AdilAdil
Adil
Adil
16 Penting untuk dicatat bahwa dalam tata perencanaan pembangunan nasional saat ini, dengan dihapuskannya GBHN, Indonesia tinggal memiliki PROPENAS (Program Perencanaan Pembangunan Nasional) sebagai dokumen perencanaan pembangunan tertinggi. Propenas yang ditetapkan sebagai UU yang dalam penjabarannya menjadi RPJM (Rencana Pembangunan Jangka Menengah) berdasar PERPRES No.9/2005 secara teorits seharusnya menjadi acuan bagi daerah-daerah otonom dalam penyusunan PROPEDA (Program Perencanaan Daerah) yang lebih lanjut dijabarkan ke dalam RENSTRA (Rencana Strategis) masing-masing. Namun dengan sistem pemilihan kepala daerah langsung, legitimasi politik pimpinan daerah untuk menjalankan janji-janji politiknya lebih kuat dibandingkan untuk mengikuti ketentuan PROPENAS.
Dalam pola hubungan UKM dengan hipermarket tersebut, hipermarket mengenakan uang pendaftaran (sejumlah uang yang harus dibayar pemasok untuk menempatkan produk dagangannya di hipermarket) dan biaya-biaya lainnya (biaya promosi, dan lain-lain) kepada para pemasoknya, termasuk UKM. Kebijakan uang pendaftaran dan beban biaya promosi oleh para pemasok besar pada umumnya tidak dianggap sebagai masalah karena praktek tersebut sudah lazim dilaksanakan dalam pola hubungan tersebut di manapun. Namun persoalannya menjadi lain ketika UKM pemasok produk tidak mampu membayar uang pendaftaran dan biaya biaya lainnya tersebut. Biaya pendaftaran tersebut menjadi beban biaya yang menghambat akses UKM sebagai pemasok hipermarket.
Menurut pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi pemasok pasar moderen (anggotanya kebanyakan UKM), kasus kasus seperti ini sebenarnya cukup banyak terjadi namun sangat jarang persoalan ini dibawa ke publik. Keberanian pelaku UKM untuk membawa kasus ini ke publik menjadi persoalan serius karena sampai ke berbagai institusi terkait termasuk ke KPPU (Komite Pengawasan Persaingan Usaha) dan mendapat tanggapan yang luas dari masyarakat. Dalam penjelasannya di media masa, hipermarket yang bersangkutan menjelaskan bahwa jumlah uang pendaftaran yang dikenakan tergantung pada posisi pasar pemasok, semakin tidak dikenal dan tidak diperlukan produk tersebut, biaya pendaftaran yang dikenakan semakin tinggi. Dalam praktek ini, produk produk perusahaan besar bahkan ada yang tidak harus membayarnya karena hipermarket yang justru membutuhkan produk mereka; namun hampir semua pemasok kecil harus membayar biaya pendaftaran dalam jumlah yang bervariasi.
Bila mengacu pada prinsip permintaan dan penawaran, contoh kasus di atas memperlihatkan bagaimana mekanisme pasar tidak sempurna bekerja – modal/kekuatan besar menekan modal kecil. Pertanyaannya adalah apakah adil untuk membebankan biaya pendaftaran kepada UKM, dan
bahkan ketika pelaku kecil bangkrut, hipermarket menolak untuk mengembalikan uang tersebut. Kompetisi bebas mengalahkan kompetisi yang adil! Dengan adanya persaingan tidak sempurna tersebut, intervensi pemerintah melalui Keppres yang direncanakan akan diterbitkan, seharusnya menekankan prinsip persaingan yang adil dibandingkan persaingan bebas. Sudah saatnya bagi pemerintah untuk menata ulang pola hubungan bisnis antara UKM dengan hipermarket dengan memberikan perlakuan khusus bagi UKM – bukan untuk mendapat proteksi – namun untuk menjamin kompetisi yang adil, karena UKM mempunyai kesempatan sangat kecil untuk berkompetisi dengan pelaku besar. Dengan mengakomodasi kebutuhan khusus UKM, diharapkan meningkatkan akses perdagangannya yang berujung pada peningkatan kapasitasnya.
Dalam kebijakan tersebut, skala pelaku kecil seperti apa yang berhak mendapatkan manfaat perlakuan khusus tersebut tentu harus didefinisikan secara jelas. Maka menjadi penting untuk mengintegrasikan berbagai macam definisi tentang UKM dalam satu UU sebagai referensi tunggal peraturan perundang-undangan lain yang terkait. UU No.9/1995 tentang Koperasi & UKM perlu didefinisikan ulang dengan mempertimbangkan berbagai definisi yang dibuat tiap-tiap departemen/ intitusi pemerintah, untuk menghasilkan suatu definisi yang kelak menjadi satu-satunya acuan untuk berbagai macam kepentingan berbagai pemangku peran pembangunan UKM. Beberapa definisi UKM yang dibuat lembaga swadaya masyarakat, lembaga donor dan lain-lain perlu dipertimbangkan untuk mengakomodasi berbagai aspek kebutuhan pengembangan UKM.
Permasalahan penting dalam UU No. 13/2000 yang mengatur ketenagakerjaan dan peraturan perundangan pendukungnya adalah mengenai ketentuan pengupahan. Mengenai upah minimum, UU tersebut menentukan bahwa perusahaan wajib mematuhi ketentuan upah minimum untuk melindungi pekerja. UU tersebut telah mengatur dengan baik bahwa perusahaan yang belum mampu memenuhi ketentuan upah minimum diberikan kesempatan untuk mengajukan penundaan tapi sebelumnya harus mendapat persetujuan dari pemerintah. Ketentuan mengenai hal ini selanjutnya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja (Kepmenaker) No.231/MEN/2003 yang mensyaratkan perusahaan yang meminta penundaan pelaksanaan upah minimum untuk mendapat persetujuan Serikat Pekerja dan menyertakan hasil audit dari perusahaan/kantor akuntan publik dalam permohonannya. Syarat persetujuan dari serikat pekerja dimaksudkan untuk menjamin hubungan industrial antara majikan dan pekerja; sedangkan syarat hasil audit laporan keuangan untuk membuktikan bahwa perusahaan yang bersangkutan memang tidak/belum mampu membayar sesuai ketentuan upah minimum.
Untuk usaha kecil dan menengah, khususnya perusahaan kecil, ketentuan hasil audit tersebut sangat memberatkan karena kapasitasnya untuk membuat catatan keuangan perusahaan yang memenuhi ketentuan standar akuntasi sangat minim bahkan di hampir semua kasus sama sekali tidak memiliki kapasitas tersebut. Juga hampir tidak mungkin bagi perusahaan kecil memenuhi kewajibannya membayar kantor akuntan publik untuk melakukan audit keuangan perusahaannya. Hambatan tersebut memaksa perusahaan kecil tidak mematuhi ketentuan yang ada dan tidak melaporkannya ke Departemen Tenaga Kerja, atau dengan kata lain UKM memilih beroperasi secara informal.
Setidaknya terdapat dua kerugian negara dan masyarakat karena praktek ini. Pertama, potensi pendapatan pajak negara hilang karena dalam