aparat birokrasi dalam memberikan pelyanan, dan 5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem
47
Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam pelaksanaan pelayanan publik harus ada keterbukaan dalam kondisi apapun, sehingga menghasilkan akuntabilitas yang bersih dan masyarakat puas akan pelayanan yang diberikan berdasarkan keseimbangan hak dan kewajiban. Pada dasarnya manusia membutuhkan pelayanan publik yang berkualitas, terbuka, sesuai dengan kondisi, pealayanan yang dapat di pertanggungjawabkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Dwiyanto, bahkan menyatakan bahwa pelayanan publik menjadi suatu instrumen pening untuk dapat mewujudkan good governance. Berdasarkan pendapat di atas tantangan terbesar yang harus di penuhi oleh pemerintah sebagai stakeholder utama pelayanan publik.
Secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka.
2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat di pertanggungjawabkan. 3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi.
4. Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat.
5. Kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak melakukakn deskriminasi. 6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yakni pelayanan yang
mempertimbangkan aspek keadilan. (Sinambela, 2006:6)
membutuhkan pelayanan publik yang berkualitas, terbuka, sesuai dengan kondisi, pealayanan yang dapat di pertanggungjawabkan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
2.4 Sistem Informasi 2.4.1 Pengertian Sistem
Perkembangan informasi berbasis komputer ini, menuntut Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat agar siap dalam mengoprasionalkan semua pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan sistem komputerisasi. Melengkapi pandangan tersebut, maka diuraikan mengenai sistem, data dan informasi, M. Khoirul Anwar dalam buku SIMDA: Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era Otonomi Daerah menjelaskan pengertian sistem, sistem adalah seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan (Anwar, 2004:4). Sedangkan pengertian data menurut Wahyono, data adalah bahan baku informasi, didefinisikan sebagai kelompok teratur simbol-simbol yang mewakili kuantitas, tindakan, benda dan sebagainya (Wahyono, 2004:2).
49
lain, dimana masing-masing dari komponen akan bekerja sama untuk mencapai satu tujuan.
Menurut Lucas mendefinisikan bahwa sistem sebagai suatu komponen atau variabel yang terorganisir, saling berinteraksi, saling bergantung satu sama lain dan terpadu (Ladjamudin, 2005:3). Begitupun menurut Davis yang mendefinisikan sistem sebagai bagian-bagian yang saling berkaitan yang beroperasi bersama untuk mencapai beberapa sasaran atau maksud (Wahyono, 2004:3). Pendefinisian tersebut mempunyai kesamaan arti bahwa sistem merupakan suatu bagian-bagian yang bergabung atau terorganisir yang saling berhubungan dan apabila ada salah satu tidak berfungsi, maka salah satu akan terpengaruh karena bagian-bagian tersebut saling tergantung.
2.4.2 Pengertian Informasi
Informasi sangat dibutuhkan agar dapat mengetahui keakuratan data yang dihasilkan. Informasi ibarat data yang mengalir didalam tubuh suatu organisasi, informasi ini sangat penting dalam pengambilan keputusan didalam suatu organisasi.
penerimanya dan bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau saat mendatang (dalam Kadir, 2002:31).
Data merupakan bentuk yang masih mentah yang belum dapat berbicara banyak, sehingga perlu diolah lebih lanjut. Data yang diolah melalui suatu model menjadi informasi, penerima kemudian menerima informasi tersebut, membuat suatu keputuan dan melakukan tindakan, yang berarti menghasilkan tindakan lain yang akan membuat sejumlah data kembali. Data yang ditangkap dianggap sebagai input, diproses kembali melalui model dan seterusnya membentuk suatu siklus.
51
2.4.3 Pengertian Sistem Informasi
Pemerintah dalam menjalankan tugasnya mempunyai tiga fungsi yaitu pemberdayaan (empowerment), pembangunan (development), dan pelayanan (service). Upaya peningkatan pelayanan sejak lama dilaksanakan oleh pemerintah, salah satunya pelayanan penyampaian informasi tentang ketenagakerjaan melalui Sistem Informasi BKOL yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat.
Melengkapi teori tentang sistem informasi BKOL, maka akan diuraikan mengenai pengertian sistem dan informasi. M. Khoirul Anwar dalam buku SIMDA: Aplikasi Sistem Informasi Manajemen Bagi Pemerintahan Di Era
Otonomi Daerah menjelaskan pengertian sistem, yaitu seperangkat komponen yang saling berhubungan dan saling bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan. (Anwar, 2004:4).
Menurut Sutabri dalam bukunya Pengantar Sistem Informasi menjelaskan bahwa informasi “merupakan data yang telah diklarifikasi atau di interprestasi untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan” (Sutabri, 2005:23). Sesuai
pendapat di atas, informasi merupakan data yang telah di proses dari seluruh data yang baku menjadi data yang berkualitas dan dapat bersifat akurat dan tepat waktu, sehingga memberikan suatu informasi yang bermutu bagi masyarakat.
53 BAB III
OBJEK PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Barat 3.1.1 Sejarah Provinsi Jawa Barat
Secara historis pembagian wilayah di Pulau Jawa pada awalnya didasarkan pada pertimbangan militer pada masa Hindia Belanda dalam menghadapi Kasus Perlawanan Diponegoro (1825-1830) di mana Penguasa Hindia Belanda membagi Pulau Jawa menjadi tiga daerah militer, yaitu Daerah Militer I West Java, Daerah Militer II Midden Java, dan Daerah Militer III Oost Java. Namun sebenarnya sejak 1706 wilayah Jawa Barat (kecuali wilayah Kesultanan Banten) sudah dikuasai VOC sebagai ganti kerugian Perang Mataram melawan Trunojoyo. Batas alam yang digunakan yaitu Sungai Cilosari di Utara dan Sungai Cidonan di Selatan. Batas di bagian Selatan digeser ke sebelah Barat oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811) ke Sungai Citanduy.
otonom tingkat provinsi. Pada tahun itu dibentuklah Provincie West Java dengan wilayah-wilayah berikut ini: Banten, Batavia, Priangan, dan Cirebon.
Pembagian wilayah administrasi ini dihapuskan oleh kedatangan Balatentara Jepang (1942-1945). Memasuki masa kemerdekaan, wilayah administrasi pemerintahan tingkat provinsi diadakan lagi, yaitu melalui Sidang PPKI 19 Agustus 1945 yang menetapkan NKRI terbagi atas 8 wilayah Propinsi, termasuk Jawa Barat di dalamnya. Pada tahun 1964 wilayah Jawa Barat dikurangi luasnya oleh Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang statusnya setara propinsi. Akhirnya pada tanggal 4 Oktober 2000, wilayah Jawa Barat kembali dikurangi dengan terbentuknya provinsi Banten.
Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Propinsi Jawa Barat merupakan Propinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Propinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang Pembentukan Propinsi Jawa Barat. Selama lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968), Kota Tangerang (1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok (1999). Padahal dalam kurun waktu tersebut telah banyak perubahan baik dalam bidang pemerintahan, ekonomi, maupun kemasyarakatan.
55
Sumber Daya Perekonomian. Kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah Pembantu Gubernur tetap 5 wilayah dengan tediri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya. Kota administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom.
Lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang serta Kota Cilegon. Adanya perubahan itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari : 17 Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahkan 592 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan.
3.1.2 Keadaan Geografis Provinsi Jawa Barat
Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak diantara 5050’ – 7050’ Lintang Selatan dan 104048’ – 108048’ Bujur Timur dengan batas-batas wilayahnya :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta 2. Sebelah Timur berbatasan dengan Propinsi Banten
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Sunda
Barat bagian utara merupakan dataran rendah sedangkan daerah Selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung yang ada di bagian tengah.
Jawa Barat beriklim tropis dengan curah hujan tinggi dan hari hujan banyak. Iklim yang demikian ditunjang oleh adanya lahan subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari luas penggunaan tanahnya untuk pertanian, sedangkan luas wilayah Jawa Barat meliputi 29.275,98 Km2.
Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Dengan ditetapkannya Wilayah Banten menjadi Provinsi Banten, maka luas wilayah Jawa Barat saat ini menjadi 34.816,96.
3.1.3 Visi dan Misi Provinsi Jawa Barat 3.1.3.1 Visi Provinsi Jawa Barat
Visi Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat tahun 2008-2013 yang hendak dicapai dalam tahapan kedua Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jawa Barat adalah :
“Tercapainya Masyarakat Jawa Barat yang Mandiri, Dinamis dan
57
Memperhatikan visi tersebut serta perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, diharapkan Provinsi Jawa Barat dapat lebih berperan dalam perubahan yang terjadi di lingkup nasional, regional, maupun global.
Penjabaran makna dari Visi Jawa Barat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mandiri : adalah sikap dan kondisi masyarakat Jawa Barat yang mampu memenuhi kebutuhannya untuk lebih maju dengan mengandalkan kemampuan dan kekuatan sendiri, terutama dalam bidang pendidikan, kesehatan, ketenagakerjaan, pelayanan publik berbasis e-government, energi, infrastruktur, lingkungan dan sumber daya air.
2. Dinamis : adalah sikap dan kondisi masyarakat Jawa Barat yang secara aktif mampu merespon peluang dan tantangan zaman serta berkontribusi dalam proses pembangunan.
3. Sejahtera : adalah sikap dan kondisi masyarakat Jawa Barat yang secara lahir dan batin mendapatkan rasa aman dan makmur dalam menjalani kehidupan.
3.1.2.2 Misi Provinsi Jawa Barat
Misi Provinsi Jawa Barat dalam rangka pencapaian Visi Jawa Barat 2013 ditetapkan dalam 5 (lima) misi berikut ini, untuk mencapai masyarakat Jawa Barat yang mandiri, dinamis dan sejahtera.
1. Misi Pertama, Mewujudkan Sumber Daya Manusia Jawa Barat yang Produktif dan Berdaya Saing.
Tujuan :
1. Mendorong masyarakat ke arah peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan kompetensi kerja;
2. Menjadikan masyarakat Jawa Barat yang sehat,