• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.2.1. Air dalam bahan makanan

Air yang terdapat dalam bahan makanan dinamakan sebagai air terikat yaitu suatu sistem yang mencakup air yang mempunyai derajat keterikatan yang berbeda dalam bahan.

Menurut derajat keterikatan air dapat dibedakan 4 tipe:

1) Molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain.

2) Molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar.

3) Air yang secara fisik terikat dalam jaringan matrik bahan. Contoh : membran, kapiler, serat dan lain-lain.

Berdasarkan ke-4 tipe diatas air dapat dibedakan menjadi 2: a) air imbibisi

air yang masuk kedalam bahan pangan menyebabkan pengembangan volume. Misalnya air yang tercampur dengan beras menjadi nasi

b) Air kristal

Air yang terikat dalam semua bahan baik pangan maupun non pangan yang berbentuk kristal .misalnya gula, garam, CuSO4 dan lain-lain.

2. Air yang diperoleh secara endogen yaitu air yang diperoleh dari hasil oksidasi berbagai nutrien dalam tubuh misalnya karbohidrat dihidrolisis menjadi CO2 dan H2O. Sumber-sumber air metabolik/hasil oksidasi: karbohidrat, protein, dan lemak. ( Budianto, A.K)

Air yang terdapat dalam bentuk bebas dapat membantu terjadinya proses kerusakan bahan makanan misalnya proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik, bahkan oleh aktivitas serangga perusak. Sedangkan air yang dalam bentuk lainnya tidak membantu terjadinya proses kerusakan tersebut di atas. Oleh karenanya kadar air bukan merupakan parameter yang absolut untuk dapat dipakai meramalkan kecepatan terjadinya kerusakan bahan makanan. Dalam hal ini dapat digunakan pengertian Aw (aktivitas air) untuk menentukan kemampuan air dalam proses-proses kerusakan bahan makanan.

Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara disekitarnya. Kadar air bahan ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relativ tertentu dapat menghasilakn kadar air seimbang tertentu

2.3. Pengawetan Pada Makanan

Untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan beberapa teknik baik yang menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi yang sederhana. Caranya pun beragam dengan berbagai tingkat kesulitan, namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk menahan laju pertumbuhan mikro organisme pada makanan. Berikut adalah beberapa teknik standar yang telah dikenal secara umum oleh masyarakat luas dunia.

1.Pendinginan

Teknik ini adalah teknik yang paling terkenal karena sering digunakan oleh masyarakat umum di desa dan di kota. Konsep dan teori dari sistem pendinginan adalah memasukkan makanan pada tempat atau ruangan yang bersuhu sangat rendah. Untuk mendinginkan makanan atau minuman bisa dengan memasukkannya ke dalam kulkas atau lemari es atau bisa juga dengan menaruh di wadah yang berisi es.Biasanya para nelayan menggunakan wadah yang berisi es untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya. Di rumah-rumah biasanya menggunakan lemari es untuk mengawetkan sayur, buah, daging, sosis, telur,dan lain sebagainya. Suhu untuk mendinginkan makanan biasa ,biasanya bersuhu 15 ˚C . Sedangkan agar tahan lama biasanya disimpan pada tempat yang bersuhu 0 sampai -4˚C.

2.Pengasapan

Cara pengasapan adalah dengan menaruh makanan dalam kotak yang kemudian diasapi dari bawah.Teknik pengasapan sebenarnya tidak membuat makanan menjadi awet dalam jangka waktu yang lama, karena diperlukan perpaduan dengan teknik pengasinan dan pengeringan.

3.Pengalengan

Sistem yang satu ini memasukkan makanan ke dalam kaleng alumunium atau bahan logam lainnya, lalu diberi zat kimia sebagai pengawet seperti garam, asam, gula dan sebagainya. Bahan yang dikalengkan biasanya sayur-sayuran, daging, ikan, buah-buahan, susu, kopi, dan banyak lagi macamnya. Tehnik pengalengan termasuk paduan teknik kimiawi dan fisika. Teknik kimia yaitu dengan memberi zat pengawet, sedangkan fisika karena dikalengi dalam ruang hampa udara.

4.Pengeringan

Mikroorganisme menyukai tempat yang lembab atau basah mengandung air. Jadi teknik pengeringan membuat makanan menjadi kering dengan kadar air serendah mungkin dengan cara dijemur, dioven, dipanaskan, dan sebagainya. Semakin banyak kadar air pada makanan, maka akan menjadi mudah proses pembusukan makanan.

5.Pemanisan

Pemanisan makanan yaitu dengan menaruh atau meletakkan makanan pada medium yang mengandung gula dengan kadar konsentrasi sebesar 40% untuk menurunkan kadar mikroorganisme. Jika dicelup pada konsenstrasi 70% maka dapat mencegah kerusakan makanan. Contoh makanan yang dimaniskan adalah seperti manisan buah, susu, jeli, agar-agar, dan lain sebagainya.

6.Pengasinan

penggaraman. Garam dapur memiliki sifat yang menghambat perkembangan dan pertumbuhan mikroorganisme perusak atau pembusuk makanan. Contohnya seperti ikan asin yang merupakan paduan antara pengasinan dengan pengeringan.

2.4. Pengeringan

Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan . dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan.

Kemampuan udara membawa uap air bertambah besar jika perbedaan antara kelembapan nisbi udara pengeringan dengan udara sekitar bahan semakin besar. Salah satu faktor yang mempercepat proses pengeringan adalah kecepatan angin atau udara yang mengalir.udara yang tidak mengalir menyebabkan kandungan uap air di sekitar bahan yang dikeringkan semakin jenuh sehingga pengeringan semakin lambat.

( Adawyah,R)

Pengeringan telah lama digunakan sebagai salah satu bentuk teknologi pengawetan. Pengeringan merupakan teknologi pengawetan pangan paling lama yang telah digunakan oleh orang persia,Yunani, dan Romawi kuno. Tujuannya adalah untuk mendapatkan produk pangan yang stabil sesuai dengan penggunaan produk tersebut dan karakteristik sensoris tertentu.

Pengeringan merupakan metode pengawetan dengan cara pengurangan kadar air dari bahan pangan sehingga daya simpan menjadi lebih panjang. Perpanjangan daya simpan terjadi karena aktivitas mikroorganisme dan enzim menurun sebagai akibat dari air yang dibutuhkan untuk aktivitasnya tidak cukup.

Perlu diingat bahwa proses pengeringan bukan merupakan proses sterilisasi yang mematikan mikroorganisme.Supaya produk yang sudah dikeringkan menjadi awet, kadar air harus dijaga tetap rendah. Produk pangan dengan kadar air rendah dapat disimpan dalam jangka waktu lama jika pengemasan yang digunakan tepat.

Selain bertujuan untuk mengawetkan, pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk. Implikasi pengurangan volume dan berat produk terhadap biaya produksi, distribusi, dan penyimpanan dapat mereduksi biaya operasional. Tujuan lain dari pengeringan adalah untuk diversifikasi produk seperti inovasi pada produk sereal instan (instant cereal) dan minuman instan (instant beverages).

Prinsip proses pengeringan adalah proses terjadinya pindah panas dari alat pengeringan dan difusi air (pindah massa) dari bahan yang dikeringkan . Pindah massa air tersebut memerlukan perubahan fase air dari cair menjadi uap atau dari beku menjadi uap (pada pengeringan beku).Proses perubahan tersebut memerlukan panas laten.

Perubahan fase air yang dijelaskan diatas dapat dicapai dengan beberapa metode berikut ini.

1. Konduksi dengan cara kontak dengan plat panas seperti pada oven pengering. 2. Konveksi dari udara panas seperti pada pengeringan kabinet (cabinet dryer) 3. Radiasi sinar infra merah

4. Energi gelombang mikro seperti pada microwave.

Proses pengeringan dapat dipercepat dengan menggunakan kondisi vakum. Pada kondisi vakum, titik didih air mengalami penurunan sehingga perubahan fase air dari cair menjadi uap

( Estiasih, T )

Efisiensi operasi pengeringan dapat ditentukan sebagai perbandingan panas yang secara teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten penguapan air yang telah dikeringkan , dengan penggunaan panas yang sebenarnya di dalam alat pengeringan. Efesiensi ini sangat berguna apabila pendugaan bentuk pengeringan dan dalam pembuatan perbandingan antar berbagai klas pengeringan yang mungkin dipakai sebagai alternatif operasi pengeringan.

Efesiensi keseluruhan termasuk juga kehilangan enerji pada sisi pemanasan dan oleh karena itu efesiensi ini didasarkan pada jumlah panas yang dapat diperoleh bahan bakar yang dibakar untuk menghasilkan panas buat pengering.

( Earle, R.L )

2.5.Pemanggangan

2.5.1 Pengaruh pemanggangan dengan oven terhadap zat gizi

Perusakan zat gizi dalam bahan makanan yang dipanggang (umumnya roti dan kue) terutama berkaitan dengan suhu oven dan lamanya pemanggangan, serta pH adonan. Nampaknya, tak ada susut vitamin yang berarti dalam tahap pencampuran, fermentasi, dan pencetakan. Bahkan,kadar beberapa vitamin dapat meningkat sedikit selama fermentasi, yaitu vitamin yang disintesis oleh sel khamir.

Bagian – bagian dari kebanyakan makanan golongan ini tidak mengalami suhu lebih tinggi daripada titik didih air selama pemanggangan dengan oven. Kekecualian ada pada kue tertentu (misalnya kue kelapa), adonan untuk pastel yang terbuat dari putih telur yang dikocok

(maringue), makanan panggang khusus seperti puding roti, dan kerak untuk pastel. Kulit makanan yang dipanggang dapat mencapai suhu jauh melebihi 100˚C menjelang akhir daur

pemanggangan, tetapi kulit hanyalah fraksi kecil saja dari keseluruhan bobot produk sehingga reaksi yang terjadi pada kulit tidak banyak mempengaruhi susunan keseluruhan makanan. 2.5.2 Pengaruh Pengolahan Panas Terhadap Zat Gizi

Pengolahan panas merupakan salah satu cara paling penting yang telah dikembangkan untuk memperpanjang umur simpan bahan pangan. Karena diperpanjangnya umur simpan ini , maka bahan pangan yang melimpah hanya selama waktu panen yang nisbi pendek, dapat dibuat tersedia sepanjang tahun. Tidak ada kesangsian bahwa hal ini menaikkan ketersediaan zat gizi untuk konsumen. Walaupun demikian ,pengolahan panas juga mempunyai pengaruh yang merugikan pada zat gizi. Karena itu, pengolahan panas memang mungkin memperpanjang dan menaikkan ketersediaan bahan pangan untuk konsumen, tetapi bahan pangan tersebut mungkin mempunyai kadar gizi lebih rendah (dibandingkan dengan keadaan segarnya). Tantangan bagi industri pengolahan pangan adalah memperkecil susut zat gizi selama pengolahan panas tetapi cukup menjamin umur simpan yang cukup lama.

Beberapa proses yang menggunakan panas akhir – akhir ini banyak diterapkan pada bahan pangan. Beberapa diantaranya bertujuan untuk menaikkan kelezatan makanan tersebut. Contohnya adalah pemasakan , termasuk pembakaran dalam oven atau langsung diatas arang atau api, pendidihan ,penggorengan dan perebusan. Untuk pengolahan panas lain, tujuannya adalah menaikkan umur simpan bahan pangan dan memperkecil timbulnya penyakit berasal dari makanan. Contohnya pengukusan, pasteurisasi, dan pensterilan.

2.5.3 Mineral

Kadar unsur keseluruhan tidak diharapkan berubah hanya karena proses pemanggangan, tetapi ketersediaan zat gizi mineral tertentu memang dapat berubah.Fitin yang ada dalam bekatul gandum dapat mengkompleks kalsium dengan erat dan mungkin kation lain, membuatnya tak tersedia bagi gizi manusia. Jika diperlukan roti yang terbuat dari tepung gandum murni sebagai makanan pokok, disarankan penambahan kalsium (misalnya dengan menambahkan kapur kepada roti) sebagai cara untuk mengimbangi pengaruh ini.Ranhotra (1972) menyatakan bahwa hidrolisis yang berarti pada asam fitat akan membebaskan fosfor anorganik dan mengurangi pengikatan kalsium dan besi, dan hal ini dapat terjadi selama fermentasi ketika membuat roti.(Harris, R.S )

2.6. Penentuan Kadar Air

Penentuan kadar air dapat dilakukan dengan cara, tergantung kepada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan dengannmenegeringkan bahan dalam oven pada suhu 105˚C - 110˚C selama 3 jam atau didapat berat yang konstan. Selisih berat tersebut dan

sesudah pengurangan adalah banyaknya air diuapkan kadang-kadang pengurangan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksilator dengan H2SO4 pekat sebagai pengering, sehingga mencapai berat konstan.

Penentuan kadar air dari bahan–bahan yang kadar air nya tinggi dan mengandung senyawa-senyawa yang mudah menguap seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tersebut. Misalnya : tanen, xilol, neptana yang berat jenisnya lebih rendah dari pada air. Untuk bahan dengan kadar gula tinggi, kadar air nya dapat diukur dengan

menggunakan retraktometer disamping menentukan putaran terlarutnya gula. Dari hasil ini, air dari gula dianggap sebagai komponen-komponen yang mempengaruhi indeks retriksi.

Secara lebih khusus analisis kadar air dapat dilakukan melalui beberapa cara sebagai berikut.

a. Cara destilasi dengan pelarut tertentu. Misalnya sayuran destilasi dengan pelarut toluen, xilol dan heptana.

b. Menggunakan retraktometer, biasanya digunakan untuk bahan yang kadar gulanya berlebihan.

c. Dengan cara kimia yaitu mengukur berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Misalnya uji air pada tepung, kulit, bubuk biji psnili, mentega, dan sari buah.

d. Cara pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan iodin, sulfur, dioksida dan piridina dalam metanol.

e. Cara titrasi yang menunjukkan perubahan warna pada titik terakhir titrasi. (Budianto, A.K)

Jumlah kandungan air pada bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba, dan dinyatakan sebagai water activity (Aw). Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Untuk memperpanjang daya awet suatu bahan maka sebagian air pada bahan dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.

Mikroba hanya tumbuh pada kisara Aw tertentu. Untuk mencegah pertumbuhan mikroba, maka Aw bahan harus d atur. Bahan pangan yang mempunyai Aw di bawah 0,70 biasanya sudah dianggap cukup baik dan tahan dalam penyimpanan.

1. Air Bahan

Kandungan air yang terdapat di dalam satuan bahan terdiri atas tiga jenis, masing-masing air bahan itu adalah sebagai berikut.

a. Air Bebas (Free water)

Bagian air tersebut terdapat pada permukaan bahan, dapat dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhan, serta dapat pula dijadikan sebagai media reaksi kimiawi. Air bebas dapat dengan mudah diuapkan pada proses pengeringan. Untuk menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan menguapkan air terikat . Air yang dapat diuapkan disebut evaporable water. Apabila air bebas diuapkan seluruhnya, maka kadar air bahan bekisar 12% sampai 25% tergantung pada jenis bahan serta suhu.

b. Air terikat secara fisik

Merupakan bagian air bahan yang terdapat dalam jaringan matriks bahan (tenunan bahan) karena adanya ikatan-ikatan fisik. Bagian air tersebut terdiri atas :

1) Air terikat menurut sistem kapiler

Adanya pipa-pipa kapiler dapat menyebabkan terjadinya pergerakan air pada bahan.

2) Air Absorbsi

Air tersebut terdapat pada tenunan bahan karena adanya tenaga penyerapan dari dalam bahan. Air itu akan menyebabkan pengembangan volume bahan. Akan tetapi, air tersebut tidak menjadi komponen penyusunan bahan tersebut.

3) Air yang berkurang di antara tenunan bahan karena adanya hambatan mekanis. Biasanya terdapat pada bahan yang berserat. Air tersebut sangat sukar diuapkan pada proses pengeringan. Untuk menguapkanya harus dibantu dengan jalan merusak struktur jaringan penyusun bahan tersebut , misalnya dengan penghancuran.

c. Air terikat secara Kimia

Untuk menguapkan air tersebut dalam proses pengeringan, dibutuhkan energi yang besar. Apabila kandungan air tersebut dihilangkan maka pertumbuhan mikroorganisme dan terjadi reaksi pencokelatan (browning). Hidrolisa atau oksidasi lemak dapat dikurangi. Jika air tersebut dihilangkan semuanya, kadar air bahan berkisar antara 3% - 7%. Akan tercapai kestabilan optimal pada bahan, kecuali pada bahan teroksidasi akibat lemak tidak jenuh. Air bahan yang terikat secara kimia adalah

1) Air yang terikat sebagai air kristal, atau kristal yang mengikat molekul air.

2) Air yang terikat dalam sistem dispersi koloidal, terdiri atas partikel-partikel dengan bentuk dan ukuran beragam. Partikel –partikel-partikel yang terdispersi dalam air tersebut bermuatan listrik positif atau negatif sehingga dapat menarik partikel yang berlawanan.

Kekuatan ikatan diantara ketiga bagian air tersebut berbeda-beda dan untuk memutuskan ikatannya diperlukan energi penguapan. Besarnya energi penguapan untuk air bebas paling rendah dibandingkan dengan energi penguapan. Untuk air yang terikat secara kimia paling besar diantara ketiga macam air tersebut.

2. Kadar Air Bahan

Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air per satuan bobot bahan. Ada dua metode untuk menentukan kadar air bahan, yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis).

Penentuan kadar air bahan berdasarkan bobot basah (wet basis) dalam perhitungannya berlaku rumus sebagai berikut.

KA =Wa / Wb x 100%

Keterangan :

Wa : bobot air bahan (gr) Wb : bobot bahan basah (gr)

Bahan yang dinyatakan mempunyai kadar air 20% berdasarkan bobot basah, berarti 100 gram bahan tersebut terdapat air sebanyak 20 gram dan bahan kering air sebanyak 80 gram. Jika dinyatakan dalam sistem bobot kering maka kadar airnya adalah (20/80) x 100%, atau sama dengan 25%.

Penentuan bobot kering suatu bahan dengan melakukan penimbangan. Penimbangan dilakukan setelah bobot bahan tersebut tidak berubah lagi selama pengeringan berlangsung. Untuk mengatasi masalah tersebut biasanya dilakukan pengeringan dengan menggunakan suhu 105˚C minimal 2jam.

Analisis kadar air bahan biasanya ditentukan berdasarkan sistem bobot kering. Penyebabnya karena perhitungan berdasarkan bobot basah mempunyai kelemahan, yaitu bobot basah bahan selalu berubah-ubah setiap saat. Berdasarkan bobot kering, hal itu tidak akan terjadi karena bobot kering bahan selalu tetap. Perhitungan kadar air bahan berdasarkan bobot kering berlaku rumus sebagai berikut.

KA= Wa / Wk x 100% Keterangan :

KA : Kadar air bahan berdasarkan bobot kering (%) Wa : Bobot air bahan (gr)

BAB III

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Alat dan Bahan 3.1.1.Alat

- Botol timbang tertutup - Desikator

- Oven Memert

- Neraca Analitik Sartorius

3.2. Bahan - Brownies

- Roti Two In Wan Nenas dan Es

3.3. Prosedur Kerja 1. Brownies

- Ditimbang sebanyak 1-2 gr brownies pada sebuah botol timbang tertutup yang sudah diketahui bobotnya.

- Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 3 jam. - Didinginkan dalam desikator.

- Ditimbang

2.. Roti two In Wan Nenas dan Es

- Ditimbang sebanyak 1-2 gr Roti two in wan Nenas dan Es pada sebuah botol timbang tertutup yang sudah diketahui bobotnya.

- Dikeringkan dalam oven dengan suhu 105ºC selama 3 jam. - Didinginkan dalam desikator.

- Ditimbang

- Diulangi pekerjaan ini hingga diperoleh bobot tetap. Kadar air dapat diukur dengan rumus :

Kadar air =

Keterangan : W1 = bobot cuplikan sebelum dikeringkan, dalam gram. W2 = bobot cuplikan setelah dikeringkan, dalam gram.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Adapun data yang diperoleh dari hasil percobaan yang dilakukan dilaboratorium sebagai berikut :

SAMPEL BROWNIES Bobot wadah kosong

Wadah+ sampel sampel awal Bobot akhir Sampel akhir

29,2839 gr 30,3417 gr 1,0578 gr 30,1670 gr 0,8831 gr 26,4565 gr 27,5264 gr 1,0699 gr 27,3439 gr 0,8874 gr 1. 100% 16,51% 0578 , 1 8831 , 0 0578 , 1 = − = x air kadar 2. 100% 17,05% 0699 , 1 8874 , 0 0699 , 1 = − = x air kadar 16,78% 2 % 05 , 17 % 51 , 16 = + = −rata rata air kadar

SAMPEL ROTI TWO IN WAN NENAS DAN ES Bobot wadah

kosong

Wadah+ sampel sampel awal Bobot akhir Sampel akhir

27,7779 gr 28,8512 gr 1,0733 gr 28,6027 gr 0,8248 gr 27,9513 gr 29,1053 gr 1,154 gr 28,8313 gr 0,88 gr 1. 100% 23,15% 0733 , 1 8248 , 0 0733 , 1 = − = x air kadar 2. 100% 23,74% 154 , 1 88 , 0 154 , 1 = − = x air kadar 23,4% 2 % 74 , 23 % 15 , 23 = + = −rata rata air kadar Pembahasan

Dari hasil perhitungan dan data diatas, diperoleh bahwa pada masing-masing produk Brownies dan Roti Two In Wan Nenas dan Es memiliki kadar air yang berbeda – beda. Berdasarkan acuan SNI-01-2891-1992 untuk penetapan kadar air dalam makanan dengan menggunakan oven, Kadar air rata-rata dalam makanan maksimal 14,5 %. Jika lebih dari kadar yang telah ditetapkan, berarti produk tersebut tidak memenuhi syarat SNI yang telah ditetapkan.

Pada brownies kadar air yang diperoleh sebesar 16,78%.Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung dalam brownies lebih tinggi dari kadar yang telah ditetapkan. Hal ini dapat mengakibatkan proses pembusukan yang disebabkan oleh

terjadinya perubahan pada bahan pangan. Dan dengan kadar air yang terlalu tinggi, daya simpan brownies tersebut juga tidak akan dapat bertahan lama. Dengan demikian diketahui bahwa brownies tersebut tidak memenuhi standart yang telah ditentukan, walaupun mungkin dapat dipasarkan, tetapi produsen yang mengkonsumsi nya tidak dapat menyimpan brownies tersebut dalam jangka waktu yang cukup lama.

Pada roti two in wan nenas dan es diperoleh kadar air sebesar 23,4%. Dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kadar air yang terkandung dalam Roti Two In Wan Nenas dan Es tidak memenuhi standart yang telah ditentukan. Hal tersebut dapat mengakibatkan aktivitas mikroorganisme yang semakin meningkat, sehingga daya simpan dari roti tersebut tidak begitu lama. Padahal roti two in wan nenas dan es merupakan produk roti kering yang seharusnya memiliki kadar air yang harus memenuhi standart. Karena roti kering biasanya tahan di simpan dalam jangka waktu yang panjang.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengamatan yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan acuan SNI-01-2891-1992 bahwa kadar air dalam makanan, termasuk brownies dan roti two in wan nenas dan es harus mempunyai Kadar air rata-rata dalam makanan maksimal 14,5 %.

2. kadar air rata – rata yang terdapat dalam brownies adalah 16,78%, dan kadar air rata – rata yang terdapat dalam roti two in wan nenas dan es adalah 23,4%.

5.2. Saran

1. Sebaiknya digunakan metode yang lain untuk menentukan kadar air rata – rata sesuai dengan produk makanan yang dapat digunakan sebagai perbandingan dari metode oven.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan Dan Pengawetan Ikan. Jakarta : PT Bumi Aksara. Budianto, A.K. 2009. Dasar – Dasar Ilmu Gizi. Malang : UMM_Press

Earle, R.L. 1982. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Bogor : Sastra Hudaya. Estiasih, T dan Ahmadi, Kgs. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta : PT Bumi Aksara.

Harris, R.S dan Karmas,E. 1989. Evaluasi Gizi Pada Pengolahan Bahan Pangan.

Dokumen terkait