• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3. Agama dan Kepercayaan

Mayoritas masyarakat Baduy menganut kepercayaan animisme yakni sunda wiwitan, wiwitan yang bermakna asli, jati atau pokok. Maksudnya adalah kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Baduy bersumber pada

pikukuh atau aturan adat yang dilestarikan dan disepakati secara bersama yang dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan sehari-hari, dengan dielaborasi dengan kepercayaan-kepercayaan lainnya, seperti Hindu, Budha dan Islam. Isi terpenting dalam menjalankan pikukuhnya adalah melestarika n keutuhan adat tanpa ada sedikit upaya untuk merubah dengan maksud apapun. Seperti halnya pameo yang terkenal di masyarakat Baduy “Lojor henteu

beunang di potong, pendek henteu benang disambung”(Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Artinya, aturan adat yang dilestarikan bersifat mutlak untuk tetap dijaga keutuhannya, tanpa ada upaya untuk merubah, mengganti, dengan aturan-aturan lainnya.

Tuhan yang diyakini oleh penganut kepercayaan sunda wiwitan adalah Allah, dengan penyebutan yang berbeda yang biasa diungkapkan umat beragama lainnya. Masyarakat Baduy menyebut Allah dengan sebutan Batara

102 Feri Prihantoro, “Kehidupan Berk elanjutan Masyarakat Baduy,”Jurnal Bintari Foundation, 2006, hal.13

Tunggal (Tuhan yang Maha Esa), Batara Jagat (Penguasa Alam) dan Batara Seda Niskala (Yang Gaib) yang bersemayam di Buana Nyungcung (Dunia Atas).103 Pengucapan Allah termaktub di dalam dua macam kalimat Syahadat Baduy: Syahadat Baduy dalam dan Syahadat Baduy luar. Adapun syahadat Baduy dalam sebagai berikut 104:

“asyhadu syahadat Sunda Jaman Allah ngan sorangan keduanan Gusti

Rosul, ka tilu Nabi Muhammad ka opat umat Muhammad nu cicing di bumi angaricing nu calik di alam keueung”, ngacacang di alam mokaha

slamet umat Muhammad. (asyahdu syahadat Sunda Allah hanya satu, kedua para Rasul, ketiga Nabi Muhammad, keempat umat Muhammad yang tinggal di dunia ramai, yang duduk di alam takut menjelaja h dialam nafsu selamat umat Muhammad).

Syahadat tersebut diucapkan oleh masyarakat Baduy Dalam dihadapan

puun sama halnya ketika Islam awal mula turun kepada Nabi Muhammad umat muslim bersyahadat pada Nabi Muhammad atas kenabiannya. Bedahalnya dengan lafadz syahadat yang diucapkan oleh masyarakat Baduy luar mereka mengucapkan syahadat ketika sedang berlangsung upacara pernikahan secara Islami.

Sasaka Domas, merupakan kiblat ibadah pemujaan bagi umat penganut kepercayaan sunda wiwitan, disebut juga Sasaka Pusana Buana atau Sasaka Pada Ageung. 105 Tidak banyak sumber yang mengetahui secara detail bagaimana bentuk dari kiblat tempat pemujaan masyarakat Baduy, karena tempat tersebut bersifat sakral hanya orang-orang tertentu yang diperkenanka n untuk melihat secara langsung bagaimana bentuk bangunan tersebut. Hanya saja ada sumber yang mengatakan bahwa sasaka berbentuk bangunan punden berunduk atau berteras-teras sebanyak tujuh tingkatan. Kemudian pada

103 Masykur Wahid, “Sunda Wiwitan Baduy: Agama Penjaga Alam Lindung di Desa Kanekes Banten,”Artikel, pada IAIN Sultan Hasanudin Banten, Banten, hal. 5, tidak dipublikasikan

104 Masykur Wahid, hal

tingkatan paling atas terdapat batu lumpang yang oleh sumber lain dikatakan terdapat air hujan di dalam batu lumpang tersebut,106 serta lubang bergaris tinggi sekitar 90 cm, menhir dan arca batu. Arca batu tersebut yang dikenal dengan Arca Domas. Batu lumpang tersebut diyakini apabila saat pemujaan berlangsung didapati batu lumpang dalam keadaan terisi penuh oleh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes merupakan pertanda hujan pada tahun tersebut akan banyak turun dan panen akan berhasil. Sebaliknya, apabila didapati dalam keadaan kering maka diyakini merupakan kegagalan panen.107

Di atas tanah suci ini mereka melakukan ritual pemujaan terhadap roh leluhurnya, dengan memanjatkan doa dan membersihkan objek utama pemujaan Baduy. Ritual tersebut dilakukan berturut-turut pada tanggal 16,17, dan 18 pada bulan kalima dengan dipimpin oleh seorang puun wakt tiga hari ritual terdiri dari dua hari untuk pulang pergi ke tempat pemujaan, dan sehari untuk ritual ibadah muja. Dengan tujuan untuk memuja para karuhan108, nenek moyang dan menyucikan pusat dunia.109

Masyarakat Indonesia pada umumnya meletakkan pancasila sebagai

weltanschauung atau pandangan hidup dalam menjalankan aktifita s kewarganegaraannya, 110 bedahalnya dengan masyarakat Baduy yang menjadikan pikukuh sebagai pandangan hidup yang mengatur rangkaian aktifitas mereka. Pikukuh merupakan adalah cara bagaimana seharunya seseorang melaksanakan kewajiban dalam mengarungi kehidupannya sesuai

106 Masykur Wahid, hal.7

107 Ivan Masdudin, Keunik an Suk u Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia,2011),

cet II, hal. 22

108 H.A.R. Tilaar, Pedagogik Teoritis untuk Indonesia, (Jakarta: Kompas, 2015), hal. 36

109 Cecep Eka Permana, “Tata Ruang Masyarakat Baduy”, (Jakarta: Wedatama Widya, 2016), hal.21

dengan amanat karuhan atau nenek moyang.111 Pikukuh juga disebut sebagai hukum, orientasi, aktifitas-aktifitas religi yang harus dilakukan oleh masyarakat Baduy yang bersumber dari buyut. Inti dari pikukuh adalah konsep yang tidak menghendaki adanya perubahan dengan maksud apapun, seperti halnya yang tertuang dalam buyut (larangan) titipan karuhan (nenek moyang) sebagai berikut :112

Buyut nu dititipkeun ka puun Negara satelung puluh telu Bangsawan sawidak lima Pancer salawe negara Gunung teu meunang dilebur Lebak teu meunang dirusak Larangan teu meunang dirempak Buyut teu meunang dirobah Lojor teu meunang dipotong Pondok teu meunang disambung Nu lain kudu dilainkeun

Nu ulah kudu diulahkeun Nu enya kudu dienyakeun

Artinya :

Buyut yang dititipkan kepada puun Negara tigapuluh tiga

Sungai enampuluhlima negara Gunung tak boleh dihancurkan Lembah tak boleh dirusak

111 Ivan Masdudin, op,cit., hal. 21

Larangan tak boleh di langgar Buyut tak boleh diubah Panjang tak boleh dipotong Pendek tak boleh disambung Yang bukan harus ditiadakan Yang jangan harus dinafikan Yang benar harus dibenarkan

Di atas merupakan pernyataan titipan oleh karuhan kepada puun

sebagai pemegang adat, yang pada intinya adalah apapun bentuk warisan yang bersumber dari nenek moyang harus tetap dilestarikan, gunung yang tidak boleh dihancurkan, lembah tak boleh dirusak, larangan harus ditaati dsb. Tidak ada intervensi apapun yang mampu mengubah maksud dari adat istiadat tersebut, baik untuk kepentingan sendiri atau kepentingan orang luar yang justru malah membuat rusak alam (eksploitasi). Aturan adat tersebut diimplementasika n dalam bentuk ritual-ritual keagamaan, seperti halnya upacara Kawalu, upacara ngalaksa, upacara Seba, Akikah dan Perkawinan.

Dokumen terkait