• Tidak ada hasil yang ditemukan

TIJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DIKOTAJAYAPURA. Ismail Tuanaya. Abstrak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TIJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DIKOTAJAYAPURA. Ismail Tuanaya. Abstrak"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TIJAUAN YURIDIS EFEKTIVITAS PELAKSANAAN PERWAKAFAN TANAH DIKOTAJAYAPURA

Ismail Tuanaya Abstrak

Benda yang telah diwakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksud dalam ikrar wakaf Penyimpangan hanya dapat di lakukan terhadap hal -hal tertentu, dan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakafseperti yang diikrarkan oleh wakif. dan karena kepentingan umum.

Kala Kunci: Efektifitas, Perwakafan, Tanah.

Abstract

Objectsthathave beendiwakafkancannotmake changesoruseotherthan those referred to inthe pledgewaqfdeviationcanonlybe doneagainstcertain things, andafterpriorwritten approvalfrom theOffice of Religious Affairs(KUA), the localdistrictbecause itis notappropriateagainwith the aim ofwaqfasprofessed bywakif. andbecause ofpublic interest.

Keywords:Effectiveness, Perwakafan, Land.

A. PENDAHULUAN

Wakaf adalah ibadah yang diutamakan dalam Islam, disamping taqorrob (pendekatan) diri kepada Allah, juga sebagai salah satu sarana mewujudkan kesejahteraan sosial dan sekaligus modal dalam perkembangan dan kemajuan agama Islam. Mewakafkan harta yang dimiliki, maka manfaat yang akan diperoleh lebih dari pada bersedekah, sebab harta wakaf itu abadi, tidak boleh dijual dihibah, atau diwariskan sehingga hasilnya dapat terus menerus dipergunakan untuk kepentingan masyarakat dan usaha-usaha amal Islam, seperti membangun rumah sekolah, madrasah, rumah sakit, rumah penyantun anak yatim atau jompo dan amal akhirat lain. Oleh karenanya Wakaf adalah salah satu usaha mewujudkan dan memelihara Hablum Minaallah dan Hablum Minannas.

Dalam fungsi sebagai ibadah Wakaf diharapkanakan menjadi bakal kehidupan. Wakaf (seorang yang berwakaf) di hari kemudian (akhirat). Karena Wakaf merupakan suatu bentuk amal yang pahalanya akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu di manfaatkan.

Praktek Wakaf yang tidak memperhitungkan sumber rezeki bagi keturunannya yang menjadi tanggung jawabnya bisa menjadi malapetaka bagi generasi yang di tinggalkan. Oleh karena itu tidak mustahil di jumpai ahli waris yang mengingkari adanya ikrar Wakaf dari orang tuanya, dengan tidak mau menyerahkan tanah Wakaf kepada orang yang ditunjuk, bahkan menarik kembali harta yang telah dikuasai oleh orang tertentu.

Pewakafan tanah merupakan suatu perbuatan hukum tersendiri yang dipandang dari sudut tertentu yang bersifat rangkap, karena di satu pihak perbuatan

(2)

tersebut menyebabkan objeknya memperoleh kedudukan yang khusus, sedangkan di pihak lain perbuatan terse but juga menimbulkan suatu badan hukum di dalam hukum adat serta sanggup ikut dalam kehidupan sebagai subjek hukum.

Mengenai obyek tanah wakaf dapat dimungkinkan pula tanah-tanah selain hak milik dapat diwakafkan, misalnya Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Guna Usaha (HGU) bahkan bila mungkin Hak Pakai, yang penting tanah-tanah hak tersebut bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan maupun perkara.

Pemilikan harta wakaf tidak lepas dari si wakif bahkan ia dibenarkan menariknya kembali dan ia boleh menjualnya, karena yang lebih kuat menurut pendapat Abu Hanifah adalah bahwa wakaf hukumnya jaiz (boleh), tidak wajib, sama halnya dengan pinjaman (pinjam meminjam).

“Sedangkan cara pemanfaatannya adalah dengan menggunakan sesuai dengan kehendak pemberi wakaf tanpa imbalan.” Para ulama mazhab kecuali Maliki berpendapat bahwa wakaf tidak terwujud kecuali bila orang yang mewakafkannya bermaksud mewakafkan barangnya untuk selama-lamanya dan terus-menerus.Itu pula sebabnya, wakaf disebut sedekah jariah. Jadi jika orang yang mewakafkan itu membatasi waktunya untuk jangka waktu tertentu, maka apa yang dilakukannya itu tidak bisa disebut sebagai wakaf.

Pada dasarnya terhadap benda yang telah diwakafkan tidak dapat di lakukan perubahan atau penggunaan lain dari pada yang di maksud dalam ikrar wakaf. Penyimpangan hanya dapat di lakukan terhadap hal - hal tertentu setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Kantor Urusan Agama (KUA) lalu setelah mendapat persetujuan dari Camat setempat dengan alasan, karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf, seperti yang diikrarkan oleh wakif. dan karena kepentingan umum.

Dari penjabaran di atas bahwa wakaf itu untuk selama-lamanya bersifat abadi dengan jangka waktu tidak terbatas dan wakaf yang diikrarkan tidak dapat dibatalkan, maka pada asasnya wakaf tersebut tidak dapat dilakukan perubahan peruntukkannya.Tetapi sesuai dengan perkembangan yang ada pada saat sekarang ini hal tersebut harus disesuaikan dengan perkembangan yang ada atau dengan kata lain wakaf tersebut dapat dilakukan suatu penyimpangan-penyimpangan dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan KUA Kecamatan.

Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut sebagai berikut:

1. Bagaimanakah pandangan hukum Islam mengenai perubahan peruntukkan tanah wakafhak milik.

2. Bagaimanakah pandangan UU No. 5/1960 tentang UUPA mengenai perubahan peruntukkan tanah wakafhak milik serta efektifitas pelaksanaannya.

3. Bagaimanakah akibat hukum perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA dan efektifitas pelaksanaannya.

B. PEMBAHASAN

Perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik akan berakibat baik atau positif maupun berakibat buruk atau negatif. Hal ini dikarenakan adanya suatu pro dan kontra dengan adanya perubahan peruntukkan tanah wakaf tersebut.baik dari kalangan ulama, pejabat berwenang, masyarakat umum ataupun pihak-pihak yang lainnya.

(3)

Akibat yang baik atau segi positifnya perubahan peruntukkan tanah wakaf ditujukan demi kemaslahatan masyarakat umum yang lebih baik atau yang lebih bermanfaat dari pada tanah wakaf itu belum mengalami suatu perubahan peruntukkan.Akibat yang baik atau positif ini tentu akan lebih baik lagi bila dilakukan atau dilaksanakan sesuai cara atau prosedur yang ada dengan ketentuan hukum yang berlaku saat ini. Sebagai contoh dimana penelitian yang dilakukan yakni pada suatu tanah wakaf yang berdiri di atasnya sebuah Masjid Muslimin yang berada di Pasar lamaAbepura pada tahun 1998 yang berada di pinggir jalan umum yang banyak dilalui oleh kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang lalu lalang melewati masjid tersebut menimbulkan suatu polusi lingkungan yaitu polusi udara maupun suara serta adanya suatu kegiatan pelebaran jalan ray a yang dilakukan oleh pihak pemerintah. Hal ini tentu akanmenimbulkan dampak yang kurang baik bagi jamaah masjid itu, dimana jamaah menjadi tidak nyaman,tidak tenang, dan lain-lain akibat dari polusi tersebut. Sementara dalam menjalankan ibadah di masjid membutuhkan ketenangan, kenyamanan, dan lain-lain agar ibadahnya lebih khusyuk. Dengan adanya hal ini jamaah masjid itu melaporkan kepada nadzir, pihak lurah kecamatan dan lain-lain atas ketidaknyamanan yang dialaminya dalam beribadah di masjid itu.Atas keluhan-keluhan yang diterima pihak nadzir masjid, pejabat yangberwenang serta anggota masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar masjid tersebut sepakat berembuk bersama dengan musyawarah untuk mencari jalan keluarnya.

Dari hasil musyawarah bersama tersebut, bersepakat untuk melakukan perubahan peruntukkan masjid itu ke tempat yang lebih baik yaitu tepat berada di belakang area masjid itu kira-kira berjarak 500 meter dari lokasi awal keberadaan masjid, Dengan demikian selanjutnya pihak nadzir masjid melakukan perubahan peruntukkan masjid itu sesuai ketentuan hukum yang berlaku saat itu sampai proses tersebut selesai.

Perubahan peruntukkan tanah wakaf berakibat buruk atau negative, dimungkinkan bila perubahan peruntukkan terse but di lakukan dengan cara yang menyimpang dari prosedur atau cara yang telah ada sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, juga dikarenakan perubahan peruntukkan itu bukan ditujukan untuk kemaslahatan masyarakat umum tetapi untuk kepentingan pihak-pihak tertentu saja yang merugikan masyarakat atau bertujuan untuk digunakan dalam perbuatan-perbuatan maksiat yang tidak sesuai dengan ajaran agama Islam seperti untuk perjudian, dan lainnya.

Akibat buruk dari perubahan peruntukkan tanah wakaf itu selain akan terkena sanksi pidana perubahan peruntukkan itu juga dengan sendirinya akan batal menurut hukum yang berlaku. Ketentuan mengenai sanksi pidana tersebut diatur dalam Pasal 67 ayat 1 UU Wakaf No. 41/2004 menyatakan bahwa setiap orang yang dcngan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, dipidana(lima) tahun) dan atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Pada Pasal 67 ayat 2 UU Wakaf No. 4112004 menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja mengubah peruntukkan harta bend a wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).

(4)

Pada Pasal 229 KHI menyatakan bahwa hakim dalam menyelesaikan perkara-perkara yang diajukan kepadanya, wajib memperhatikan dengan sungguh-sungguh nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, sehingga putusannya sesuai dengan rasa keadilan. Untuk menjamin pelaksanaan perwakafan tanah menurut perundang-undangan yang berlaku, maka terhadap pihak-pihak yang melanggarnya diancam sanksi-sanksi tertentu.

Akibat Hukum Perubahan Peruntukkan Tanah Wakaf Hak Milik Menurut UU No. 5/1960 Tentang UUPA diatur dalam Pasal 52 ayat (1) menyatakan bahwa barang siapa dengan sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 15 dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 10000 (sepuluh ribu rupiah).

Pada Pasal 14 PP No. 28/1977 menyebutkan bahwa barang siapa melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yakni tentang ikrar wakaf, nadzir dan saksi. Pasal 6 ayat 3 tentang pendaftaran dan pengesahan nadzir.Pasal 7 ayat 1 tentang kewajiban nadzir. Pasal 9 tentang tata caraperwakafan tanah. Pasal 10 tentang pendaftaran tanah wakaf hak milik, Pasal 11 tentang perubahan perwakafan tanah milik, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan, atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah).

Apabila perbuatan yang dimaksud dalam Pasal 14 PP No. 28/1977 tersebut dilakukan oleh atau atas nama badan hukum, maka runtutan pidana dilakukan dan pidana serta tindakan tata tertib dijatuhkan, baik terhadap badan hukum maupun terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan tersebut atau yang bertindak sebagai pemimpin atau penanggung jawab dalam perbuatan, atau kelalaian atau terhadap kedua-duanya (Pasal 15 PP No. 28/1977).

Suatu penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perwakafan tanah dijeniskan seperti perubahan peruntukkan tanah wakaf yang tidak sesuai prosedur ketentuan yang berlaku, dan yang lainnya sebagai tindak pidana pelanggaran yakni perbuatan melanggar hukum. Hal ini dapat dibuktikan dengan mengemukakan sebuah contoh, bahwa sebelum adanya PP No. 28/1977, pelaksanaan perwakafan atas tanah yang tanpa dilakukan dan at au dicatatkan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), tidaklah dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (tindak pidana), karena di saat itu perbuatan tersebut belum dikenal sebagai perbuatan yang tidak baik.

Bukti yang lainnya adalah dapat dilihat dari bentuk sanksi pidananya itu sendiri yang hanya merupakan hukuman kurungan atau denda.Hukuman kurungan dimaksud paling lama 3 (tiga) bulan, sedangkan untuk hukuman denda sebanyak-banyaknya tidak lebih dari Rp 10.000 (sepuluh ribu rupiah).Bentuk sanksi pidana semacam ini merupakan salah satu ciri dari pada tindak pidana pelanggaran.

Penyelesaian Perselisihan Wakaf Tanah Hak Milik dikarenakan dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku saat ini.Menurut Pasal 226 KID menyatakan bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan benda wakaf dan nadzir diajukan kepada Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Menurut Pasal 62 ayat 1 UU Wakaf No. 41/2004 menyatakan bahwa penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.Sedangkan pada ayat 2 bahwa apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berhasil, sengketa dapat diselesaikan melalui mediasi, arbitrase, atau pengadilan.

(5)

Masalah perwakafan pelaksanaan perwakafan khususnya tanah, di dalam masyarakat kira sehari-hari pelaksanaannya lebih banyak dilaksanakan secara hukum Islam, maka sudah batang tentu politik hukum nasional menggariskan bahwa badan peradilan yang berwenang untuk menyelesaikan perselisihan-perselisihan yang terjadi di dalamnya merupakan wewenang dan kompetensi badan Peradilan Agama. Sedangkan bagian-bagian yang lain yang penanganannya hams diselesaikan secara umum baik yang menyangkut masalah perdata maupun pidana, merupakan wewenang dan kompetensi badan Peradilan Umum.

Wewenang Pengadilan Agama dalam masalah perwakafan dalam hal ini meliputi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Wakaf, Wakif. Ikrar, Nadzir dan Saksi. Kewenangan di bidang ini menyangkut sah tidaknya perbuatan mewakafkan, yaitu yang menyangkut benda yang diwakafkan, wakif, ikrar, saksi dan nadzir. Didalam hal ini perselisihan banyak didorong oleh faktor yang mendorong seseorang untuk tidak mengakui adanya ikrar wakaf atau untuk menarik kembali tanah yang telah diwakafkan, baik oleh wakif atau oleh ahli warisnya. Faktor pendorongnya antara lain:

a. Makin langkanya tanah; b. Makin tingginya harga;

c. Menipisnya kesadaran beragama;

d. Wakaf mewakafkan seluruh atau sebagian besar dari hartanya, sehingga dengan demikian keturunannya merasa kehilangan sumber rejeki dan menjadi terlantar kehidupannya sehingga menjadi suatu musibah bagi generasi yang ditinggalkan. Sikap serakah dari ahli waris atau sama sekali tidak tahu adanya ikrar wakaf karena tidak diberitahu oleh orang tuanya,

2. Bayyinah merupakan alar bukti administrasi tanah wakaf seperti akta ikrar wakaf, sertifikat tanah wakaf, dan yang lainnya yang berhubungan dengan pencatatan dan pendaftaran perwakafan tanah wakaf;

3. Pengelelolaan dan pemanfaatan hasil wakaf seperti penyimpangan penggunaan harta wakaf oleh nadzir dan lain-lain.

Kewenangan Peradilan Agraria atas penyelesaian perselisihan perwakafan tanah, sebetulnya telah berjalan lama yakni sejak keberadaan Peradilan Agama di Indonesia.akan tempi atas kebijakan politik hukum kolonial Belanda yang tertuang dalam Staatblad 1937 No. 116 dan Keputusan Gubernur Jenderal No. 91 1937, mencabut kewenangan itu, dan selanjutnya dialihkan menjadi wewenang Peradilan Umum.

Masalah penyelesaian perwakafan kembali menjadi wewenang Peradilan Agama setelah berlakunya PP No 28/1977 yang dikokohkan oleh Pasal 49 ayat 1 UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama.

Pada Pasal 12 PP No. 28/1977 bahwa penyelesaian perselisihan sepanjang yang menyangkut persoalan perwakafan tanah, disalurkan melalui Pengadilan Agama setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Ketentuan pasal 49 ayat 1 UU o. 7/1989 tentang Peradilan agama yang dimaksud menyatakan bahwa Peradilan Agama berwenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perselisihan-perselisihan antara orang-orang yang beragama Islam di bidang:

1. Perkawinan;

2. Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; 3. Wakaf dan sedekah.

(6)

Ketentuan Pasal 149 ayat 1 UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama tersebut telah mengalami perubahan dengan di keluarkan UU yang baru yakni UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama yang menggantikan UU yang lama. Pada UU yang lama ketentuan Pasal 49 ayat 1 UU No 7/1989 tentang Peradilan Agama tersebut digantikan ketentuan UU yang baru dengan Pasal 49 UU No. 3/2006 tentang Peradilan Agama.

Pada Pasal 49 UU No 3/2006 tentang Peradilan Agama bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam dibidang:

1. Perkawinan; 2. Waris; 3. Wasiat; 4. Hibah; 5. Wakaf; 6. Zakat; 7. Infaq; 8. Shadaqah, dan 9. Ekonomi syariah.

Pengadilan Agama dimaksud adalah Pengadilan Agama yang mewilayahi tanah wakaf yang bersangkutan atau Pengadilan Agama yang mewilayahi Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan atau PP AIW tempat pelaksanaan ikrar wakaf dan pencatatannya.

C. PENUTUP 1. Kesimpulan

1) Perubahan peruntukkan wakaf hak milik tidak dibenarkan, disebabkan apa yang telah diwakafkan boleh dijual atau dirubah peruntukkannya apabila wakaf tersebut sudah tidak mempunyai manfaat lagi bagi kemaslahatan umat dari pada dibiarkan akan menjadi suatu yang sia-sia.

2) Pada dasarnya tanah hak milik yang telah diwakafkan tidak bisa dilakukan perubahan peruntukkan at au penggunaan lain seperti dengan cara dijual, dipindahkan atau dirubah peruntukkan dan cara-cara lainnya daripada yang dimaksudkan dalam ikrar wakaf, karena wakaf adalah merupakan suatu tindakan seseorang melepaskan haknya atas harta kekayaan yang dimilikinya untuk kepentingan dijalan Allah dan untuk kemaslahatan umum.

3) Wakaf dapat berubah statusnya apabila tidak sesuai lagi dengan tujuan semula dan telah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Agama yakni sebagai berikut:

a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang telah diikrarkan oleh wakif.

b. Karena kepentingan umum.

4) Sebagai akibat hukum perubahan peruntukkan tanah wakaf hak milik menurut hukum Islam dan UU No. 5/1960 tentang UUPA ada yang berdampak positif demi kemaslahatan masyarakat umum dan berdampak negatif dampak negatif dari perubahan peruntukkan tanah wakaf selain akan dikenakan sanksi pidana juga dengan sendirinya akan batal menurut hukum yang berlaku. Dalam hal perubahan peruntukkan tanah wakaf tersebut menimbulkan suatu perselisihan, maka akan diselesaikan melalui mediasi, arbitrase atau pengadilan baik kompetensi Pengadilan Agama maupun Pengadilan Umum.

(7)

2. Saran

1) Perubahan peruntukkan tanah wakaf harus diawasi dengan ketat oleh Departemen Agama agar eksistensinya dan keberadaannya di tengah-tengah masyarakat tetap ada demi kemaslahatan masyarakat umum.

2) Lembaga wakaf dapat berkembang dengan pengertian bahwa wakaf itu bukan hanya untuk ditahan tetapi diharapkan bahwa wakaf itu menjadi ekonomi umat yaitu seperti membuat suatu toko berfungsi sebagai wakaf atau menjadi wakaf yang produktif menghasilkan keuntungan untuk kemaslahatan masyarakat umum.

3) Masyarakat dan pihak pemerintah bersama-sama mengawasi pelaksanaan wakaf tersebut. agar dapat mencegah pelaksanaan wakaf yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh pihak-pihak tertentu.

Majalah Renvoi Edisi No. 5/41 Bulan Oktober Th. 04/2006. Hal.78 Wakaf, IAIN Sumatera Utara, 1985, halo Hasbi AR.

Hukum Perdata Islam (Kompilasi Peradilan Agama Tentang Perkawinan, Warn, Wasiat, Hibah, Wakaf, dan Sadaqah) ), CV. Mandar Maju, Bandung, 1997

Kesimpulan Hasil Seminar Wakaf Tanah Dalam Sistem Hukum Nasional Indonesia, UIR Press.Pekanbaru, 1991.hal.111, Asri Muhammad Saleh (penyunting)

Hukum Perwakafan Di Indonesia, Darul Ulum Pers, Jakarta, 1999. Fiqh Lima Mazhab , Lentera, Surabaya, 1996

Referensi

Dokumen terkait

Kehadiran MRP sebagai lembaga perwakilan pada awal pelaksanaan Otsus Papua memberikan harapan yang baru bagi masyarakat asli papua dimana hak-hak mereka akan

Proses otentikasi jaringan dengan menggunakan Kerberos terpusat pada server Kerberos. Setiap proses yang ada di instant message akan melalui proses

Dengan dibentuknya Kecamatan Batang Serangan dan Kecamatan Sawit Seberang, maka wilayah Kecamatan Padang Tualang dikurangi dengan wilayah Kecamatan Batang Serangan sebagaimana

Salah satu faktor resiko yang menjadi pemicu terjadinya kanker leher rahim adalah pemakaian Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR). Pemakaian AKDR akan berpengaruh

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa penggunaan antihipertensi dan AINS tidak menyebabkan perawatan secara medis (hospitalisasi),

Analisis regresi linier berganda digunakan untuk menguji pengaruh suku bunga kredit, dana pihak ketiga dan giro wajib minimum terhadap penyaluran kredit pada Bank Central

Berdasarkan perkara di atas, penyelidik akan mengkaji program-program dalam media yang berpengaruh terhadap tingkah laku agresif dalam kalangan remaja seperti media cetak dan

Melalui penelitian kualitatif, peneliti berusaha untuk mengungkap fokus permasalahan di atas. Dengan metode tersebut dilakukan wawancara kepada beberapa narasumber