BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Konsep Dasar Masa Nifas
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berahir ketika
alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas
berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saefuddin, 2009, hlm.123).
Asuhan masa nifas di perlukan dalam periode ini karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan, dan 50% kematiaan masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama (Saefuddin, 2009 hlm.122).
2. Klasifikasi masa nifas menurut Yulianti (2011 hal.5) antara lain :
a. Puerperium dini : masa kepulihan adalah saat-saat ibu diperbolehkan berdiri
dan berjalan-jalan.
b. Puerperium intermedial : masa kepulihan menyeluruh dari organ organ genital,
kira-kira antara 6-8 minggu.
c. Remote puerperium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
3. Perubahan fisikologi masa nifas
a. Sistem Reproduksi
Selama masa nifas, alat-alat genetalia interna dan eksterna
berangsur-angsur kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat
Involusi uterus dapat digambarkan pada tabel berikut (Pudiastuti, 2011 hlm
158).
Tabel 2.1 Tabel Tinggi Fundus dan Berat Uteri Menurut Involusi
Involusi Berat Uterus Tinggi Fundus Uterus Bayi lahir 2 jari dibawah pusat
Pertengahan pusat dan simfisis Tidak teraba diatas simfisis Bertambah kecil
Sebesar normal
Lochea yaitu cairan yang berasal dari luka kavum uteri yaitu luka plasenta
yang dikeluarkan melalui vagina pada masa nifas. Klasifikasi Lochea menurut
William yang dikutip dari Anggraini (2010.hlm 54) yaitu:
1) Rubra (cruenta) 1-3 hari Merah kehitaman, terdiri dari darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan sisa mekoneum.
2) Sanguinolenta 4-7 hari Merah kecoklatan dan berlendir Sisa darah
bercampur lender.
3) Serosa 7-14 hari Kuning kecoklatan Lebih sedikit darah dan lebih banyak
serum, juga terdiri dari leukosit dan robekan/ laserasi plasenta Alba >14
hari Putih Mengandung leukosit, sel desidua dan sel epitel, selaput lendir
servik dan serabut jaringan yang mati.
b. Sistem Percernaan
Sering terjadi konstipasi pada ibu setelah melahirkan. Hal ini umumnya
disebabkan makanan padat dan kurang serat selama persalinan. Disamping itu
Namun buang air besar harus dilakukan 3 – 4 hari setelah persalinan.
(Suherni. at all, 2009.hlm.80).
c. Sistem Perkemihan
Kandung kencing masa nifas mempunyai kapasitas yang bertambah besar
dan relative tidak sensitive terhadap tekanan cairan intravesika. Urin dalam
jumlah besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam stelah melahirkan
(Rukiyah. at all, 2011.hlm.65).
d. Sistem Muskuloskeletal
Ligament – ligament, fasia, diafragma pelvis yang meregang sewaktu
kehamilan dan persalinan berangsur kembali seperti semula. Tidak jarang
ligament rotundum mengendur, sehingga uterus jatuh kebelakang. Fasia
jaringan penunjang alat genetalia yang mengendur dapat diatasi dengan
latihan – latihan tertentu (Saleha, 2009.hlm.59).
e. Tanda-tanda Vital
Suhu badan di hari pertama post partum naik sedikit (37,5–380 C) sebagai
akibat kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan. Nadi
normal orang dewasa 60 – 80 kali per menit sehabis melahirkan denyut nadi
bisa lebih cepat (Sulistyawati, 2009.hlm.81).
Tekanan darah, pada umumnya tidak berubah, kemungkinan turun karena
ada perdarahan setelah melahirkan dan meningkat karena terjadinya
preeclampsia postpartum. Pernapasan selalu berhubungan dengan suhu dan
nadi. Bila suhu dan nadi tidak normal maka pernapasan juga akan
f. Sistem kardiovaskuler dan Sistem Hematologi
Leukositosis adalah meningkatnya sel – sel darah putih sampai banyak di
masa persalinan. Leukosit tetap tinggi pada hari pertama postpartum akan
tetapi jumlah hemoglobin dan hematokrit serta eritrosit sangat bervariasi
pada awal – awal masa nifas (Saleha, 2009.hlm.62).
g. Sistem Endokrin
Perubahan yang terjadi pada sistim endokrin antara lain : perubahan
hormone plasenta, hormone pituitary, kadar esterogen dan hipotalamik
pituatary ovarium (Sulistyawati, 2009 . hlm.80).
B. Laserasi Perineum
1. Pengertian Laserasi Perineum
Laserasi perineum adalah perlukaan yang terjadi pada saat persalinan di
bagian perineum . pada laserasi perenium, dapat terjadi infeksi ditempat
dilakukannya episiotomi dan jahitan pada persalinan seasar (Walsh,
2007.hlm.504).
Ibu mengalami trauma perineum yang membutuhkan jahitan. Jika luka
perineum tampak mengalami infeksi, bidan harus berdiskusi dengan ibu
mengenai cara perawatan luka yang benar dan berusaha mengurangi
kelembapan dan panas. Ibu disarankan untuk menggunakan celana dari bahan
katun serta secara rutin mengganti pembalut (Myles, 2011 hlm 627).
Jika ditinjau dari penyebab kematian ibu, infeksi merupakan penyebab
kematian terbanyak setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika tenaga
kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini, banyak ibu
terutama apabila terdapat luka, perineum ibu harus diperhatikan secara teratur
terhadap kemungkinan terjadinya infeksi (Prawirohardjo, 2008, hlm.358).
Laserasi perineum yang terinfeksi akan tampak kemerahan dan bengkak.
Pada kasus lain luka harus dibuka dengan mengangkat jahitan dan dibersihkan
dengan menggunakan normal salin, antibiotik oral juga perlu diberikan
(Wheeler, 2011 hal 180).
2. Bentuk Luka Perineum
Bentuk luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu :
a. Ruptur perineum
Ruptur perineum adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh
rusaknya jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau
bahu pada saat proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur
sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Prawiharjo, 2008.
hlm.410).
b. Episotomi
Episiotomi adalah sebuah irisan bedah pada perineum untuk
memperbesar muara vagina yang dilakukan tepat sebelum keluarnya kepala
bayi. Episiotomi, suatu tindakan yang disengaja pada perineum dan vagina
yang sedang dalam keadaan meregang. Tindakan dilakukan jika perineum
diperkirakan akan robek teregang oleh kepala janin. (Rohani at all, 2011.
hlm.177).
Insisi episiotomi dapat dilakukan di garis tengah atau medial. Insisi
medial mempunyai keuntungan karena tidak banyak pembuluh darah besar
perluasan insisi ke rectum. Sehingga insisi mediolateral lebih sering
digunakan karena lebih aman(Liu, 2007 hlm 129).
Menurut Saefuddin (2008 hlm.175), pada proses persalinan sering terjadi ruptur
perineum yang disebabkan antara lain kepala janin lahir terlalu cepat, persalinan
tidak dipimpin sebagaimana mestinya, riwayat jahitan pada perineum.
Pada persalinan dengan distosia bahu robekan perineum umumnya terjadi di
garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut
arkus pubis lebih kecil dari biasanya sehingga kepala janin terpaksa lahir lebih ke
belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito-bregmatika, atau anak yang dilahirkan
dengan pembedahan vaginal (Herawati, 2010.hlm.19).
3. Derajat Robekan Perineum
Derajat robekan perineum menurut JNPK-KR 2012. hlm.107 yaitu:
a. Robekan Derajat Satu
Meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya.
Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri penjahitan tidak
diperlukan jika tidak perdarahan dan menyatu dengan baik.
b. Robekan Derajat Dua
Meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum.
Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian otot-otot
diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutupi dengan mengikut
c. Robekan Derajat Tiga
Meliputi mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot
spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut ketiga yang robek
hanyalah spingter.
d. Robekan Derajat Empat
Pada robekan yang total spingter recti terpotong dan laserasi meluas
sehingga dinding anterior rektum dengan jarak yang bervariasi.
4. Perawatan Perineum
Perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan
daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa
antara kelahiran placenta sampai dengan kembalinya organ genetik seperti pada
waktu sebelum hamil (Morison, 2007 hlm 26)
Hal yang harus diperhatikan dalam perawatan luka perineum antara lain
adalah Menjaga agar perineum selalu bersih dan kering, Menghindari pemberian
obat trandisional, Menghindari pemakaian air panas untuk berendam, Mencuci
luka dan perineum dengan air dan sabun 3 – 4 x sehari (JNPK-KR, 2012.
hal.155).
Perawatan khusus perineal bagi wanita setelah melahirkan anak mengurangi
rasa ketidaknyamanan, kebersihan, mencegah infeksi, dan meningkatkan
penyembuhan dengan prosedur pelaksanaan menurut Hamilton (2002) dikutip
dari vetos (2008, ¶ 14) adalah sebagai berikut:
a. Mencuci tangannya
c. Buang pembalut yang telah penuh dengan gerakan ke bawah mengarah ke
rectum dan letakkan pembalut tersebut ke dalam kantung plastik.
d. Berkemih dan BAB ke toilet.
e. Semprotkan ke seluruh perineum dengan air.
f. Keringkan perineum dengan menggunakan tisu dari depan ke belakang.
g. Pasang pembalut dari depan ke belakang.
h. Cuci kembali tangan
5. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah proses penggantian dan perbaikan fungsi jaringan
yang rusak atau mulai membaiknya luka perineum dengan terbentuknya jaringan
baru yang menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari post partum.
Kriteria penilaian luka menurut Boyle, dalam bukunya yang berjudul
manajemen penyembuhan luka (2009) :
a. Baik, jika luka kering, perineum menutup dan tidak ada tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa).
b. Sedang, jika luka basah, perineum menutup, tidak ada tanda-tanda infeksi
(merah, bengkak, panas, nyeri,fungsioleosa).
c. Buruk, jika luka basah, perineum menutup/membuka dan ada tanda-tanda
infeksi merah,bengkak, panas, nyeri, fungsioleosa.
Penyembuhan luka menurut Herawati (2010.hlm.10) dapat terjadi
secara :
1) Per Primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan
2) Per Sekunden yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan
perprimam. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama.
Luka jenis ini biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka
dengan kehilangan jaringan, terkontaminasi atau terinfeksi.
Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam dengan pembentukan jaringan
granulasi.
3) Per Tertiam atau per primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka
selama beberapa hari setelah tindakan debridemen. Setelah diyakini
bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari).
a. Fase penyembuhan luka menurut Morison (2007.hlm.1) yaitu:
1) Fase Inflamasi akut terhadap cedera: mencakup hemostasis, pelepasan
histamine dan mediator lain dari sel-sel yang rusak, dan migrasi sel darah
putih (leukosit polimorfonuklear dan makrofag) ke tempat yang rusak
tersebut.
2) Fase destruktif: pembersihan jaringan yang mati dan yang mengalami
devitalisasi oleh leukosit polimorfonuklear dan makrofag.
3) Fase proliferatif: yaitu pada saat pembuluh darah baru yang diperkuat oleh
jaringan ikat, menginfiltrasi luka.
4) Fase maturasi, mencakup re-epitelisasi, kontraksi luka dan reorganisasi
b. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesembuhan Luka Menurut Smelzer
(2002) dibagi 2, yang dikutip dari Herawati (2010.hlm.24) yaitu :
1) Faktor internal:
a) Usia
Penyembuhan luka lebih cepat terjadi pada usia muda dari pada
orang tua. Orang yang sudah lanjut usianya tidak dapat mentolerir
stress seperti trauma jaringan atau infeksi.
b) Cara perawatan
Penanganan yang kasar menyebabkan cedera dan memperlambat
penyembuhan.
c) Personal hygiene/Kebersihan diri
Personal higiene (kebersihan diri) dapat memperlambat
penyembuhan, hal ini dapat menyebabkan adanya benda asing seperti
debu dan kuman.
d) Over aktivitas
Aktifitas yang terlalu banyak dapat menghambat perapatan tepi
luka. Mengganggu penyembuhan yang diinginkan.
e) Infeksi
Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan
meningkatkan granulasi serta pembentukan jaringan parut. Akumulasi
darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang harus
2) Faktor eksternal:
a) Tradisi atau linggkungan
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk perawatan
pasca persalinan masih banyak digunakan, meskipun oleh kalangan
masyarakat modern. Misalnya untuk perawatan kebersihan genital.
b) Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat
menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabilapengetahuan
ibu kurang telebih masalah kebersihan maka penyembuhan lukapun
akan berlangsung lama.
c) Sosial ekonomi dan sarana prasarana
Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama
penyebuhan perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu dalam
melakukan aktifitas sehari-hari pasca persalinan. Jika ibu memiliki
tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi penyembuhan luka
perineum berlangsung lama karena timbulnya rasa malas dalam
merawat diri.
d) Penanganan petugas
Pada saat persalinan, pembersihannya harus dilakukan dengan
tepat oleh penangan petugas kesehatan, hal ini merupakan salah satu
penyebab yang dapat menentukan lama penyembuhan luka perineum.
e) Kondisi ibu dan Gizi
Makanan yang mengandung zat – zat gizi yang dapat diubah
menyebabkan ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan
mempercepat masa penyembuhan luka perineum (Almatsier,
2008.hlm.3).
c. Faktor penghambat penyembuhan luka
Penghambat keberhasilan penyembuhan luka menurut Johnson (2004,
hal.370) adalah sebagai berikut :
1) Malnutrisi
Malnutrisi secara umum dapat mengakibatkan berkurangnya kekuatan
luka, baik luka tersebut merupakan luka traumatis, luka akibat tindakan
bedah, ataupun luka tebuka yang kronik, dapat meningkatkan dehisensi
luka, meningkatkan kerentanan terhadap infeksi, dan parut dengan kualitas
yang buruk. Defisien nutrisi (sekresi insulin dapat dihambat, sehingga
menyebabkan glukosa darah meningkat) tertentu dapat berpengaruh pada
penyembuhan (Morison, 2007.hlm.19).
2) Merokok
Nikotin dan karbon monoksida diketahui memiliki pengaruh yang
dapat merusak penyembuhan luka, bahkan merokok yang dibatasi pun
dapat mengurangi aliran darah perifer. Merokok juga mengurangi kadar
vitamin C yang sangat penting untuk penyembuhan. (Johnson, 2004,
hal.370)
3) Kurang tidur
Gangguan tidur dapat menghambat penyembuhan luka, karena tidur
meningkatkan anabolisme dan penyembuhan luka termasuk ke dalam
4) Stres
Ansietas dan stres dapat mempengaruhi sistem imun sehingga
menghambat penyembuhan luka (Johnson, 2004, hal.371).
5) Kondisi medis dan terapi
Imun yang lemah karena sepsis atau malnutrisi, penyakit tertentu
seperti AIDS, ginjal atau penyakit hepatik dapat menyebabkan menurunnya
kemampuan untuk mengatur faktor pertumbuhan, inflamasi, dan sel-sel
proliperatif untuk perbaikan luka (Johnson, 2004, hal.371).
6) Apusan kurang optimal
Melakukan apusan atau pembersihan luka dapat mengakibatkan
organisme tersebar kembali disekitar area kapas atau serat kasa yang lepas
ke dalam jaringan granulasi dan mengganggu jaringan yang baru terbentuk
(Johnson, 2004, hal.371).
7) Lingkungan optimal untuk penyembuhan luka
Lingkungan yang paling efektif untuk keberhasilan penyembuhan luka
adalah lembab dan hangat (Johnson, 2004, hal.371).
8) Infeksi
Infeksi dapat memperlambat penyembuhan luka dan meningkatkan
granulasi serta pembentukan jaringan parut (Johnson, 2004, hal.371).
C. Hubungan perawatan luka dengan Kesembuhan luka perineum
Perawatan luka perineum pada hakikatnya merupakan masalah kebersihan.
Perineum dibersihkan dengan larutan antiseptic ringan tiap kali sesudah buang air
kecil dan besar. Panas dari lampu listrik dapat digunakan untuk mengeringkan
hari dengan menggunakan air dan sabun yang lembut adalah tindakan yang baik
sekali untuk mempertahankan agar perineum selalu bersih dan bebas dari secret
yang iritatif (Oxorn, 2010.hlm 447).
Menurut Varney, (2007) akibat perawatan perineum yang tidak benar dapat
mengakibatkan kondisi perineum yang terkena lokhea menjadi lembab sehingga
sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang dapat menyebabkan timbulnya
infeksi pada perineum.
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga
menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan menambah
ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman luka. Pada kenyataan
fase-fase penyembuhan akan tergantung pada beberapa faktor termasuk ukuran dan
tempat luka, kondisi fisiologis umum pasien, dan cara perawatan luka perineum
yang tepat (Morison, 2007 hlm.53).
Skema 2.1 Skema Kerangka Teori
Faktor internal :
Faktor eksternal : 1.Tradisi atau lingkungan
2.Pengetahuan
3.Sosial ekonomi dan sarana prasarana
4.Penanganan petugas
5. Kondisi ibu dan gizi
Kesembuhan Luka