• Tidak ada hasil yang ditemukan

Air Limbah

Dalam dokumen RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA (Halaman 55-104)

A. Kondisi Eksisting

6.4.1. Air Limbah

6.4.1.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-56

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Pembangunan dan

penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya (industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa) sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air. Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini

mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sumber Daya Air. Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 14/PRT/M/2010

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang. Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya system air limbah skala komunitas/kawasan/kota.

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-57 mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumah-rumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

6.4.1.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan

Tantangan Air Limbah Permukiman

A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

Untuk melakukan rumusan isu strategis ini dilakukan dengan melakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, RP2KP, SSK dan dokumen lainnya yang

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-58 selaras menyatakan isu strategis pengembangan air limbah sesuai dengan karakteristik daerah.

1. Akses masyarakat terhadap pelayanan pengelolaan air limbah

permukiman

Sampai saat ini walaupun akses masyarakat terhadap prasarana sanitasi dasar mencapai 90,5% di perkotaan dan di pedesaan mencapai 67% (Susenas 2007) tetapi sebagian besar fasilitas pengolahan air limbah setempat tersebut belum memenuhi standar teknis yang ditetapkan. Sedangkan akses layanan air limbah dengan sistem terpusat baru mencapai 2,33% di 11 kota (Susenas 2007 dalam KSNP Air Limbah).

2. Peran Masyarakat

Peran masyarakat berupa rendahnya kesadaran masyakat dan belum diberdayakannya potensi masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan air limbah serta terbatasnya penyelenggaraan pengembangan sistem pengelolaan air limbah permukiman berbasis masyarakat.

3. Peraturan perundang-undangan

Peraturan perundang-undangan meliputi lemahnya penegakan hukum dan belum memadainya perangkat peraturan perundangan yang dibutuhkan dalam sistem pengelolaan air limbah permukiman serta belum lengkapnya NSPM dan SPM pelayanan air limbah.

4. Kelembagaan

Kelembagaan meliputi kapasitas SDM yang masih rendah, kurang koordinasi antar instansi dalam penetapan kebijakan di bidang air limbah, belum terpisahnya fungsi regulator dan operator, serta lemahnya fungsi lembaga bidang air limbah.

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-59 Pendanaan terutama berkaitan dengan terbatasnya sumber pendanaan pemerintah dan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan air limbah. Selain itu adalah rendahnya tarif pelayanan air limbah sehingga berakibat pihak swasta kurang tertarik untuk melakukan investasi di bidang air limbah.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Air Limbah Permukiman

1. Aspek Teknis

Aspek teknis diantaranya:

a. Sistem prasarana dan sarana air limbah (sistem setempat/on-site, sistem terpusat/off-site);

b. Jumlah, masalah, dan kondisi prasarana dan sarana air limbah; c. Tingkat pelayanan prasarana dan sarana air limbah.

Pengelolaan air limbah Kabupaten Aceh Barat Daya ditangani secara swadaya oleh masyarakat kota maupun pedesaan. Limbah rumah tangga seperti limbah mandi dan kakus menggunakan septick tank dan cubluk. Sedangkan limbah dapur dan mencuci dibuang melalui saluran yang dibuat sendiri oleh masyarakat menuju saluran pembuang dan seterusnya ke sungai – sungai.

Limbah cair rumah tangga pada pemukiman apabila tidak ditangani dengan cukup baik akan mempengaruhi terhadap kualitas lingkungan, diantaranya penurunan kualitas air permukaan dan air tanah serta penurunan tingkat estitika suatu wilayah. Berikut tahapan pengembangan air limbah domestik sesuai dengan dokumen Stategi Sanitasi Perkotaan (SSK) Kabupaten Aceh Barat Daya :

2. Pendanaan

Untuk saat ini pengalokasian anggaran untuk penyediaan, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana air limbah masih tergolong rendah, mengingat kondisi eksisting dalam penyelesaian limbah rumah

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-60 tangga masyarakat masih ditangani secara swadaya masyarakat baik di perkotaan maupun perdesaan. Menyikapi hal ini, merujuk pada dokumen Stategi Sanitasi Perkotaan (SSK) Kabupaten Aceh Barat Daya, arahan pembangunan dan pengembangannya diharapkan lebih terarah dan berkelanjutan, sebagaimana dijelaskan pada Bab V mengenai penjelasan dokumen SSK Kabupaten.

3. Kelembagaan

Kelembagaan dalam penanganan pengolahan air limbah merupakan kerjasama lintas sektor antara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten (Bappeda Kabupaten) sebagai badan perencana, dengan bidang teknis, diantaranya : Bidang Cipta Karya pada Dinas Pekerjaan Umum dan Badan Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan (BLHKP).

4. Peraturan Perundangan

Sampai dengan penyusunan dokumen RPI2JM ini, Peraturan Daerah yang terkait pembangunan pengolahan air limbah merujuk pada dokumen RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033, dokumen SSK kabupaten dan arahan/kebijakan dari pusat dan provinsi mengenai hal ini.

5. Peran Serta Swasta dan Masyarakat

Peran serta masyakakat masih secara swadaya dan konvensional, perlunya perencanaan dan penataan jaringan pengolahan limbah yang terpadu dan berkelanjutan agar masyarakat lebih terarah dan tertib dalam pengolahan limbah rumah tangga. Hal ini juga diikuti dengan rendahnya perhatian pihak swasta untuk berinvestasi dalam pengelolaan jaringan pengolahan limbah.

C. Permasalahan Dan Tantangan Pengembangan Air Limbah

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-61 Kondisi jaringan pengolahan air limbah yang masih konvensional dengan pengelolaan secara swadaya oleh masyarakat dengan pemanfaatan sungai dan saluran air lainnya menjadi permasalahan utama dalam perencanaan ke depan. Bahwa perhatian terkait pembangunan sarana dan prasarana pengolahan air limbah di Kabupaten Aceh Barat Daya harus segera ditindaklanjuti, agar ke depan jaringan pengolahan limbah kabupaten dapat lebih terarah, terpadu dan berkelanjutan.

Walaupun kondisi jaringan air yang masih alami, dan akibat yang ditimbulkan terhadap lingkungan masih dapat tertanggulangi, namun melihat perkembangan ruang ke depan, maka perencanaan struktur ruang terkait jaringan pengolahan limbah harus lebih optimal dan fokus.

2. Tantangan dan Peluang Pengembangan Sektor Air Limbah

Tantangan Sektor Air Limbah meliputi tantangan internal dan tantangan eksternal. Tantangan internal berhubungan dengan cakupan pelayanan air limbah, kejadian penyakit karena buruknya pengelolaan air limbah, perlindungan sumber air baku, kualitas kelembagaan, penggalian sumber dana serta pembagian porsi penganggaran terhadap sektor ini. Sedangkan tantangan eksternal berkaitan dengan target RPJMN agar terbebas pembuangan tinja secara terbuka di tahun 2014 dan Target MDGs 7c terlayaninya 50% masyarakat yang belum mendapatkan akses air limbah sampai tahun 2015.

Selain itu, Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum menekankan tentang target pelayanan dasar bidang PU yang menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Target pelayanan dasar yang ditetapkan dalam Permen ini yaitu pada Pasal 5 ayat 2, dapat dilihat sebagai bagian dari beban dan tanggungjawab kelembagaan yang menangani bidang ke PU an, khususnya untuk sub bidang Cipta Karya yang dituangkan didalam dokumen RPI2JM yang merupakan tantangan tersendiri bagi pelayanan

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-62 pengelolaan Air Limbah. Target pelayanan dasar bidang Air Limbah sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 14/PRT/M/2010 Tentang Standar Pelayanan Minimum dapat dilihat melalui tabel 6.11

Tabel 6.11

SPM Bidang Cipta Karya berdasarkan Permen PU No.14/PRT/M/2010

Jenis Pelayanan Dasar

Standar Pelayanan Batas

Waktu Ket Indikator Nilai Penyehatan Lingkungan Permukiman Air Limbah Permu- kiman

Tersedianya sistem air limbah setempat yang

memadai.

60% 2014 Dinas yg membidangi PU Tersedianya sistem air

limbah skala komunitas/ kawasan/kota

5% 2014 Dinas yg membidangi PU

Peluang dalam pengelolaan air limbah adalah telah diaturnya kewajiban penanggulangan pencemaran terhadap lingkungan dan perlindungan sumber air baku dalam tataran undang-undang sampai dengan peraturan daerah. Peraturan perundangan juga telah mengatur keterpaduan penanganan air limbah dengan pengembangan sistem penyediaan air minum. Peluang yang lain adalah adanya peningkatan kesadaran masyarakat dalam penyelenggaraan air limbah permukiman.

6.4.1.3. Analisis Kebutuhan Air Limbah

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisis kebutuhan Sistem Air Limbah adalah menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengelolaan air limbah kota. Melakukan analisis atas dasar besarnya kebutuhan penanganan air limbah, baik itu untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat (basic need) maupun kebutuhan pengembangan kota (development need).

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-63 Beberapa hal yang menjadi kebutuhan utama dalam penanganan limbah di Kabupaten Aceh Barat Daya, diantaranya:

a. pemenuhan kebutuhan prasarana septic tank untuk setiap rumah pada kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan;

b. Instalasi Pengolahan Limbah Terpadu (IPLT) lingkup pelayanan kabupaten

c. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) lingkup pelayanan kabupaten

d. Penyediaan sarana prasarana pengolahan limbah industri, limbah medis, Bahan Berbahaya Beracun (B3) secara mandiri pada fasilitas tertentu maupun secara terpadu oleh pelaksana kegiatan, usaha dan atau instansi terkait.

6.4.1.4. Program dan Kriteria Kesiapan Pengembangan Air

Limbah

A. Program Pembangunan Prasarana Air Limbah Sistem

Setempat (on-site) dan Komunal ❖ Kriteria Lokasi

• Kawasan rawan sanitasi (padat, kumuh, dan miskin) di perkotaan yang memungkinkan penerapan kegiatan Sanitasi berbasis masyarakat (Sanimas);

• kawasan rumah sederhana sehat (RSH) yang berminat.

❖ Lingkup Kegiatan:

• Rekruitmen dan pembiayaan Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat;

• Pelatihan TFL secara regional termasuk refreshing/coaching; pengadaan material dan upah kerja untuk pembangunan prasarana air limbah (septic tank komunal, MCK++, IPAL komunal);

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-64 • TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat

melaksanakan pelatihan KSM/mandor/tukang dan pemberdayaan masyarakat;

• pembangunan jaringan pipa air limbah dan IPAL untuk kawasan RSH;

• membangun/rehabilitasi unit IPLT dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan; • sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan Sanitasi Berbasis

Masyarakat dan pengelolaan Septic Tank;

• produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

• penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

❖ Kriteria Kesiapan:

• Sudah memiliki RPI2JM CK dan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

• tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan);

• sudah terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen lelang (non Sanitasi Berbasis Masyarakat), termasuk draft dokumen RKM untuk kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat ; • sudah ada MoU antara Pengembang dan pemerintah kab./kota

(IPAL RSH);

• sudah terdapat institusi yang nantinya menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

• pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan.

• Skema Kebijakan Pendanaan Pengolahan Air Limbah Sistem Setempat (on-site) dan Komunal

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-65 Sangat diperlukan pembagian peran antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten/kota dalam pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah sistem setempat (on-site). Peran pemerintah pusat adalah membantu pendanaan fasilitator dan konstruksi PS air limbah skala kawasan, serta membangun IPLT. Pemerintah daerah mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, serta pemberdayaan masyarakat pasca konstruksi.

B. Pembangunan Prasarana Air Limbah Terpusat (off-site)

Kriteria kegiatan infrastruktur air limbah sistem terpusat (off-site) skala kota adalah:

❖ Kriteria Lokasi:

• Kota yang telah mempunyai infrastruktur air limbah sistem terpusat (sewerage system) seperti Medan, Parapat, Batam, Cirebon, Manado, Tangerang, Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Denpasar, Balikpapan dan Banjarmasin;

• Kota yang telah menyusun Master Plan Air Limbah serta DED untuk tahun pertama, yang terdiri dari 8 kota yaitu Bandar Lampung, Batam, Bogor, Cimahi, Palembang, Makassar, Surabaya dan Pekanbaru;

• Sasaran kota (pusat kota) besar/metropolitan dengan penduduk > 1 juta jiwa.

❖ Lingkup Kegiatan:

• Rehabilitasi unit IPAL dan peralatannya dalam rangka membantu pemulihan atau meningkatkan kinerja pelayanan;

• pengadaan/pemasangan pipa utama (main trunk sewer) dan pipa utama sekunder (secondary main trunk sewer) yaitu pengembangan jaringan perpipaan untuk mendukung perluasan kemampuan pelayanannya dalam rangka pemanfaatan kapasitas idle;

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-66 • TOT kepada Tim Pelatih Kabupaten/Kota untuk dapat

melaksanakan pelatihan operator IPAL;

• sosialisasi/diseminasi NSPM pengelolaan IPAL;

• produk materi penyuluhan/promosi kepada masyarakat;

• penyediaan media komunikasi (brosur, pamflet, baliho, iklan layanan masyarakat, pedoman dan lain sebagainya).

❖ Kriteria Kesiapan:

• Sudah memiliki RPI2JM CKdan SSK/Memorandum Program atau sudah mengirim surat minat untuk mengikuti PPSP;

• tidak terdapat permasalahan dalam penyediaan lahan (lahan sudah dibebaskan), dan disediakan oleh Pemda (±6000 m²); • terdapat dokumen perencanaan yang lengkap, termasuk dokumen

lelang;

• sudah ada institusi yang menerima dan mengelola prasarana yang dibangun;

• pemerintah kota bersedia menyediakan alokasi dana untuk pembangunan pipa lateral & sambungan rumah dan biaya operasi dan pemeliharaan.

Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan Air Limbah Sistem Terpusat

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-67

Sumber: Direktorat Pengembangan PLP

Gambar 6.3 Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat/Off Site (skala kota)

Dalam pengembangan pengolahan air limbah sistem terpusat, pemerintah pusat memiliki peran melakukan pembangunan IPAL dan mengembangkan jaringan pipa sewer sampai dengan pipa lateral. Sedangkan pemerintah kabupaten mempunyai peran dalam penyediaan lahan, penyediaan biaya operasi dan pemeliharaan, dan pembangunan sambungan rumah.

6.4.2.Persampahan

6.4.2.1. Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan

Persampahan

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Persampahan

Beberapa peraturan perundangan yang mengamanatkan tentang sistem pengelolaan persampahan, antara lain:

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah. Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan

sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-68 - Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam

jangka waktu tertentu;

- Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan - Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini.

4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Peraturan ini

menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.

5. Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga. Peraturan Pemerintah ini merupakan

pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi:

a) kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b) penyelenggaraan pengelolaan sampah; c) kompensasi;

d) pengembangan dan penerapan teknologi; e) sistem informasi;

f) peran masyarakat; dan g) pembinaan.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-69

dan Tata Ruang. Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013

tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana

Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Ruang lingkup

Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum, Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:

a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja);

b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;

c) Sampah spesifik meliputi sampah beracun, sampah akibat bencana bongkaran bangunan, sampah yang tidak dapat diolah secara teknologi, dan sampah yang timbul secara periodik. Sampah spesifik harus dipisahkan dan diolah secara khusus. Apabila belum ada penanganan sampah B3 maka perlu ada tempat penampungan khusus di TPA secara aman sesuai peraturan perundangan.

Pengelolaan sampah dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian timbulan sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi, pengolahan dan pemrosesan akhir sampah

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-70 dengan mempertimbangkan faktor kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan faktor lingkungan lainnya.

6.4.2.2. Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan

Tantangan Persampahan

A. Isu Strategis Pengembangan Persampahan

Untuk merumuskan isu strategis ini, perlu dilakukan identifikasi data dan informasi dari dokumen-dokumen perencanaan pembangunan terkait dengan pengembangan permukiman tingkat nasional maupun daerah, seperti dokumen RPJMN, MDGs, RPJMD, RTRW Kabupaten/Kota, Renstra Dinas, Dokumen RP2KP, Rencana Induk Persampahan dan dokumen lainnya yang selaras menyatakan isu strategis pengembangan permukiman di Kabupaten/Kota.

Berikut adalah isu-isu strategis dan permasalahan dalam pengelolaan persampahan di Indonesia antara lain:

1. Kapasitas Pengelolaan Sampah

Kapasitas pengelolaan sampah erat kaitannya dengan:

a) Makin besarnya timbulan sampah berupa peningkatan laju timbulan sampah perkotaan antara 2-4% per tahun. Dengan bertambahnya penduduk, pertumbuhan industry dan peningkatan konsumsi masyarakat dibarengi peningkatan laju timbulan sampah.

b) Rendahnya kualitas dan tingkat pengelolaan persampahan. Rendahnya kualitas pengelolaan persampahan terutama pengelolaan TPA memicu berbagai protes masyarakat. Di sisi lain rendahnya tingkat pengelolaan sampah mengakibatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan membuang sampah sembarangan atau membakar sampah di tempat terbuka.

c) Keterbatasan Lahan TPA Keterbatasan lahan TPA merupakan masalah terutama di kota-kota besar dan kota metropolitan.

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-71 Fenomena keterbatasan lahan TPA memunculkan kebutuhan pengelolaan TPA Regional namun banyak terkendala dengan banyak faktor kepentingan dan rigiditas otonomi daerah.

2. Kemampuan Kelembagaan

Masih terjadinya fungsi ganda lembaga pengelola sampah sebagai regulator sekaligus operator pengelolaan serta belum memadainya SDM (secara kualitas dan kuantitas) menjadi masalah dalam pelayanan persampahan.

3. Kemampuan Pembiayaan

Kemampuan pendanaan terutama berkaitan dengan rendahnya alokasi pendanaan dari pemerintah daerah yang merupakan akibat dari rendahnya skala prioritas penanganan pengelolaan sampah. Selain itu adalah rendahnya dana penarikan retribusi pelayanan sampah sehingga biaya pengelolaan sampah menjadi beban APBD. Permasalahan pendanaan secara keseluruhan berdampak pada buruknya kualitas penanganan sampah.

4. Peran Serta Masyarakat dan Dunia Usaha/Swasta

Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat dalam pengelolaan sampah dan belum dikembangkan secara sistematis potensi masyarakat dalam melakukan sebagian sistem pengelolaan sampah, serta rendahnya minat pihak swasta berinvestasi di bidang persampahan karena belum adanya iklim kondusif membuat pengelolaan sampah sulit untuk ditingkatkan.

5. Peraturan perundangan dan Lemahnya Penegakan Hukum

Lemahnya penegakan hokum terkait pelanggaran dalam pengelolaan sampah dan kurangnya pendidikan masyarakat dengan PHBS

Dalam dokumen RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA (Halaman 55-104)

Dokumen terkait