• Tidak ada hasil yang ditemukan

Agama Budha

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Dunia I (Halaman 135-141)

Peradaban India

C. Perkembangan Agama Hindu dan Budha

2) Agama Budha

Agama Budha muncul ketika beberapa golongan menolak dan menentang pendapat kaum Brahmana dari agama Hindu, yang dipelopori oleh Sidharta Gautama (566-486 SM), anak Shidodana, raja kapilawastu Nepal.

Agama Buddha lahir di negara India, lebih tepatnya lagi di wilayah Nepal sekarang, sebagai reaksi terhadap agama Brahmanisme. Sejarah agama Buddha mulai dari abad ke-6 SM sampai sekarang dari lahirnya Buddha Siddharta Gautama. Dengan ini, ini adalah salah satu agama tertua yang masih dianut di dunia. Agama Buddha berkembang dengan unsur kebudayaan India, ditambah dengan unsur-unsur kebudayaan Helenistik (Yunani), Asia Tengah, Asia Timur dan Asia Tenggara. Dalam proses perkembangannya, agama ini praktis telah menyentuh hampir seluruh benua Asia dan telah menjadi agama mayoritas di beberapa negara Asia seperti Thailand, Singapura, Kamboja, Myanmar, Taiwan, dsb.

Agama Budha tidak mengakui kesucian kitab-kitab Weda dan tidak mengakui aturan pembagian kasta dalam msyarakat. Oleh karena itu, ajaran agama Budha sangat menarik bagi golongan kasta rendah. Kitab cuci agama Budha bernama Tripitaka. Setelah seratus tahun sang budha wafat, timbul bermacam-macam penafsiran terhadap hakikat ajaran sang Budha. Akhirnya penganut ajara Budha terbagi menjadi dua aliran yaitu Budha Hinayana dan budha Mahayana.

Budha Hinayana melambangkan ajaran sang

Budha sebagai kereta kecil yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Pada aliran ini yang berhak menjadi “Sanggha”” adalah para biksu dan biksuni yang berada di Wihara.

Budha Mahayana merupakan aliran yang

melambangkan ajaran sang Budha sebaga kereta besar yang bermakna sifat terbuka. Penganut aliran ini mengejar pembebasan bagi diri sendiri, tapi juga bermisi pembebasan bagi orang lain. Pada aliran ini setiap orang berhak menjadi Sanggha Budha, sejauh sanggup menjalankan ajaran dan petunjuk sang Budha.

Persamaan Hindu dan Budha

- Agama Hindu dan Budha selalu berusaha untuk dapat dasar-dasar ajaran kebenaran dan kehidupan di dunia. Maka tindakan yang dilakukan oleh manusia diarahkan kepada tindakan-tindakan yang dibenarkan agama.

- Agama Hindu maupun agama Budha bertujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari rasa kegelapan atau mengantarkan umat manusia untuk dapat mencapai tujuan hidupnya.

Perbedaan Hindu dan Budha

Pada agama Hindu, kehidupan masyarakat dikelompokkan menjadi empat golongan yang juga disebut dengan kasta. Kasta adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat yang diterima secara turun temurun. Kasta dalam agama Hindu terdiri atas:

- Brahmana (pemuka agama/pendeta)

- Ksatria (pemegang pemerintahan atau raja, bansawan)

- Sudra (pembantu atau pekerja keras)

Dalam agama Budha, tidak diakui adanya kasta dan bahkan memandang kehidupan seseorang dalam masyarakat adalah sama. Munculnya agama Budha menarik perhatian masyarakat dari golongan kelas bawah.

Agama Budha berkembang pesat pada masa Raja Asyoka (3 SM) hingga menyebar ke Srilanka, China, Jepang, Thailand, Kamboja, dan Indonesia.

Kesusastraan

Kesusatraan India yang terkenal adalah kisah Mahabrata dan Ramayana, yang berisi tentang perang antara Pandawa dan Kurawa.

Sebagai dampak dari berkembangnya budaya Indo-Eropa adalah munculnya Agama Hindu. Menurut sejarahnya, Agama Hindu mempunyai usia yang cukup tua dan panjang, dan merupakan agama yang pertama kali dikenal oleh umat manusia. Kami mencoba mendefinisikan kapan dan dimana Hindu di sebarkan dan berkembang. Agama Hindu pada kelanjutannya telah melahirkan kebudayaan yang sangat kompleks baik dalam bidang astronomi, ilmu pertanian, filsafat, dan ilmu-ilmu yang lain. Sehingga kadang ada kesan rumit ketika kita berniat memahami ajaran Agama Hindu.

Pencetusnya ialah Siddhartha Gautama yang dikenal sebagai Gautama Buddha oleh pengikut-pengikutnya. Ajaran Buddha sampai ke negara Tiongkok pada tahun 399 Masehi, dibawa oleh seorang bhiksu bernama Fa Hsien. Masyarakat Tiongkok mendapat pengaruhnya dari Tibet disesuaikan dengan tuntutan dan nilai lokal.

Setiap aliran Buddha berpegang kepada Tipitaka sebagai rujukan utama karena dalamnya tercatat sabda dan ajaran sang hyang Buddha Gautama. Pengikut-pengikutnya kemudian mencatat dan mengklasifikasikan ajarannya dalam 3 buku yaitu Sutta

Piaka (kotbah-kotbah Sang Buddha), Vinaya Piaka (peraturan atau tata tertib para bhikkhu) dan

Abhidhamma Piaka (ajaran hukum metafisika dan psikologi).

Dengan membaca konsep Ketuhanan Yang Maha Esa ini, kita dapat melihat bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah berlainan dengan konsep Ketuhanan yang diyakini oleh agama-agama lain. Perbedaan konsep tentang Ketuhanan ini perlu ditekankan di sini, sebab masih banyak umat Buddha yang mencampur-adukkan konsep Ketuhanan menurut agama Buddha dengan konsep Ketuhanan menurut agama-agama lain sehingga banyak umat Buddha yang menganggap bahwa konsep Ketuhanan dalam agama Buddha adalah sama dengan konsep Ketuhanan dalam agama-agama lain.

Bila kita mempelajari ajaran agama Buddha seperti yang terdapat dalam kitab suci Tripitaka, maka bukan hanya konsep Ketuhanan yang berbeda dengan konsep Ketuhanan dalam agama lain, tetapi banyak konsep lain yang tidak sama pula. Konsep-konsep agama Buddha yang berlainan dengan konsep-konsep dari agama lain antara lain adalah konsep-konsep tentang alam semesta, terbentuknya Bumi dan manusia, kehidupan manusia di alam semesta, kiamat dan Keselamatan atau Kebebasan.

sambodhi) atau pencerahan sejati dimana roh manusia tidak perlu lagi mengalami proses tumimbal lahir. Untuk mencapai itu pertolongan dan bantuan pihak lain tidak ada pengaruhnya. Tidak ada dewa – dewi yang dapat membantu, hanya dengan usaha sendirilah kebuddhaan dapat dicapai. Buddha hanya merupakan contoh, juru pandu, dan guru bagi makhluk yang perlu melalui jalan mereka sendiri, mencapai pencerahan rohani, dan melihat kebenaran & realitas sebenar-benarnya.

Segera setelah Buddha Gautama parinibbana, 500 murid yang telah menjadi Arahat berhimpun menyelenggarakan Konsili I di Rajagaha. Konsili yang didukung oleh Raja Ajatasattu dari Magadha ini mengumpulkan semua ajaran Buddha, dikelompokkan atas Sutta dan Vinaya, secara sistematis.

Seabad kemudian dengan bantuan Raja Kalasoka di Vesali diselenggarakan Konsili II yang diikuti 700 Arahat. Ketika itu terbentuk dua kelompok, yaitu Sthaviravada yang mempertahankan pelaksanaan peraturan secara kaku dan Mahasanghika yang mengijinkan penghapusan peraturan yang dianggap tidak penting.

Konsili II diadakan di Pataliputta di bawah pemerintahan Raja Asoka (247 SM), tidak berhasil melenyapkan perbedaan aliran, tetapi berhasil menghimpun Abhidhamma. Aliran yang didukung Raja Asoka adalah Vibhajyavada.

Konsili IV diadakan di Jalandhara di bawah dukungan Raja Kaniska (Abad I), yang menyusun komentar-komentar terhadap Tripitaka. Aliran yang dominan adalah Sarvastivada, aliran yang menggunakan bahasa Sansekerta. Seribu tahun setelah Konsili IV

cendekiawan memberikan kontribusi terhadap filsafat Mahayana. Maha Bodhisatva-Maha Bodhisatva menjadi populer melalui tradisi Vajrayana.

Menurut catatan Sri Lanka, Konsili IV di Jalndhara tidak diikuti oleh aliran Theravada. Catatan sejarah dari aliran Theravada menyatakan bahwa Konsili V diadakan di Mandalay, Burma (1871) dan berhasil memahatkan Tipitaka Pali secara lengkap pada 729 lempengan marmer. Konsili VI yang juga dihadiri Bhikkhu-Bhikkhu barat diselenggarakan di Rangoon, Burma, dimulai pada hari Waisak tahun 1954 dan berakhir tepat sebelum hari Waisak tahun 1956.

Agama Buddha masuk Sri Lanka pada abad III SM melalui Bhikkhu Mahinda (putra Raja Asoka) dan kemudian sangat populer. Pada abad V M Buddhagosa memberikan kontribusi besar bagi literatur Theravada. Setelah sempat tertidur pada masa penjajahan, agama Buddha bangkit kembali pada akhir abad XIX. Agama Buddha masuk Cina dari Asia Tengah pada abad I SM, mula-mula dianggap asing dan baru tahun 335 bangsa Cina diperbolehkan menjadi bhiksu. Namun pada tahun 400, 1200 naskah telah diterjemahkan.

6

Dalam dokumen Sejarah Peradaban Dunia I (Halaman 135-141)