• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM DESA MANIKLIYU. yang ada di wilayah Kintamani Barat. Adapun batas-batas Desa Manikliyu sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM DESA MANIKLIYU. yang ada di wilayah Kintamani Barat. Adapun batas-batas Desa Manikliyu sebagai"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

GAMBARAN UMUM DESA MANIKLIYU

2.1 Lokasi dan Lingkungan Alam

Secara geografis Desa Manikliyu merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 1.050 m dari permukaan laut. Desa ini merupakan satu dari sembilan desa yang ada di wilayah Kintamani Barat. Adapun batas-batas Desa Manikliyu sebagai berikut: a) Sebelah utara : Desa Serai, b) Sebelah timur : Desa Belancan, c) Sebelah selatan : Desa Lembean, d) Sebelah barat : Desa Ulian. Desa Manikliyu terletak di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli dengan jarak orbitasi : a) Ibukota kecamatan : 7 km b) Ibukota kabupaten : 36 km c) Ibukota propinsi : 80 km. Luas Wilayah Desa Manikliyu dengan luas total wilayah 503 ha terdiri dari keseluruhan wilayah yang ada dan dipergunakan untuk berbagai keperluan antara lain: a) Pemukiman : 5,50 Ha, b) Kantor : 0,75 Ha, c) Sekolah : 39,87 Are. Secara administratif, desa ini termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Menurut profile desa tahun 2015, Desa Manikliyu terdiri dari dua banjar yaitu: Banjar Manikliyu dan Banjar Saap.

Prasarana jalan yang menghubungkan Desa Manikliyu adalah jalan aspal dan bisa

ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat.

(2)

Gambar 2.1

Peta Lokasi Desa Manikliyu

Sumber: Profil Desa Manikliyu, 2015

Jalan Aspal Kuburan

Jalan Tanah Jalan Setapak

LEGENDA

(3)

Batas Desa Mata Air Balai Masyarakat

Sekolah

Kantor Perbekel Pura

Sekolah TK Sungai

Berdasarkan profil Desa Manikliyu (2015), Desa Manikliyu memiliki luas wilayah yaitu 503 ha yang tata guna lahannya meliputi lahan pemukiman, perkebunan, kuburan, pekarangan, perkantoran, dan prasanana umum lainnya. Luas wilayah tersebut di dominasi oleh luas wilayah perkebunan yang memiliki luas 495,5 ha berupa perkebunan jeruk. Pemukiman penduduk yang terletak di tengah wilayah Desa Manikliyu memiliki luas 5,5 ha. Pekarangan dengan arah yang melintang utara-selatan (kaja-kelod). Untuk melihat bagaimana pengunaan tata guna lahan di Desa Manikliyu dapat dirinci sebagai berikut.

Tabel 2.1

Pengunaan Tata Guna Lahan di Desa Manikliyu

No Tata Guna Lahan Luas (ha) Presentase (%)

1 Pemukiman 55 9,91

2 Perkebunan 495,5 89,30

3 Pekarangan 0,5 0,09

4 Perkantoran 0,75 0,14

(4)

5 Kuburan 1,5 0,27

6 Fasilitas Umum 1,6 0,29

TOTAL 554,85 100

Sumber: Profil Desa Manikliyu, 2015

Berdasarkan luas wilayah di Desa Manikliyu menurut penggunaanya, pemanfaatan lahan di desa tersebut didominasi oleh lahan perkebunan dengan luas 495,5 ha dan pemukiman dengan luas 55 ha. Hal tersebut disebabkan oleh adanya peningkatan jumlah penduduk dan dimbangi dengan lahan yang masih kosong. Di Desa Manikliyu juga terdapat kuburan (setra) yang terbagi menjadi lima yaitu kuburan (setra) batas, kuburan (setra) cerik adalah kuburan untuk anak-anak, kuburan (setra) masa adalah kuburan yang sifatnya umum dimana untuk kalangan masyarakat biasa yang tidak pernah menduduki posisi di sistem adat dan pemerintahan, kuburan (setra) tua adalah kuburan untuk orang-orang yang pernah menduduki posisi di sistem pemerintahan ataupun sistem adat seperti Bendesa Adat dan anggota Ulu Apad, sedangkan kuburan (setra) salah pati atau ulah pati adalah kuburan yang diperuntukan untuk orang-orang yang matinya tidak wajar seperti bunuh diri, sakit, yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2

Kuburan (setra) di Desa Manikliyu

(5)

(Dok: Ayu Ratna, 31 Januari 2017)

Selain adanya kuburan di Desa Manikliyu juga terdapat perkantoran berupa Kantor Desa. Fungsi dari kantor ini biasanya dimana para staf desa bekerja dan melaksanakan tugasnya sehari-hari. Masyarakat mendatangi kantor desa untuk keperluan administratif seperti mencari surat, mengurus hal-hal seperti KK (Kartu Keluarga), dan lain sebagainya. Letak Kantor Desa Manikliyu berada di tengah-tengah desa yang memungkinkan masyarakat mudah saat mendatanginya. Bagaimana kondisi Kantor Desa yang ada di Desa Manikliyu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3

Kantor Desa Manikliyu

(6)

(Dok: Ayu Ratna, 31 Januari 2017)

Pesangkepan atau rapat yang dilakukan oleh Masyarakat Desa Manikliyu

khusunya Banjar Manikliyu dilakukan di Balai Masyarakat Desa Manikliyu. Ini

merupakan tempat atau ruang masyarakat bertatap muka, mengemukakan

pendapatnya, dan mendapatkan informasi. Selain kegiatan adat ataupun kedinasan,

tempat ini juga dipakai apabila ada kegiatan sosialisasi dari tingkat kecamatan dan

tingkat kabupaten. Selain itu, balai masyarakat ini memiliki fungsi untuk melakukan

pelatihan-pelatihan dari kedinasan terkait. Pada saat liburan sekolah, biasanya para

guru mengggunakan balai masyarakat tersebut untuk melakukan kegiatan pesraman

yang diikuti oleh siswa-siwsi SD. Kegiatan ini pun berlangsung selama liburan.

(7)

Pesraman ini merupakan pendidikan non-formal yaitu lebih mengajarkan siswa maupun siswi dalam hal keterampilan. Berikut gambar balai masyarakat yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.4

Balai Masyarakat Desa Manikliyu

(Dok: Ayu Ratna, 31 Januari 2017) Gambar 2.5

Puskesmas Pembantu Desa Manikliyu

(8)

(Dok: Ayu Ratna, 31 Januari 2017)

Gambar pada 2.5 yang merupakan Puskesmas Pembantu yang ada di Desa

Manikliyu merupakan fasilitas umum yang sangat berperan penting dalam kehidupan

masyarakat Desa Manikliyu, karena merupakan satu-satunya tempat pengobatan yang

terdekat yang ada. Masyarakat biasanya mendatangi untuk berobat. Sakit yang

dialami oleh masyarakat desa juga tergolong penyakit biasa seperti flu. Masyarakat

sangat bersyukur karena jarak puskesmas dengan rumah tidak memakan waktu yang

panjang. Posisi Puskemas ini berada di posisi bagian bawah desa. Apabila penyakit

parah dialami masyarakat para bidan atau petugas akan menyarakan untuk dirujuk ke

puskesmas kecamatan. Akses dan jalan menuju ke luar desa juga sangat baik yang

dapat memungkin masyarakat yang ingin ke luar desa untuk berobat sangatlah mudah.

(9)

` Gambar 2.6

Peken (Pasar Tradisional) Desa Manikliyu

(Dok: Ayu Ratna, 31 Januari 2017)

Pada gambar di atas merupakan pasar (peken) yang ada di Desa Manikliyu.

Kegiatan jual beli diakukan pada pukul 06.00 wib-selesai. Adapun barang yang di jual

seperti kebutuhan sehari-hari sperti sayur, lauk pauk, dan pada pagi hari ada yang

menjual sarapan berupa bubur. Peminatnya cukup banyak yaitu biasanya warga yang

malas untuk masak pada pagi hari maka mereka membeli makanan untuk menu

sarapan paginya. Menjelang sore hari pada pukul 15.00 wib beberapa pedagang

menjual hasilnya kembali pada sore hari yaitu menjual tuak (minuman dari pohon

(10)

enau). Kegiatan masyarakat yang tidak pergi ke ladang mereka habiskan untuk duduk di warung dan sesekali meminum tuak (minuman dari pohon enau) dan sambil mengobrol kecil dengan pembeli lainnya. Kegiatan ini dilakukan oleh para laki-laki yang sudah dewasa dan laki-laki yang sudah tergolong lansia (lanjut usia). Minuman yang di jual pun didapatkan dari perkebunan sendiri yang kemudian di jual di pasar.

Apabila musim panen jeruk pun datang masyarakat juga banyak yang datang untuk ke pasar menjual hasil panennya. Kegiatan ini rutin dilakukan setiap panen jeruk.

Masyarakat ada yang sibuk menimbang hasil panen, ada yang menyortir atau mengumpulkan hasil panen dengan kualitas yang bagus dan memisahkannya dengan kualitas yang kurang bagus. Lokasi pasar yang ada di Desa Manikliyu ialah berada di bagian bawah desa dekat dengan Pura Dalem, Kondisi pasar yang sederhana membuat siapapun yang datang sangat tertarik akan kesederhanaannya.

2.2 Penduduk dan Angka Demografi

Keadaan demografi di Desa Manikliyu meliputi kondisi penduduk berdasarkan

faktor umur, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian hidup. Berdasarkan data yang

diperoleh di lokasi penelitian, jumlah penduduk di Desa Manikliyu pada tahun 2015

adalah 1.726 jiwa yang terdiri dari 462 KK. Persebaran penduduk Desa Manikliyu

dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Berdasarkan faktor umur, penduduk di Desa

Manikliyu per tahun 2015 berumur 0-65 tahun keatas dapat dirinci pada tabel berikut.

(11)
(12)

Tabel 2.2

Penduduk Desa Manikliyu menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Sumber: diolah dari profil Desa Manikliyu Tahun 2015

Data dalam tabel di atas menunjukkan bahwajumlah penduduk digolongkan berdasarkan kategori umur dan jenis kelamin. Dari tabel di atas penduduk Desa Manikliyu yang termasuk usia produktif berusia antara 15-64 tahun mencakup 1.235 orang (71,58%). Sedangkan sisanya adalah mereka yang masuk ke dalam usia tidak produktif, yaitu mereka yang berumur di bawah 15 tahun yang berjumlah 372 orang

Kelompok Umur (th)

JUMLAH

Laki-laki Perempuan Jumlah (L+P) Presentase (%)

0-12 bulan 25 12 37 2,14

1-4 40 44 84 4,87

5-9 56 64 120 6,95

10-14 70 61 131 7,58

15-19 70 77 147 8,51

20-24 79 80 159 9,21

25-29 62 61 123 7,12

30-34 62 53 115 6,66

35-39 60 70 130 7,53

40-44 97 82 179 10,37

45-49 51 65 116 6,72

50-54 60 56 116 6,72

55-59 41 46 87 5,09

60-64 34 29 63 3,65

65+ 50 69 119 6,89

JUMLAH 857 869 1.726 100

(13)

(21,53%) dan untuk usia di atas 64 tahun yang berjumlah 119 orang (6,89%).

Masyarakat yang berumur 55 tahun ke atas tergolong dalam Lansia (lanjut Usia).

2.2.1 Sejarah Desa Manikliyu

Pada tahun Windhu Anggara Kasih Juluwangi Sasih Kapat, Sang Ratu Adji Tabenendra Warmadewa bersama dengan permaisuri Subadrika Dharmadewi datang ke Bali dengan mengemban Bhatara Siwa dan Bhatara Wisnu. Sesampainya di Bali, beliau tinggal di Desa Kuripan, Gunung Wangun Urip ( di Pura Puncak Penulisan sekarang), disanalah beliau tinggal membentuk suatu pemerintahan dan awig-awig.

Pada tahun Saka 804 dan 822 M, beliau mempunyai Juru Adat dengan nama-nama Kebayan Pasek, Gaduh, Nukunin, Salahen Daka, dan Penyarikan. Dengan sistem pemerintahan yang baik serta adat yang kuat, kerajaan itupun tumbuh dan berkembang.

Karena desa ini dengan keadaan iklim yang sangat dingin dan tanah yang tidak subur, akhirnya Raja Ratu Sri Adji Tabendra Warmadewa memerintahkan penduduk di Desa Kuripan agar mencari tempat atau lahan yang lebih subur di sekitar wilayah Kintamani, hingga beberapa penduduk berduyun-duyun mencari lahan baru hingga sampai di wilayah yang bernama “Pakuwan”, di sanalah beberapa penduduk membuka lahan pertanian yang dipimpin oleh penjahit pakaian yang bernama “ I Balicak”.

Pada tahun 377-955 Masehi, penduduk wilayah pakuwan atas kepemimpinan I

Balicak membuat pemerintahan dan awig-awig. Adapun pengumuman atau peresmian

dari Sang Ratu Adji Tabenendra Warmadewa bersama dengan permaisuri Sri

Subadrika Dharmadewi yang ditujukan oleh para pemimpinnya yaitu seorang kebayan

(14)

yang bernama I Goto, dengan juru tulisnya yang bernama I Lupa dan mendirikan sebuah Pura yang bernama Pura Tebenan.

Pada tahun 1070 Masehi, Desa Pakuwan terganggu dengan adanya perluasan wilayah dari Buleleng oleh Raja Ingus Pandji Sakti. Akhirnya Desa Palawan diserang dan terjadi kerusuhan, banyak rakyat Desa Pakuwan yang menjadi korban. Penduduk Desa Pakuwan pecah dan mencari perlindungan ke hutan-hutan yang menuju wilayah Buyan, Anggas, Taryungan di sebelah selatan Desa Palawan.

Pada hari Urukang Paing Anggara (selasa) Wara Balamuki, Desa Taryungan yang masing-masing yang bernama: Pan Goto, Pan Lupa, Pan Bamo, Pan Pala, dan Pan Maja, mereka serempak menghadap paduka Raja Anak Wungsu. Hal yang ingin dibicarakan ialah mengenai Undang-Undang Sri Maha Raja Tabenendra Warmadewa terutama tentang peraturan pajak-pajak penjahit pakaian yang sudah lampau. Raja Anak Wungsu memutuskan Desa Buyan, Anggas, dan Desa Taryungan menjadi desa yang mandiri (Swantantra). Peraturan pajak-pajak untuk perkumpulan nyanyian dan tari-tarian sudah ditetapkan. keputusan ini telah ditetapkan dan disahkan yang disaksikan oleh para pegawai raja. Untuk batas-batas desanya juga sudah ditetapkan, yaitu: a).Sebelah utara adalah Desa Serai; b) Sebelah Selatan adalah Desa Lembean; c) Sebelah Timur adalah Hutan Belancan; d) Sebelah Barat adalah Hutan Ulian.

Pada tahun saka 1055 Tungleh, Kliwon Candra (senin) Wara Kuningan = oktober

1133 tahun Masehi, para pemimpin di Desa Buyan, Anggan, dan Desa Taryungan

masing-masing bersama : Pan Tagara, Pan Sungsung, kesemuanya ini menghadap Sri

Paduka Maha Raja Djaja Sakti, tujuan mereka meyembah ialah hendak menyerahkan

(15)

beberapa lembar prasasti untuk diperbaharui, karena penduduk ini sedikit demi sedikit mengalih ke tempat yang lain hingga kini menjadi 35 keluarga. Upacara prasasti ini jatuh pada bulan Maga (januari/februari) yang dilangsungkan setiap tahun oleh Desa Buyan, Anggas, Taryungan , bersatulah ketiga desa ini menjadi Desa Manikel, jadi Desa Manikliyu berasal dari kata “ Manikel”.Desa Manikliyu atau Manikeliyu dulunya disebut dengan Manikmerinci. Dari asal katanya manik yang merupakan nama seorang laki-laki yang telah menikah dan mempunyai anak 16 orang anak yang kesemuanya dapat bertahan hidup, sedangkan kata merinci dalam bahasa bali yang berhubungan dengan buah-buahan yang artinya banyak. Kata merinci ini diambil karena 16 orang anak tersebut dapat bertahan hidup. Akhirnya setelah beberapa lama Manikmerinci diubah menjadi Manikeliyu atau Manikliyu karena merinci memiliki persamaan artinya banyak.

Manik yang memiliki banyak anak dalam bahasa Bali disebut dengan

Mebrayutan, sehingga manik tersebut dipanggl dengan sebutan Pan Brayut dan istrinya

dipanggil Men Brayut. Ketika 16 oranga anak ini menginjak dewasa, Desa Manikliyu

terpecah menjadi 4 desa yaitu Desa Manikliyu, Desa Bayung Cerik, Desa Ulian, dan

Desa Lembean. Sehingga sampai sekarang masih ada penyebutan nama seseorang

ditambahkan kata “pan” untuk laki-laki dan “men”pada perempuan yang sudah

menikah. Dari keempat desa tersebut Desa Manikliyu merupakan desa utama karena

prasasti yang ditemukan hanya terdapat di Banjar Saap dan lebih tepatnya di Pura

Tebenan.

(16)

Periode Sejarah kepemimpinan di Desa Manikliyu dapat dilihat pada kepengurusan Desa Manikliyu yang terbentuknya mulai 1979 yang dipimpin oleh I Wayan Nuriwa dengan administrasi bersifat tradisional, namun sekarang berkembang menjadi perbekel. Adapun susunan kepengurusan sebagai berikut :

Tahun (1979- 1985) : I Ketut Terika dan I Wayan Suwita sebagai Sekdes Tahun (1985-1988) : I Wayan Konting dan I Wayan Suwita sebagai Sekdes

Tahun (1988-1996 : I Nyoman Jaga dan I Wayan Suwita sebagi Sekdes Tahun (1996-1998) : I Nyoman Jaga dan I Wayan Suwita sebagi Sekdes

Tahun (1998-2006 ) : I Ketut Kentel Tahun (2006-2008) : I Ketut Kentel

Tahun (2008-2014) : I Ketut Warda dan I Nengah Darma sebagai Sekdes Tahun (2014-2015) : I Nengah Darma

Tahun (2015-sekarang) : I Ketut Garis (Sekdes) dan I Nengah Nuridin (Sekdes)

1.2.2 Pendidikan

Setiap manusia selalu mempunyai keinginan untuk meningkatkan taraf hidupnya

melalui pendidikan. Dengan adanya pendidikan diharapakan dapat meningkatkan

Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan kepribadian yang mandiri dan

unggul, serta dapat mengembangkan ketrampilan yang dimiliki oleh setiap individu di

dalam sekolah maupun di masyarakat. Pada tabel berikut ini dijelaskan mengenai

komposisi penduduk di Desa Manikliyu berdasarkan tingkat pendidikan.

(17)
(18)

Tabel 2.3

Komposisi Penduduk menurut Tingkat Pendidikan di Desa Manikliyu Tahun 2015 NO

Tingkat pendidikan

Jumlah Penduduk (L+P)

Orang

Presentase (%)

1 Tidak/ belum Sekolah 35 2,13

2 Yang sedang TK/Play Grup 24 1,47

3 Umur 7-18 tahun yang sedang sekolah 326 19,79 4 Umur 18-56 yang pernah SD tapi tidak

tamat

54 3,28

5 Tamat SD / sederajat 502 30,47

6 usia 12-56 tidak tamat SLTP 20 1,23

7 Usia 18-56 tidak tamat SLTA 5 0,32

8 Tamat SMP/sederajat 281 17,05

9 Tamat SMA/sederajat 261 15,83

10 Tamat D-1/ sederajat 24 1,46

11 Tamat D-3/ sederajat 35 2,13

12 Tamat S1/sederajat 25 1,52

13 Tamat S2/sederajat 22 1,34

14 Tamat S3/sederajat 9 0,55

15 Buta Huruf 25 1,52

(19)

JUMLAH 1648 100

Sumber : profil Desa Manikliyu Tahun 2015

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam meningkatkan serta menyukseskan pelayanan pendidikan dasar telah pula menyentuh dan dirasakan oleh masyarakat Desa Manikliyu. Demikian pula tekad pemerintah dalam melaksanakan program wajib belajar 9 tahun dan peningkatan Sumber Daya Manusia. Hal ini terlihat dari keberadaan sekolah yang ada di Desa Manikliyu yaitu adanya Taman Kanak- Kanak (TK), SD N 5 Manikliyu, dan SMP N 5 Kintamani. Dengan adanya akses dari desa menuju kota banyak warga yang menempuh pendidikan sampai ke luar desa.

Tidak hanya itu dari warga masyarakat ini juga sudah mempunyai kesadaraan akan pentingnya pendidikan.

Selain pendidikan formal juga terdapat pendidikan non formal yang ada di Desa

Manikliyu. Adapaun kegiatan yang setahun belakangan ini dilakukan yaitu berupa

pesraman dan kegiatan pelatihan pembuatan sirup dan selai dari buah jeruk. Pesraman

dalam hal ini sebagai sekolah pendidikan non formal, dapat dipandang sebagai suatu

sistem sesuai dengan komponen-komponen belajar yang memiliki tujuan. Di Desa

Manikliyu, yang ikut serta dalam kegiatan pesraman adalah siswa-siswi SD yang ada

di desa tersebut. Kegiatan ini berlangsung pada libur sekolah, yang diadakan di Balai

Masyarakat atau Balai Banjar Manikliyu. Hal yang dilakukan biasanya oleh siswi SD

seperti mejejaitan, mekidung dll. Sedangkan untuk Siswa SD membuat kelakat

(ayaman dari bambu), mekidung dll. Selain pesraman juga terdapat pengembangan

(20)

desa binaan, dimana mengembangkan hasil pertanian yaitu jeruk dan kopi. Melalui program binaan P2M Desa Binaan Undiksha pada tahun 2015. Pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan para anggota kelompok dalam rangka pengolahan hasil perekebunan jeruk berupa sirup dan selai. Komoditi lainnya adalah kopi yaitu jenis arabika, kopi yang ada di desa ini memiliki keistimewaan sendiri, karena sistem yang digunakan adalah sistem Tumpang Sari. Sistem ini yakni kebun jeruk diselingi dengan tanaman kopi.

Namun sekarang, kegiatan ini tidak berlangsung secara maksimal terkendala oleh waktu para petani. Kegiatan ini masih perlu banyak pembinaan lanjutan karena dalam proses pemasaran diperlukan media sosial agar produk yang dibuat bisa dikenal oleh desa sekitar, baik dalam negeri maupun luar negeri.

2.2.3 Sistem Mata Pencaharian Hidup

Sebagaimana diketahui bahwa bahwa semua penduduk yang terdapat di muka bumi ini mempunyai mata pencaharian hidup. Mata pencaharian yang dilakukan pun bermacam-macam tetapi memiiliki tujuan yang sama yaitu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, baik secara fisik maupun mental, baik dari individu ataupun berkelompok. Dapat dikatakan bahwa mata pencaharian penduduk merupakan kebutuhan dasar (basic need) bagi manusia, dengan melakukan suatu pekerjaan manusia bisa mempertahankan hidupnya.

Lingkungan alam dan keadaan geografis di Desa Manikliyu sebagian besar terdiri

atas lahan pertanian ladang dan perkebunan. Karena itu sebagian besar mata

(21)

pencahariannya adalah petani jeruk dan kopi dan adapun sebagai peternak sapi.

Bersamaan dengan semakin berkembangnya realitas sosial budaya yang dihadapi oleh

masyarakat, lapangan pekerjaan juga semakin beragam, namun sektor pertanian dan

perkebunan masih merupakan sektor andalan dan lapangan pekerjaan utama. Untuk

melihat komposisi penduduk dari sektor mata pencaharian dapat dilihat sebagai

berikut.

(22)

Tabel 2.4

Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Desa Manikliyu NO Mata Pencaharian Jumlah (L+P) Presentase

1 Petani 848 75,80

2 Pedagang 39 4,49

3 PNS 23 2,10

4 Guru 13 1,17

5 TNI/POLRI 9 0,81

6 Pensiunan 12 1,07

7 Sopir/Angkutan 11 0,98

8 Buruh 71 6,35

9 Bidan/Perawat 4 0,35

10 Swasta 77 6,88

Jumlah 1.118 100

Sumber : Profil Desa Manikliyu, 2015

Pada tabel 2.4 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar masyarakat Desa

Manikliyu berfrofesi sebagai petani sebanyak 848 orang (75,80%). Hal ini disebabkan

karena lahan yang ada di desa ini memiliki luas 40,37 Ha. Petani yang dimaksud adalah

petani jeruk. Lahan yang didapatkan yaitu lahan desa. Untuk mata pencaharian lain di

Desa Manikliyu sudah mengalami peningkatan yaitu pedagang yang berjumlah 39

orang (4,49 %), PNS berjumlah 23 orang (2,10%), Guru berjumlah 13 orang (1,17%),

TNI/POLRI sebanyak 9 orang (0,81), Pensiunan yang berjumlah 12 orang (1,07%),

Sopir Angkutan sebanyak 11 orang (0,98), Buruh sebanyak 71 orang (6,35%),

(23)

Bidan/Perawat sejumlah 4 orang (0,35%), dan untuk Swasta yang berjumlah 77 orang (6,88%).

2.3 Sistem Organisasi Sosial Masyarakat

Desa Manikliyu memiliki lembaga pemerintahan dinas dan adat. Secara administratif Desa Manikliyu merupakan desa adat sekaligus desa dinas yang terdiri dari dua banjar yaitu Banjar Manikliyu dan Banjar Saap. Sistem pemerintahan skala desa di Bali pada umumnya merupakan kesatuan wilayah administratif yang dipimpin oleh Kepala Desa atau Perbekel. Turunan dari desa dinas dibagi menjadi beberapa banjar dinas yang bertanggung jawab kepada desa dinas. Tugas utama dari pemerintahan desa dinas adalah mengurus hal-hal yang bersifat kedinasan dan administratif, seperti mengurus masalah kependudukan dan program-program pembangunan. Banjar dinas yang dipimpin oleh seorang kepala dusun yang bertanggung jawab secara langsung dan penuh atas kewajiban dinas seluruh kepala.

Sedangkan untuk sistem pemerintahan desa adat yang berfungsi untuk mengurus tata

laksana di bidang adat dan keagamaan yang dipimpin oleh Bendesa Adat, sedangkan

untuk masing-masing banjar adat dipimpin oleh kelian adat. Desa adat dibentuk

berdasarkan keinginan dari masyarakat bukan pemerintahan, bersifat mandiri, dan

terlepas dari struktur pemerintahan dinas. desa adat di bali memiliki aturan baik dari

sistem dan struktur organisasi yang berbeda karena masing-masing memiliki tata cara

yang berbeda. Desa Manikliyu merupakan salah satu dari sembilan desa yang ada di

wilayah Kintamani Barat. Sebagaimana dengan desa-desa di Bali, sistem pemerintahan

(24)

di Desa Manikliyu terbagi menjadi dua yaitu: sistem pemerintahan desa dan sistem pemerintahan adat.

1.3.1 Pemerintahan Adat

Sistem pemerintahan ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Desa Manikliyu. Adapun orang-orang yang mempunyai jabatan yang dimana mempunyai fungsi, yaitu mengatur setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Manikliyu. Secara politik Desa Manikliyu mempunyai dua pemimpin desa adat yaitu : a) Jero Kubayan Mucuk, sebagai pemimpin sistem Ulu Apad, sedangkan b) Bendesa Adat memimpin Desa Pakraman atau sistem desa adat baru yang diberlakukan umum di Bali dan bertanggung jawab terhadap kegiatan yang bersifat adat. Adapun pembagain dari masing-masing Ulu Apad sebagai berikut.

a. Jero Kubayan dibagi menjadi Jero Kubayan Mucuk; Jero Kubayan Mucuk tengen atau tengawan (kanan) dan dan Jero Kubayan kiwa (kiri) atau tengebot, yang masing-masing terdiri dari satu (1) orang.

b. Jero Bahu dibedakan menjadi dua yaitu: Jero Bahu dan Jero Bahu Yus yang terdapat di tengen (kanan) dan kiwa (kiri), yang masing-masing terdiri dari satu (1) orang.

c. Jero Singgukan dibedakan menjadi dua yaitu Jero Singgukan dan Jero

Singgukan Bonang yang terdapat di tengen dan kiwa, yang masing-masing

terdiri dari satu (1) orang .

(25)

d. Petengen, dapat juga di bagi menjadi dua yaitu Petengen berat dan petengen biasa. Petengan Berat yang masing-masing terdiri dari satu orang kepala baik di posisi tengen (kanan) dan kiwa (kiri). Sedangkan petengen biasa ini merupakan wakil ketua dari Petengen Berat yang terdiri juga dari satu (1) orang di masing-masing posisi di tengen (kanan) dan kiwa (kiri). Selanjutnya anggota terdiri dari masing-masing posisi 3 orang anggota.

e. Jero Mangku Gede (Jero Rsi) terdiri dari satu (1) orang, yang dimana di desa ini memiliki peranan yang hampir sama dengan Jero Kubayan. Perbedaanya dimana segala kegiatan yang berupa keagamaan dipimpin oleh Jero Mangku Gede, tetapi pada pura tertentu seperti Pura Dadia (kelen) yang dipimpin oleh Pemangkunya masing-masing.

Berdasarkan hasil penelitian dilapangan menunjukan bahwa jumlah Krama Desa Pengarep sejumlah 141 kk yang mendapat tanah desa (tanah ayahan desa). Sehingga setiap pasangan dari posisi bawah akan terus di tarik untuk naik ke posisi atas, sesuai dengan urutan yang telah ditentukan. Secara etimologi (bahasa bali, ulu artinya atasan;

kepala, mucuk berarti tertinggi. Menurut Prof. Dr.Drs. I Ketut Riana, SU salah satu

Guru Besar Linguistik Universitas Udayana mengatakan bahwa apad adalah papan

tebal yang terdapat disepanjang sisi Bale Lantang atau Bale Panjang yang terdapat di

Pura Bale Agung (Nugrahaningari, 2016:66). Berikut gambaran mengenai sistem Ulu

Apad di Desa Manikliyu sebagai berikut.

(26)

Bagan II.1 Struktur Ulu Apad

Jero Kubayan Mucuk

Bagan II.1 di atas dijelaskan bahwa pada masyarakat Desa Manikliyu terdapat kelompok adat yang merupakan salah satu komponen penting dalam rangka kehidupan beragama dan adat. Kelompok keagamaan ini yaitu Prajuru Ulu Apad, yang terdiri dari sejumlah orang yang mengaktifkan jenis-jenis upacara keagamaan. Adapun tugas- tugas yang dilakukan oleh Prajuru Ulu Apad, dalam hal ini Jero Kubayan Mucuk adalah petinggi dalam sistem Ulu apad. Berbeda dengan dengan desa-desa Bali Aga lainnya, yang mempunyai tugas memimpin upacara di Desa Manikliyu adalah Jero

Jero Bahu yus Jero Kubayan

Jero Singgukan Bonang

Jero Mangku Gede atau Jero Mangku Rsi

Petengen Berat Petengen Biasa

Anggota Jero Singgukan

Jero Bahu

Petengen Berat Petengen Biasa

Anggota

(27)

Mangku Rsi, yang dalam pelaksanaannya dibantu oleh Jero Kubayan Mucuk. Upacara keagamaan akan dimulai setelah segala perlengkapan untuk semua itu dianggap cukup dan dibantu oleh Jero Kubayan dari kiwa dalam bertugas. Dalam pelaksanaanya Jero Kubayan Mucuk juga dibantu oleh bawahannya yaitu : Jero Bahu, Jero Bau yus, Jero Singgukan dan Singgukan Bonang yang tugasnya membantu dari kegiatan keagamaan.

Di posisi bawah yaitu adanya Petengen, yang masing-masing terdiri dari 5 orang baik yang terdapat di tengen (kanan) maupun di kiwa (kiri), yang tugasnya membantu menyiapkan segala bentuk alat-alat upakara. Dalam pembagiannya, Petengen juga di bagi beberapa golongan yaitu Petengen Berat sebagai kepala, Petengen biasa sebagai wakil, dan sisanya adalah anggota petengen.

Sistem penentuan posisi Ulu Apad yang ada di Desa Manikliyu ialah mereka yang pertama menjadi anggota dari Krama Desa Pengarep akan menjadi posisi yang pertama. Sistem pemerintahan Ulu Apad memakai sistem urutan dari yang posisi bawah menuju ke atas. Mekanisme kepemimpinan tidak adanya awig-awig yang mengatur. Orang yang menjabat di sistem pemerintahan baru akan selesai menjabat apabila anak dan cucu sudah menikah, melakukan poligami, dan orang tersebut meninggal maka otomatis orang yang posisinya di bawah langsung menuduki posisi atasnya.

1.3.2 Pemerintahan Desa Dinas

Desa Manikliyu memiliki struktur pemerintahan yang dipimpin oleh seorang

Kepala Desa yang dimana di Bali biasa disebut dengan Perbekel. Dalam melaksanakan

(28)

tugasnya Kepala Desa dibantu oleh sekretaris desa, tenaga teknis dan kepala dusun.

Desa Manikliyu terdiri dari dua banjar yaitu Banjar Manikliyu dan Banjar Saap.

Masing-masing banjar dipimpin oleh seorang kepala dusun yang istilah lokalnya disebut dengan kelian. Pemerintahan Desa Manikliyu dapat dilihat pada bagan di bawah sebagai berikut.

Penentuan warga dan posisi di sistem pemerintahan dinas juga ditentukan berdasarkan sistem Panca warga ialah lima warga yang didasarkan atas pembagian berdasarkan keturunan dari leluhurnya. Keturunan yang dimaksud merupakan keturunan yang dibagi atas lima keturunan Pasek yang terdapat di Desa Manikliyu.

Penggolongan pada Panca Warga atau Lima warga ini sudah dilakukan turun temurun, akan tetapi dalam kehidupan keseharian masyarakat tidak adanya pelapisan sosial semacam ini. Panca warga ini hanya terlihat saat kegiatan adat yang ada di desa.

Golongan keturunan yang dimaksud tersebut sudah mempunyai aturan-aturan mengenai kedudukan salah satu keturunannya dalam perangkat desa. Seperti halnya:

Pembagian Panca Warga diantaranya adalah trah Dalem Siwa Gaduh yang bertugas

sebagai Jero Mangku Gede yang memiliki tugas memimpin upacara keagamaan,

Tangkas Kori Agung yang bertugas sebagai Jero Bendesa dan memiliki tugas dalam

merencanakan suatu kegiatan, Pasek Gelgel yang bertugas sebagai Penyarikan dan

memiliki tugas dalam pembuatan surat, Pasek Kayu Selem yang bertugas sebagai Jero

Balian Desa memiliki tugas sebagai wakil dari Jero Mangku Gede , dan Pasek Arya

Bang Pinatih yang bertugas sebagai Kanca Kaja Kauh dan memiliki tugas sebagai

wakil dari Bendesa. Warga dari masing-masing tersebut yang ada di Desa Manikliyu

(29)

yang ingin menempati posisi di sistem pemerintahan dinas harus melalui rapat intern dalam satu keturunannya yang selanjutnya akan mengajukan salah satu nama yang dianggap mampu untuk bekerja yang dapat dilihat dari segi fisik dan mental. Nama- nama yang sudah dipilih tersebut harus di terima oleh anggota keluarga lainnya.

Berikut bagan mengenai sistem pemerintahan dinas yang ada di Desa Manikliyu.

Bagan II.2

Struktur Pemerintahan Desa Manikliyu

KEPALA DESA I KETUT GARIS

BPD LPM

SEKRETARIS DESA I Nengah Nuridin PELAKSANA

TEKNIS Ni Wayan

Purniwirati Kaur

pemerintahan

Kaur keuangan

K.umum Ngh Subada I Nyoman

Ginasta

Ni Wayan Riastiti

Kaur

Pembangunan I Nengah Suardana

KAUR KESRA I Made Seneng

Kelapa Dusun Made Adi Nuriana Kepala Dusun

I Wayan Suartika

(30)

Bagan II.2 di atas, menunjukan bahwa BPD adalah Badan Permusyawaratan desa yang terdiri dari pemuka masyarakat yang ada di desa yang berfungsi melestarikan adat-istiadat, membuat peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD dipilih dari penduduk desa yang memenuhi persyaratan dari calon- calon yang diajukan oleh kalangan adat, agama, organisasi sosial politik di Desa Manikliyu. Selain adanya BPD, di Desa Manikliyu juga terdapat Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) yang memiliki tugas utama sebagai penggerak masyarakat. Maka dari itu, dalam menjalankan dan melaksanakan tugasnya di desa, tugas Kepala Desa dibantu oleh Sekretaris Desa, tenaga teknis dan Kepala Dusun. Di dalam Sekretaris Desa juga terdapat kepala-kepala Kaur seperti: Kaur Pemerintahan, Kaur keuangan dan Kaur Umum. Selanjutnya di bawah naungan Kaur tiga diatas, juga terdapat dua kaur seperti: Kaur Pembangunan dimana mempunyai tugasnya masing- masing.

2.4 Agama dan Sistem Kepercayaan

Semua penduduk di Desa Manikliyu bersifat Homogen yaitu memeluk agama Hindu meliputi laki-laki 857 orang sedangkan untuk perempuan sebesar 869 orang.

(Profil desa, 2015). Walaupun mereka beragama Hindu, namun mereka masih

cenderung mempertahankan kepercayaan asli yaitu suatu kepercayaan yang oleh

Koentjaraningrat (1998: 207) kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat magis masih

terdapat pada suku-suku bangsa di Indonesia walaupun sudah dipengaruhi oleh agama-

(31)

agama besar di dunia. Hal ini nampak pada sikap, berprilaku, dan mental yang masih tampak selalu bersifat mistis. Masyarakat Desa Manikliyu masih mempertahankan tempat-tempat suci yang ada di desa tersebut. Adapun tempat-tempat suci yang dimaksud adalah Pura Desa atau Bale Agung merupakan tempat pemujaan Dewa Brahma dalam fungsinya sebagai pencipta alam semesta, Pura Puseh merupakan tempat pemujaan Dewa Wisnu dalam fungsinya sebagai pemelihara, sedangkan untukPura Dalem merupakan tempat memuja Dewa Siwa dalam wujud Dewi Durga dengan fungsinya sebagai meprelina alam semesta yang letak Pura Dalem di Desa Manikliyu di teben (bagian bawah ) desa. Selain adanya Kahyangan Tiga tersebut, juga ada beberapa pura dadia (klen) yang sekaligus merupakan Panca warga .

Upacara-upacara yang dilakukan oleh warga dalam mewujudkan rasa bhaktinya

terhadap Tuhan, dibuktikan dimana adanya Prasasti Manikliyu yang hinggga kini

masih disakralkan oleh warga setempat. Adapun upacara yang dilakukan pada hari

Purnama, Wuku Ukir, Sasih Kawulu atau Punama nuju Kapitu yaitu Pemaktekan

(piodalan) sekaligus penyucian Prasasti yang merupakan peninggalan sejarah dari desa

tua sebelum adanya Desa Manikliyu di Pura Tebenan yang dapat dilihat pada gambar

berikut.

(32)

Gambar 2.7

Penyucian Prasasti yang ada di Desa Manikliyu

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Sebelum melakukan penyucian prasasti tersebut, pada pukul 00.00-01.00 WIB,

pada malam hari prasasti tersebut diturunkan dari sebuah pelinggih Penyimpenan

(tempat penyimpanan prasasti) yang berloksi dekat Pura Bale Agung Oleh Jero

Mangku Rsi (Jero Mangku Pingit). Selanjutnya dibawa atau diusung oleh laki-laki

yang belum menginjak dewasa menuju Pura Puseh yang ditempatkan pada Palinggih

Tumpeng Tiga (Tumpang Tiga). Keesokan harinya, pada hari Purnama, warga desa

mempersiapakan segala perlengkapan upacara yang disiapkan oleh warga dan Pradulu

(Ulu Apad). Sebelum prasasti tersebut menuju Patirtan Kayoan Kauh atau Beji (Pura

(33)

yang memiliki sumber Mata air) warga dan pemimpin upacara (Ulu Apad) melakukan

persembahyangan. Selanjutnya prasasti diturunkan dan diusung oleh beberapa orang

menuju Patirtan Kayoan Kauh. Tidak hanya berupa prasasti, dalam penyucian tersebut

juga ada Sesuunan (Manifestasi dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa) dengan jumlah

enam (6) yang dimana masing-masing merupakan stana setiap para dewa yang

sebelumnya sudah di tapa (dipanggil) dari masing-masing pura dan penambahan tiga

sana dari masing-masing dadia (klen) berjumlah 8 yang total keseluruhan berjumlah

14 Tiga Sana. Dalam perjalanan menuju pura Patirtan Kayoan Kauh diiringi oleh

Sekaa Gong (penabuh gong). Sesampainya di Pura Patirtan Kayoan Kauh prasasti

tersebut diletakan di atas meja yang terbuat dari beberapa ruas bambu. Di sanalah para

Peduluan (Ulu Apad) memimpin jalannya upacara. Sebelum disucikan dengan tirta (air

suci) dari pura tersebut, adapun tarian-tarian yang dipentaskan seperti Tari Bari

Tombak dan Tari Rejang. Berikut gambar dimana perjalanan menuju Patirtan Kayoan

Kauh untuk melakukan penyucian sebagai berikut.

(34)

Gambar 2.8

Masyarakat Desa Manikliyu menuju Pura Kayoan Kauh

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Gambar 2.9

Bhaktian (persembahan) yang dihaturkan oleh masyarakat

(35)

(Dok: Ayu Ratna pada 12 Januari 2017)

Persembahan yang dibawa oleh masyarakat khusunya ibu-ibu adalah berupa bhaktian, yang dibawa pada saat sebelum menuju Pura Kayoan Kauh. Bhaktian ini dihaturkan di hadapan Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi) dan dewa-dewa yang berstana di Pura Puseh khususnya persembahan kehadapan Lontar Manikliyu sebagai ungkapan terimakasih. Bhaktian ini beriksikan pisang, jaje bali, buah-buah seperti buah salak, jeruk dll. Di bagian atas terdapat sampian sebagai pelengkap yang dihiasi dengan bunga pacar air dan kembang rampe (daun pandan).

2.5 Kesenian

Di Indonesia khusunya daerah Bali memiliki suatu keunikan atau ciri khasnya di

dalam bidang kesenian, hal ini yang menjadikan negara Indonesia sebagai negara yang

kaya akan bentuk-bentuk kesenian lokal. Di Desa Manikliyu juga terdapat berbagai

(36)

macam kesenian baik seni tari dan seni musik. Kesenian akan terlihat atau nampak pada waktu perayaan-perayaan keagamaan di pura. Seni Tari yang sering dipentaskan dalam upacara di Desa Manikliyu adalah Tari Rejang. Tarian ini dilaksanakan sebagai tarian yang mengiringi dalam berlangsungnya suatu upacara keagamaan. Tarian ini di pentaskan oleh daha (pemudi). Adapun jenis Tari Rejang yang di tarikan oleh Janda (balu luh ) adalah Rejang Renteng. Adapun jenis tari yang lain yang juga dipentaskan oleh upacara kegaamaan seperti Baris Jorjor, Baris Gede, Baris Prisi, dan Tari Rejang. Berikut penjelasannya dari masing-masing kesenian yang ada di Desa Manikliyu.

1) Tari Baris Jojor di tarikan oleh 7-8 orang laki-laki yang belum menikah (pemuda) dengan gerakan yang sangat sederhana yaitu menggelengkan kepala, mengayunkan tangan dan mengacungkan tombak yang berwarna hitam yang ujung tombak berisi mata pisau. Pakaian yang digunakan seperti Tari Baris pada umumnya tetapi dilengkapi dengan selendang dan dilengkapi dengan tombak dan keris.

2) Tari Baris Gede atau Tombak, merupakan tarian yang di tarikan oleh 12 orang laki-laki yang sudah berkeluarga yang merupakan anggota dari Sekaa Baris dimana penari membawa tombak panjang.

3) Tari Baris Prisi ditarikan oleh laki-laki yang sudah menikah dengan jumlah

penari 12 orang yang termasuk ke dalam Sekaa Baris yang dilengkapi dengan

keris dan tameng dari blulang (terbuat dari kulit sapi)

(37)

4) Tari Rejang yang ditarikan tergantung jumlah dari anggota Sekaa Daha (pemudi). Pakaiannya berupa pakaian adat ke pura,dilengkapi dengan selendang yang diikat ke salah satu jari tangan kiri. Gerakan yang sangat sederhana dan gemulai sesuai dengan perempuan yang lembut dan membawa keharmonisan.

Keseluruhan dari kesenian khususnya seni tari yang ada di Desa Manikliyu, tergolong dalam Tari Wali yang merupakan tarian sakral (sacral, religius) yang dipentaskan pada saat upacara keagamaan. Jenis Tari dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: 1). Tari Wali yang merupakan tarian sakral yang dipentaskan pada saat upacara keagamaan, 2) Tari Bebali merupakan seni tari yang berfungsi sebagai pengiring upacara dan upakara di pura ataupun luar pura serta pada umumnya memakai lakon. Tarian yang digolongkan dalam seni Tari Bebali adalah seni pewayangan, termasuk Wayang Wong, Topeng, Gambuh serta beberapa seni tari lainnya yang diciptakan berdasarkan kepada tiga jenis tarian-tarian (Bandem, 1983: 23). 3) Tari balih-balihan (secular dance) ialah segala seni tari yang mempunyai fungsi sebagi seni serius dan seni hiburan yang mempunyai unsur dan dasar seni tari yang luhur, namun tidak tergolong Tari Wali. Beberapa seni tari Balih-balihan misalnya Tari Legong, Tari Kebyar, Tari Joged, dan Tari Janger (Bandem, 1983: 36).

2.6 Pola Perkampungan Desa Manikliyu

Bali memiliki tatanan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal

permukiman. Hal ini juga terjadi pada pola pemukiman di Desa Manikliyu. Secara

(38)

konsepsional, fisik lingkungan Desa Manikliyu memakai pola linear dengan arah memanjang dari selatan ke utara. Orientasi desa mengarah ke hulu atau utara (Gunung Penulisan) dan teben atau selatan (laut). Jalan utama desa memanjang dari arah selatan ke utara tidak hanya berfungsi sebagai sirkulasi umum, namun sekaligus berfungsi sebagai ruang terbuka yang mengikat hubungan antara jalan setapak atau gang yang yang tujuannya untuk menuju setiap pekarangan rumah. Dengan posisi desa pada daerah yang bertransis dan kemiringan yang cukup tajam dari arah utara ke selatan.

Desa Manikliyu pada pola ruang desa menggunakan konsep Tri Hita Karana tetapi juga dipadukan dengan kosenp Tri Mandala, sedangkan pada pola pemukimannya menggunakan konsep ulu- teben (atas bawah) sebagai bentuk pembagian ruang atau wilayah desa yang dapat dibedakan sebagai berikut:

- Zona hulu (bagian utara pemukiman), ditempatkan fasilitas kegiatan spritual desa, yaitu Bale Agung dan Pura Puseh.

- Zona Antara (bagian tengah), merupakan areal hunian dengan bangunan rumah tinggaldan fasilitas pelayanan umum seperti balai masyarakat, Pura dadia atau Pura keluarga, sekolah dan lapangan voli.

- Zona teben, merupakan zona nista yang menduduki bagian terendah yang digunakan sebagai areal perkuburan atau setra (kuburan) dan Pura Dalem, serta perkebunan jeruk.

Klasifikasi pembagian wilayah yang ada di Desa Manikliyu berdasarkan

konsep Utama Mandala, Madya Mandala, dan Nista Mandala. Pembagian ini

berdasarkan areal yang memiliki kesakralan ditempatkan dibagian ulu atau utara.

(39)

sedangkan Madya Mandala merupakan bagian tengah desa yang ditempatkan untuk

fasilitas umum yang nilai kesakralan dianggap tidak ada. Dan terakhir untuk bagian

Nista Mandala merupakan bagian bawah yang diperuntukan untuk kuburan yang

posisinya di bawah desa.

(40)

Bagan II.3

Pola Perkampungan Desa Manikliyu

Keterangan :

Pemukiman Rumah Tempat suci (pura) Sekolah Dasar (SD) Kantor Kepala Desa Pasar desa (peken) Kuburan (Setra) Puskesmas

U

S

(41)

Bagan II.4

Pola menetap Masyarakat Desa Manikliyu 1

3 2

7

U 4

NATAH

5

Keterangan :

1. Tembok Penyengker (Tembok pembatas) 2. Merajan atau Sanggah

a) Pelinggih Padma b) Gedong Sri Sedana c) Taksu d) Kemulan Agung e). Penglurah f) Yang Nggih g) Piyasan h) Apit Lawang i) Apit Lawang j) Panungun Karang

d a

A C F G F G B G b

e E

f

6 5

7 c

g j

h i

(42)

2. Bale Gede atau Bale Dauh

3. Bale Gedong atau Bale Meten 6. Kamar Mandi/WC 4. Paon atau Dapur 7. Pintu Masu dan keluar

Bagan II.4 di atas, Peletakkan setiap unit bangunan dalam pekarangan rumah tergantung pada fungsi dan nilai kesakralannya. Berdasarkan pada pengamatan fisik permukiman maka orientasi terhadap nilai utama dalam penataan lingkungan nampaknya menggunakan ketinggian sebagai nilai utama sedangkan daerah nistanya pada daerah yang lebih rendah. Sesuai dengan konsep pengaturan ruang pekarangan yang mengacu pada konsep ulu-teben, maka semua unit bangunan yang ada dalam rumah masyarakat Desa Manikliyu berorientasi ke natah atau halaman (teben). Natah (halaman) merupakan suatu istilah umum untuk menyatakan suatu halaman di tempat yang paling rendah (teben) lingkungan terbangun, baik dalam rumah atau unit hunian maupun desa.

Satu pekarangan dihuni oleh lebih dari satu kepala keluarga hingga belasan

kepala keluarga. Antara satu unit pekarangan yang satu dengan lainnya (dalam

pekarangan satu dengan yang lain) ditandai dengan jalan kecil layaknya gang-gang

sebagai pemisahnya. Sebuah rumah memiliki fungsi sosial sebagai tempat anggota

keluarga melaksanakan aktivitas, seperti makan, minum,tidur, dan sebagainya. Tidak

hanya itu, rumah juga memiliki fungsi religius yakni sebagai tempat untuk

berhubungan dengan leluhur. Desa Manikliyu memiliki aturan sendiri posisi rumahnya

yaitu di bagian utara terdapat tempat pemujaan atau sanggah, untuk rumah tempat

(43)

tinggal di posisi bagian tengah yang langsung berhadapan dengan tempat pemujaan,

sedangkan untuk dapur berada di posisi selatan atau Nista.

(44)

Gambar

Gambar 2.3  Kantor Desa Manikliyu
Gambar  pada  2.5  yang  merupakan  Puskesmas  Pembantu  yang  ada  di  Desa  Manikliyu merupakan fasilitas umum yang sangat berperan penting dalam kehidupan  masyarakat Desa Manikliyu, karena merupakan satu-satunya tempat pengobatan yang  terdekat  yang

Referensi

Dokumen terkait

Penataan organisasi perangkat daerah ini juga dimaksudkan dalam rangka merumuskan fungsi dari lembaga-lembaga yang baru dibentuk sesuai dengan urusan pemerintahan

Desa Kupahandap merupakan desa induk yang kemudian terjadi pemekaran Desa sebanyak dua kali yaitu pemekaran pertama terbentuk Desa Kupahandap dengan Desa Kadubungbang dan

Wilayah Dusun Sengkiding terdapat satu banjar dinas dan satu banjar adat, yaitu Banjar Sengkiding. Desa Aan memiliki batas-batas sebagai berikut:.. Desa Aan memerlukan

Secara administratif Desa Simpang Nungki terdiri dari 8 RT yang terdiri dari dua wilayah yakni masyarakat asli pada RT 01 sampai RT 03 dan UPT (Unit Pemukiman Transmigrasi) pada

Tugas : Melaksanakan Urusan Pemerintahan dibidang penataan desa, kerjasama antar desa, administrasi pemerintahan desa, lembaga kemasyarakatan, lembaga adat dan masyarakat

Secara administratif pemerintahan, wilayah Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten yaitu Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur,

2.3.1.2 Pembaharuan Serta Perbaikan Batas Banjar dan Batas Desa Adat yang Terdapat Di Desa Sangeh. Pembaharuan Serta Perbaikan Batas Banjar dan Batas Desa Adat yang Terdapat Di Desa

Di Desa Singa terdapat pembagian wilayah yang lazim ditemukan di daerah Tanah Karo, dimana desa Singa terbagi menjadi 2 (dua) kelompok pemukiman yang disebut dengan istilah