• Tidak ada hasil yang ditemukan

RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-1

BAB VI

ASPEK TEKNIS PER SEKTOR

Bagian ini menjabarkan rencana pembangunan infrastruktur bidang

Cipta Karya yang mencakup empat sektor yaitu pengembangan

permukiman (Bangkim), penataan bangunan dan lingkungan (PBL),

pengembangan air minum (AM), serta pengembangan penyehatan

lingkungan permukiman (PLP) yang terdiri dari air limbah, persampahan

dan drainase. Penjabaran perencanaan teknis tiap sektor dimulai dari

pemetaan isu-isu strategis yang mempengaruhi, penjabaran kondisi

eksisting sebagai baseline awal perencanaan, serta permasalahan dan

tantangan yang harus diantisipasi. Tahapan berikutnya adalah analisis

kebutuhan dan pengkajian terhadap program-program sektoral, dengan

mempertimbangkan kriteria kesiapan pelaksanaan kegiatan, dilanjutkan

dengan merumuskan usulan program dan kegiatan yang dibutuhkan.

6.1. Pengembangan Permukiman

Berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman, permukiman didefinisikan sebagai bagian dari

lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan

yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai

penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau perdesaan.

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan. Pengembangan

permukiman kawasan perkotaan terdiri dari pengembangan kawasan

permukiman baru dan peningkatan kualitas permukiman kumuh,

(2)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-2 pengembangan kawasan permukiman perdesaan, kawasan pusat

pertumbuhan, serta desa tertinggal.

6.1.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Arahan kebijakan pengembangan permukiman mengacu pada

amanat peraturan perundangan, antara lain:

a. Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional. Arahan RPJMN Tahap 3

(2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang

dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh

masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong

terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan

RPJMN berikutnya.

Adapun sasaran pembangunan infrastruktur Cipta Karya Bidang Tata

Bangunan dan Permukiman

b. Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan

dan Kawasan Permukiman. Pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang

lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga

mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan

kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e),

serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan

kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

c. Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2010 tentang

Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Salah satunya terkait

dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan

penanggulangan kawasan kumuh.

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2014

tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum

(3)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-3 berkurangnya luas permukiman kumuh di kawasan perkotaan

sebesar 10% pada tahun 2019.

Beberapa poin penting yang menjadi dasar fungsi kelembagaan

bidang keciptakaryaan pada Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Barat

Daya yang mengacu pada Permen PU Nomor 15/PRT/M/2015 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan

Rakyat terkait pengembangan permukiman, diantaranya:

a. Penyusunan kebijakan dan strategi pembangunan infrastruktur

permukiman;

b. Penyusunan keterpaduan perencanaan dan kemitraan pembangunan

infrastruktur permukiman;

c. Penyusunan keterpaduan program, pembiayaan tahunan yang

bersumber dari APBN dan pembiayaan lainnya;

d. Pemantauan keterpaduan pelaksanaan pembangunan infrastruktur

permukiman;

e. Pengelolaan data dan sistem teknologi informasi;

f. Pemantauan dan evaluasi kinerja keterpaduan program kegiatan dan

pembangunan infrastruktur permukiman; dan

g. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.

6.1.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan

Tantangan

a. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Berbagai isu strategis nasional yang berpengaruh terhadap

pengembangan permukiman saat ini adalah :

1. Mengimplementasikan konsepsi pembangunan berkelanjutan serta

mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

2. Percepatan pencapaian target MDGs 2020 yaitu penurunan proporsi

(4)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-4 3. Perlunya dukungan terhadap pelaksanaan Program-Program Direktif

Presiden yang tertuang dalam MP3EI dan MP3KI.

4. Percepatan pembangunan di wilayah timur Indonesia untuk mengatasi

kesenjangan.

5. Meminimalisir penyebab dan dampak bencana sekecil mungkin.

6. Meningkatnya urbanisasi yang berimplikasi terhadap proporsi

penduduk perkotaan yang bertambah, tingginya kemiskinan penduduk

perkotaan, dan bertambahnya kawasan kumuh.

7. Belum optimalnya pemanfaatan infrastruktur permukiman yang sudah

dibangun.

8. Perlunya kerjasama lintas sektor untuk mendukung sinergitas dalam

pengembangan kawasan permukiman.

9. Belum optimalnya peran pemerintah daerah dalam mendukung

pembangunan permukiman, ditopang oleh belum optimalnya kapasitas

kelembagaan dan kualitas sumber daya manusia serta perangkat

organisasi penyelenggara dalam memenuhi standar pelayanan

minimal di bidang pembangunan perumahan dan permukiman.

Sehubungan dengan isu strategis nasional, penataan kawasan

permukiman perkotaan diikuti pencapaian target penanganan kawasan

permukiman kumuh dan penyediaan rumah kaum dhuafa layak huni

menjadi bagian penting dalam rangka pembangunan permukiman secara

berkelanjutan di Kabupaten Aceh Barat Daya dan menjadi isu strategis

kabupaten. Di samping tentunya penyediaan sarana dan prasarana dasar

permukiman baik di kawasan perkotaan maupun perdesaan, serta

penanganan permukiman pada kawasan konservasi dan rawan bencana.

Sesuai dengan amanat Qanun Kabupaten Aceh Barat Daya Nomor

17 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Aceh

Barat Daya Tahun 2013-2033, strategi penataan ruang wilayah kabupaten

(5)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-5 1. Menyediakan sarana dan prasarana skala pelayanan permukiman di

pusat gampong sebagai bagian strategi untuk kebijakan peningkatan

aksesibilitas dengan pemerataan sarana dan prasarana di seluruh

wilayah kabupaten; dan

2. Mendorong pemerataan pertumbuhan permukiman di Pusat Kegiatan Wilayah (PKW), Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) dan Pusat

Pelayanan Kawasan (PPK) sebagai bagian strategi untuk kebijakan

pengembangan pusat-pusat pelayanan secara bersinergis sesuai

dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Namun, Kabupaten Aceh Barat Daya hingga penyusunan dokumen

RPI2JM ini belum memiliki dokumen Rencana Pembangunan Kawasan

Permukiman Prioritas (RP2KP) Kabupaten Aceh Barat Daya, sehingga

perencanaan pengembangan permukiman dalam wilayah Kabupaten

masih bersifat analisa kebutuhan tahunan dan menjalankan program

prioritas nasional dan provinsi. Secara lebih rinci, gambaran isu strategis

pengembangan permukiman di Kabupaten Aceh Barat Daya, terlihat pada

tabel 6.1. di bawah ini.

Tabel 6.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman

Kabupaten Aceh Barat Daya

No Isu Strategis Keterangan

(1) (2) (3)

1. Pengembangan kawasan permukiman melalui deliniasi pengembangan kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan, diantaranya :

- Penyusunan Masterplan pengembangan permukiman - Pengembangan dan penataan Kawasan Permukiman

Perkotaan

- Pengendalian pertumbuhan pembangunan perumahan baru

Wilayah Kabupaten Aceh Barat Daya

2. Penataan dan rehabilitasi lingkungan kawasan permukiman kumuh

- Kawasan Permukiman Kumuh Perkotaan - Kawasan Permukiman

(6)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-6

4. Peningkatan sarana dan prasarana permukiman

5. Relokasi permukiman di kawasan rawan bencana Kawasan yang diidentifikasi sebagai rawan bencana Budaya, Sempadan Pantai dan Sempadan Sungai 8. Pengembangan Kawasan Transmigrasi; Pengembangan

Kota Terpadu Mandiri.

Kawasan Rencana Kota Terpadu Mandiri

b. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Kondisi eksisting pengembangan permukiman Kabupaten Aceh

Barat Daya erat kaitannya dengan capaian Kabupaten Aceh Barat Daya

dalam menyediakan kawasan permukiman yang layak huni dan penataan

kawasan permukiman agar lebih terarah pengembangannya. Sebagai

panduan perencanaan pengembangan permukiman, sementara ini masih

menggunakan analisa kebutuhan ruang yang ada mengingat belum

tersusunnya dokumen RP2KP Kabupaten Aceh Barat Daya. Perencanaan

dan pengembangan kawasan permukiman yang ada sekarang ini merujuk

pada dokumen Qanun kabupaten Aceh Barat Daya Nomor 17 Tahun 2013,

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Aceh Barat

Daya Tahun 2013-2033 terkait dengan pengembangan kawasan

permukiman. Ketentuan lain sebagai pedoman dalam pengembangan

permukiman dalam wilayah kabupaten diantaranya SK (Surat Keputusan)

Bupati Aceh Barat Daya berkaitan dengan Kawasan permukiman kumuh

perkotaan, SK Bupati Aceh Barat Daya berkaitan kawasan permukiman

layak huni dan SK Bupati Aceh Barat Daya berkaitan perencanaan

kawasan Kota Terpadu Mandiri Kabupaten Aceh Barat Daya.

Sesuai dengan SK Bupati Aceh Barat Daya, permukiman kumuh di

Kabupaten Aceh Barat Daya meliputi 41 (empat puluh satu) lokasi di 9

(sembilan) kecamatan dengan luas total 563,98 Ha, diantaranya :

a. Kecamatan Tangan-Tangan, meliputi kawasan di Gampong Bineh

(7)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-7 b. Kecamatan Babahrot, meliputi kawasan di Gampong Pante Rakyat;

c. Kecamatan Kuala Batee, meliputi kawasan di Gampong Pasar Kota

Bahagia;

d. Kecamatan Jeumpa, meliputi kawasan di Gampong Alue Sungai

Pinang dan Gampong Kuta Jeumpa;

e. Kecamatan Lembah Sabil, meliputi kawasan di Gampong Cot Bak U,

dan Gampong Meurandeh;

f. Kecamatan Manggeng, meliputi kawasan di Gampong Kedai, Gampong

Seunelop, dan Gampong Ladang Panah;

g. Kecamatan Setia, meliputi kawasan di Gampong Lhang, dan Gampong

Rambong;

h. Kecamatan Blangpidie, meliputi kawasan di Gampong Kuta Tuha,

Gampong Meudang Ara, Gampong Geulumpang Payong, Gampong

Kuta Tinggi, Gampong Mata Ie, dan Gampong Keude Siblah; dan

i. Kecamatan Susoh, meliputi kawasan di Gampong Baharu, Barat,

Durian Jangek, Durian Rampak, Gadang, Kedai Susoh, Kepala Bandar,

Padang Baru, Padang Hilir, Palak Hilir, Palak Hulu, Palak Kelambir,

Panjang Baru, Pantai Pirak, Pawoh, Pinang, Pulau Kayu, Rumah Dua

Lapis, Rumah Panjang dan Gampong Tengah.

Tabel 6.2 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan

Bupati/Peraturan lainnya terkait Pengembangan Permukiman Perkotaan Kab. Aceh Barat Daya

NO.

Perda/Pergub/Perbub/Peraturan Lainnya Amanat

Kebijakan

17/2013 RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033 2. SK Bupati Aceh

Barat Daya

(8)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-8

c. Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman

Permasalahan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Masih belum tertatanya kawasan permukiman terutama dalam wilayah

perkotaan;

2. Masih adanya kawasan permukiman kumuh yang dapat menyebabkan

terjadinya degradasi lingkungan

3. Pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;

4. Perkembangan kawasan permukiman yang tidak terarah dan masih

banyaknya yang menyalahi fungsi ruang sesuai ketentuan;

5. Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal;

6. Kebutuhan rumah layak huni yang masih tinggi;

7. Masih belum tertatanya permukiman pada kawasan lindung dan

kawasan rawan bencana

8. Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

Tantangan pengembangan permukiman diantaranya:

1. Tantangan pencapaian kebijakan nasional, diantaranya :

- Percepatan peningkatan pelayanan kepada masyarakat;

- Pencapaian target/sasaran pembangunan dalam Rencana Strategis Ditjen Cipta Karya sektor Pengembangan Permukiman;

- Pencapaian target MDG’s 2015, termasuk didalamnya pencapaian Program-Program Pro Rakyat (Direktif Presiden);

- Perhatian Pemerintah Daerah terhadap pembangunan bidang Cipta Karya khususnya pengembangan permukiman yang masih rendah.

- Memberikan pemahaman kepada pemerintah daerah bahwa pembangunan infrastruktur permukiman yang saat ini sudah

menjadi tugas pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(9)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-9 2. Implementasi dari Qanun RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya

berkaitan peruntukan ruang untuk pengembangan permukiman dan

hubungannya dengan pola ruang lainnya.

Tabel 6.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan

Pengembangan Permukiman Aceh Barat Daya

Permasalahan

1) Masih belum tertatanya kawasan permukiman terutama dalam wilayah perkotaan; 2) Masih adanya kawasan

permukiman kumuh dan pelayanan infrastruktur yang masih terbatas;

3) Perkembangan kawasan permukiman yang tidak terarah dan menyalahi fungsi ruang sesuai ketentuan;

4) Masih terbatasnya prasarana sarana dasar pada daerah tertinggal;

5) Kebutuhan rumah layak huni yang masih tinggi;

6) Masih belum tertatanya permukiman pada kawasan lindung dan kawasan rawan bencana

7) Belum berkembangnya Kawasan Perdesaan Potensial.

1) Pencapaian kebijakan nasional terkait pengembangan permukiman

2) Implementasi dari Qanun RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya berkaitan peruntukan ruang

1) Penyusunan Masterplan Pengembangan

Permukiman

2) Pengembangan dan Penataan Kawasan

4) Penataan dan Rehabilitasi Lingkungan Kawasan Permukiman Kumuh 5) Peningkatan Penyehatan

Lingkungan Permukiman 6) Pembangunan Sanitasi

Permukiman

7) Pengembangan Prasarana dan Sarana Kawasan Cepat Tumbuh Perkotaan 8) Peningkatan Prasarana

Kawasan Permukiman • Penyediaan Sarana

Listrik;

• Program Penyediaan Air Bersih Secara

• Penyediaan Fasilitas

Aspek Pembiayaan

1) Ketersediaan dana kabupaten terkait pengembangan permukiman yang terbatas 2) Masih kurangnya perhatian

pihak swasta untuk berinvestasi dalam pengembangan

permukiman

Aspek Peran Serta Masyarakat

(10)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-10

2) Penggunaan sarana prasarana dasar yang tidak tertib

Kesehatan.

9) Relokasi Permukiman pada Kawasan Rawan Bencana

10) Pengembangan Kawasan Transmigrasi;

Pengembangan Kota Terpadu Mandiri.

Aspek Lingkungan Permukiman

1) Perkembangan permukiman yang tidak tertata dengan baik dan tidak terarah menimbulkan dampak lingkungan

2) Sarana dan prasarana yang tidak berfungsi dengan baik

6.1.3.Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Analisis kebutuhan merupakan tahapan selanjutnya dari identifikasi

kondisi eksisting yang mengaitkan kondisi eksisting dengan target

kebutuhan yang harus dicapai. Terdapat arahan kebijakan yang menjadi

acuan penetapan target pembangunan bidang Cipta Karya khususnya

sektor pengembangan permukiman. Di tingkat Pusat acuan kebijakan

yang berkaitan dengan pengembangan permukiman diantaranya : RPJMN

2015-2019, MDGs 2015 (pengurangan proporsi rumah tangga kumuh

tahun 2020), Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pengurangan luasan

kawasan kumuh tahun 2015 sebesar 10%, arahan MP3EI dan MP3KI,

arahan Direktif Presiden untuk program pro rakyat, serta Renstra

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Tahun 2015-2019.

Sedangkan di tingkat Kabupaten Aceh Barat Daya meliputi target RPJMD,

RTRW Kabupaten, maupun Renstra SKPD. Acuan kebijakan tersebut

hendaknya menjadi dasar pada tahapan analisis kebutuhan

pengembangan permukiman.

Jumlah penduduk Kabupaten Aceh Barat Daya sesuai dengan

dokumen Aceh Barat Daya Dalam Angka Tahun 2013 pada tahun 2010,

2011, dan 2012 berturut-turut yaitu 126.036, 128.922, dan 131.087 jiwa,

sementara rata-rata laju pertumbuhan penduduk tiap tahunnya dari tahun

2010 hingga 2012 sebesar 0,02. Angka kepadatan penduduk terbesar

berada di Kecamatan Susoh sebesar 676 artinya bahwa secara rata-rata

(11)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-11 penduduk dan angka kepadatan penduduk terkecil ada di Kecamatan

Kuala Batee sebesar 28.

Sementara proyeksi jumlah penduduk pada tahun 2016, 2022,

2027 dan 2032 sebagaimana data yang disajikan pada dokumen Materi

Teknis RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033 adalah

masing-masing sebesar, 172.533 jiwa, 204.306 jiwa, 230.783 jiwa, dan

pada 2032 mencapai 257.261 jiwa. Hal ini diikuti dengan tantangan data

luas kawasan permukiman kumuh sebesar 563,98 Ha sesuai data SK

Bupati Aceh Barat Daya Nomor 393 tahun 2014.

6.1.4.Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan

permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, diantaranya:

1. Penyusunan masterplan pengembangan permukiman;

2. Pengembangan dan penataan kawasan permukiman perkotaan;

3. Pengendalian pertumbuhan pembangunan perumahan baru;

4. Penataan dan rehabilitasi lingkungan kawasan permukiman kumuh;

5. Peningkatan penyehatan lingkungan permukiman;

6. Pembangunan sanitasi permukiman;

7. Pengembangan prasarana dan sarana kawasan cepat tumbuh

perkotaan;

8. Peningkatan prasarana kawasan permukiman, diantaranya:

Penyediaan sarana listrik; Penyediaan air bersih secara sederhana;

Pengembangan jaringan jalan desa; Pengembangan sarana angkutan

orang dan barang untuk menunjang produksi pedesaan; dan

Penyediaan fasilitas kesehatan.

9. Relokasi permukiman pada kawasan rawan bencana

10.Pengembangan kawasan transmigrasi dalam bentuk pengembangan

(12)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-12 Selain kegiatan fisik di atas, program/kegiatan pengembangan

permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP

dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan.

1. Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

2. Infrastruktur permukiman RSH

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan.

1. Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial

(Agropolitan/Minapolitan);

2. Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana;

3. Infrastruktur kawasan permukiman terpencil;

4. Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW);

5. Infrastruktur perdesaan PPIP;

6. Infrastruktur perdesaan RIS PNPM.

Adapun alur fungsi dan program pengembangan permukiman

tergambar dalam gambar 6.1

Sumber: Dit. Pengembangan Permukiman, 2012

(13)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-13

6.1.5.Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria).

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang

menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

a. Umum

- Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas;

- Indikator kinerja sesuai dengan yang ditetapkan dalam Renstra; - Kesiapan lahan (sudah tersedia);

- Sudah tersedia DED;

- Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan. Agropolitan & Minapolitan, dan KSK);

- Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa

berfungsi;

- Ada unit pelaksana kegiatan; dan

- Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

b. Khusus

RIS PNPM

- Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra;

- Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya; - Tingkat kemiskinan desa >25%; dan

- Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

- Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI;

- Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya;

(14)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-14 PISEW

- Berbasis pengembangan wilayah;

- Pembangunan Infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv)

air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan; dan

- Mendukung komoditas unggulan kawasan.

Selain kriteria kesiapan seperti di atas terdapat beberapa kriteria

yang harus diperhatikan dalam pengusulan kegiatan pengembangan

permukiman seperti untuk penanganan kawasan kumuh diperkotaan.

Mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2011, permukiman kumuh memiliki ciri

(1) ketidakteraturan dan kepadatan bangunan yang tinggi, (2)

ketidaklengkapan prasarana, sarana, dan utilitas umum, (3) penurunan

kualitas rumah, perumahan, dan permukiman, serta prasarana, sarana

dan utilitas umum, serta (4) pembangunan rumah, perumahan, dan

permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Lebih

lanjut kriteria tersebut diturunkan ke dalam kriteria yang selama ini diacu

oleh Ditjen Cipta Karya meliputi sebagai berikut:

a) Vitalitas Non Ekonomi

1) Kesesuaian pemanfaatan ruang kawasan dalam Rencana Tata

Ruang Wilayah Kota atau RDTK, dipandang perlu sebagai legalitas

kawasan dalam ruang kota.

2) Fisik bangunan perumahan permukiman dalam kawasan kumuh

memiliki indikasi terhadap penanganan kawasan permukiman

kumuh dalam hal kelayakan suatu hunian berdasarkan intensitas

bangunan yang terdapat di dalamnya.

3) Kondisi Kependudukan dalam kawasan permukiman kumuh yang

dinilai, mempunyai indikasi terhadap penanganan kawasan

permukiman kumuh berdasarkan kerapatan dan kepadatan

(15)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-15 b) Vitalitas Ekonomi Kawasan

1) Tingkat kepentingan kawasan dalam letak kedudukannya pada

wilayah kota, apakah apakah kawasan itu strategis atau kurang

strategis.

2) Fungsi kawasan dalam peruntukan ruang kota, dimana keterkaitan

dengan faktor ekonomi memberikan ketertarikan pada investor

untuk dapat menangani kawasan kumuh yang ada. Kawasan

yang termasuk dalam kelompok ini adalah pusat-pusat aktivitas

bisnis dan perdagangan seperti pasar, terminal/stasiun,

pertokoan, atau fungsi lainnya.

3) Jarak jangkau kawasan terhadap tempat mata pencaharian

penduduk kawasan permukiman kumuh.

c) Status Kepemilikan Tanah

1) Status pemilikan lahan kawasan perumahan permukiman.

2) Status sertifikat tanah yang ada.

3) Keadaan Prasarana dan Sarana: Kondisi Jalan, Drainase, Air

bersih, dan Air limbah.

4) Komitmen Pemerintah Kabupaten/Kota

• Keinginan pemerintah untuk penyelenggaraan penanganan

kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana dan

mekanisme kelembagaan penanganannya.

• Ketersediaan perangkat dalam penanganan, seperti halnya

rencana penanganan (grand scenario) kawasan, rencana

induk (master plan) kawasan dan lainnya.

6.1.6.Usulan Program dan Kegiatan

a. Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan Permukiman

Setelah melalui tahapan analisis kebutuhan untuk mengisi

kesenjangan antara kondisi eksisting dengan kebutuhan maka perlu

(16)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-16 kegiatan terbatasi oleh waktu dan kemampuan pendanaan pemerintah

kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam

RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun

pertama hingga kelima.

Dengan memperhatikan kriteria kesiapan maka dapat dirumuskan

usulan program dan kegiatan pengembangan permukiman kabupaten

yang disusun bersdasarkan prioritasnya dengan petunjuk pengisian kolom

sebagai berikut:

1. Nomor urut

2. Nama program dan kegiatan

3. Volume dan satuan kegiatan

4. Perkiraan kebutuhan biaya

5. Lokasi pelaksanaan kegiatan

(17)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-17

No Program/Kegiatan Volume/

Satuan

1. Penyusunan RPPKP Kabupaten Aceh Barat Daya 1 Laporan 1.000.000 Aceh Barat Daya 2. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Susoh

206,15 Ha 200.000

Susoh 3. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Blangpidie

101,69 Ha 300.000

Blangpidie 4. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Manggeng

40,31 Ha 250.000

Manggeng 5. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Babahrot

42,51 200.000

Babahrot 6. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Kuala Batee

12,01 Ha 200.000

Kuala Batee 7. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Jeumpa

59,66 Ha 200.000

Jeumpa 8. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Setia

35,14 Ha 200.000 Setia 9. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Tangan-Tangan

35,59 Ha 200.000

Tangan-Tangan 10. DED Penataan Infrastruktur Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman

Kumuh) Kecamatan Lembah Sabil

26,94 Ha 200.000

Lembah Sabil 11. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Susoh

206,15 Ha 2.450.000

(18)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-18

13. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh) Kecamatan Manggeng

40,31 Ha 1.500.000

Babahrot 14. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Babahrot

42,51 1.500.000

Kuala Batee 15. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Kuala Batee

12,01 Ha 1.500.000

Jeumpa 16. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Jeumpa

59,66 Ha 1.500.000

Susoh 17. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Setia

35,14 Ha 1.500.000 Setia 18. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Tangan-Tangan

35,59 Ha 1.500.000

Tangan-Tangan 19. Pembangunan PSD Permukiman Perkotaan (Kawasan Pemukiman Kumuh)

Kecamatan Lembah Sabil

26,94 Ha 1.500.000

Lembah Sabil 20. Penyusunan DED Revitalisasi Perumahan Tidak Layak Huni 13,00 Ha 400.000 Aceh Barat Daya 21. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Babahrot 1 Ha 200.000 Babahrot 22. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Kuala Batee 1 Ha 200.000 Kuala Batee 23. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Jeumpa 2 Ha 400.000 Jeumpa 24. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Susoh 3 Ha 600.000 Susoh 25. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Blangpidie 2 Ha 400.000 Blangpidie 26. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Setia 1 Ha 200.000 Setia

27. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Tangan-Tangan 1 Ha 200.000 Tangan-Tangan 28. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Manggeng 1 Ha 200.000 Manggeng 29. Revitalisasi PSD Perumahan Tidak Layak Huni Kec. Lembah Sabil 1 Ha 200.000 Lembah Sabil

30. Penyusunan DED Kawasan Agropolitan Manggeng dan Lembah Sabil 1 Kws 500.000 Manggeng dan Lembah Sabil

31. Penyusunan DED Kawasan Agropolitan Babahrot dan Kuala Batee 1 Kws 500.000 Babahrot dan Kuala Batee 32. Penyusunan DED Kawasan Minapolitan 1 Kws 500.000 Susoh

(19)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-19

35. Pembangunan PSD Kawasan Agro Politan 1 Kws 2.500.000 Manggeng dan Lembah Sabil

36. Pembangunan PSD Kawasan Agro Politan 1 Kws 2.500.000 Babahrot dan Kuala Batee 37. Pembangunan PSD Kawasan Minapolitan 1 Kws 2.000.000 Susoh

38. Pembangunan PSD Kawasan Minawisata 1 Kws 2.500.000 Manggeng 39. Pembangunan Kawasan Terpadu Mandiri 1 Kws 2.665.000 Babahrot 40. Penyusunan DED Revitalisasi Kawasan Permukiman Pasca Bencana

Kabupaten

5 Kws 500.000

Aceh Barat Daya 41.

Revitalisasi Kawasan Permukiman Pasca Bencana Ie Mirah 1 Kws 1.500.000 Desa Ie Mierah, Babahrot 42.

Revitalisasi Kawasan Permukiman Pasca Bencana Padang Meurante 1 Kws 1.500.000 Desa Padang Meurante, Susoh

43. Revitalisasi Kawasan Permukiman Pasca Bencana Pante Geulima 1 Kws 800.000 Desa Pante Geulima, Susoh

44. Revitalisasi Kawasan Permukiman Pasca Bencana Iku Lhueng 1 Kws 800.000 Desa Iku Lhueng, Jeumpa

(20)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-20

6.2. Penataan Bangunan dan Lingkungan

6.2.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan

yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan

ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan

maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan

lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada

Undang- undang dan peraturan antara lain:

a. UU Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan

Permukiman, memberikan amanat bahwa penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan,

pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di

dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem

pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Selanjutnya juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang

telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam

penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana

rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

b. UU Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,

memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara

tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta

dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung.

Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah: Status hak atas

tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah;

Status kepemilikan bangunan gedung; dan Izin mendirikan bangunan

(21)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-21 Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata

bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata

bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda,

mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur

bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan,

persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan,

kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU Nomor 28 tahun 2002

juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung

yang meliputi kegiatan pembangunan pemanfaatan pemanfaatan,

pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan

pembinaan oleh pemerintah.

c. PP Nomor 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU

Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, membahas

ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung,

penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan

pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam

peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk

menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai

acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan

bangunan gedung dan lingkungan.

d. Permen PU Nomor 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan, dijelaskan bahwa

RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun

perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan

terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta

kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL

yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

e. Permen PU Nomor 14 /PRT/M/2010 tentang Standar

(22)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-22

Ruang, mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib

daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada

Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap

Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta

sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU Nomor 8 tahun 2010

tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608

dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal

Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan,

penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta

fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk

pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Kemudian selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat

Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

1. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan

bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

2. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan

pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi

bangunan gedung istana kepresidenan;

3. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan

penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan

masyarakat dalam penataan lingkungan;

4. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi

kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau,

(23)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-23 5. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan

kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan;

dan

6. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang

baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan

meliputi:

1. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

• Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL); • Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

• Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan

pemukiman kumuh dan nelayan;

• Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan

pemukiman tradisional.

2. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

• Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

• Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan

gedung;

• Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur; • Pelatihan teknis.

3. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

• Bantuan teknis penanggulangan kemiskinan di perkotaan; • Paket dan Replikasi.

6.2.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan

Tantangan

A. Isu Strategis

Untuk dapat merumuskan isu strategis Bidang PBL, maka dapat

(24)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-24 mempengaruhi sektor PBL. Untuk Agenda Nasional, salah satunya adalah

Program PNPM Mandiri, yaitu Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat Mandiri, sebagai wujud kerangka kebijakan yang menjadi

dasar acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan

berbasis pemberdayaan masyarakat. Agenda nasional lainnya adalah

pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Pekerjaan Umum

dan Penataan Ruang, khususnya untuk sektor PBL yang mengamanatkan

terlayaninya masyarakat dalam pengurusan IMB di kabupaten/kota dan

tersedianya pedoman Harga Standar Bangunan Gedung Negara (HSBGN)

di kabupaten/kota.

Agenda internasional yang terkait diantaranya adalah pencapaian MDG’s 2015, khususnya memastikan kelestarian lingkungan hidup. Target MDGs yang terkait bidang Cipta Karya, yaitu menurunkan hingga

separuhnya proporsi penduduk tanpa akses terhadap air minum layak

dan sanitasi layak pada 2015, serta target tercapainya peningkatan yang

signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada

tahun 2020.

Agenda internasional lainnya adalah isu Pemanasan Global (Global

Warming). Pemanasan global yang disebabkan bertambahnya

karbondioksida (CO2) sebagai akibat konsumsi energi yang berlebihan

mengakibatkan naiknya suhu permukaan global hingga 6.4 °C antara

tahun 1990 dan 2100, serta meningkatnnya tinggi muka laut di seluruh

dunia hingga mencapai 10-25 cm selama abad ke-20. Kondisi ini

memberikan dampak bagi kawasan-kawasan yang berada di pesisir

pantai, yaitu munculnya bencana alam seperti banjir, kebakaran serta

dampak sosial lainnya.

Agenda Habitat juga merupakan salah satu Agenda Internasional

yang juga mempengaruhi isu strategis sektor PBL. Konferensi Habitat I

(25)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-25 1976, sebagai dasar terbentuknya UN Habitat pada tahun 1978, yaitu

sebagai lembaga PBB yang mengurusi permasalahan perumahan dan

permukiman serta pembangunan perkotaan. Konferensi Habitat II yang

dilaksanakan di lstanbul, Turki, pada 3 - 14 Juni 1996 dengan dua tema

pokok, yaitu "Adequate Shelter for All" dan "Sustainable Human

Settlements Development in an Urbanizing World", sebagai kerangka

dalam penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi

masyarakat.

Dari agenda-agenda tersebut maka isu strategis tingkat nasional

untuk bidang PBL dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:

1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di

perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka

hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional

dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang

tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan

Standar Pelayanan Minimal.

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam

penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung

(keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda

(26)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-26 c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional,

tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/ berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan

rumah negara;

e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung

dan rumah Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta

orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk

sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah

dalam penanggulangan kemiskinan.

Isu strategis PBL ini terkait dengan dokumen-dokumen seperti RTR,

skenario pembangunan daerah, RTBL yang disusun berdasar skala

prioritas dan manfaat dari rencana tindak yang meliputi a) Revitalisasi, b)

RTH, c) Bangunan Tradisional/bersejarah dan d) penanggulangan

kebakaran, bagi pencapaian terwujudnya pembangunan lingkungan

permukiman yang layak huni, berjati diri, produktif dan berkelanjutan.

Tabel 6.5Isu Strategis sektor PBL di Kabupaten Aceh Barat Daya

No Kegiatan Sektor

PBL Isu Strategis Sektor

(1) (2) (3)

1. Penataan Lingkungan Permukiman

a. Belum tersusunnya rencana detail tata ruang dan RTBL sebagai panduan dalam penataan ruang kawasan;

b. Penataan bangunan dan lingkungan dalam mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran permukiman yang belum optimal.

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau perkotaan, penataan ruangnya dan pengendalian ruang yang mempengaruhinya;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

(27)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-27

bangunan dan lingkungan kawasan strategis;

f. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

g. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2. Penyelenggaraan

Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Belum tersusunnya Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung Kabupaten

b. Belum optimalnya tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

c. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan peraturan daerah terkait bangunan gedung di kabupaten d. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang

fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan yang berkelanjutan;

e. Pengadaaan dan penataan bangunan gedung pemerintahan; f. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan

Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.

A. Kondisi Eksisting

Konsep ruang wilayah yang harus terencana dengan baik sesuai

dengan amanat RTRW, menjadi acuan utama dalam penataan ruang.

Sebagai pendukung peraturan tersebut, turunan dari dokumen RTRW

berupa Rencana Detail Tata Ruang dan RTR KSK serta penyusunan P2KP,

Perda BG dan RTBL menjadi pekerjaan rumah pemerintah daerah dalam

rangka mencapai target nasional serta memenuhi SPM penataan ruang

pada umumnya dan penyediaan infrastruktur bangunan dan lingkungan

pada khususnya.

Sebagai upaya tindak lanjut dalam implementasi peraturan terkait

penataan ruang, pengendalian pemanfaatan ruang menjadi tugas besar

agar penataan bangunan dan lingkungan lebih terarah, terpadu dan

berkelanjutan. singkronisasi ruang dalam peruntukan ruang dan

penyelesaian penyalahgunaan tata ruang wilayah merupakan langkah

yang harus ditempuh, mengingat kondisi eksisting perencanaan bangunan

(28)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-28 proses perkembangan di masa lalu sampai sekarang yang perlu

perbaikan-perbaikan.

Dengan melihat isu strategis nasional dan daerah serta

harapan-harapan yang dibutuhkan dan diinginkan ke depan, maka langkah yang

seharusnya ditempuh adalah mengidentifikasi permasalahan yang telah

ada serta tantangan ke depan dan menformulasikannya melalui program

dan kegiatan penataan bangunan dan lingkungan sebagaimana tercantum

dalam dokumen RPI2JM ini.

Tabel 6.6 Peraturan Daerah/Peraturan Gubernur/Peraturan

Bupati/Peraturan lainnya terkait Penataan Bangunan dan Lingkungan Kab. Aceh Barat Daya

NO.

Perda/Pergub/Perbub/Peraturan Lainnya Amanat

Kebijakan Daerah Jenis Produk

Pengaturan

Nomor/Tahu

n Perihal

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Qanun Kabupaten

17/2013 RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun 2013-2033

B. Permasalahan dan Tantangan

Dalam kegiatan penataan bangunan dan lingkungan terdapat

beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi, antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

• Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa

RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam

penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

• Tertib kawasan berkaitan dengan kegiatan ekonomi utama,

(29)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-29 • Pengembangan kawasan potensi wisata dalam kaitannya dengan

penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan strategis;

• Masih rendahnya dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya

alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam

rangka pemenuhan SPM.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung :

• Belum tersusunnya perda bangunan gedung;

• Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan

pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan,

kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

• Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan

kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah - daerah

rawan bencana;

• Belum tersedianya dengan baik prasarana dan sarana hidran

kebakaran untuk bangunan gedung yang ada;

• Lemahnya pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung di daerah

serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

• Belum terbangunnya seluruh bangunan perkantoran sesuai kebutuhan

dan masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasi dengan

baik;

• Bangunan perkantoran banyak yang belum memenuhi persyaratan

keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

• Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara kurang tertib dan efisien;

• Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan

hijau/terbuka, sarana olah raga.

(30)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-30

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

• Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam

pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk

pengawasan;

• Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

• Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan

gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

Tabel 6.7 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Penataan

Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Aceh Barat Daya

Permasalahan PBL Tantangan PBL Alternatif Solusi

(1) (2) (3)

Penataan Lingkungan

Permukiman

1) Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

2) Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

3) Tertib kawasan berkaitan dengan kegiatan ekonomi utama, pelestarian kawasan cagar budaya dan bersejarah. 4) Pengembangan kawasan

potensi wisata dalam kaitannya dengan penataan bangunan dan lingkungan pada kawasan strategis; 5) Masih rendahnya dukungan

pemerintah daerah dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran

1) Pencapaian kebijakan nasional terkait pengembangan permukiman

2) Implementasi dari Qanun RTRW Kabupaten Aceh Barat Daya berkaitan

1) Penyusunan landasan hukum dan peraturan daerah, diantaranya: RDTR Kawasan Perkotaan; RTR Kasawan Strategis kabupaten; RTBL dan Perda Bangunan Gedung, dan RISPK;

2) Penyusunan masterplan kawasan terkait penataan bangunan gedung dan lingkungan diantaranya Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Publik perkotaan; 3) Penataan pasar pada wilayah

perkotaan;

4) Penataan kawasan wisata cagar budaya dan kawasan wisata potensi lainnya pada KSK;

5) Pembangunan jalan lingkungan;

6) Peningkatan keandalan bangunan gedung terutama pada wilayah perkotaan dalam rangka menghindari dan mencegah kebakaran; 7) Peningkatan sarana dan

(31)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-31

daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM.

8) Pembangunan sarana dan prasarana publik sesuai kebutuhan daerah;

9) Pembangunan gedung pemerintahan yang belum terbangun;

10) Peningkatan sarana dan prasarana keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan pada bangunan gedung

11) Peningkatan kualitas SDm aparatur terkait penataan bangunan dan lingkungan

Penyelenggaraan Bangunan

Gedung :

1) Belum tersusunnya perda bangunan gedung;

2) Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

3) Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah - daerah rawan bencana;

4) Belum tersedianya dengan baik prasarana dan sarana hidran kebakaran untuk bangunan gedung yang ada; 5) Lemahnya pengaturan

penyelenggaraan bangunan gedung di daerah serta rendahnya kualitas pelayanan publik dan perijinan;

6) Belum terbangunnya seluruh bangunan perkantoran sesuai kebutuhan dan masih banyaknya aset negara yang tidak teradministrasi dengan baik;

7) Bangunan perkantoran banyak yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan; 8) Penyelenggaraan Bangunan

Gedung kurang tertib dan efisien;

9) Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan hijau/terbuka, sarana olah raga.

10) Penyalahgunaan ruang yang berfungsi publik.

Kapasitas Kelembagaan

Daerah:

(32)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-32

dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan

gedung termasuk pengawasan;

2) Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi; 3) Masih perlunya peningkatan

dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3.Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Analisis kebutuhan Program dan Kegiatan untuk sektor PBL

Kabupaten Aceh Barat Daya, mengacu pada Lingkup Tugas DJCK untuk

sektor PBL yang dinyatakan pada Permen PU No. 8 Tahun 2010, meliputi:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman

Dengan kegiatan yang terkait adalah penyusunan Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL), Rencana Induk Sistem Proteksi

Kebakaran (RISPK), pembangunan prasarana dan sarana lingkungan

permukiman tradisional dan bersejarah, pemenuhan Standar Pelayanan

Minimal (SPM), dan pemenuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan.

RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan)

RTBL berdasarkan Permen PU No. 6 Tahun 2007 tentang Pedoman

Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan didefinisikan sebagai

panduan rancang bangun suatu lingkungan/kawasan yang dimaksudkan

untuk mengendalikan pemanfaatan ruang, penataan bangunan dan

lingkungan, serta memuat materi pokok ketentuan program bangunan dan

lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi,

ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian

pelaksanaan pengembangan lingkungan/kawasan. Materi pokok dalam

Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan meliputi:

(33)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-33 • Rencana Umum dan Panduan Rancangan;

• Rencana Investasi;

• Ketentuan Pengendalian Rencana; • Pedoman Pengendalian Pelaksanaan.

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran

RISPK atau Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran seperti yang

dinyatakan dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 tentang Persyaratan

Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan, bahwa Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung

dan Lingkungan adalah sistem yang terdiri atas peralatan, kelengkapan

dan sarana, baik yang terpasang maupun terbangun pada bangunan yang

digunakan baik untuk tujuan sistem proteksi aktif, sistem proteksi pasif

maupun cara-cara pengelolaan dalam rangka melindungi bangunan dan

lingkungannya terhadap bahaya kebakaran.

Penyelenggaraan sistem proteksi kebakaran pada bangunan

gedung dan lingkungan meliputi proses perencanaan teknis dan

pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan

pembongkaran sistem proteksi kebakaran pada bangunan gedung dan

lingkungannya.

RISPK terdiri dari Rencana Sistem Pencegahan Kebakaran dan

Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran di Kabupaten/Kota untuk

kurun waktu 10 tahun. RISPK memuat rencana kegiatan pencegahan

kebakaran yang terdiri dari kegiatan inspeksi terhadap ancaman bahaya

kebakaran pada kota, lingkungan bangunan dan bangunan gedung, serta

kegiatan edukasi pencegahan kebakaran kepada masyarakat dan kegiatan

penegakan Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM). RISPK juga

memuat rencana tentang penanggulangan kebakaran yang terdiri dari

rencana kegiatan pemadaman kebakaran serta penyelamatan jiwa dan

(34)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-34

Penataan Lingkungan Permukiman Tradisional/Bersejarah

Pendekatan yang dilakukan dalam melaksanakan Penataan

Lingkungan Permukiman Tradisional adalah:

1. Koordinasi dan sinkronisasi dengan Pemerintah Daerah;

2. Pendekatan Tridaya sebagai upaya pemberdayaan terhadap aspek

manusia, lingkungan dan kegiatan ekonomi masyarakat setempat;

3. Azas "berkelanjutan" sebagai salah satu pertimbangan penting untuk

menjamin kelangsungan kegiatan;

4. Rembug warga dalam upaya menggali sebanyak mungkin aspirasi

masyarakat, selain itu juga melakukan pelatihan keterampilan teknis

dalam upaya pemberdayaan masyarakat.

Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Analisa kebutuhan Program dan Kegiatan juga mengacu pada

Permen PU No.14 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Khusus untuk sektor PBL, SPM

juga terkait dengan SPM Penataan Ruang dikarenakan kegiatan penataan

lingkungan permukiman yang salah satunya melakukan pengelolaan

kebutuhan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di perkotaan. Standar SPM terkait

dengan sektor PBL sebagaimana terlihat pada tabel 8.19, yang dapat

dijadikan acuan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun kebutuhan akan

sektor Penataann Bangunann dan Lingkungan.

Tabel 6.8 SPM Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

NO Jenis Pelayanan Dasar Standar Pelayanan

(35)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-35

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Kegiatan penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

meliputi:

1. Menguraikan kondisi bangunan gedung negara yang belum memenuhi

persyaratan keandalan yang mencakup (keselamatan, keamanan,

kenyamanan dan kemudahan);

2. Menguraikan kondisi Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah

Negara;

3. Menguraikan aset negara dari segi administrasi pemeliharaan.

Untuk dapat melakukan pendataan terhadap kondisi bangunan

gedung dan rumah negara perlu dilakukan pelatihan teknis terhadap

tenaga pendata HSBGN, sehingga perlu dilakukan pendataan kegiatan

pembinaan teknis penataan bangunan gedung.

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan

P2KP merupakan program pemerintah yang secara substansi

berupaya menanggulangi kemiskinan melalui pemberdayaaan masyarakat

dan pelaku pembangunan local lainnya,termasuk Pemerintah Daerah dan

(36)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-36

6.2.4.Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan

Bangunan dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari:

a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;

c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan

Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan

Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan

(Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci,

indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan

kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika

diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani

pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur

dibangun.

Adapun rencana program kegiatan sektor Penataan Bangunan dan

Lingkungan (PBL) di Kabupaten Aceh Barat Daya, antara lain:

a. Penyiapan Peraturan Daerah terkait Bangunan Gedung, diantaranya :

1. Penyusunan Draft NSPK Daerah Bidang Penataan Bangunan dan

Lingkungan;

2. Penyusunan Raperda Bangunan Gedung;

3. Penyusunan RDTR Kawasan Perkotaan Blangpidie;

4. Penyusunan RTR PKLP;

5. Penyusunan RTR Kecamatan;

b. Rencana Penataan Lingkungan Permukiman Berbasis Komunitas,

diantaranya : Rencana Penataan Kawasan Kota Terpadu Mandiri

(KTM)

c. Penyusunan Rancangan Qanun Rencana Tata Bangunan dan

(37)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-37 d. Penyelengaraan Penataan Bangunan yang terdiri dari Penataan

Kawasan Pusaka, Penataan Bangunan Kawasan Hijau, dan Penataan

Bangunan Kawasan Destinasi Wisata, diantaranya :

1. Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Madat Kuala Batu;

2. Revitalisasi Kawasan Mesjid Ayah Gadeng sebagai Kawasan Cagar

Budaya;

3. Revitalisasi Tugu Perjuangan Tengku Peukan;

4. Revitalisasi Gedung Seni Tradisional;

5. Pemeliharaan Taman Kota;

6. Pemeliharaan Taman Rekreasi;

7. Penataan Taman Komplek Kantor Bupati;

8. Pembangunan Taman dan Median Jalan Komplek Pemerintahan;

9. Pembangunan Turap/Talud/Taman Bukit Hijau Komplek

Pemerintahan;

10.Pembangunan Tempat Parkir Kota Blangpidie

11.Revitalisasi Pasar Buah Balngpidie dan Babahrot.

12.Revitalisasi Kawasan Wisata : Kawasan Wisata Krueng Baroe;

Kawasan Wisata Irigasi Krueng Beukah; Kawasan Wisata Lama

Muda; Taman Rekreasi Cemara Indah; Kawasan Wisata

Agropolitan; Kawasan Wisata Pantai Jilbab; Kawasan Wisata Bahari

Pulau Gosong; Kawasan Wisata Ujung Manggeng; Kawasan Wisata

Krueng Babahrot; Kawasan Wisata Gua Seumancang; Kawasan

Wisata Suak Beurumbang; Kawasan Wisata Alue Seulaseh;

Kawasan Wisata Pantai Arun Teumpang; Kawasan Pemandian

(38)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-38

6.3. Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

6.3.1.Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan

merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara,

merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik)

dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM

adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/ Badan Usaha Milik Daerah

(BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat

yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air

minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat

dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air

baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan

SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam

pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya

Air, Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air

baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan

pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk

pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung

jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana

Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025,

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan

prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan

pelayanan.

c. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang

(39)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-39 Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun,

memperluas dan/atau meningkatkan system fisik (teknik) dan non

fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan

hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan

air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik.

Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan

pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan,

kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan,

keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2006

tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem

Penyediaan Air Minum, Bahwa dalam rangka peningkatan

pelayanan/penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan

SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau

meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh

untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat

menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor

14/PRT/M/2010, tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang

Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang

aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan

dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok

minimal 60 liter/orang/hari.

SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau

bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat

meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan

unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat

(40)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-40 hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan

perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi

kewenangan/tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk

menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi

kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang

sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundang-

undangan, seperti yang diamanatkan dalam PP Nomor 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air

Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang

mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal

Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan

produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang

pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara

lain mencakup:

• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

• Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan

sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana

alam dan kerusuhan sosial;

• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

• Penyusunan norma, standar, prosedur dan criteria serta pembinaan

kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2.Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan

Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan SPAM

Terdapat isu-isu strategis yang diperkirakan akan mempengaruhi

upaya Indonesia untuk mencapai target pembangunan di bidang air

(41)

SATGAS RPI2JM BIDANG CIPTA KARYA KABUPATEN ACEH BARAT DAYA VI-41 dalam lingkungan Kementerian Pekerjaan Umum khususnya Direktorat

Jenderal Cipta Karya. Isu-isu strategis tersebut adalah:

1. Peningkatan Akses Aman Air Minum;

2. Pengembangan Pendanaan;

3. Peningkatan Kapasitas Kelembagaan;

4. Pengembangan dan Penerapan Peraturan Perundang-undangan;

5. Pemenuhan Kebutuhan Air Baku untuk Air Minum;

6. Rencana Pengamanan Air Minum;

7. Peningkatan Peran dan Kemitraan Badan Usaha dan Masyarakat; dan

8. Penyelenggaraan Pengembangan SPAM yang Sesuai dengan Kaidah

Teknis dan Penerapan Inovasi Teknologi.

Beberapa isu strategis Kabupaten Aceh Barat Daya terkait sistem

penyediaan air minum diantaranya : belum optimalnya pengelolaan dan

pemeliharaan jaringan, keterbatasan sarana dan prasarana penunjang

yang dibutuhkan, dan tingkat pelayanan SPAM yang masih rendah. Namun

demikian, sesuai hasil pengukuran dan pengambilan sampel pada 9 titik

air di beberapa intake oleh Tim Penyusun RISPAM Kabupaten

menunjukkan kualitas air pada sumber mata air di Kabupaten Aceh Barat

Daya sangat layak dijadikan air baku untuk air minum. Hal ini merupakan

potensi besar untuk dikelola dengan baik.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan SPAM

Pembahasan yang perlu diperhatikan terkait dengan Kondisi

Eksisting Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum secara umum

adalah:

1. Aspek Teknis

Sebagaimana dijelaskan di atas, kualitas air sesuai dengan hasil

pengukuran dan pengambilan sampel air menunjukkan kondisi air yang

sangat layak dijadikan air baku air minum. Beberapa sistem jaringan yang

Gambar

Tabel 6.1 Isu-Isu Strategis Sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Aceh Barat Daya
Tabel 6.3 Identifikasi Permasalahan dan Tantangan Pengembangan Permukiman Aceh Barat Daya
Gambar 6.1 Alur Program Pengembangan Permukiman
Tabel 6.4 Format Usulan dan Prioritas Program Infrastruktur Permukiman Kabupaten Aceh Barat Daya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Deflasi di Kota Kediri dipengaruhi oleh penurunan indeks yang cukup besar pada kelompok Bahan Makanan, yaitu sebesar 2,43 persen, kemudian kelompok Transpor,

Berdasarkan hasil yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa Sistem otomasi penyalaan lampu ruang kuliah berbasis Atmega8535 dengan

Saat sebuah sistem operasi mengirimkan data kepada hard drive untuk direkam, drive tersebut memproses data tersebut menggunakan sebuah formula matematikal yang kompleks yang

Setelah berhasil membuat pompa hidram, dan melakukan pelatihan kepada masyarakat serta mahasiswa, selanjutnya akan dibuat prototipe pompa hidram yang ke dua. Prototipe

Tujuan pembuatan proyek akhir ini adalah membuat aplikasi yang mampu melakukan kombinasi dan perhitungan harga dalam pemilihan paket audio mobil dengan menggunakan metode

Sejalan dengan pemaparan tersebut dan berdasarkan hasil refleksi yang dilaksanakan, ternyata pemberian layanan konseling perorangan dengan pendekatan behavioral

1) Perubahan peruntukkan wakaf hak milik tidak dibenarkan, disebabkan apa yang telah diwakafkan boleh dijual atau dirubah peruntukkannya apabila wakaf tersebut

Sektor pertanian yang merupakan kontributor terbesar dalam PDRB Kalimantan Tengah, pada triwulan I-2011 mengalami kontraksi dengan pertumbuhan -0,28 persen dibanding triwulan yang