BAB II KONSEP DASAR
A. Konsep Teori 1. Pengertian
Post partum atau masa nifas (puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim (Mansjoer Arief, 1999).
Letak lintang adalah apabila sumbu panjang janin terletak melintang (Saifudin Abdul Bari, 2002).
Jadi pengertian post partum sectio caesarea atas indikasi letak lintang adalah masa setelah melahirkan hingga kira-kira 6 minggu di mana proses persalinan tersebut melalui pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim atas indikasi letak lintang yaitu mal presentasi pada janin di mana sumbu panjang janin terletak melintang.
2. Anatomi Fisiologi
Sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian (Prawirohardjo, S., 1997), yaitu:
a. Organ reproduksi bagian luar (external)
Gambar Genitalia External
1) Mons veneris: merupakan bagian yang menonjol dan terdiri dari jaringan lemak yang menutupi bagian depan symphisis pubis, setelah pubertas kulit dari mons veneris tertutup oleh rambut.
2) Labia mayora dan labia minora
Labia mayora berbentuk lonjong dan menonjol merupakan dua lipatan kulit yang menutupi lemak, berbatasan dengan mons, bagian dalam menyerupai selaput lender dan mengandung banyak kelenjar sebasea, bagian luar kulit labia lebih tebal, gelap dan berambut.
Labia minora terletak di antara labia mayora, lebih sempit, lipatan kulit tanpa rambut, kaya akan vaskularisasi, pembuluh saraf dan glandula.
3) Clitoris
Merupakan organ pendek, silindris dan erektil, mengandung banyak urat-urat saraf sensoris dan pembuluh darah, analog dengan penis laki-laki.
4) Vestibulum
Berbentuk ovoid, mengandung meatus uretra, introitus vagina, kelenjar bartholini, kelenjar skene (analog dengan kelenjar prostat) dan hymen.
5) Fourchette
Merupakan lipatan jaringan tipis, mendatar transversal yang dibentuk dari perbatasan labia mayora dan minora tempat dibagian tengah di bawah orificium vagina.
6) Perineum
Merupakan jaringan otot yang terbungkus kulit pada darah antara introitus vagina dan anus.
b. Organ reproduksi bagian dalam (interna)
1) Vagina
Terletak di depan rectum, di belakang kandung kemih dan struktur tubuler, kaya vaskularisasi dan intervensi, dinding otot polos memiliki mukosa glanduler, lipatan transversal atau rugae.
2) Ovarium
Ada 2 di kiri dan kanan uterus, homolog dengan testis pada laki-laki, ukurannya 3 x 2 x 1 cm dengan berat 3 gram, saat ovulasi ukurannya menjadi 2 kali lipat, permukaan kasar dan noduler. Fungsinya ovarium untuk ovulasi dan produksi hormon estrogen, progesterone, androgen.
3) Tuba Uteri
Merupakan lapisan muskuler tipis, peristaltic dibantu oleh estrogen dan prostaglandin, mengandung cilia dan sekresi mukosa. Tuba sendiri terdiri dari Infundibulum, Ampula, Isthmus, dan bagian Inter Stitial.
4) Uterus
Organ lurus, berongga, muskuler dan mengandung dinding yang tebal seperti pear, berat uterus pada wanita tidak hamil 60 gram. Bagian uterus terdiri dari: fundus, corpus, dan isthmus sedangkan dinding uterus terdiri dari endometrium, myometrium dan peritoneum parietal. Fungsi uterus adalah untuk siklus menstruasi, kehamilan dan persalinan.
5) Cervix
Mempunyai karakteristik kemampuan menegang selama persalinan normal, elastisitas cervix dipengaruhi oleh: tingginya kandungan jaringan konektif dan serabut yang elastis, banyaknya lipatan ke dalam dari endocervical dan kandungan serabut otot.
3. Jenis-jenis Operasi Sectio Caesarea
Menurut Wiknjosastro 1999, jenis-jenis operasi sectio caesarea sebagai berikut:
a. Sectio Caesarea Transperitonealis Yang dibagi menjadi dua yaitu:
1) Sectio caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm.
2) Sectio Caesarea Ismika (Profunda)
Dilakukannya dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.
b. Sectio Caesarea Ekstra Peritoneal
Insisi dilakukan untuk melepaskan peritoneum dari kandung kemih dan dipisahkan ke atas, sedangkan pada segmen bawah uterus diadakan incisi melintang untuk melahirkan bayi. Jenis operasi ini dilakukan pada infeksi intrapartum yang berat dan mencegah terjadinya peritonitis.
4. Indikasi dan Kontra Indikasi Sectio Caesarea
Menurut Rustam Mochtar, indikasi sectio caesarea sebagai berikut: a. Placenta previa sentralis dan lateralis (posterior).
b. Panggul sempit.
c. Disproporsi sefalo-pelvik. d. Ruptura uteri mengancam. e. Partus lama (prolonged labor). f. Partus tak maju (obstructed labor) g. Distosia serviks.
h. Pre eklamasi dan hipertensi. i. Mal presentasi janin.
1) Letak lintang
2) Letak bokong dianjurkan sectio caesarea bila di antaranya terdapat: panggul sempit, primigravida, janin besar dan berharga.
3) Presentasi dahi dan muka (letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
4) Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
5) Gemelly, menurut Eastman, sectio caesarea dianjurkan bila: janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation), terjadi interlock, distosia oleh karena tumor dan adanya gawat janin, dan sebagainya.
Sedangkan kontra indikasi sectio caesarea menurut Winknjosastro, 2000 adalah: Janin mati, syok, anemia berat sebelum diatasi dan kelainan congenital berat (monster).
5. Komplikasi Sectio Caesarea
Menurut Rustam Mochtar, 1998 a. Infeksi Puerpural (nifas)
1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2) Sedang : dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, di mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penangananya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotik yang adekuat dan tepat.
b. Perdarahan disebabkan karena:
Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri, perdarahan pada placental bed.
c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
6. Adaptasi Fisiologi Ibu Post Partum (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005)
a. Perubahan pada uterus 1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di tengah garis, kira-kira 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam tinggi fundus kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung sangat cepat, fundus turun kira-kira 1 – 2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 tinggi fundus sekitar 2 jari di bawah umbilikus dan uterus tak teraba lagi pada hari ke-9 setelah persalinan.
Sub involusi ialah kegagalan uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil. Penyebab sub involusi yang paling sering adalah tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Selama 1 sampai 2 jam pertama postpartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan
menjadi tidak teratur, karena penting untuk mempertahankan kontraksi uterus selama masa ini.
3) Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium. Menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.
b. Tempat plasenta
Setelah persalinan terjadi vasokontriksi vaskuler dan diikuti pertumbuhan endometrium untuk mencegah scar/ jaringan perut dan kembali sempurna pada akhir minggu ke-3 persalinan, dari bekas pelepasan plasenta akan keluar lochea.
1) Lochea Rubra
Mengandung darah dan debris desidua serta debris trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah muda atau coklat setelah 3 sampai 4 hari (lochea scrosa).
2) Lochea Serosa
Terdiri dari darah lama (old blood), serum, leukosit dan debis jaringan sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warnanya kuning sampai putih (lochea alba).
3) Lochea Alba
Mengandung leukosit, desidua, selepitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan selama 2 sampai 6 minggu setelah bayi lahir.
c. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula sekitar 18 jam setelah melahirkan. Pada hari ke-4 sampai 6 setelah melahirkan dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam muara serviks. Pada akhir minggu ke-2 hanya tungkai kuret kecil yang dapat dimasukkan.
d. Vagina dan Perineum
Terjadi penipisan mukosa dan tidak ditemukan adanya penonjolan rugae. Rugae atau tonjolan pada vagina akan kembali setelah 4 minggu persalinan, sedangkan vagina dan perineum akan pulih setelah 6-8 minggu.
e. Sistem Endokrin
Beberapa perubahan terjadi pada sistem endokrin selama masa puerperium yaitu hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Keadaan hormon plasenta lactogen (HPL) mencapai keadaan yang tidak terdeteksi dalam 24 jam. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya dicapai kira-kira satu minggu postpartum penurunan kadar
estrogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan di uterus cairan ekstraseluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang menyusui pada pasca partum hari ke-17. Pada hormon pituitary keadaan prolaktin pada darah meningkat dengan cepat selama kehamilan. Pada waktu menyusui kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu ke enam setelah melahirkan. Pada wanita yang tidak menyusui mengalami penurunan kadar prolaktin mencapai rentang sebelum hamil dalam dua minggu.
f. Sistem Urinaria
Kandung kemih merupakan hasil filtrasi ginjal, terjadi penekanan oleh uterus yang membesar selama kehamilan dan akan kembali normal setelah beberapa bulan.
g. Sistem Gastro Intestinal
Secara khas penurunan tonus dan motilitas otot tractus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Efek dari analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal. Buang air besar bisa tertunda dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan, keadaan ini disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa postpartum. Pada anestesi general dalam pembedahan berakibat pada penurunan kerja tonus otot saluran pencernaan. Sehingga motilitas makanan lebih
lama berada di saluran pencernaan akibat pembesaran rahim. Pada umumnya terjadi gangguan nutrisi pada 24 jam pertama setelah persalinan.
h. Payudara
Sekresi dan ekresi kolustrum berlangsung hari ke-2 dan ke-3 setelah persalinan. Payudara menjadi penuh, tegang dan kadang nyeri, tetapi setelah proses laktasi maka perawatan payudara akan terasa lebih nyaman.
i. Sistem Kardiovaskuler
Pada post operasi volume darah cenderung mengalami penurunan dan kadang diikuti peningkatan suhu selama 24 jam pertama. Pada 6-8 jam pertama biasanya terjadi bradikardi dan perubahan pola napas akibat efek enestesi.
j. Muskuluskeletal
Hilangnya tonus otot disebabkan karena adanya peregangan otot-otot dinding abdomen selama kehamilan. Setelah trimester tiga rectus abdominalis menjadi terpisah yang menyebabkan isi abdomen menonjol pada garis tengahnya. Umbilicus menjadi datar bahkan menonjol setelah kelahiran, otot-otot tersebut secara berangsur-angsur kembali seperti semula.
k. Tanda Vital
Peningkatan kecil sementara baik peningkatan tekanan darah systole maupun diastole dapat timbul dan berlangsung sekitar empat hari
setelah melahirkan. Fungsi pernapasan kembali normal seperti sebelum hamil pada bulan keenam setelah melahirkan.
l. Sistem Neurologi
Perubahan neurologis setelah melahirkan merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang terjadi saat hamil dan disebabkan trauma yang dialami saat melahirkan. Nyeri kepala yang timbul pada postpartum bisa disebabkan berbagai hal, termasuk hipertensi akibat kehamilan, stres dan kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural selama jarum epidural diletakkan di tulang punggung untuk anestesi spinal. Lama nyeri bervariasi dari satu hari sampai beberapa minggu, tergantung penyebab dan efektifitas pengobatan.
m. Sistem Integumen
Diaforesis adalah perubahan yang paling jelas terlihat pada postpartum. Kloasma, hiperpigmentasi biasanya akan memudar atau menghilang saat kehamilan berakhir.
7. Adaptasi Psikologis Ibu Postpartum (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005)
Menurut Rubin ada 3 fase adaptasi psikologi yang dialami oleh ibu postpartum yaitu:
a. Fase Dependen (Taking in Phase)
Berlangsung selama satu sampai dua hari pertama setelah melahirkan, ibu mengalami ketergantungan pada orang lain dan memindahkan
energi psikologisnya kepada anaknya. Ibu terlihat pasif dan memerlukan istirahat serta makanan yang adekuat.
b. Fase Dependen Mandiri (Fase Taking-Hold)
Pada hari kedua atau ketiga keinginan ibu untuk mandiri timbul dengan sendirinya. Pada fase ini merupakan tahap yang paling tepat untuk melakukan penyuluhan karena ibu lebih berespon untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih merawat bayinya.
c. Fase Interdependen (Fase Letting Go)
Tahap ini dimulai pada hari terakhir minggu pertama persalinan, ibu dan keluarga memulai penyesuaian terhadap kehadiran anggota keluarga yang baru serta peran yang baru.
8. Penatalaksanaan
a. Persiapan Pre-Operasi 1) Persiapan penderita:
a) Menerangkan kepada penderita dan keluarganya alasan dilakukan operasi untuk melahirkan janin dan memberikan pengertian serta kekuatan mental kepada mereka dalam menghadapi keadaan ini, dan diperlukan juga izin/ persetujuan penderita dan keluarga (Informed Consent).
b) Penjelasan tentang prosedur operasi yang akan dijalani, misalnya: jenis anestesinya, persiapannya dan tindakan setelah operasi.
c) Melakukan pengosongan kandung kencing. Pada sectio caesarea dipasang kateter menetap (dower catheter).
d) Mengosongkan isi rectum. Pada plasenta previa tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan perdarahan.
e) Mencukur rambut pubis dan daerah dinding perut pada operasi per abdominam.
f) Memasang cairan infus.
g) Melakukan pemeriksaan fisik penderita, laborat darah, ultrasonografi.
2) Persiapan kamar dan alat-alat operasi
Memberitahukan kepada tim OP operasi yang bertugas bahwa ada operasi supaya menyiapkan kamar operasi dan peralatannya. 3) Persiapan tim operasi
b. Penatalaksanaan post operasi menurut Cunningham, 1995 1) Tanda vital
Dievaluasi setiap 4 jam pada 24 jam pertama. 2) Masukan makanan
Ini bervariasi di antara dokter. Banyak yang membatasi sampai bising usus aktif dan mengeluarkan gas. Sebaliknya beberapa dokter ahli kebidanan segera memberikan diet umum atau cairan jernih pada hari pertama dan diet umum pada hari kedua.
3) Aktifitas
Pada hari pertaa pasca bedah, penderita harus dimobilisasi dengan bantuan perawat untuk miring kanan atau kiri, batuk efektif, bernafas dalam tiap 1-2 jam setiap bangun.
4) Cairan
Untuk pemberian cairan 3 liter termasuk RL sudah cukup untuk pembedahan.
5) Kateter
Kateter dapat dilepas setelah 12 jam post operasi atau setelah efek anestesi menghilang, untuk mencegah distensi pada kandung kemih.
6) Obat untuk nyeri dan mual
Untuk mengurangi rasa sakit dan mual dapat diberikan secara intravena atau intramuscular.
7) Antibiotik
Pastikan untuk melanjutkan antibiotik profilaktik atau terapeutik sesuai indikasi. Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi. 8) Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin pasca operasi diperlukan, bila HB di bawah 8 gr% dipertimbangkan untuk transfusi.
9. Pathways
Penurunan curah jantung tindakan section caesarea
post operasi section caesarea
adaptasi psikologis
fase taking in
kelemahan fisik (ketergantungan pada orang lain)
intoleransi aktifitas
fase taking hold
berfokus pada bayi dan dirinya
kurang informasi belajar hal yang baru kurang pengetahuan fase taking go mandiri
insisi pada dinding abdomen kulit terputusnya kontinuitas jaringan luka insisi Pintu masuk kuman untuk berkembang biak risiko infeksi
Gangguan rasa nyaman: nyeri nyeri
syaraf Pembuluh darah terputus perdarahan (500-800 ml) resiko defisit volume cairan penipisan mukosa vagina penurunan hormone vagina dan perineum Rugac tidak ada hipofise anterior endokrin hipofise progesteron porterior endokrin prolaktin meningkat produksi ASI di alveoli kelemahan fisik ASI tidak disusukan Ketidakefektifan laktasi mamae bengkak, penuh nyeri laktasi efektif ASI keluar merangsang kontraksi miopitel oksitosis meningkat uterus involusi uterus nyeri pengeluaran lochea bersifat alkalis kuman mudah berkembang biak
adaptasi fisiologis efek anestesi spinal
hipotensi
Resiko cidera maternal
Gangguan pola tidur
Penurunan fungsi GI
Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Gangguan eliminasi BAB kontipasi Penurunan motilitas usus Sumber : Doengoes, 2000 Wiknjo Sastro, 1999 Bobak, 2005 faktor predisposisi letak lintang
B. Konsep Keperawatan 1. Pengkajian
a. Pola aktifitas dan istirahat
Pengaruh dari anestesi dapat menimbulkan kelemahan, keletihan, kurang energi dan mengantuk.
b. Sirkulasi
Tekanan darah bervariasi, bisa lebih rendah pada respon anestesi atau meningkatkan pada respon terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan, edema bila ada, mungkin dependen (ditemukan pada ekstremitas bawah, ekstremitas atas dan wajah).
c. Integritas ego
Reaksi emosional dapat berubah-ubah, misalnya: eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat yang dapat terjadi karena faktor kelelahan.
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
Distosia, nyeri tekan uterus, trauma jaringan luka bekas operasi, perasaan dingin atau otot tremor “menggigil”.
e. Makanan atau cairan
Dapat mengeluh lapar, haus, mual, nyeri pada epigastrik (pengaruh anestesi) cairan meningkat (penyebab edema).
f. Eliminasi
Hemoroid sering ada dan menonjol, kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis, atau kateter urinarius mungkin dipasang.
g. Neurosensori
Sensori dan gerakan ekstrimitas bawah menurun akibat adanya anestesi spinal atau analgesia kaudal atau epidural.
h. Keamanan
Penyakit hubungan seksual aktif (herpes) inkompabilitas RH yang berat, adanya komplikasi ibu seperti hipetensi, diabetes, penyakit ginjal atau jantung. i. Seksualitas
Melahirkan sesarea sebelumnya, bedah utenis dan serviks sebelumnya, gerakan bayi mungkin berkurang. Tumor atau neoplasma mungkin dapat menghambat pelvis atau jalan lahir.
j. Pemeriksaan diagnostik
1) Hitung darah lengkap, golongan darah (ABO), dan pencocokan silang test coombs.
2) Urinalisa : menentukan kadar albumin atau glukosa.
3) Kultur: mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe III. 4) Pelvimetri: menentukan CPD.
5) Amniosetesis: mengkaji maturitas paru janin.
6) Ultrasonografi: melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan dan presentasi bayi.
7) Pemantauan elektronik kontinu: memastikan status janin atau aktifitas utenis.
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan sekunder akibat pembedahan (Doenges, 2000).
Tujuan : nyeri berkurang.
Kriteria hasil : - Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang. - Klien dapat istirahat dengan tenang.
Intervensi :
1) Kaji nyeri (skala, intensitas, durasi, lokasi). 2) Monitor tanda-tanda vital.
3) Lakukan reposisi, semi fowler atau miring.
4) Anjurkan dan dorong pasien dengan teknik relaksasi, misalnya latihan nafas dalam.
5) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. 6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi.
b. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya insisi pembedahan dan nyeri Tujuan : Klien dapat meningkatkan aktifitas sesuai toleransi tanpa
nyeri.
Kriteria hasil : Klien dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas.
Intervensi :
1) Kaji respon pasien terhadap aktifitas.
2) Catat tipe anestesi yang diberikan pada saat operasi. 3) Anjurkan klien beristirahat.
5) Tingkatkan aktifitas secara bertahap.
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan peningkatan perentanan tubuh terhadap bakteri sekunder terhadap pembedahan (Carpenito, 2000)
Tujuan : Tidak terjadi infeksi.
Kriteria hasil : - Tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kolor, dolor tumor dan fungsioleasa).
- Suhu dalam batas normal (36.50 C – 375 C). Intervensi :
1) Monotoring tanda-tanda vital.
2) Kaji luka pada abdomen dan balutan.
3) Menjaga kebersihan sekitar luka dan lingkungan pasien, perawatan luka dengan teknik aseptik.
4) Catat atau pantau kadar Hb dan Ht. 5) Kolaborasi pemberian antibiotik.
d. Resiko defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan darah dalam pembedahan (Doenges, 2000).
Tujuan : Tidak terjadi defisit volume atau meminimalkan defisit volume cairan.
Kriteria hasil : Membran mukosa lembab, kulit tidak kering.
Intervensi :
2) Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan, missal: posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air hangat di atas perineum.
3) Catat munculnya mual atau muntah. 4) Periksa pembalut, banyaknya perdarahan. 5) Beri cairan infus sesuai program.
e. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin (Doenges, 1999).
Tujuan : Nutrisi dapat terpenuhi, tidak terjadi gangguan nutrisi. Kriteria hasil : Tidak terjadi penurunan berat badan secara drastis. Intervensi :
1) Kaji status nutrisi secara terus menerus selama perawatan. 2) Catat masukan oral selama 24 jam, riwayat makanan. 3) Kaji aktifitas dengan istirahat, tingkatkan teknik relaksasi. 4) Beri diit secara bertahap setelah peristaltic usus bekerja kembali. 5) Kolaborasi pada tim gizi.
f. Ketidak efektifan menyusui berhubungan dengan keletihan maternal (Carpenito, 2000)
Tujuan : Proses penyusui efektif
Kriteria hasil : Tidak terjadi pembengkakan mammae dan ibu mengerti metode menyusui.
Intervensi :
2) Bicarakan keuntungan dan kerugian menyusui. 3) Bantu pertama kali menyusui.
4) Berikan kompres hangat selama 15 – 20 menit sebelum menyusui untuk mencegah bengkak.
5) Ajarkan cara perawatan payudara.
g. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan (Doenges, 2000)
Tujuan : Klien dapat mengerti, memahami cara perawatan pasca persalinan.
Kriteria hasil : Klien dapat belajar, menyerap informasi yang diberikan dan melakukan perawatan postpartum.
Intervensi :
1) Kaji kemampuan, pengetahuan klien.
2) Beri penjelasan setiap akan melakukan tindakan dan prosedur keperawatan.
3) Ajarkan cara perawatan luka post operasi dengan teknik antiseptik. 4) Diskusikan perlunya tidur dan istirahat.
5) Berikan informasi pada pasien tentang laktasi, proses menyusui.
h. Resiko tinggi cidera maternal berhubungan dengan hipotensi maternal akibat anestesi spinal (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005).
Tujuan : Tidak terjadi hipotensi.
Kriteria hasil : Denyut nadi dan tekanan darah dalam batas normal. Intervensi :
1) Beri posisi kepala lateral.
Rasional : Menghindari kompresi aortokaval 2) Pertahankan infus IV
Rasional : Mengembangkan volume darah, meningkatkan curah jantung
3) Monitor tanda vital
Rasional : Memungkinkan identifikasi dini hipotensi maternal
i. Gangguan eliminasi BAB (konstipasi) berhubungan dengan penurunan motilasi usus sekunder terhadap efek anestesi (Carpenito, 1999)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan eliminasi BAB (konstipasi).
Kriteria hasil : Klien dapat BAB, BAB tidak keras. Intervensi :
1) Kaji pada klien apakah ada gangguan dalam BAB.
2) Anjurkan pada klien untuk makan makanan yang banyak mengandung serat.
3) Kaji apakah klien sudah flatus apa belum. 4) Anjurkan untuk minum yang banyak.
5) Kolaborasi pemberian obat laksatif (pelancar BAB).
j. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa tidak nyaman / nyeri (Bobak, Lowdermilk, Jensen, 2005).
Tujuan : Pola tidur tidak terganggu
Klien tampak lebih rileks saat terjaga Intervensi :
1) Atur waktu khusus untuk rutinitas perawatan Rasional : Memperbaiki pola tidur individu
2) Ciptakan lingkungan yang nyaman (meminimalkan kebisingan) Rasional : Mengurangi rancangan dari luar yang menganggu 3) Mengatur tidur siang tanpa gangguan (saat bayi tidur)
Rasional : Mengurangi aktivitas 4) Batasi pengunjung saat istirahat
Rasional : Memberi ketenangan dan meningkatkan istirahat
5) Diskusikan teknik yang pernah dipakai klien untuk meningkatkan istirahat misalnya minum air hangat, membaca.
Rasional : Meningkatkan relaksasi
6) Lakukan upaya untuk menciptakan rasa nyaman saat nyeri tiba misalnya menggosok punggung klien.
Rasional : Mengurangi nyeri dan ketegangan BAB 2