• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

B. Pencatatan Perkawinan

4. Akibat Hukum Perkawinan Tidak Dicatatkan

a. Perkawinan dianggap tidak sah, meskipun perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun dimata Negara perkawinan itu tidak sah, jika belum dicatatkan di kantor urusan agama dan kantor catatan sipil. b. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.

Anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak dicatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu (pasal 42 dan 43 undang-undang perkawinan) sedangan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada. c. anak dan ibu tidak berhak atas nafkah dan warisan, akibat lebih jauh dari

C. Itsbat Nikah

1. Pengertian Itsbat Nikah

Menurut bahasa itsbat nikah terdiri dari dua kata yaitu kata itsbat yang merupakan masdar atau asal kata dari atsbata yang memiliki arti menetapkan, dan kata nikah yang berasal dari kata nakaha yang memiliki arti saling menikah, dengan demikian kata itsbat nikah memiliki arti yaitu penetapan pernikahan.Itsbat nikah sebenarnya sudah menjadi istilah dalam Bahasa Indonesia dengan sedikit revisi yaitu dengan sebutan isbat nikah. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat nikah adalah penetapan tentang kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan).

2. Dasar Hukum dari Itsbat Nikah

Pada bab XIII pasal 64 ketentuan peralihan undang-undang perkawinan yaitu untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubugan dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang dijalankan menurut peraturan lama adalah sah sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) buku I, pasal 7, yang terkandung pasal 64 undang-undang perkawinan no. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tersebut

dikualifikasikan sebagai upaya hukum yang disebut itsbat nikah.Seperti dalam kompilasi hukum islam (KHI) pasal 7 ayat 1 dan 2 menyebutkan : a. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh

pegawai pencatat nikah.

b. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat diajukan itsbat nikahnya ke pengadilan agama (Summa, 2004:287).

3. Sebab-Sebab diajukannya Permohonan Isbat Nikah

Itsbat nikah yang dilaksanakan oleh pengadilan agama karena pertimbangan mashlahah bagi umat islam. Itsbat nikah sangat bermanfaat bagi umat islam untuk mengurus dan mendapatkan hak-haknya yang berupa surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap masing-masing pasangan suami istri. Adapun sebab-sebab yang melatar belakangi adanya permohonan itsbat nikah ke PA itu sendiri, dalam praktek, khususnya di PA pihak-pihak yang mengajukan permohonan itsbat nikah dapat ditemukan kebanyakannya :

a. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU no 1 th 1974. Untuk hal ini biasanya dilatar belakangi:

1) Guna untuk mencairkan dana pensiun pada PT. Taspen 2) Untuk penetapan ahli waris dan pembagian harta waris

1) Bisa karena untuk pembuatan akta kelahiran anak 2) Bisa juga digunakan untuk gugat cerai

3) Bisa juga untuk gugat pembagian harta gono-gini

Untuk kasus akta nikah hilang seperti ini, biasanya pihak pemohon dianjurkan untuk memintakan duplikat kutipan akta nikah dimana tempat nikahnya itu dilaksanakan, tapi kadangkala ditemukan juga pihak KUA nya menerangkan perkawinannya tidak terdaftar di KUA yang bersangkutan tersebut, atau ada juga arsip di KUA nya telah tidak ditemukan, hal terakhir ini biasanya itsbat nikah yang dikumulasi dengan gugat cerai. Sedangkan tidak punya akta nikah, Dalam hal ini kebanyakan diajukan itsbat nikah:

a) Karena sudah nikah dibawah tangan dengan alasan sudah hamil duluan dan nikah dilangsungkan karena menutupi malu.

b) Karena nikah dibawah tangan sebagai isteri kedua dan belum dicatatkan

c) Ada juga itsbat nikah yang semata-mata diajukan untuk memperoleh kepastian hukum dalam status sebagai isteri, yang pernikahannya dilakukan dibawah tangan, dan ternyata dibalik itu semua terkandung maksud upaya melegalkan poligami.

4. Akibat Hukum Itsbat Nikah

Setelah dikabulkan itsbat nikah, maka yang berkepentingan akan mendapatkan bukti outentik tentang pernikahannya yang bisa dijadikan sebagai dasar untuk persoalan di pengadilan agama nantinya. dengan demikian pencatatan pernikahan merupakan persyaratan formil sahnya perkawinan, persyaratan formil ini bersifat prosedural dan administratif. Itsbat nikah punya implikasi memberi jaminan lebih kongkrit secara hukum atas hak anak jika pasangan suami istri bercerai. Dengan adanya pencatatan perkawinanmaka eksestensi perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi dua syarat:

a. Telah memenuhi ketentuan hukum materiil, yaitu telah dilakukan memenuhi syarat dan rukun menurut hukum Islam.

b. Telah memenuhi ketentuan hukum formil, yaitu telah dicatatkan pada pegawai pencatat nikah yang berwenang.

D. Pengertian Anak dan Hak-Hak Anak 1. Pengertian Anak Menurut Islam

Menurut ajaran islam, anak adalah amanah allah SWT dan tidak bisa dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh orang tuannya. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh orang tua yang mengasuhnya. Anak adalah manusia yang memiliki nilai kemanusiaan yang tidak bisa dihilangkan dengan alasan apapun (Shihab,

mensyariatkan perkawinan, ialah lahirnya seorang anak sebagai pelanjut keturunan, bersih keturunannya, jelas bapaknya dengan perkawinan ibunya.

2. Hak Anak dalam Hukum Islam

a. Hak atas suatu nama

Anak berhak mendapatkan nama dan identitas diri dalam islam. Untuk nama anak, allah telah mengisyaratkan dalam al-qur’an bahwa anak

harus diberi nama allah berfirman dalam(QS. Maryam: 7).

  Hai zakaria, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia(Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:419). b. Anak berhak atas status dan mengetahui orang tuanya. Allah berfirman

dalam (QS. Al-Ahzab:5) ... ( باسحلأا ةروس : ه)

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka…” (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:591).

Bagi anak yang terlahir dalam ikatan perkawinan yang sah tidak ada ikhtilaf dalam nasab, sedangkan bagi anak yang dilahirkan di luar ikatan pernikahan terdapat perbedaan di kalangan fuqoha. Perbedaan tersebut dikarenakan adanya ikhtilaf dalam memahami arti nikah sehingga berujung terhadap perbedaan memahami teks al-Qur’an dan teks hadis.

c. Hak mendapatkan perlindungan

Hak anak yang paling utama adalah pelindungi , pelindungan disini terutama dari segala situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan yang dapat membuat anak menjadi terlantar atau menjadi manusia yang di murkai tuhan. Allah berfirman :





Di sanalah Zakaria berdoa kepada tuhan-nya. Dia berkata, Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-mu, sesungguhnya engkau maha mendengar doa (Q.S. ali imran ayat 38) (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:68).

d. Hak mendapatkan pendidikan

Setelah masa penyusuan lewat, mulailah tugas orang tua (ayah dan ibu) untuk mendidik anak , terutama pendidikan agama dan pendidikan budi pekerti.

e. Hak untuk mendapatkan nafkah dan harta waris

Sesuai dengan aturan yang digariskan Allah. hak nafkah bagi seorang anak wajib dipenuhi oleh ayahnya ketika ayah dan ibunya bercerai. Dalam sebuah hadis : Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah memberi nama yang baik, mengajarkan sopan santun, mengajari menulis, berenang dan memanah, memberikan nafkah yang baik dan halal dan mengawinkan bila saatnya tiba (H.R hakim). Hak anak dalam pandangan Islam memberikan gambaran bahwa tujuan dasar kehidupan

umat Islam adalah membangun umat manusia yang memegang teguh ajaran Islam dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi aspek hukum dalam lingkungan hidup seseorang untuk Islam (Juhari, 2003:87).

3. Pengertian Anak Menurut Perundang-Undangan :

Pengertian anak menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, Anak adalah : amanah dan karunia tuhan yang maha esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnnya.Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteran anak, Anak adalah : potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnnya.Menurut UUP nomor 1 tahun 1974 tentang kedudukan anak yaitu :Pasal 42 ayat (1) Anak yang sah adalah : anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah. Sedangkan pasal 43 ayat (1): anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluar ibunya (Summa, 2004:240).

Ketentuan dalam undang-undang perkawinan, kelahiran anak tanpa disertai dengan adanya perkawinan yang sah (anak luar kawin) maka anak hanya akan memiliki ibu sebagai orang tuannya, sedangkan KUHperdata menganut prisip yang lebih ekstrim bahwa tanpa pengakuan dari kedua orang tuannya, maka si anak dapat dipastikan tidak akan memiliki ayah maupun ibu

secara yuridis. Seorang anak dilahirkan didunia melalui proses yang panjang mulai dari adanya pertemuan biologis antara benih dari seorang laki-laki dan sel telur seorang perempuan sampai terjadinnya proses kehamilan sampai bayi lahir di dunia, tahapan tersebut akan menentukan status dan kedudukan anak di hadapan hukum, menurut sudut pandang hukum tahapan proses yang dilalui sampai terjadinnya kelahiran dapat digolongkan menjadi :

a. jika proses yang dilalui sah (legal), baik menurut hukum agama maupun hukum negara, maka ketika lahir anak akan menyandang predikat sebagai anak yang sah

b. jika proses yang dilalui tidak sah (ellegal), baik menurut hukum agama maupun negara, maka ketika lahir anak akan menyandang predikat sebagai anak yang tidak sah

4. Hak-Hak Anak Menurut Perundang-Undangan :

a. Menurut undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak : Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan diskriminasi. Hak ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28B ayat (2) undang-undang dasar 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang dicantumkan dalam konvensi hak -hak anak.Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan sebagai status kewarganegaraan sedangkan Pasal 27 :

1) Identitas diri anak harus diberikan sejak kelahirannya.

2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akta kelahiran.

b. Dalam konvensi anak :

Konvensi hak anak terdiri atas 54 pasal (lima puluh empat) pasal yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan mekanisme implementasi hak anak oleh Negara peserta yang meratifikasi konvensi hak anak. Materi hukum mengenai hak- hak anak dalam konvensi hak anak tersebut, dapat dikelompokkan dalam 4 (empat) kategori hak-hak anak yaitu :

1) hak terdapat kelangsungan hidup : hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan perawatan yang sebaik-baiknya.

2) hak terhadap perlindungan yaitu : hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga bagi anak-anak pengungsi

3) hak untuk tumbuh kembang yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal) dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak. (Joni, 1999:35).

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Profil Pengadilan Agama Salatiga

Jl. Raya lingkar selatan, dusun. Jagalan kelurahan. Cebongan, kecamatan argomulyo kota salatiga, propinsi jawa tengah 50736. TELP : (0298) 322853 FAX :(0298) 325243 Email : pa_salatiga@yahoo.co.idEmailoTabayun : tabayunpasal@gmail.comWebsite : www.pa-salatiga.go.id

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga :

a. Staatsblaad tahun 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Pengadilan Agama di Jawa dan Madura.

b. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 tahun 1983 Tanggal 10 Nopember 1983 tentang penetapan perubahan wilayah Hukum Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Propinsi dan Pengadilan Agama serta Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah

2. Batas Wilayah :

a. Utara : Kecamatan Kedungjati Kab. Grobogan, Kecamatan Bawen Kab.Semarang

b. Timur : Kecamatan Kedungjati Kab. Grobogan, Kecamatan Karanggede Kab. Boyolali

c. Selatan : Kecamatan Ampel Kab. Boyolali, Kecamatan Ngablak Kab. Magelang

d. Barat : Kecamatan Banyubiru Kab. Semarang, Kecamatan Ngablak Kab. Magelang

3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama

Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan Negara tertinggi. Seluruh pembinaan baik pembinaan teknis peradilan maupun pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan dilakukan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama merupakan Pengadilan Tingkat Pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara di tingkat pertama di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur dalam Pasal 49 UU Nomor 50 Tahun 2009. Tugas Pokok Pengadilan Agama

a. Menerima, memeriksa, mengadili, menyelesaikan/memutus setiap perkara yang diajukan kepadanya sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 14 tahun 1970

b. Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan Peradilan guna menegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan Pancasila, demi tersenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia

c. Pasal 49 UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama diubah dengan UU Nomor 3 tahun 2006 dan Perubahan kedua Nomor 50 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan Perkara di tingkat Pertama antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, dan Ekonomi Syari’ah serta Pengangkatan Anak

d. Pasal 52 a menyebutkan Pengadilan Agama memberikan Itsbat Kesaksian Rukyatul Hilal dan Penentuan Awal bulan pada tahun Hijriyah.

4. Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Salatiga

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 tahun 1983 Tanggal 10 Nopember 1983 tentang penetapan perubahan wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Propinsi serta Pengadilan

Agama/Mahkamah Syariah, maka Pengadilan Agama Salatiga memiliki wilayah yuridiksi sebagai berikut :

a. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan : 1) Kelurahan Pulutan

2) Kelurahan Blotongan 3) Kelurahan Bugel 4) Kelurahan Salatiga 5) Kelurahan Kauman Kidul 6) Kelurahan Sidorejo Lor

b. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 Kelurahan : 1) Kelurahan Cebongan 2) Kelurahan Ledok 3) Kelurahan Tegalrejo 4) Kelurahan Noborejo 5) Kelurahan Kumpulrejo 6) Kelurahan Randuacir

c. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 5 Kelurahan : 1) Kelurahan Tingkir Tengah

2) Kelurahan Tingkir Lor 3) Kelurahan Sidorejo Kidul 4) Kelurahan Kutowinangun

5) Kelurahan Gendongan

d. Kelurahan Sidomukti, terdiri dari 4 Kelurahan : 1) Kelurahan Dukuh

2) Kelurahan Mangunsari 3) Kelurahan Kalicacing 4) Kelurahan Kecandran 5. Visi dan misi

a. Visi : terwujudnya pengadilan agama Salatigayang agung

b. Misi : meningkatkan kualitas pelayanan di bidanghukum yang prima berbasis teknologi informasi, meningkatkan kualitas aparatur peradilanagama yang professional. Meningkatnya martabat dan wibawapengadilan agama Salatiga

6. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga

www.pa-salatiga.go.id B. Prosedur Itsbat Nikah

1. Proses Pengajuan Perkara

Aturan pengesahan nikah/itsbat nikah, dibuat atas dasar adanya sebuah peristiwa perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan aturan yang ditentukan oleh agama akan tetapi tidak memenuhi persyaratan yang diatur oleh negara yaitu

tidak dicatat oleh PPN yang berwenang.Adapun prosedur dalam permohonan pengesahan nikah/Itsbat nikah samahalnya dengan prosedur-prosedur pengajuan perkara perdata yang lain, tata cara berperkara di pengadilan agama yaitu :

a. Daftar dan datang ke kantor pengadilan

b. Mendatangi kantor pengadilan agama di wilayah tempat tinggal yang terdekat bahwa dirinya ingin mengajukan gugatan atau permohonan gugatan dapat di ajukan dalam bentuk surat atau secara lisan.

c. Membuat surat permohonan itsbat nikah, mengisi formulir, melampirkan surat-surat yang diperlukan antara lain keterangan dari KUA bahwa pernikahannya tidak dicatat

d. Penggugat wajib membayar panjar perkara

e. Panitera mendaftarkan perkara menyampaikan gugatan kepada bagian berperkara sehingga gugatan secara resmi dapat siterima dan didaftarkan dalam buku register

f. Setelah didaftarkan gugatan diteruskan kepada ketua pengadilan agama dan diberi catatan mengenai nomor, tanggal perkara dan di tentukan kapan hari sidangnnya.

g. Ketua pengadilan agama menentukan majelis hakim yang akan mengadili dan menentukan hari siding

2. Menghadiri Persidangan

Datang ke pengadilan sesuai dengan tanggal dan waktu yang tertera dalam surat panggilan. untuk datang tepat waktu dan jangan terlambat.Hakim ketua atau anggota majelis hakim (yang akan memeriksa perkara) memeriksa kelengkapan surat gugatan, panitera memanggil penggugat dan tergugat dengan membawa surat panggilan sidang secara patut, semua proses pemeriksaan perkara dicatat dalam berita acara persidangan (BAP), untuk sidang pertama, bawa serta dokumen seperti surat panggilan persidangan, fotokopi formulir permohonan yang telah diisi. Dalam sidang pertama ini hakim akan menanyakan identitas para pihak misalnya KTP atau kartu identitas lainnya yang asli. Dalam kondisi tertentu hakim kemungkinan akan melakukan pemeriksaan isi permohonan, untuk sidang selanjutnya, hakim akan memberitahukan kepada pemohon/termohon yang hadir dalam sidang kapan tanggal dan waktu sidang berikutnya. Bagi pemohon/termohon yang tidak hadir dalam sidang,untuk persidangan berikutnya akan dilakukan pemanggilan ulang kepada yang bersangkutan melalui surat, untuk sidang kedua dan seterusnya, ada kemungkinan harus mempersiapkan dokumen dan bukti sesuai dengan permintaan hakim. dalam kondisi tertentu, hakim akan meminta menghadirkan saksi-saksi yaitu orang yang mengetahui pernikahan tersebut diantaranya wali nikah dan saksi nikah, atau orang-orang terdekat yang mengetahui pernikahannya.

3. Putusan/Penetapan Pengadilan

Permohonan jika dikabulkan pengadilan akan mengeluarkan putusan atau penetapan itsbat nikah. Salinan putusan atau penetapan itsbat nikah akan siap diambil dalam jangka waktu setelah 14 hari dari sidang terakhir. Salinan putusan atau penetapan itsbat nikah dapat diambil sendiri dikantor pengadilan atau mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa. Setelah mendapatkan salinan putusan atau penetapan tersebut, bisa meminta KUA setempat untuk mencatatkan pernikahan dengan menunjukkan bukti salinan putusan atau penetapan pengadilan tersebut.

C. Gambaran Perkara Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL 1. Tentang Duduk Perkaranya

Pengadilan agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan penetapan dalam perkara itsbat nikah yang di ajukan oleh : Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 27 oktober 2014 yang terdaftar di kepaniteraan pengadilan agama Salatiga nomor 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL. Pemohon I (laki-laki) umur 17 tahun, agama islam, pekerjaan buruh harian lepas bertempat tinggal di kota Salatiga dan pemohon II (perempuan) umur 17 tahun, agama Islam bertempat tinggal di kabupaten Semarang.

Mereka telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa mereka telah melangsungkan pernikahan menurut agama Islam pada tanggal 10 Februari 2014

dikabupaten Semarang, dengan wali nikah ayah kandung perempuan tersebut dengan mahar berupa seperangkat alat sholat dibayar tunai dan yang menjadi munakih (yang menikahkan/penghulu) dan saksikan 2 orang saksi.

Pernikahan mereka tidak tercatat pada kantor urusan agama kecamatan Argomulyo, namun saat ini registernya tidak ada/rusak, sewaktu akan menikah pemohon I (laki-laki) berstatus jejaka, dalam usia 16 tahun sementara pemohon II (perempuan) berstatus perawan dalam usia 16 tahun. Setelah menikah hingga permohonan ini diajukan mereka tidak/belum pernah mendapat atau mengurus akta nikah tersebut, dari perkawinan mereka telah dikaruniai anak.Mereka sangat membutuhkan bukti pernikahan tersebut untuk kepastian hukum dan untuk pengurusan akta kelahiran anak mereka, di antara mereka tidak ada hubungan mahram maupun susuan dan sejak melangsungkan perkawinan sampai sekarang tidak pernah bercerai maupun pindah agama.

Untuk kepastian hukum dan tertib administrasi kependudukan sebagaimana yang dimaksud pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) undang-undang no.3 tahun 2006 tentang adminstrasi kependudukan maka para pemohon akan melaporkan penetapan pengadilan atas perkara ini kepada KUA kecamatan Argomulyo untuk dicatat dalam dahtar yang disediakan untuk itu pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini, berdasarkan hal-hal tersebut diatas pemohon memohon agar ketua pengadilan agama Salatiga dan majelis hakim dapat menerima, memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan

penetapan yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

Primer Mengabulkan permohonan para pemohon, menetapkan sah perkawinan mereka yang dilangsungkan pada tanggal 10 Februari 2014 di kabupaten semarang dan membebankan perkara kepada para pemohon. Subsider : Apabila majelis hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya, bahwa pada hari dan tanggal sidang yang ditetapkan mereka datang sendiri dipersidangan. Selanjutnya dibacakan permohonan para pemohon yang isinnya tetap dipertahankan oleh para pemohon. tentang jalannya sidang pemeriksaan perkara ini, semuannya telah tercatat didalam berita acara persidangan sehingga untuk mempersingkat uraian putusan ini, cukuplah menunjukkan berita acara tersebut.

2. Tentang Pertimbangan Hukum

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan mereka adalah sebagaimana tersebut diatas. Mereka bertempat tinggal diwilayah hukum pengadilan agama Salatiga menurut Undang-Undang no. 3 tahun 2006 dan Undang-Undang no.50 tahun 2009 tentang peradilan agama , maka pengadilan agama Salatiga baik relatif maupun absolut berwenang untuk mengadili dan menyelesaikan perkara ini, Dalam posita permohonan mereka menyatakan bahwa sewaktu akan menikah mereka berumur 16 tahun. Berdasarkan pasal 7 (1) dan (2) undang-undang no.1 tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencukupi umur 19 tahun dan

Dokumen terkait