• Tidak ada hasil yang ditemukan

131Eva Agustinawati & Siany Indria Liestyasan “Kemiskinan Berperspektif Gender di Kota

Surakarta”

g) ketidakmampuan mengakses pekerjaan dan mata pencaharian yang berkesinambungan;

h) ketidakmampuan berusaha karena difabel; dan

i) ketidakmampuan dan ketidak- beruntungan sosial (anak terlantar, korban kekerasan dalam rumah tangga, janda miskin) (Basuki 2007: 10).

Basuki dkk. pernah melakukan pene- litian di Kota Surakarta di mana hasilnya menunjukkan bahwa kemiskinan juga menggambarkan adanya ketimpangan gender. Kemiskinan selalu menampilkan wajah perempuan sebagai ujung tombak keluarga. Di lain pihak peran perempuan juga sebagai katup penyelamat apabila perekonomian keluarga mengalami gon- cangan. Peran perempuan didalam keluarga miskin yang harus dilakukan: pertama, sebagai pengelola keuangan rumah tangga; kedua, sebagai penanggungjawab seluruh pekerjaan domestik; ketiga, sebagai pencari nafkah dalam keluarga; keempat, sebagai salah satu simpul jaringan sosial yang penting dalam hal transfer sosial, khusunya pada masa-masa kritis dan krisis (Basuki 2007: 10-11).

D. Metode Penelitian

Penelitian ini berupa deskriptif kualitatif yakni berusaha menggali infor- masi sebanyak-banyaknya tentang persoalan yang dijadikan topik penelitian dengan mengutamakan data-data verbal.

Sumber data dalam penelitian ini ada dua jenis yakni data primer dan data sekunder. Sesuai dengan jenis penelitian yang digunakan, data primer dalam pene- litian ini berupa hasil wawancara dengan informan yang telah ditentukan sebelum- nya. Sementara itu, data sekunder berupa data statistik yang mencerminkan angka partisipasi kerja masyarakat, tingkat

pendidikan dan ekonomi masyarakat, dan data-data statistik lain yang berkaitan dengan kemiskinan masyarakat.

Pengumpulan data dilakukan dengan Wawancara dengan sejumlah informan Wawancara dengan sejumlah informan dan juga diskusi terarah yang sering dikenal dengan istilah focus group discussion (FGD). Sementara itu, data sekunder dikumpulkan dengan melihat data-data statistik yang tersedia yang berkaitan. Penelitian ini menggunakan teknik cuplikan purposive sampling dan snowball sampling. Metode purposive sampling dilakukan dengan mengambil sampel berdasarkan alasan tertentu yang berkaitan dengan pengeta- huan dan penguasaan informan terhadap masalah yang diteliti. Teknik snowball sampling akan dilakukan untuk menentu- kan informan dengan menghubungi informan kunci yang pertama dan mencari informan kunci berikutnya.

Validitas data dalam penelitian ini akan dilakukan dengan menggunakan trianggu- lasi sumber, yaitu suatu upaya untuk memperoleh derajat kepercayaan yang lebih tinggi dengan membandingkan dan menguji balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari salah satu sumber melalui sumber informasi yang berbeda.

E. Gambaran Kemiskinan di Kota Surakarta

Kemiskinan pada awalnya terkonsetrasi di daerah pedesaan. Kepemilikan lahan yang semakin lama semakin terbatas membuat penduduk pedesaan yang mayoritas adalah bermata pencaharian sebagai petani harus menanggung resiko berebut lapangan kerja. Sawah yang semakin menyempit karena sebagian besar digunakan untuk lahan peru- mahan mulai menjadikan warga masyarakat desa kehilangan pekerjaannya. Meskipun mereka tetap bertani namun lahan yang

Jurnal Sosiologi D

I

L

E

M

A

Eva Agustinawati & Siany Indria Liestyasan “Kemiskinan Berperspektif Gender di Kota Surakarta”

132

mereka garap terkadang bukan miliknya sendiri. Akhirnya, masyarakat banyak yang menjadi petani penggarap saja.

Tekanan ekonomi di pedesaan mulai membuat masyarakat kemudian berpikir untuk mencari pekerjaan di perkotaan. Asumsinya, di kota mudah mencari pekerjaan dan jenisnya bervariasi. Anak muda di desa mulai mencari pekerjaan di kota. Dengan demikian, jumlah penduduk menjadi terkonsentrasi di daerah per- kotaan. Lapangan pekerjaan di kota mulai banyak diperebutkan sehingga yang terjadi adalah ketidakseimbangan antara pencari kerja dengan ketersediaan lapangan kerja. Implikasinya lahirlah kemiskinan di perkotaan.

Membincang penyebab kemiskinan pun rupanya tidak mudah diperoleh jawa- ban tunggal yang mencakup semua aspek penyebab kemiskinan karena kemiskinan memang suatu persoalan yang bersifat multidimensional. Ada banyak teori, pendapat serta definisi yang berupaya menjelaskan penyebab dari fenomena kemiskinan. Kemiskinan bukan hanya diukur dari pendapatan belaka, namun juga mencakup kerentanan dan kerawanan orang atau sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan untuk menjadi miskin, dan keterbatasan akses masyarakat miskin dalam penentuan kebijakan publik yang berdampak pada kehidupan mereka (Bappenas, 2004:2).

Ada banyak definisi yang diberikan oleh para ahli ekonomi dan ilmu sosial berkait dengan konsep kemiskinan. Namun dalam konteks untuk melihat kondisi kemiskinan di Indonesia maka kemiskinan biasa didefinisikan sebagai suatu kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan standart manusia sehari-hari. Ada berbagai macam pemikiran yang mendasari muncul- nya fenomena tidak terpenuhinya standart hidup masyarakat. Misalnya, struktur ekonomi yang timpang menyebabkan

masyarakat tidak bisa mengakses faktor ekonomi, kesehatan atau pendidikan. Fenomena ini bisa juga muncul sejalan dengan kegagalan pemerintah untuk memenuhi hak-hak dasar warganya, seperti yang tertuang dalam dokumen Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK) di Indonesia.

Dalam konteks Kota Surakarta, ada beberapa penyebab terjadinya kemiskinan yakni: terbatasnya kecukupan dan mutu pangan, terbatasnya akses dan mutu pelayanan kesehatan, terbatasnya akses dan rendahnya layanan pendidikan, keter- batasan kemampuan masyarakat miskin untuk mengakses pendidikan dasar, ter- batasnya kesempatan kerja dan berusaha, serta terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi (Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Kota Surakarta, 2008). Kembali membincang tentang kemis- kinan, Kota Surakarta yang terdiri dari lima kecamatan ternyata memiliki keberagaman penyebab kemiskinan. Ada beberapa wilayah kelurahan di Kota Surakarta yang pada tahun 2009 ditetapkan sebagai kantung kemiskinan. Wilayah tersebut antara lain adalah Kelurahan Panularan, Kelurahan Kadipiro, Kelurahan Sangkrah, Kelurahan Jebres dan Kelurahan Joyotakan. Kelima wilayah kelurahan ini ditetapkan oleh Walikota Surakarta sebagai daerah kantung kemiskinan sehingga program- program dari tiap SKPD di jajaran Pemerintah Kota Surakarta terkonsentrasi di lima kelurahan tersebut. Berikut ini adalah gambaran kasar tentang kondisi kemiskinan di beberapa daerah yang ditetapkan oleh Walikota Surakarta sebagai daerah yang berlabel kantung kemiskinan. Kemiskinan sangat erat berkaitan dengan konteks lokalitas masyarakat yang bersangkutan termasuk kondisi geografis dan demografis suatu wilayah. Daerah pinggiran, biasanya berbatasan dengan kabupaten atau kota lain yang identik

ISSN : 0215/9635, Vol 27 No. 2 Tahun 2011

133