• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKAR PERILAKU KORUPS

Dalam dokumen Semakin menjadi manusiawi. (Halaman 117-121)

ANTI KORUPSI DALAM PERSPEKTIF MORAL KATOLIK

C. AKAR PERILAKU KORUPS

Akar dari perilaku korup yang dilakukan oleh seseorang bisa disebabkan oleh faktor dari dalam (internal) atau dari luar (eksternal), sebagai berikut:

1. Faktor Internal Perilaku Korupsi

Akar korupsi yang berasal dari dalam diri manusia biasanya berupa kecenderungan-kecenderungan seperti:

a. Keserakahan (greed) untuk memenuhi kebutuhan tanpa

batas dengan cara yang instant (seketika). Hidup adalah gugusan kebutuhan: aneka kebutuhan itu terus-menerus merongrong manusia dari dalam dan menderanya untuk segera bertindak guna mencari pemenuhannya. Dalam konteks korupsi, kebutuhan yang merorongnya adalah kebutuhan akan uang demi menimbun harta-benda yang bagus, mewah,serta berguna bagi kelancaran, kenyamanan dan peningkatan status hidupnya. Kebutuhan akan uang ini dengan cepat dapat berkembang menjadi sikap rakus (greed) yang membuatnya hanya memikirkan kepentingannya sendiri dan tidak memperdulikan nasib sesama. Pemenuhan kebutuhan semacam ini tidak mempunyai batas maksimal atau tidak mengenal “titik sarat”. Pemuasan kebutuhan yang satu senantiasa merangsang hasrat untuk memuaskan kebutuhan akan yang lainnya atau menimbulkan hasrat untuk mencari pemuasan yang makin intensif. Eskalasi kebutuhan jenis ini memang tak kunjung henti. Itulah yang menyebabkan batas di antara kebutuhan (need) dan kerakusan (greed) menjadi kabur. Perilaku oknum-oknum pejabat tinggi negara yang terlibat dalam kasus korupsi yang membuat mereka memiliki harta berlimpah-ruah merupakan contoh nyata dari pribadi-pribadi yang dikuasai oleh kecenderungan keserakahan.

Keserakahan telah menyebabkan manusia menjadi eksklusif atau hanya mengindahkan kebutuhan dirinya semata, tidak memiliki kepedulian akan nasib sesama, atau pada sapaan dari Allah (= dapat merasakan keprihatinan Allah yang nampak dalam peristiwa hidup sehari-hari, terutama di tempat dimana orang merintih dan mengeluh kesusahan karena didera beban hidup yang berat). Yohanes pembaptis menggambarkan keserakahan sebagai perilaku yang tidak mau berbagi, tidak mau mencukupkan diri dengan gajinya, menagih lebih banyak dari yang ditentukan, serta memeras dan merampas hak rakyat (bdk. Luk 3: 11-14). Sedangkan menurut 1 Tim 6: 9-10 akar utama manusia memiliki keserakahan adalah karena hatinya dikuasai kecenderungan jahat berupa cinta uang:

“Mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Oleh karena memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai- bagai duka”.

b. Kebohongan dan kemunafikan, juga merupakan akar dari

perilaku korup. Pribadi yang korup cenderung berperilaku bohong dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada, menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, memalsukan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, menggelapkan/ merusakkan atau membuat tidak dapat digunakan barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,

2011: 25-26). Padahal pelaku-pelaku yang berwenang itu sebelum memangku jabatan telah mengucapkan sumpah di hadapan publik atau pengurus lembaga, bahwa dalam melaksanakan kewenangannya itu tidak akan berbuat melawan hukum seperti menerima suap, mementingkan diri dan keluarga atau kelompoknya; serta berjanji untuk bekerja keras, melayani rakyat, bersedia ditempatkan di manapun. Tetapi kenyataan menunjukkan, bahwa sumpah itu tidak berbobot sama sekali, sehingga perilaku korup merajalela di seluruh tingkat kewenangan, dari tingkat Rukun Tetangga (RT) sampai Lembaga Tinggi Negara. Yesus mengecam kebohongan atau kemunafikan. Hal tersebut nampak pada sabda-Nya yang pedas saat berhadapan dengan orang Farisi, yang dianggap-Nya sebagai orang-orang munafik. Mereka tampak berperilaku baik, berdoa panjang-panjang, mentaati segala hukum dan aturan tetapi hati mereka penuh dengan nafsu untuk merampas milik orang lain. Praktek kemunafikan orang Farisi dikecam Yesus lewat sabda-Nya berikut (Mat 7: 3-5):

“Mengapakah engkau melihat selumbar di mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu tidak engkau ketahui? Bagaimanakah engkau dapat berkata kepada saudaramu: Biarlah aku mengeluarkan selumbar itu dari matamu, padahal ada balok di dalam matamu? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”

2. Faktor Internal Perilaku Korupsi

Korupsi yang dilakukan seseorang juga karena ada pengaruh dari faktor-faktor eksternal berupa (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, 2011: 41-45):

a. Faktor politik: Politik merupakan salah satu penyebab

uang (money politics). Politik uang merupakan tingkah laku negatif karena uang digunakan untuk membeli suara atau menyogok para pemilih atau anggota-anggota partainya supaya memenangkan si pemilu si pemberi uang. Bentuk- bentuk korupsi yang disebabkan oleh konstelasi politik misalnya: penyimpangan pemberian kredit atau penarikan pajak pada penguasaha, kongsi antara penguasa dengan pengusaha, pemerasan uang suap, pencurian barang- barang publik untuk kepentingan pribadi.

Tugas: Cobalah menginventarisasi kasus-kasus politik uang

yang terjadi akhir-akhir ini di lingkunganmu, lalu bagaimana pendapatmu atas perilaku tersebut?

b. Faktor hukum: Faktor hukum bisa dilihat dari dua sisi,

di satu sisi dari aspek perundang-undangan dan sisi lain lemahnya penegakan hukum. Tidak baiknya substansi hukum, mudah ditemukan dalam aturan-aturan yang diskriminatif dan tidak adil; rumusan yang tidak jelas- tegas sehingga multi tafsir; kontradiksi dan overlapping dengan peraturan lain (baik yang sederajat maupun yang lebih tinggi). Sanksi yang tidak equivalen dengan perbuatan yang yang dilarang sehingga tidak tepat sasaran serta dirasa terlalu ringan atau terlalu berat.

Tugas: Carilah salah produk hukum yang buruk seperti

Keppres yang bermasalah lalu diskusikan: Apakah penyebab produk hukum tersebut tidak sesuai antara tujuan dibuatnya hukum dan produk yang dihasilkan? Apakah kondisi tersebut dapat menjadi potensi untuk melahirkan tindak korupsi?

c. Faktor ekonomi: Faktor ekonomi juga merupakan

salah satu penyebab terjadinya korupsi. Hal itu dapat dijelaskan dari pendapatan atau gaji yang tidak mencukupi kebutuhan. Akan tetapi pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar karena de facto ada pemimpin

yang bukan tergolong miskin karena sudah memiliki pendapatan yang tinggi tetap terdorong untuk melakukan praktek korupsi. Jadi korupsi bukan disebabkan oleh kemiskinan tetapi justru sebaliknya kemiskinan disebabkan oleh korupsi.

Tugas: Coba cari data: ada orang miskin (karena gaji kecil)

yang melakukan praktek korupsi. Juga tentang pemimpin yang melakukan korupsi.

d. Faktor organisasi: Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang membuka peluang terjadinya korupsi biasanya disebabkan karena: kurang adanya teladan dari pemimpin, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya.

Tugas: Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Kompas

29/7/2004 di kota Surabaya, Medan, Jakarta dan Makasar mengenai korupsi yang terjadi di tubuh organisasi kepemerintahan (eksekutif) maupun legislatif disebutkan bahwa tidak kurang dari 40% responden menilai bahwa tindakan korupsi di lingkungan birokrasi kepemerintahan dan wakil rakyat daerahnya semakin menjadi-jadi. Hanya 20% responden saja yang berpendapat korupsi di Pemerintah Daerah dan DPR masing-masing masih berkurang.

Pertanyaan: Mengapa menurutmu mayoritas responden

(40%) menilai bahwa tindakan korupsi di lingkungan birokrasi kepemerintahan dan wakil rakyat daerahnya semakin menjadi-jadi?

Dalam dokumen Semakin menjadi manusiawi. (Halaman 117-121)