• Tidak ada hasil yang ditemukan

Semua penduduk di Desa Manikliyu bersifat Homogen yaitu memeluk agama Hindu meliputi laki-laki 857 orang sedangkan untuk perempuan sebesar 869 orang.

(Profil desa, 2015). Walaupun mereka beragama Hindu, namun mereka masih cenderung mempertahankan kepercayaan asli yaitu suatu kepercayaan yang oleh Koentjaraningrat (1998: 207) kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat magis masih terdapat pada suku-suku bangsa di Indonesia walaupun sudah dipengaruhi oleh

agama-agama besar di dunia. Hal ini nampak pada sikap, berprilaku, dan mental yang masih tampak selalu bersifat mistis. Masyarakat Desa Manikliyu masih mempertahankan tempat-tempat suci yang ada di desa tersebut. Adapun tempat-tempat suci yang dimaksud adalah Pura Desa atau Bale Agung merupakan tempat pemujaan Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta alam semesta, Pura Puseh merupakan tempat pemujaan Dewa Wisnu dalam fungsinya sebagai pemelihara, sedangkan untukPura Dalem merupakan tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsinya sebagai meprelina alam semesta yang letak Pura Dalem di Desa Manikliyu di teben (bagian bawah ) desa. Selain adanya Kahyangan Tiga tersebut, juga ada beberapa pura dadia (klen) yang sekaligus merupakan Panca warga .

Upacara-upacara yang dilakukan oleh warga dalam mewujudkan rasa bhaktinya terhadap Tuhan, dibuktikan dimana adanya Prasasti Manikliyu yang hinggga kini masih disakralkan oleh warga setempat. Adapun upacara yang dilakukan pada hari Purnama, Wuku Ukir, Sasih Kawulu atau Punama nuju Kapitu yaitu Pemaktekan (piodalan) sekaligus penyucian Prasasti yang merupakan peninggalan sejarah dari desa tua sebelum adanya Desa Manikliyu di Pura Tebenan yang dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.7

Penyucian Prasasti yang ada di Desa Manikliyu

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Sebelum melakukan penyucian prasasti tersebut, pada pukul 00.00-01.00 WIB, pada malam hari prasasti tersebut diturunkan dari sebuah pelinggih Penyimpenan (tempat penyimpanan prasasti) yang berloksi dekat Pura Bale Agung Oleh Jero Mangku Rsi (Jero Mangku Pingit). Selanjutnya dibawa atau diusung oleh laki-laki yang belum menginjak dewasa menuju Pura Puseh yang ditempatkan pada Palinggih Tumpeng Tiga (Tumpang Tiga). Keesokan harinya, pada hari Purnama, warga desa mempersiapakan segala perlengkapan upacara yang disiapkan oleh warga dan Pradulu (Ulu Apad). Sebelum prasasti tersebut menuju Patirtan Kayoan Kauh atau Beji (Pura

yang memiliki sumber Mata air) warga dan pemimpin upacara (Ulu Apad) melakukan persembahyangan. Selanjutnya prasasti diturunkan dan diusung oleh beberapa orang menuju Patirtan Kayoan Kauh. Tidak hanya berupa prasasti, dalam penyucian tersebut juga ada Sesuunan (Manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dengan jumlah enam (6) yang dimana masing-masing merupakan stana setiap para dewa yang sebelumnya sudah di tapa (dipanggil) dari masing-masing pura dan penambahan tiga sana dari masing-masing dadia (klen) berjumlah 8 yang total keseluruhan berjumlah 14 Tiga Sana. Dalam perjalanan menuju pura Patirtan Kayoan Kauh diiringi oleh Sekaa Gong (penabuh gong). Sesampainya di Pura Patirtan Kayoan Kauh prasasti tersebut diletakan di atas meja yang terbuat dari beberapa ruas bambu. Di sanalah para Peduluan (Ulu Apad) memimpin jalannya upacara. Sebelum disucikan dengan tirta (air suci) dari pura tersebut, adapun tarian-tarian yang dipentaskan seperti Tari Bari Tombak dan Tari Rejang. Berikut gambar dimana perjalanan menuju Patirtan Kayoan Kauh untuk melakukan penyucian sebagai berikut.

Gambar 2.8

Masyarakat Desa Manikliyu menuju Pura Kayoan Kauh

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Gambar 2.9

Bhaktian (persembahan) yang dihaturkan oleh masyarakat

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Persembahan yang dibawa oleh masyarakat khusunya ibu-ibu adalah berupa bhaktian, yang dibawa pada saat sebelum menuju Pura Kayoan Kauh. Bhaktian ini dihaturkan di hadapan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) dan dewa-dewa yang berstana di Pura Puseh khususnya persembahan kehadapan Lontar Manikliyu sebagai ungkapan terimakasih. Bhaktian ini beriksikan pisang, jaje bali, buah-buah seperti buah salak, jeruk dll. Di bagian atas terdapat sampian sebagai pelengkap yang dihiasi dengan bunga pacar air dan kembang rampe (daun pandan).

2.5 Kesenian

Di Indonesia khusunya daerah Bali memiliki suatu keunikan atau ciri khasnya di dalam bidang kesenian, hal ini yang menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang kaya akan bentuk-bentuk kesenian lokal. Di Desa Manikliyu juga terdapat berbagai

macam kesenian baik seni tari dan seni musik. Kesenian akan terlihat atau nampak pada waktu perayaan-perayaan keagamaan di pura. Seni Tari yang sering dipentaskan dalam upacara di Desa Manikliyu adalah Tari Rejang. Tarian ini dilaksanakan sebagai tarian yang mengiringi dalam berlangsungnya suatu upacara keagamaan. Tarian ini di pentaskan oleh daha (pemudi). Adapun jenis Tari Rejang yang di tarikan oleh Janda (balu luh ) adalah Rejang Renteng. Adapun jenis tari yang lain yang juga dipentaskan oleh upacara kegaamaan seperti Baris Jorjor, Baris Gede, Baris Prisi, dan Tari Rejang. Berikut penjelasannya dari masing-masing kesenian yang ada di Desa Manikliyu.

1) Tari Baris Jojor di tarikan oleh 7-8 orang laki-laki yang belum menikah (pemuda) dengan gerakan yang sangat sederhana yaitu menggelengkan kepala, mengayunkan tangan dan mengacungkan tombak yang berwarna hitam yang ujung tombak berisi mata pisau. Pakaian yang digunakan seperti Tari Baris pada umumnya tetapi dilengkapi dengan selendang dan dilengkapi dengan tombak dan keris.

2) Tari Baris Gede atau Tombak, merupakan tarian yang di tarikan oleh 12 orang laki-laki yang sudah berkeluarga yang merupakan anggota dari Sekaa Baris dimana penari membawa tombak panjang.

3) Tari Baris Prisi ditarikan oleh laki-laki yang sudah menikah dengan jumlah penari 12 orang yang termasuk ke dalam Sekaa Baris yang dilengkapi dengan keris dan tameng dari blulang (terbuat dari kulit sapi)

4) Tari Rejang yang ditarikan tergantung jumlah dari anggota Sekaa Daha (pemudi). Pakaiannya berupa pakaian adat ke pura,dilengkapi dengan selendang yang diikat ke salah satu jari tangan kiri. Gerakan yang sangat sederhana dan gemulai sesuai dengan perempuan yang lembut dan membawa keharmonisan.

Keseluruhan dari kesenian khususnya seni tari yang ada di Desa Manikliyu, tergolong dalam Tari Wali yang merupakan tarian sakral (sacral, religius) yang dipentaskan pada saat upacara keagamaan. Jenis Tari dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1). Tari Wali yang merupakan tarian sakral yang dipentaskan pada saat upacara keagamaan, 2) Tari Bebali merupakan seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan upakara di pura ataupun luar pura serta pada umumnya memakai lakon. Tarian yang digolongkan dalam seni Tari Bebali adalah seni pewayangan, termasuk Wayang Wong, Topeng, Gambuh serta beberapa seni tari lainnya yang diciptakan berdasarkan kepada tiga jenis tarian-tarian (Bandem, 1983: 23). 3) Tari balih-balihan (secular dance) ialah segala seni tari yang mempunyai fungsi sebagi seni serius dan seni hiburan yang mempunyai unsur dan dasar seni tari yang luhur, namun tidak tergolong Tari Wali. Beberapa seni tari Balih-balihan misalnya Tari Legong, Tari Kebyar, Tari Joged, dan Tari Janger (Bandem, 1983: 36).

Dokumen terkait