• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KREDIT

F. Akibat Hukum Suatu perjanjian kredit

Perjanjian bukanlah perikatan moral tetapi perikatan hukum yang memiliki akibat hukum. Akibat hukum dari perjanjian yang sah adalah berlakunya

perjanjian sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Yang dimaksud dengan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, adalah bahwa kesepakatan yang dicapai oleh para pihak dalam perjanjian mengikat para pihak sebagaimana mengikatnya suatu undang-undang. Para pihak dalam perjanjian tidak boleh keluar dari perjanjian secara sepihak, kecuali apabila telah disepakati oleh para pihak atau apabila berdasarkan pada alasan-alasan yang diatur oleh undang-undang atau hal-hal yang disepakati dalam perjanjian.40

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang menyatakan bahwa semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dari Pasal ini dapat disimpulkan adanya asas kebebasan berkontrak, akan tetapi kebebasan ini dibatasi oleh hukum yang sifatnya memaksa, sehingga para pihak yang membuat perjanjian harus menaati hukum yang sifatnya memaksa. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Suatu perjanjian tidak diperbolehkan membawa kerugian kepada pihak ketiga.41

40 http://llymelly.bloghpot.co.id/2013/04/hukum-perjanjian.html diakheh pada tanggal 17 Oktober 2015

41

http://dehinaya.bloghpot.co.id/2011/03/blog-poht.html diakheh pada tanggal 17 Oktober 2015

Hubungan hukum antara nasabah dengan bank terjadi setelah kedua belah pihak menandatangani perjanjian untuk memanfaatkan produk jasa yang dirawarkan bank. Dalam setiap produk bank selalu terdapat ketentuan-ketentuan yang ditawarkan oleh bank, berarti nasabah telah menyetujui isi serta maksud perjanjian dan dengan demikian berlaku asas pacta sunt servanda, yaitu perjanjian tersebut mengikat kedua belah pihak sebagai undang-undang.42

Kebebasan berkontrak para pihak tidak berarti para pihak bebas untuk melakukan perjanjian apa saja menurut kepentingan dan kehendak para pihak tersebut. Kebebasan tersebut dibatasi oleh ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :43

1. sepakat mereka yang mengikatkan diri

2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. suatu hal tertentu

4. suatu sebab yang halal

Syarat sahnya perjanjian diatas, berkaitan dan dijelaskan oleh pasal-pasal lainnya, misalnya berkaitan dengan kecakapan untuk membuat suatu perikatan diatur lebih lanjut dalam pasal 1329 KUH Perdata, berkaitan dengan suatu hal tertentu diatur didalam pasal 1332, 1333, dan 1334 KUH Perdata dan berkaitan dengan suatu sebab yang halal diatur dalam pasal 1335, 1334, dan 1337 KUH Perdata.44

42

Try Widiyono, Aspek Hukum Operasional Produk Perbankan di Indonesia, 2006, Bogor : Ghalia Indonesia, hlm. 283

43 Ibid

G. Hapusnya Perjanjian Kredit

Umumnya perjanjian kredit bank harus hapus atau berakhir karena hal-hal dibawah ini :45

1. Pembayaran. Pembayaran lunas ini merupakan pemenuhan prestasi dari debitor, baik pembayaran utang pokok, bunga, denda maupun biaya-biaya lainnya yang wajib dibayar lunas oleh debitor. Pembayaran lunas ini, baik karena jatuh tempo kreditnya atau karena diharuskannya debitor melunasi kreditnya secara seketika dan sekaligus (opelbaarheid clause)

2. Subrogasi (subrogatie). Pasal 1382 KUH Perdata menyebutkan kemungkinan pembayaran (pelunasan) utang dilakukan oleh pihak ketiga kepada berpiutang (kreditor), sehingga terjadi penggantian kedudukan atau hak-hak kreditor oleh pihak ketiga. Inilah yang dinamakan dengan subrogasi. Jadi subrogasi ini terjadi karena adanya penggantian kedudukan atau hak-hak kreditor lama oleh kreditor baru dengan mengadakan pembayaran. Dengan adanya subrogasi, maka segala kedudukan atau hak yang dipunyaioleh kreditur lama beralih kepada pihak ketiga. Berdasarkan pasal 1400 KUH Perdata, terjadinya subrogasi bisa karena perjanjian atau demi undang-undang, diatur lebih lanjut dalampasal 1401 dan pasal 1402 KUH Perdata.

3. Pembaruan utang (novasi). Pembaruan utang terjadi dengan jalan mengganti utang lama dengan utang baru, debitor lama dengan debitor baru, dan kreditor lama dengan kreditor baru. Dalam hal ini, bila utang lama diganti dengan utang baru terjadilah penggantian objek perjanjian yang disebut “ novasi objektif”.

Disini utang lama lenyap . dalam hal terjadinya penggantian orangnya (subjeknya), maka jika diganti debitornya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif pasif”. Jika yang diganti itu kreditornya, pembaruan ini disebut “novasi subjektif aktif”. Dalam hal ini utang lama lenyap.

4. Pada umumnya pembaruan utang yang terjadi dalam dunia perbankan adalah dengan mengganti atau memperbarui perjanjian kredit bank yang ada. Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjian kredit banknya dengan perjanjian kredit yang baru. Dengan terjadinya penggantian atau pembaruan perjanjian kredit, otomatis perjanjian kredit bank yang lama berakhir atau tidak berlaku lagi. Pasal 1431 KUH Perdata menyebutkan tiga cara untuk melakukan novasi, yaitu:

a. Dengan membuat suatu perikatan utang baru yang menggantikan perikatan utang lama yang dihapuskan karenanya

b. Dengan cara expromisse, yakni mengganti debitor lama dengan debitor baru c. Mengganti debitor lama dengan debitor baru sebagai akibat suatu

perjanjian baru yang diadakan.

5. Perjumpaan utang (kompensasi). Kompensasi adalah perjumpaan dua utang, yang berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua orang atau pihak secara timbal balik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai kreditor maupun debitor terhadap orang lain, sampai jumlah terkecil yang ada diantara kedua utang tersebut. Dasar kompensasi ini disebutkan dalam pasal 1425 KUH Perdata. Dikatakan jika dua orang saling berhutang satu pada yang lain, maka terjadilah antara

mereka suatu perjumpaan utang-piutang, dengan mana utang-utang antara kedua orang tersebut dihapuskan. Kondisi demikian ini dijalankan oleh bank dengan cara mengkompensasikan barang jaminan debitor dengan utangnya kepada bank, sebesar jumlah jaminan tersebutyang diambil alih tersebut.

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan papan adalah kebutuhan tempat tinggal untuk tidur, beristirahat, dan berlindung dari hujan atau terik matahari. Ini menjadi salah satu kebutuhan dasar manusia yang berupa sebuah bangunan. Manusia membutuhkan rumah sebagai tempat untuk hidup dan bersosialisasi. Rumah dapat berfungsi sebagai tempat untuk menikmati kehidupan yang nyaman, tempat untuk beristirahat, tempat berkumpulnya keluarga, dan tempat untuk menunjukkan tingkat sosial dalam masyarakat. Aktifitas yang paling sering dilakukan di dalam rumah adalah beristirahat dan tidur. Selebihnya, rumah berfungsi sebagai tempat beraktivitas antara anggota keluarga atau teman, baik di dalam maupun di luar rumah pekarangan. Jumlah penduduk Indonesia terus bertambah tiap tahunnya. Sejalan dengan itu, kebutuhan akan perumahan pun juga akan ikut bertambah. Perumahan merupakan masalah pokok dan menjadi kebutuhan dasar dari setiap manusia. Selain itu, perumahan juga merupakan sarana bagi manusia dalam menciptakan tatanan hidup kemasyarakatan dan membantu menumbuhkan jati diri yang sebenarnya dari manusia itu.

Bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam

pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.1

Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia merupakan insan sosial sekaligus sebagai insan ekonomi. Sebagai ‘insan sosial’, manusia memandang rumah dalam fungsinya sebagai pemenuhan kebutuhan sosial budayanya dalam masyarakat. Sedangkan sebagai ‘insan ekonomi’ fungsi rumah dipandang sebagai investasi jangka panjang yang akan meperkokoh jaminan kehidupan dan penghidupannya dimasa mendatang. Terdapatnya berbagai permasalahan dibidang perumahan dan pemukiman di Indonesia antara lain disebabkan oleh pengaruh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi yang cukup pesat, dimana perkembangannya cenderung lebih cepat dari pada kemampuan penyediaan kebutuhan perumahan beserta sarana dan prasarananya yang cukup memadai. Belum lagi termasuk perbaikan perumahan dan lingkungan kumuh yang banyak tersebar diwilayah perkotaan, terutama di kota-kota besar.

Bahwa pertumbuhan dan pembangunan wilayah yang kurang memperhatikan keseimbangan bagi kepentingan masyarakat berpenghasilan rendah mengakibatkan kesulitan masyarakat untuk memperoleh rumah yang layak dan terjangkau .2 Apabila tidak segera ditangani secara terencana dan terpadu, maka masalah tersebut akan terus berlanjut dan meningkat seirama dengan

1 Konsiderans (a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.

2

Konsiderans (d) Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.

pertumbuhan penduduk, dinamika kependudukan, serta oleh berbagai tuntutan ekonomi, sosial budaya, yang senantiasa berkembang.

Mengingat arti pentingnya penyediaan perumahan dan permukiman yang layak bagi masyarakat, maka masalah tersebut perlu ditangani secara mendasar dan seksama. Hal tersebut menyangkut berbagai aspek kehidupan dan harkat hidup manusia yang secara langsung turut mempengaruhinya. Kedudukan rumah merupakan suatu kebutuhan primer bagi setiap masyarakat, maka dari itu rumah sangatlah penting. Di Negara Indonesia saat ini, yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak dan beragam serta masyarakat yang memiliki tingkat finansial yang berbeda-beda pula, maka cara untuk memiliki rumah pun beragam. Salah satu cara untuk dapat memiliki rumah dengan mudah adalah dengan pembelian rumah secara kredit.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. Dalam pasal 1 butir 11 UU No. 10 Tahun 1998 dirumuskan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.3

Berbicara tentang pembangunan berarti berbicara mengenai pembiayaan yang merupakan salah satu faktor menentukan bagi pelaksanaan pembangunan

3

Chatamarrasjid, Ais , Hukum Perbankan Nasional Indonesia,2006, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm 57

itu. Biaya pembangunan berasal dari berbagai sumber, antara lain dari kredit bank yang disalurkan baik oleh Bank Pemerintah maupun Bank Swasta. Perjanjian kredit sangat berfungsi penting untuk menunjang pembangunan dan karena itu mendorong kita untuk menilai apakah perjanjian kredit itu dari segi hukumnya memenuhi unsur-unsur yang diperlukan, sehingga mampu menjamin agar kredit itu dapat dilunaskan kepada Bank setelah jangka waktu yang diperjanjikan. Juga dari segi pelaksanaannya perlu diadakan penelitian untuk mengatasi masalah-masalah yang menjadi hambatan-hambatan kredit dalam praktek.

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.4 Oleh karena itu, umumnya fungsi Bank adalah menerima berbagai bentuk simpanan dari masyarakat, memberikan kredit baik bersumber dari dana yang diterima dari masyarakat maupun dana yang diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah maupun Bank Indonesia. Bank merupakan lembaga perantara yang menghimpun dana dan menempatkannya dalam bentuk aktiva produktif yaitu kredit. Jika diperhatikan bahwa fungsi Perbankan dewasa ini dituntut untuk menjadi media alur pembangunan, guna mendukung pelaksanaan program pembangunan nasional.

Tugas bank guna mendukung pembangunan nasional secara jelas tercantum dalam Undang-Undang Perbankan 1992 yaitu Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka

4 Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

peningkatan, pemerataan, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak sehingga jelas bahwa fungsi perbankan di Indonesia disamping sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat memiliki peran untuk melakukan pembangunan nasional.

Salah satu bentuk penyaluran dana bank kepada masyarakat, yaitu dalam bentuk kredit masih merupakan pilihan utama bank. Hal ini terlihat dari data perbulan Agustus 1995. Dari total aset seluruh bank umum sebesar 372.667 milyar, jumlah kredit yang diberikan sekitar 249.294 atau 67 %, sedangkan penempatan dana dalam bentuk pemberian kredit, yang jika dikelola dengan hati-hati akan memberikan hasil yang tidak kecil bagi bank itu sendiri maupun perekonomian nasional.5

Perjanjian kredit perlu mendapat perhatian yang khusus baik oleh Bank sebagai kredit maupun oleh nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian, pengelolaannya maupun penatalaksanaan kredit itu sendiri.6

Kredit disamping kegiatan pengerahan dana dari masyarakat merupakan kegiatan utama dari bank-bank umum di Indonesia karena dua alasan :

1. Bunga kredit merupakan sumber-sumber pendapatan utama

2. Dalam kegiatan penyaluran kredit sumber dana dari kredit itu berasal terutama dari dana-dana yang dikerahkan oleh bank dari masyarakat

5

Deni Sri Imaniyati.,Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, 2010, Bandung : PT. Refika Aditama . hlm, 137

6

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, 1996, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti., hlm. 241.

berupa simpanan. Kredit bank merupakan lembaga yang peranannya sangat strategis bagi pembangunan perekonomian dan bagi perkembangan usaha bank itu sendiri serta sarat dengan berbagai pengaturan (memiliki aspek yuridis).7

Kredit Pemilikan Rumah adalah salah satu fasilitas kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah khususnya dalam jual beli rumah. Pelayanan kredit ini diberikan hampir semua bank yang mempunyai fasilitas Kredit Pemilikan Rumah baik bank-bank swasta ataupun bank Pemerintah. Untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan oleh pemerintah maupun pihak swasta memberikan kemudahan bagi mereka yang belum memiliki rumah sendiri dan tidak dapat membeli secara tunai maka dapat membeli dan memiliki rumah melalui fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari Bank Tabungan Negara yang lebih dikenal KPR-BTN.

Selain pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) oleh perorangan secara langsung melalui perbankan ada pula perusahaan pengembang (developer) selaku pihak yang kegiatan usahanya adalah membangun dan menjual perumahan kepada konsumen. Pembelian rumah oleh konsumen melalui pengembang dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu :

1. Sistem tunai bertahap, yaitu konsumen membayar secara bertahap dengan jangka waktu sampai dengan 1 tahun langsung kepada pengembang (developer);

2. Sistem Kredit Pemilikan Rumah (KPR), yaitu dengan cara kredit yang

7Ibid., hlm 138

pembayarannya dilakukan dalam jangka waktu sampai dengan 15 tahun.8 Banyaknya kasus di bidang perbankan, salah satunya yaitu masalah kredit macet. Kredit macet atau problem loan adalah kredit yang mengalami kesulitan pelunasan akibat adanya faktor-faktor atau unsur kesengajaan atau kondisi di luar kemampuan debitur. Kredit macet yaitu kredit yang pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunganya terdapat tunggakan telah melampaui 270 hari. Kredit macet merupakan kondisi dimana pihak bank merasa dirugikan. Pengalaman dana kredit macet akhir-akhir ini telah mengacu kalangan perbankan untuk lebih berhati-hati dalam mengatur alokasi dana kredit. Di samping peningkatan sistem pembinaan nasabah, rencana kredit disusun lebih matang, analisis atas permohonan kredit lebih terarah dan pengamanan kredit juga lebih digalakkan. Semua ini adalah bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap kebutuhan pembiayaan masyarakat. Aktivitas Bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan.9

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian.10 Prinsip kehati-hatian (prudent) adalah salah satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu

8

Edwyn Agung. Pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di PT. BANK DANAMOND INDONESIA, tbk Cabang Smarang Pemuda. Tesis Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang, 2008., hlm. 4

9

http://eprints.uny.ac.id/8968/2/BAB%201%20-09409131003.pdf diakses pada tanggal 21 September 2015.

10 Pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.

pemberian kredit. Di samping pula sebagai suatu perwujudan dari prinsip prudent banking dari seluruh kegiatan perbankan. Untuk mewujudkan prinsip ini dalam pemberian kredit berbagai usaha pengawasan dilakukan baik pengawasan internal (dalam bank itu sendiri) maupun eksternal (pihak luar). Untuk itulah Bank Indonesia mengeluarkan berbagai macam ketentuan antara lain mengenai batas maksimum pemberian kredit (legal lending limit).11

Pemerintah telah cukup mencurahkan perhatian pada penyempurnaan peraturan-peraturan hukum di bidang perbankan. Mulai dari undang-undang hingga peraturan yang sifatnya teknis sudah cukup tersedia. Bahkan peraturan yang berhubungan dengan prinsip kehati-hatian pun (prudential regulation) sudah sangat memadai. Namun demikian, kelengkapan peraturan terutama menyangkut prinsip kehati-hatian tidaklah cukup untuk dijadikan ukuran bahwa perbankan nasional lepas dari segala permasalahan. Salah satu faktor yang membuat sistem perbankan nasional keropos adalah akibat perilaku para pengelola dan pemilik bank yang cenderung mengeksploitasi dan atau mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam berusaha. Disamping faktor penunjang lain yakni lemahnya pengawasan dari Bank Indonesia (BI). Pelaksanaan prinsip kehati-hatian merupakan hal penting guna mewujudkan sistem perbankan yang sehat, kuat dan kokoh.

Krisis perbankan yang melanda Indonesia sepanjang tahun 1997 hingga saat ini menunjukkan betapa lemahnya komitmen untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dikalangan pelaku bisnis perbankan. Oleh karena itu, dukungan control terhadap aktivitas perbankan oleh Bank Indonesia (BI) dengan kewajiban

melaksanakan prinsip kehati-hatian merupakan solusi terbaik dalam rangka menjaga dan mempertahankan eksistensi perbankan, yang pada akhirnya menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada industri perbankan itu sendiri.12

Perjanjian kredit bank selalu menarik perhatian publik dan menjadi isu pembicaraan, baik di kalangan akademisi maupun praktisi hukum sampai saat ini. Kredit bank masih memegang peranan penting untuk mendorong dan memberdayakan kegiatan ekonomi, sehingga permasalahan sekitar perjanjian kredit tetap relevan untuk dibahas.13

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan yang berkaitan dengan Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (Studi Bank Tabungan Negara Kantor cabang Medan ).

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah oleh Bank Tabungan Negara?

2. Apa sajakah hambatan yang dihadapi oleh Bank Tabungan Negara dalam pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah?

12

Rizky Maulana Harja, Pelaksanaan Prinsip Kehati-hatian dalam Perjanjian Kredit (Studi Kasus di Bank NTB), Jurnal Ilmiah di Fakultas Hukum Universitas Mataram, 2013., hlm. 7

13 Jonker Sihombing, Tanggung Jawab Yuridis Bankir Atas Kredit Macet, 2009, Bandung : PT Alumni, hlm. 57

3. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian kredit pemikan rumah pada PT. Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan pembahasan penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui pelaksanaan Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah

oleh Bank Tabungan Negara (BTN).

2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Bank Tabungan Negara dalam pelaksanaan perjanjian kredit pemilikan rumah

3. Untuk mengetahui penerapan prinsip kehati-hatian Bank Tabungan Negara dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah.

D. Manfaat Penulisan

Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan perjanjian kredit pemilikan rumah.

b. Memperkaya dan menambah ilmu pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum perdata, khususnya dalam bidang hukum perbankan dan bidang perkreditan yaitu kredit pemilikan rumah.

c. Hasil penelitian ini dapat menambah referensi sebagai bahan acuan bagi penelitian yang akan datang.

2. Manfaat secara Praktis

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian bagi para pembaca dan para pelaku bisnis perbankan, baik debitur maupun kreditur agar dapat memahami bagaimana pelaksanaan pemberian kredit oleh pihak perbankan, serta penerapan prinsip kehati-hatian dalam perjanjian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) .

E. Keaslian Penulisan

Keaslian penulisan merupakan suatu tanda bagi penulis bahwa apa yang dibuat, disusun, dan dijelaskan pada tugas akhir ini merupakan suatu hasil karya dan hasil buah pikiran sendiri. Penulis tidak melihat atau mencontoh hasil skripsi orang lain untuk menjadi sebuah karya yang diakui sebagai hasil karya sendiri.

Penulis telah melakukan uji bersih terhadap judul yang penulis angkat yaitu tentang “ Penerapan Prinsip Kehati-hatian dalam Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah pada Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan)” di seluruh daftar skripsi di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan arsip yang ada di Departemen Hukum Perdata, akan tetapi penulis tidak menemukan adanya kesamaan judul ataupun permasalahan dengan judul permasalahan yang penulis angkat.

Oleh karena itu, tulisan ini merupakan buah karya asli penulis yang disusun berdasarkan dengan asas-asas keilmuan yang jujur, rasional, dan ilmiah.

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian dalam penyelesaian skripsi ini terdiri dari :

1. Jenis Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode penelitian yuridis normatif.14 Penelitian yuridis normatif disebut juga penelitian hukum doktrinal. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (laws in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas. Serta wawancara dengan pihak Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Medan. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis digunakan untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan Perjanjian kredit. Sedangkan pendekatan empiris digunakan untuk menganalisis hukum yang yang dilihat sebagai perilaku masyarakat yang berpola dalam kehidupan masyarakat yang selalu berinteraksi

Dokumen terkait