• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KAJIAN TEORITIS KONSEP TEOLOGI ISLAM

D. Kajian Teologi Islam

3. Hari Akhirat

Umat Islam meyakini bahwa alam ini adalah ciptaan Allah. Keyakinan ini adalah suatu penjelmaan dari ketundukan manusia kepada Allah bahwa tiada pencipta lain selain Allah (la khāliqa illā Allāh), dan semua ini ada karena Allah Swt.185 Kehidupan manusia memiliki dua tujuan utama yaitu mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Artinya, untuk memperoleh keselamatan itu, manusia memerlukan sarana atau petunjuk, seperti wahyu, pengiriman Rasul dan sebagainya. Setelah sarana itu ada, manusia diberi kebebasan untuk berbuat dalam rangka mencapai keselamatan dunia dan akhirat. Walaupun demikian, manusia diberi peringatan bahwa perbuatan baik akan diganjar dengan nikmat surga dan perbuatan jahat akan diganjar dengan siksa neraka.

Terkait dengan uraian di atas, persoalan alam tidak terlepas dari pedebatan para teolog Islam tentang hari akhirat. Perdebatan dimulai dari persoalan pelaku dosa besar yang dihukum kafir dan tidak kafir. Persoalan ini kemudian bercabang menjadi permasalahan iman dan kufur. Hal ini akan terlihat dalam kerangka berpikir setiap aliran kalam, yang ternyata memberi warna berbeda dari setiap aliran kalam.

Khawarij yang memiliki ciri khas ekstrim menganggap bahwa semua pelaku dosa besar (murtakib al-kabāir) adalah kafir dan disiksa di neraka selamanya, walaupun terdapat iman dalam hatinya.186 Menurut pemahaman Khawarij, iman tidak semata-mata percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, akan tetapi mengerjakan segala perintah kewajiban agama juga bagian dari keimanan. Semua perbuatan religius, termasuk di dalamnya masalah kekuasaan adalah bagian dari keimanan (al-„amal juz‟ al-īmān). Selain itu, aliran Khawarij berpendapat bahwa bagi semua orang yang menyatakan dirinya beriman kepada Allah dan Rasulullah, tetapi tidak melaksanakan kewajiban agama, bahkan melakukan perbuatan dosa besar, maka tetap dipandang kafir.187

185Saifudd n al

-Am d , Ghanayah al-Marām fī „Ilm al-Kalām (Kairo: Majlis al-A‟la li

Syu‟un al-Isl miyyah, 1971ẓ, h. 203.

186

Ilhamuddin, Ilmu, h. 130.

187

Pandangan Murjiah tentang status pelaku dosa besar dapat dihubungkan dengan pendapat mereka tentang iman. Iman menurut Murjiah adalah meyakini Allah Swt., dan Rasulullah Saw., sebagai utusannya di dalam hati. Bagi kelompok Murjiah, pelaku dosa besar masih tetap Mukmin dan jika ia masuk neraka karena Allah menghendakinya, namun ia tidak kekal di dalamnya.188 Selanjutnya,

muncul aliran Mu‟tazilah yang tidak menentukan status kafir atau Mukmin

terhadap pelaku dosa besar, tetapi mereka menyebutkan dengan istilah al- manzilah bain al-manzilatain. Bagi pelaku dosa besar menurut Mu‟tazilah, berada pada posisi tengah-tengah di antara posisi Mukmin (surga) dan kafir (neraka). Oleh sebab itu, jika pelaku dosa besar meninggal dunia dan belum sempat bertaubat, maka ia akan masuk ke dalam neraka selama-lamanya, namun siksa yang diterimanya lebih ringan dari siksa orang kafir.189

Sementara itu, aliran Asy„ariah dan Maturidiah menyatakan bahwa pelaku

dosa besar masih tetap sebagai Mukmin, karena adanya keimanan dalam dirinya. Adapun balasan di akhirat kelak yang akan diperoleh bagi pelaku dosa besar, apabila ketika meninggal belum bertaubat, maka keputusan itu diserahkan sepenuhnya kepada kehendak Allah Swt. Pada hakikatnya, jika Allah menghendaki pelaku dosa besar itu diampuni, ia akan dimasukkan ke dalam neraka, tetapi tidak kekal di dalamnya.190 Perlu diketahui bahwa perbedaan pandangan mengenai pelaku dosa besar terbagi menjadi dua pemahaman, jika ditinjau dari al-wa‟d wa al-wa‟īd yaitu pemahaman yang bersifat radikal yakni

Khawarij dan Mu‟tazilah dan pemahaman yang bersifat moderat yakni Murjiah,

Asy„ariah, dan Maturidiah.

Berdasarkan beberapa persoalan yang diterangkan di atas terkait dengan Tuhan, manusia dan hari akhir, merupakan hasil dari refleksi aliran-aliran teologi Islam pada masanya. Refleksi pemikiran aliran kalam tersebut, yang diyakini seseorang bukan hanya dapat dilihat dari beberapa perbedaan dalam memahami Tuhan dan segala aspek yang terkait dengannya, tetapi dapat juga dilihat dari sikap dinamis, kreatif dan etos kerja penganutnya, karena keyakinan atau ajaran

188Ab Han fah,

Al-Fiqh al-Akbar (Mesir: Al-Am rah asy-Syarafiyah, 1324 H), h. 5-6.

189

Al-Syahrast n , “Al-Milal”, h. 26.

190

agama tertentu yang dianut seseorang akan menjadi sumber motivasi yang membentuk karakter, kebiasaan dan budaya kerja penganutnya.

Sebagaimana diketahui bahwa aliran teologi dalam Islam sangat banyak, maka menurut para ahli, tidak semua aliran berpengaruh positif bagi seseorang atau sebuah komunitas. Berkaitan dengan itu, misalnya, aliran teologi tertentu dalam Islam yang memberi andil terhadap mengendornya etos kerja dan kreatifitas umat Islam, seperti aliran Jabariah yang menimbulkan sikap fatalistik.191 Selain itu, terdapat juga aliran yang membawa pada kesan dan pengaruh pemahaman radikal dan keras terhadap umat Islam, seperti aliran Khawarij.

Sementara itu, pada aspek lain, Amin Abdullah juga mengemukakan pendapat bahwa paradigma pemikiran yang dikembangkan oleh al-żaz l sangat minim menekankan pentingnya pendidikan intelektual dan kurang menekankan betapa pentingnya penggunaan akal untuk bertindak kreatif, aktif, dan dinamis dalam kehidupan yang semakin berkembang pesat. Padahal, sikap kreatifitas, dinamis, inisiatif, dan etos kerja, berkaitan erat dengan pendidikan intelektual bukan berkaitan dengan pendidikan akhlak yang bersifat normatif.192

Jadi, pemahaman teologi merupakan titik tolak dan sekaligus merupakan tujuan hidup umat beragama. Hasil refleksi keyakinan seseorang akan memberikan pengaruh terhadap sikap dan etos kerja seseorang. Atas dasar itu, teologi memiliki peran yang sangat penting dalam memunculkan semangat peningkatan kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, untuk melihat pemikiran teologi Ahmad Hassan Bandung, maka perlu melihat sikap, kepribadian dan etos kerja yang telah Ahmad Hassan bangun selama ia hidup dan pengaruh pemikirannya. Pengetahuan tentang kepribadiannya ini, akan sangat membantu untuk melihat sosok Ahmad Hassan sebagai penganut teologi yang baik atau sebaliknya. Setelah itu, akan dapat pula dilihat aliran teologi apa yang mempengaruhi dan dianut oleh Ahmad Hassan.

191

Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan (Jakarta: LP3ES, 1974), h. 120.

192

M. Amien Abdullah, Falsafah Kalam di Era Post Modernisme (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995), h. 137.

101