• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR. sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II KONSEP DASAR

A. Pengertian

Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau sectio caesaria adalah suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim.

(Mochtar, R 1998 ) Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim.

(Mansjoer, A, 2001 ). Post operasi adalah keadaan dimana telah dilakukan operasi atau pembedahan untuk melahirkan janin.

(Mansjoer, A, 2001 ). Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

(Prawirohardjo, 1999) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Post Sectio Caesaria dengan letak sungsang adalah masa setelah melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding uterus untuk memudahkan proses kelahiran janin karena sumbu janin berada terhadap sumbu ibu atau terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bawah kavum uteri.

Sectio Caesarea mempunyai beberapa tipe sebagai berikut : 1. Sectio Caesarea transperitonealis

a. Sectio Caesarea klasik (korporal)

(2)

kira-kira sepanjang 10 cm. Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih 3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada riperitonearisasi yang baik

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan b. Sectio Caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran isi uterus ke rongga periutoneum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan kurang atau lebih kecil.

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat menye-babkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.

(3)

2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi. 2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

(Mochtar, 1998)

B. Anatomi Fisiologi

Organ reproduksi wanita terbagi atas organ eksterna dan interna. Organ eksterna berfungsi dalam kopulasi, sedangkan organ interna berfungsi dalam ovulasi, sebagai tempat fertilisasi sel telur dan perpindahan blastosis, dan sebagai tempat implantasi; dapat dikatakan berfungsi untuk pertumbuhan dan kelahiran janin.

(Sumber : Winknjosastro, 2005) (Sumber : Winknjosastro, 2005)

Gambar 3 – 1 Genitalis eksterna

(4)

1. Organ Eksterna a. Mons Pubis

Mons pubis atau mons veneris adalah bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan anterior simphisis pubis. Setelah pubertas kulit mons pubis tertutup rambut ikal yang membentuk pola distribusi tertentu (escutcheon).

(Cunningham, 1995)

b. Labia Mayora

Merupakan dua buah lipatan kulit dengan jaringan lemak di bawahnya yang berlanjut ke bawah sebagai perluasan dari mons pubis dan menyatu menjadi perinium. Pada wanita menjelang dewasa ditumbuhi oleh pubis lanjutan dari mons veneris. Secara embriologis labio mayora homolog dari skrotum pada pria. Setelah melahirkan beberapa kali, labia mayora menjadi tidak terlalu menonjol dan pada usia lanjut biasanya menjadi keriput. Panjang labia mayora 7 sampai 8 cm, lebar 2 sampai 3 cm, tebal 1 sampai 1,5 cm dan agak meruncing pada ujung bawah. Pada nullipara kedua sisi labia terletak berdekatan sehingga menutupi sama sekali jaringan di bawahnya, sedangkan multipara labia mayora bisa terbuka lebar. Labia mayora berlanjut menjadi mons pubis di bagian superior dan bersatu menjadi perinium di bagian posterior, sedangkan pada daerah medial bergabung menjadi komisura posterior.

(5)

Pada labia mayora banyak terdapat kelenjar minyak. Di bawah kulitnya terdapat jaringan ikat padat yang kaya akan serabut elastin dan jaringan lemak, tetapi hampir tidak ditemukan unsur otot. Pada bagian di bawah kulit terdapat gumpalan lemak yang merupakan bagian terbesar labia, pada jaringan lemak ini terdapat suatu pleksus venosus yang sebagai akibat trauma eksternal dapat robek dan membentuk hematoma. (Cunningham, 1995)

c. Labia Minora

Bagian dalam dari bibir besar yang berwarna merah jambu. Di labia minora terdapat frenulum klitoris, preputium dan frenulum pudenti. Labia minora adalah 2 buah lipatan pipih dari jaringan berwarna kemerahan yang terlihat bila labia mayora dibuka dan jaringan yang kedua sisinya menyatu pada ujung atas vulva. Pada nullipara labia minora tidak terlihat, sedangkan pada multipara labia minora sering terlihat menonjol di atas labio mayora. Bagian dalam lipatan labia terdiri dari jaringan ikat dengan banyak pembuluh darah dan serabut otot polos, seperti biasa yang ditemukan pada jaringan yang erektil. Jaringan labia minora menyatu di bagian superior dimana masing-masing terpisah membentuk 2 lamellae, pasangan lamellae sebelah bawah membentuk frenulum klitoris, sedangkan pasangan sebelah atas meyatu membentuk prepusium klitoris

(6)

d. Klitoris

Klitoris identik dengan penis pada pria kira-kira sebesar kacang hijau sampai cabai rawit dan ditutupi oleh frenulum klitoris. Klitoris terdiri dari :

1) Glans

Glans terdiri dari sel-sel berbentuk flisi fonnis 2) Korpus

Terdapat 2 korpora kavernosa, dimana pada dindingnya terdapat serabut otot polos.

3) Krura

Bentuknya tipis dan panjang berawal di permukaan inferior ramus iskiopubis dan menyatu tepat di bawah pertengahan arkus pubis membentuk korpus klitoris.

Panjang klitoris jarang melebihi 2 cm bahkan dalam keadaan ereksi sekalipun dan posisinya sangat berlipat karena tarikan labia minora. Akibatnya ujung klitoris mengarah ke bawah dan menuju liang vagina.

(Cunningham, 1995)

e. Vulva

Vulva adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang mulai dari klitoris, kanan kiri di batasi bibir kecil, sampai ke belakang di batasi perineum (Prawirohardjo, 1999).

(7)

f. Vestibulum

Merupakan daerah berbentuk buah amandel yang dibatasi labia minora di lateral dan memanjang dari klitoris di atas hingga fourchet di bawah. Vestibulum adalah jaringan fungsional pada wanita yang berasal dari urogenital pada embrio. Pada tahap kematangan terdapat 6 buah lubang: uretra, vagina, 2 saluran kelenjar bartholini dan kadang kala terdapat duktus dari kelenjar parauretral atau disebut juga duktus skene. Bagian posterior vestibulum antara fourchet dan liang vagina disebut fossa navikularis, yang agak jarang terlihat kecuali pada wanita multipara karena biasanya rusak setelah melahirkan.

Di sekitar vestibulum terdapat kelenjar vestibularis mayor yaitu kelenjar bartholini. Kelenjar ini terletak di bawah otot konstriktor vagina dan kadang kala ditemukan tertutup sebagian oleh bulbus vestibularis.

(Cunningham, 1995)

g. Introitus vagina

Introitus vagina adalah pintu masuk ke vagina. Dilindungi oleh labia minora, dapat dilihat jika bibir kecil dibuka, ditutupi oleh selaput dara (hymen).

(Mochtar, 1998)

h. Selaput dara (hymen)

Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina. Biasanya berlubang membentuk semilunaris, anulinaris, tapisan, septata, atau

(8)

fimbria. Bila tidak berlubang disebut atresia himenalis atau himen imperforata. Himen akan robek pada koitus apalagi setelah bersalin. Sisanya disebut kurunkula himen atau sisa himen.

(Mochtar, 1998)

i. Perineum

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata-rata 4 cm. Jaringan yang menopang perineum adalah diagfragma pelvis dan urogenital. Diagfragma pelvis terdiri dan muskulus levator ani dan muskulus koksigeus. Diagfragma urogenital terdiri dari muskulus perinialis transversalis profunda, muskulus kontriktor uretra dan selubung fasia eksterna dan internal.

(Cunningham, 1995)

2. Organ Internal

Gambar 3 – 3 Genitalis interna

(Sumber : Winknjosastro, 2005) a. Vagina

Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan ke belakang dari vulva hingga uterus.

(9)

Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang dari 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan.

Dinding Vagina terdiri atas empat lapisan :

1) Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberi kelembaban.

2) Jaringan konektif areolor yang dipasok pembuluh dengan baik. 3) Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler. 4) Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih.

Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat serviks melajur ke dalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi empat bagian : Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.

(Sumber : Winknjosastro, 2005)

(10)

b. Uterus

Uterus merupakan organ muskuler yang sebagaian tertutup oleh peritonium atau serosa. Bentuk uterus menyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior.

Uterus wanita primipara panjang 6 - 8 cm, dibandingkan dengan wanita multipara yang panjangnya 9 – 10 cm. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50 - 70 gram, sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. Uterus terdiri atas :

1). Fundus Uteri

Merupakan bagian uterus proksimal, di situ kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Di dalam klinik penting diketahui sampai dimana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilandapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri.

2). Korpus Uteri

Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukrosa. Mempunyai fungsi utama agar janin berkembang.

3). Servik Uteri

Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kalogen, ditambah jaringan elastin serta

(11)

pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servikalis tersumbat dapat terbentuk kista retensi berdiameter beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histologik uterus terdiri atas :

a) Endometrium di corpus uteri dan endoserviks di serviks uteri Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 cm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang di dalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel, kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab.

b) Miometrium

Miometrum merupakan jaringan pembentuk sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin di dalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1996 banyaknya serabut otot pada

(12)

uterus sedikit demi sedikit berkurang ke arah kaudal, sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama melalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot di serviks.

c) Lapisan serosa, yakni peritonium viseral

Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentrum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah :

(1). Ligamentum Kardinal Sinistra et Dextra (Mackenroat)

Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina.

(2) Ligamentum Sakro Uterium Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.

(3) Ligamentum Rotundum Sinistra et Dextra

Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.

(13)

(4) Ligamentum Latum Sinistra at Dextra

Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat di bagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (Ovarium Sinisira at Dextra).

(5) Ligamentum Infudibula Pelvicium

Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya terdapat urat-urat syaraf, saluran-saluran limfe, arteri dan vena ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan corpus uteri diliputi oleh peritonium viseral yang mudah sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesika uterina

Uterus diberi darah oleh arteri uterina sinistra at dextra yang terdiri dari ramus asenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra at dextra. Inversasi uterus terdiri dari atas sistem saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini berada dalam panggul di sebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2,3 dan 4, dan selanjutnya memasuki frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus melalui bifurkasio aorta dan promotorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut

(14)

memberi inervosi pada meometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik dapat menimbulkan kontraksi dan vasokontriksi sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vosodillatasi.

c. Tuba Falopi

Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8 - 1 4 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan lumennya dilapisi membran mukosa.

Tuba falopi terdiri atas :

1) Pars Interstisialis, merupakan bagian yang terdapat di dinding uterus 2) Pars Ismika, merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. 3) Pars Ampularis, bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi

terjadi.

4) Pars Infudibulum, bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan ke dalam tuba,

d. Ovarium

Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan sekresi

(15)

hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 - 5 cm, lebar 1 , 5 - 3 cm, dan tebal 0,6 - 1 cm. Setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis di antara iliaka eksternal yang divergen dan pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica woldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi:

1). Korteks

Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah terletak ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari kortek yang kusam dan keputih-putihan sebagai tunika albuginea, dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel kuboit yaitu epitel germinal dari woldeyer.

2). Medula

Terdiri dari jaringan penyambung longgar yang berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medula dan sejumlah kecil serat otot polos yang berfungsi dalam pergerakan ovarium-ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ovarium sangat kaya dengan serat saraf tak bermyelin, yang untuk sebagaian besar menyertai pembuluh darah

(16)

3. Fisiologi Post Partum

Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002) antara lain : a. Involusio

Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil, terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang.

a) Involusio uterus

Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri (TFU), setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 - 2 jari di bawah pusat, pada hari ke -6 TFU normalnya berada di pertengahan simpnisis pubis dan pusat, pada hari ke -9 TFU sudah tidak teraba.

b). Involusio tempat melekatnya placenta

Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang berkontraksi serta trombosis pada endometrium terjadi pembekuan sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang.

b) Lochea

Kotoran yang keluar dari liang senggama, terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama.

(17)

Menurut pembagiannya : 1) Lochea rubra

Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.

2) Lochea sanguilenta

Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah, pada hari ke 3 - 6 post partum.

3) Lochea alba

Berwarna putih atau jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1 - 2 minggu setelah melahirkan.

(Cunningham, 1995)

4. Adaptasi fisik

a. Tanda-tanda vital

Suhu meningkat akan menyebabkan terjadinya dehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu di atas 38°c dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu.

b. Adaptasi kardiovaskuler

1). Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring ke duduk. Keadaan

(18)

sementara sebagai kompensasi kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan pendarahan.

2). Denyut nadi berkisar 60 - 70 kali per menit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa pembakaran melaui kulit sering terjadi terutama malam hari.

c. Adaptasi traktus uranius

Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang dapat mengakibatkan oedem dan menghilangkan sensitifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidak mampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.

d. Adaptasi sistem gastrointestinal

Diperlukan waktu 3 - 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1-2 hari.

e. Adaptasi sistem endokrin

Perubahan buah dada, umumnya produksi ASI baru berlangsung pada hari ke 2 - 3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri.

f. Adaptasi sistem muskuloskeletal

Otot diding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor.

(19)

g. Perinium

Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post natal hari ke 5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (Multipara).

(Wiknjosastro, 2005) h. Fase Penyembuhan Luka

1) Fase inflamasi

Terjadi pada hari ke-1 sampai hari ke-4, pada waktu ini terjadi bekuan darah, ketika mikro sirkulasi mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi, plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus spasium vaskuler selama 2 – 3 hari, menyebabkan edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.

2) Fase proliferatif

Terjadi pada hari ke-5 sampai hari ke-20, pada fase ini fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk kuncup pada pinggiran luka, kuncup ini berkembang menjadi kapiler yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan granulasi yang baru.

Kolagen adalah komponen utama dari jaringan ikat yang digantikan. Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopoli sakarida. Dalam periode 2 sampai 4 minggu, rantai asam amino membentuk serat-serat dengan panjang dan diameter yang

(20)

meningkat, serat-serat ini menjadi kumpulan bundel dengan pola yang tersusun baik. Sintesis kolagen menyebabkan kapiler untuk menurun jumlahnya dalam upaya untuk menyeimbangkan jml kolagen yang rusak. Sintesis dan lisis seperti ini mengakibatkan peningkatan kekuatan.

3) Fase maturasi

Terjadi pada hari ke-21 sampai sebulan atau bahkan tahunan, fibroblas mulai meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar, sampai fibri kolagen menyusun ke dalam posisi yang lebih padat. Hal ini sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai kekuatan maksimum dalam 10 sampai 12 minggu, tetapi tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan sebelum luka.

(Mochtar, R, 1998)

5. Adaptasi psikososial

Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu : a) Fase taking in (fase dependen)

1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.

2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dan bertanggung jawab sebagai ibu dan lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik

(21)

meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya.

3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan.

b) Fase taking hold (fase independent)

1) Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya.

2) Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya.

3) Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.

c) Fase letting go (fase interdependent)

Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru. 1) Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih

meningkat.

2) Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya

( Bobak, Lowdermik, Jensen, 2004 )

C. Macam-macam Anestesi

1. Pengertian

Anestesi adalah suatu tindakan untuk menghilangkan kesadaran disertai hilangnya rasa sakit yang sifatnya sementara. Anestesi pada setiap keadaan membawa problema-problema tersendiri sesuai dengan kondisi penderita, sebab obat-obat anestesi bersifat depresi pada organ-organ vital.

(22)

2. Aspek farmakologik anestesi yaitu : a. Narkotik dan analgesik

b. Sedatif, hipnotik, dan neuroleptik c. Relaksasi otot-otot

d. Vasokonstriktor dan vasopresor e. oksitosik

3. Teknik anestesi a. Anestesi Umum

1) Pengertian

Adalah menghilangkan rasa nyeri secara sentral yang disertai dengan hilangnya kesadaran.

2) Fisiologi terjadinya anestesi

Obat anestetika masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan, yang pertama terpengaruh adalah jaringan yang kaya akan pembuluh darah yaitu otak sehingga kesadaran menurun atau hilang, disertai hilangnya rasa nyeri dan lain-lain.

3) Cara pemberian obat :

a) Melalui rectum : Tiopental 10%, kloralhidrat b) Intramuskular : ketamin HCl, diazepam

c) Intra vena : Tiopental 5%, 2,5% diazepam, ketamin d) Perinhalasi : N2O, halotan, eter, metoksi, fluaton

(23)

4) Kontra indikasi :

a) Kontra indikasi mutlak payah jantung.

b) Kontra indikasi relatif, tergantung kepada efek farmakologis dari obat yang dipakai yaitu :

(1) Kelainan jantung : hindarkan pemakaian obat yang mendepresi miokard, misalnya eter, tiopental dan halotan. (2) Kelainan hepar : hindarkan obat yang dimetabolisme di

hepar

(3) Kelainan ginjal : hindarkan obat yang diekresi di ginjal, misal petidin atau gallarmin, morfin.

(4) Kelainan paru : hindarkan obat-obat yang menyebabkan hipersekresi saluran pernafasan yang mengakibatkan pengentalan sekresi dalam paru misal eter.

(5) Kelainan endokrin : pada diabetes melitus hindarkan pemakaian obat yang merangsang simpatis karena menyebabkan peninggian gula darah misal eter.

b. Anestesi regional dan lokal 1) Pengertian

Adalah untuk menghilangkan impuls rasa nyeri dari bagian tubuh tertentu dengan cara memblokir hantaran syaraf sensorik untuk sementara.

Fungsi motorik dapat terkena atau tidak sama sekali, dan penderita tidak kehilangan kesadarannya. Yang termasuk anastesi

(24)

regional adalah :

a) Topikal : obat anestesi diberikan pada akhir serabut syaraf di mukosa dengan cara menyemprot atau mengoles

b) Infiltrasi : obat anestesi regional dengan cara infiltrasi langsung pada garis insisi atau luka.

c) Field block : obat anestesi regional dengan cara membentuk dinding anestesi sekitar daerah operasi.

d) Blok syaraf : obat anestesi regional dengan cara suntikan langsung ke syaraf atau sekitar syaraf yang mempersyarafi bagian badan tertentu. Misal anestesi spinal, epidural atau peridural.

Cara kerja obat anestesi regional adalah bergabung dengan protoplasma sel syaraf dan menghasilkan anestesi dengan cara mencegah depolarisasi yang ditimbulkan oleh impuls transmisi. Syaraf-syaraf motorik, karena penampang yang lebih kecil dan selubung myelin syaraf sensorik yang lebih tipis.

2) Kontra indikasi

a) Kelainan daerah punggung : spondilitis, infeksi kulit. b) Kelainan kardiovaskuler : arrythmia, hypertensi c) Anemia berat

d) Mungkin terjadi komplikasi pasca operatif, seperti sakit kepala, meningitis atau paralisis.

(25)

D. Etiologi Letak Sungsang 1. Penyebab letak sungsang

a. Sudut ibu

Keadaan rahim : rahim arkuatus, septum pada rahim, uterus duplek, mioma bersama kehamilan, keadaan placenta : placenta letak rendah, placenta previa, keadaan janin lahir : Kesempitan panggul, deformitas tulang panggul, terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala.

b. Sudut janin

Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang : Tali pusat pendek atau lilitan tali pusat, Hidrosefalus atau anensephalus, Kehamilan kembar, Hidronion atau oligohidronion, Prematuritas.

Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian terbesar dan keras, serta paling berat melalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju ke arah pintu atas pinggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas panggul.

(26)

2. Indikasi Sectio Caesaria

a. Placenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit

Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin via naturalis ialah CV : 8 cm panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sectio caesaria. CV antara 8 - 10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder.

c. Dispoporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul.

d. Ruptur uteri mengancam e. Partus lama (prolanged labor) f. Partus tak maju

g. Distorsia servik

h. Pre eklamsi dan hipertensi i. Mal presensi janin :

1). Letak lintang

a). Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.

b). Seandainya baru pertama kali hamil primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.

(27)

c). Sudah pernah melahirkan lebih dari 1 kali dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.

2). Letak sungsang

Macam-macam letak sungsang

Berdasarkan komposisi dan bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut:

a) Letak bokong murni (Frank Breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki mengungkit ke atas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk. b) Letak bokong kaki sempurna (Complete Breech)

Terjadi bila diperiksa teraba bokong kedua kaki berada di samping bokong.

(Manuaba, 1998)

E. Penatalaksanaan Post Sectio Caesaria

Adapun penatalaksanaan pada pasien Post Sectio Caesaria yaitu pertama kali dengan mengkaji tanda-tanda vital, tingkat dan derajat nyeri, pemberian obat analgetik untuk menghilangkan nyeri dapat berupa : cefotaxim, tramadol. Pemberian cairan infus sesuai dengan advis dokter, misalnya RL 20 tpm. Pasien diajarkan tirah baring pada hari kedua, mengajarkan teknik relaksasi dan distraksi untuk mengurangi nyeri, pemberian perawatan luka post sectio caesaria dilakukan pada hari ketiga dengan teknik aseptik.

(28)

F. Komplikasi

Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain : 1. Infeksi puerperal ( nifas )

Infeksi post operasi terjadi apabiia sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi.

a). Infeksi bersifat ringan :kenaikan suhu beberapa hari saja.

b). Infeksi bersifat sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung.

c). Infeksi bersifat berat : dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus teriambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama.

Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik yang adekuat dan tepat.

2. Perdarahan

Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 - 1000 ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbaka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta.

3. Emboli pulmonal

Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal).

(29)

4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.

5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.

(Mochtar, R, 1998)

G. Pengkajian Fokus

1. Pengkajian

a. Aktivitas / istirahat

1)Melaporkan kelebihan, kurang energi 2)Letargi, mengantung akibat anestesi b. Sirkulasi

1) TD dapat meningkat

2) Kehilangan darah pada tindakan Sectio Caesaria mencapai kurang lebih 600-800 ml

3) Perdarahan vagina mungkin ada c. Eliminasi

1)Distensi usus atau kandung kemih mungkin ada 2)Kateter urinarius mungkin terpasang

d. Integritas ego

1) Mungkin sangat cemas dan ketakutan

2) Dapat menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan sampai ketakutan, marah dan menarik diri

3) Mungkin mengekspresikan ketidak mampuan untuk menghadapi situasi baru

(30)

e. Nyeri / Ketidaknyamanan

Mungkin mengeluh ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya trauma bedah / insisi, nyeri menyertai, distensi kandung kemih / adomen, efek-efek anestesi.

f. Keamanan

Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda atau kering dan utuh. g. Makanan atau cairan

Dapat mengeluh lapar, haus, nyeri pada epigastrik (pengaruh anestesi) h. Seksualitas

1) Kehamilan multiple atau gestasi, malahirkan secara sectio caesaria sebelumnya

2) Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus i. Pemeriksaan penunjang

Pada klien Sectio Caesaria sering terjadi perubahan volume darah dari kadar pra operasi dan untuk mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan, perlu dilakukan pemeriksaan hematologi. Pemeriksaan hematologi yang diperlukan adalah hitung jumlah darah lengkap, hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Ht). Selain itu juga terdapat pemeriksaan urinalisis : kultur urine, darah, vaginal dan lochea. Terdapat juga pemeriksaan tambahan berdasarkan kebutuhan individual.

(31)

H. Pathways Efek sekunder Efek anestesi Kesadaran menurun • Penumpukan sekret di jalan nafas • Reflek batuk menurun • Reflek menelan Akumulasi sekret berlebih di jalan nafas bersihan jalan nafas

tidak efektif Faktor indikasi

Sectio caesaria Letak sungsang

Persalinan

Tindakan pembedahan Spontan

Post sectio caesaria

Perubahan psikologis Perubahan fisiologis

Taking in Dependen butuh perlindungan Kelemahan fisik Defisit perawatan diri Taking hold Belajar perubahan baru Kurang informasi Kurang pengetahuan Letting go Mampu menyesuaikan dengan keluarga Mandiri Laktasi Penurunan hormon estrogen dan progesteron Peningkatan hormon prolaktin ASI keluar Uterus Kontraksi uterus meningkat Gangguan rasa nyaman nyeri Penurunan hormon estrogen Penurunan tonus otot dan motilitas

usus turun Konstipasi Luka post Sectio Caesaria • Reflek hisap • Putting menonjol Adekuat Potensial efektifnya laktasi • Bayi menolak • Putting lecet • Reflek hisap lemah Tidak Adekuat Tidak efektifnya Jaringan terputus Jaringan terbuka Nyeri Imobilisasi Intoleransi aktivitas Terputusnya kontinuitas jaringan Pintu masuk kuman Invasi bakteri Resiko infeksi Terdapat sayatan pada luka Jaringan terbuka Pembuluh darah terbuka Perdarahan Resiko syok hipofolemik Sumber : Bobak, I.M, 2004, dkk

(32)

I. Diagnosa Keperawatan

1. Tidak efektifnya bersihnya jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anastasi.

2. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan 3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder luka post operasi. 4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme

sekunder terhadap pembedahan.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan dampak sekunder dari luka post sectio caesaria.

6. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang teknik menyusui.

(Doenges, 2001) dan (Carpenito, 2000)

J. Fokus Intervensi

1. Tidak efektifnya bersihnya sekresi jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret dari pengaruh anestasi.

Tujuan : mempertahankan kepatenan jalan nafas Kriteria hasil : bunyi nafas baik

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital

b. Atur posisi tidur pasien dengan kepala miring tanpa bantal c. Ajarkan pasien cara batuk efektif dan nafas dalam

(33)

2. Resiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan terjadinya perdarahan. Tujuan : tidak terjadi syok

Kriteria hasil :. Tidak terjadi perdarahan Intervensi :

a. Monitor jumlah perdarahan b. Monitor tanda-tanda vital c. Observasi pengeluaran lochea d. Observasi kontraksi uterus

e. Kolaborasi tim medis untuk pemberian terapi.

3. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan sekunder luka post operasi. Tujuan : - nyeri hilang atau berkurang

Kriteria hasil :

a. Pasien mengeluh nyeri hilang atau nyeri berkurang b. Ekspresi wajah tampak rileks

Intervensi :

a. Kaji karakteristik nyeri b. Monitor KU dan TTV pasien

c. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi d. Berikan posisi yang nyaman pada pasien

(34)

4. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap pembedahan.

Tujuan : tidak terjadi infeksi Kriteria hasil :

1. Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor, tumor dan fungsiolesa) 2. TTV normal terutama suhu (36-37oC)

Intervensi :

a. Cuci tangan sebelum kontak dengan pasien b. Monitor tanda-tanda vital

c. Monitor tanda-tanda infeksi pada luka post operasi d. Anjurkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan luka e. Lakukan ganti balut pada hari ketiga post operasi f. Berikan antibiotika sesuai program.

5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik dan dampak sekunder dari luka post sectio caesaria.

Tujuan : pasien dapat meningkatkan dan melakukan aktivitas sesuai kemampuan tanpa disertai nyeri

Kriteria hasil :

Pasien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktivitas.

(35)

Intervensi

a. Kaji respon pasien terhadap aktivitas

b. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan adl. c. Tingkatkan aktivitas secara bertahap

d. Anjurkan pasien untuk istirahat

6. Resiko terjadinya konstipasi berhubungan dengan menurunnya aktifitas. Tujuan : Tidak terjadi konstipasi

Kriteria hasil :

a. Pasien dapat mengerti penyebab konstipasi b. Pasien dapat BAB, BAB tidak keras Intervensi :

a. Kaji peristaltik usus

b. Palpasi abdomen apakah ada penumpukan masa atau tidak

c. Anjurkan pada pasien untuk makan makanan yang banyak mengandung serat

d. Anjurkan pada pasien untuk minum yang banyak e. Kolaborasi pemberian obat suppositorial.

7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang teknik menyusui.

Tujuan : Pasien dapat mengerti dan memahami tentang teknik menyusui Kriteria hasil :

a. Pasien dapat belajar dan menyerap informasi yang diberikan. b. Pasien dapat melakukan teknik menyusui yang baik

(36)

Intervensi :

a. Kaji tingkat pendidikan dan pengetahuan pasien tentang prinsip-prinsip menyusui.

b. Jelaskan mengenai gizi waktu menyusui.

c. Kaji respon pasien dalam menerima pendidikan kesehatan

d. Minta pasien untuk menjelaskan kembali informasi yang telah diberikan. (Carpenito, L.J. 2000)

Gambar

Gambar 3 – 2 Genitalis eksterna
Gambar 3 – 3 Genitalis interna

Referensi

Dokumen terkait

For those under the same amount of previous episodes (three or more) in the per-protocol sample, 37% participants experienced relapse in the MBCT condition and 66%

Adanya pertukaran antara uang dengan uang, dengan jumlah yang tidak sama, yaitu dis satu sisi premi yang dibayar oleh nasabah, dan di sisi yang lain klaim yang dibayarkan

Laporan Penerimaan Sparepart Laporan Pengeluaran Sparepart Laporan Rekapitulasi File Pemasok ID Pemasok Nama Pemasok Alamat Telepon Add Simpan Edit Hapus Update Batal

Pelatihan hidup pintar dengan sistem kewirausahaan merupakan program pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan sebagai wujud kepedulian terhadap kemajuan

Populasi dalam penelitian ini 23 SMP dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 23 SMP ( total sampling). Teknik pengumpulan data yang digunakan adala

Bahasa yang digunakan adalah bahasa yang penuh dengan pertimbangan logis, masuk akal, berdasarkan sumber hukum, berdasarkan ilmu, sehingga tidak salah kalau salah satu

Dalam Peraturan Pemerintah itu, pemerintah memasukkan industri pakaian jadi (konveksi) dari tekstil sebagai bidang usaha yang memperoleh fasilitas pajak

Penyusun mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Tesis ini dengan judul :