• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS

2. Akhlak Yusuf di rumah al-Aziz

Setelah Yusuf dikeluarkan dari sumur, 251dia dijual ke Mesir lalu dibeli oleh seorang pejabat menteri akhirnya Yusuf tinggal di rumah tersebut. Di lingkungan yang baru inilah Yusuf mengaplikasikan langsung pendidikan akhlak yang selama ini diajarkan oleh ayahnya. Jika saat di Palestina, dia hidup dalam lingkungan keluarga yang agamis dibawah

250

Lihat QS Yusuf:18, 67, dan 83, lihat pula kitab Kejadian, 43:14 yang menunjukkan nasihat Yaqub kepada anak-anaknya untuk bersabar dan tawakkal.

251

Dalam al-Quran, yang mengeluarkan dari sumur adalah kafilah dari Madyan, sedangkan dalam Perjanjian lama yang mengeluarkan adalah saudara-saudaranya baru kemudian dijual ke kafilah yang lewat.

asuhan seorang Nabi (Ya’qub), maka di rumah al-aziz inilah dia memulai kehidupan dalam lingkungan keluarga yang beda dari sebelumnya. Akhlak beliau yang nampak dalam episode ini antara lain;

a. Amanah

Sifat ini sudah menjadi kepribadian Yusuf. Dia melaksanakan tugas yang dipercayakan oleh al-aziz kepadanya dengan baik dan mantap sehingga al-aziz mencintainya dan mengangkatnya menjadi anak angkatnya, atau jadi pelayan peribadinya. Dari sini nampak fungsi akhlak yang sudah tertanam dalam jiwa Yusuf, yakni sebagai pengembangan dari sifat amanah yang sudah tertanam saat Yusuf berada di lingkungan keluarga.

Sikap Yusuf yang selalu konsisiten dalam menjaga amanah juga nampak saat dia digoda oleh istri al-Aziz. Yusuf dengan tegas menolak ajakan untuk berzina tersebut karena dia tidak ingin mengkhianati tuannya yang telah banyak berjasa bahkan memperlakukannya seperti anak sendiri. Dalam benak Yusuf, mengkhianati al-Aziz itu berarti mengkhianati Allah, karena berzina termasuk larangan Allah, padahal Allah telah menolongnya keluar dari sumur melalui kafilah Madyan. Sungguh tidak pantas bagi seorang calon Nabi melakukan hal-hal yang dilarang Allah. Dari sikap Yusuf ini dapat diketahui fungsi akhlak yakni sebagai pencegah dari perbuatan amoral yang tidak sesuai dengan ajaran agama.

b. Sabar atas maksiat

Sabar jenis kedua ini nampak dalam diri Yusuf saat istri al-Aziz yang dengan kecantikan dan kekuasaan yang dimilikinya merayu,

mengungkapkan kata cintanya, dan menyerahkan dirinya pada Yusuf yang saat itu adalah seorang pemuda yang mulai memiliki kecenderungan pada lawan jenis. Namun dengan kesabarannya, Yusuf tidak sampai terperangkap oleh rayuannya, beliau memilih lari dari tempat yang mengundang seseorang untuk berbuat zina, yakni sebuah kamar yang sudah terkunci rapat.

Dilihat dari tingkatannya, sabar ada dua; yang pertama, kesabaran yang idlthirāry (keterpaksaan), seperti kesabaran Yusuf dalam menahan gangguan saudara-saudaranya. Yang kedua yaitu kesabaran ikhtiyāry (pilihan) seperti kesabaran Yusuf dalam mengatasi godaan istri al-Aziz.252 Ketika dihadapkan pada dua pilihan antara menuruti rayuan perempuan itu atau masuk penjara, Yusuf lebih memilih masuk penjara. Dari sini Yusuf lebih memilih sesuatu berdasarkan pertimbangan baik dan buruk, bukan pertimbangan suka dan tidak suka.

c. Memelihara kesucian diri (‘iffah) dan malu (haya’)

Iffah artinya memelihara kesucian diri. Sifat ini pada hakikatnya merupakan keadaan jiwa yang mampu untuk menjaga diri dari perbuatan maksiat.253Sedangkan al-Haya’ (malu) artinya tertahannya hawa nafsu, yakni jiwa merasa tertahan untuk tidak melakukan hal-hal yang tercela, bahkan tidak sanggup untuk melakukannya. Orang yang

252

Abdurrahman bin Nashir As-Sa’dy, Misteri Surat Yusuf, terj. Abu Ismail, (Surakarta: Penerbit Rumah Dzikir, 2006), hlm 53

253

Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1993), hlm.51

malu tidak sanggup melihat dirinya hina di hadapan Allah, di hadapan manusia atau di hadapan dirinya sendiri254

Kedua sifat ini yang menghiasi pemuda tampan yakni Yusuf yang mempunyai naluri untuk bercinta dengan lawan jenis sebagaimana pemuda umumnya, namun lebih memilih kecintaan dan keridhaan Ilahi dari pada kesucian dirinya ternodai oleh hubungan yang tidak sah, beliau lebih memilih kemuliaan di sisi Tuhannya dari pada harga dirinya rendah di hadapan Tuhan (karena berzina), di hadapan manusia (karena berselingkuh dengan istri al-aziz), serta di hadapan dirinya sendiri (karena tidak bisa menahan gejolak nafsunya).

d. Bertaqwa

Taqwa adalah melakukan perintah Allah dan menjauhi laranganNya. Taqwa dapat dilakukan di mana saja, di tempat ramai atau sepi, di kala sendiri atau bersama orang lain, di saat senang atau susah. Ketaqwaan Yusuf tercermin saat beliau diajak berzina oleh Zulaikha di kamarnya yang saat itu hanya ada mereka berdua, namun beliau menolak ajakan tersebut. Meskipun sehari-hari beliau selalu menuruti dan melayani perintah wanita tersebut, namun kali ini beliau menolak karena ketaqwaannya, beliau lebih takut kepada Allah dari pada hukuman yang akan ditimpakan wanita itu jika keinginannya tidak terpenuhi.

e. Tidak melupakan jasa orang lain (Potifar)

Sebagaimana disebutkan di atas, Yusuf menolak rayuan istri Potifar, bahkan Yusuf mengingatkannya akan kebaikan, perlakuan,

254

Amru Khalid, Berakhlak Seindah Rasulullah, (Semarang, Pustaka Nun, 2007), hlm.212.

kasih sayang yang selama ini diberikan Potifar padanya. Jika Yusuf menuruti ajakan perempuan itu untuk berselingkuh dengannya, tentu hal ini akan membuat Potifar marah, sedih, dan kecewa kepadanya. Oleh karena itu, sebagai bentuk rasa terima kasih Yusuf pada ayah angkatnya, dia menghindari godaan wanita tersebut. Meskipun saat itu tidak ada seorang pun yang tahu, Yusuf tidak melupakan kebaikan orang yang telah berbuat baik padanya. Sikap Yusuf ini merupakan manivestasi dari rasa syukurnya kepada Allah Yang telah menyelamatkannya dari sumur dan dari keburukan kakak-kakaknya. f. Menahan nafsu

Nafsu yang dimaksud disini adalah nafsu yang mempengaruhi seseorang untuk berbuat kejelekan. Di saat nafsu seseorang sedang bergejolak, dia akan melakukan apa saja untuk memenuhi hasratnya tersebut meskipun apa yang dilakukan itu melanggar norma agama dan sosial. Lain halnya dengan pribadi Yusuf, dia mampu menahan nafsunya disaat sedang bergejolak. Al-Quran menyebut beliau sebagai pahlawan perjuangan yang berhasil melawan godaan hawa nafsunya. Dalam Islam, jihad yang paling utama adalah jihad melawan hawa nafsu. 255Dalam hal ini, perlu adanya latihan diri untuk tidak selalu menuruti hawa nafsu, karena jika nafsu sudah terbiasa diikuti, akan menjadi sukar untuk dikendalikan.

255

Muhammad Nawawi Ibn Umar, Qomi’al-Tughyan, (Maktabah Syeikh Salim Ibn Sa’ad Nabhan, tt) hlm 10

g. Berdoa kepada Allah

Berdo’a berarti meminta kepada Allah agar hajat dan kinginannya dikabulkan. Kaum sufi menganggap bahwa diam dan rela atas ketetapan Tuhan lebih baik daripada berdo’a, namun ada pula yang menganggap sebaliknya. Pendapat yang paling tepat adalah yang mengatakan bahwa semuanya tergantung pada situasi dan kondisi. Dalam arti, jika seseorang merasa hatinya condong untuk berdo’a, maka berdo’a adalah lebih baik. Jika dia merasa hatinya condong pada berdiam diri, maka berdiam diri lebih baik.256

Interaksi antara Yusuf dan Tuhannya tampak saat dia digoda dan diancam oleh wanita-wanita para pembesar dengan ancaman penjara jika dia tidak memenuhi keinginan istri al-Aziz. Maka, Yusuf memohon kepada Allah agar memalingkannya dari rayuan mereka.