• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PENOLAKAN ITSBAT NIKAH TERHADAP HAK ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR : 0077/Pdt.P/2014/PA. SAL) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DAMPAK PENOLAKAN ITSBAT NIKAH TERHADAP HAK ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA NOMOR : 0077/Pdt.P/2014/PA. SAL) - Test Repository"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PENOLAKAN ITSBAT NIKAH

TERHADAP HAK ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN

AGAMA SALATIGA NOMOR : 0077/Pdt.P/2014/PA. SAL)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam

Oleh

Lilik Setyawan

NIM : 21211003

JURUSAN AHWALAL- SYAKHSHIYYAH

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

هملع و نا رقلا ملعت هم مك ريخ

.

ى ر اخبلا هاور

Sebaik-baiknya orang diantara kamu adalah orang yang mempelajari

Al-qur’an dan mengajarkannya.

PERSEMBAHAN

Untuk orang tuaku, para dosenku, saudara saudaraku,

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala

nikmat-Nya, kesabaran, ketelitian dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul: ” Dampak Penolakan Itsbat Nikah Terhadap Hak Anak (Studi Putusan

Pengadilan Agama Salatiga Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA. SAL)”, untuk memenuhi

salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Fakultas Syari’ah Jurusan

Ahwal al-Syakhshiyyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa ada bantuan dari

berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya guna

memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya

pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengahturkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Heriyadi, M. Pd., Selaku Rektor IAIN Saltiga, yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan

penyusunan skripsi ini.

2. Ibu Dra. Siti Zumrotun selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga yang telah

(7)

3. Bapak Syukron Makmun, M. Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal al-Syakhshiyyah

(AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun

skripsi ini.

4. Bapak Drs.Machfudz, M. Ag. Selaku dosen pembimbing yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan dengan baik.

5. Bapak Drs. H. Umar Muchlis selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang telah

berkenan memberikan izin penulis untuk melakukan penelitiaan di Pengadilan

Agama Salatiga

6. Bapak Drs. Jaenuri, M.H sebagai hakim Pengadilan agama Salatiga yang telah

membantu memberikan informasi dan data-data yang penulis butuhkan.

7. Para Dosen Syari’ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do’a selama

penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

8. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu.

Semoga atas bantuan semua pihak yang telah berkontribusi dalam skripsi ini

sebagaimana disebutkan di atas mendapat limpahan berkah dan imbalan yang

setimpal dari Allah SWT.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi

ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan

(8)
(9)

ABSTRAK

Setyawan, Lilik. 2015. Dampak Penolakan Itsbat Nikah Terhadap Hak Anak (Studi Putusan Pengadilan Agama Salatiga Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA. SAL) Skripsi. Jurusan Ahwal Al-Shakhshiyyah. Fakultas syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing Drs. Machfudz M, Ag.

Kata kunci : Dampak Penolakan Itsbat Nikah Terhadap Hak Anak

Perkawinan yang tidak dicatatkan adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya tetapi tidak di catatkan atau didaftarkan pada kantor urusan agama (KUA) dan kantor catatan sipil. Perkawinan yang tidak dicatatkan tentunya akan mempunyai akibat hukum. Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam menolak permohonan itsbat nikah nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL dan dampak penolakan itsbat nikah terhadap hak anak. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode yuridis normatif yaitu suatu pendekatan untuk menemukan apakah suatu perbuatan hukum itu sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku atau tidak. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis stastistik atau cara kuantifikasi lainnya. Teknik pengumpulan data dengan menggunakan metode observasi,wawancara, dokumentasi dan studi pustaka, sehingga menghasilkan data deskriptif analisis dari data yang diperoleh dari data tertulis.

(10)

DAFTAR ISI 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian…………....….…...

2. Kehadiran Peneliti………...………...

3. Lokasi Penelitian…………..………...…...

4. Sumber Data………...……….…...

5. Teknik Pengumpulan Data………...………... 6. Analisis Data………..…………...

1. Pengertian Perkawinan ………... 2. Rukun dan Syarat Perkawinan…………..……... 3. Hukum Perkawinan………..…………... 4. Tujuan Perkawinan………...…………... B. Pencatatan Perkawinan

1. Dasar Hukum Pencatatan Perkawinan…... 2. Instansi Pencatat Perkawinan………... 3. Tujuan Pencatatan Perkawinan…………... 4. Akibat Hukum Perkawinan Tidak Dicatatkan ...

(11)

C. Itsbat Nikah

1. Pengertian Itsbat Nikah ... 2. Dasar Hukum Itsbat Nikah………...…...

3. Sebab-Sebab Diajukannya Permohonan Isbat Nikah…... 4. Akibat Hukum Itsbat Nikah………... D. Pengertian Anak dan Hak-Hak Anak

1. Pengertian Anak Menurut Islam... 2. Hak Anak dalam Hukum Islam... 3. Pengertian Anak Menurut Perundang-Undangan... 4. Hak-Hak Anak Menurut Perundang-Undangan……..

30 BAB III : PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Profil Pengadilan Agama Salatiga

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga………... 2. Batas Wilayah………... 3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama.……... 4. Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Salatiga…..….. 5. Visi dan Misi ………...

C. Gambaran Perkara Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL 1. Tentang Duduk Perkaranya……….….…...

A. Analisis Penetapan Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL...… B. Dampak Yuridis Penolakan Itsbat Nikah

(12)
(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan amat penting dalam kehidupan manusia, perseorangan

maupun kelompok dengan jalan yang sah, pergaulan laki-laki dan perempuan

terjadi secara terhormat sesuai kedudukan manusia sebagai mahkluk yang

berkehormatan. Pergaulan hidup berumah tangga dibina dalam suasana damai,

tentram dan rasa kasih sayang antara suami istri. Anak keturunan dari hasil

perkawinan yang sah menghiasi kehidupan keluarga dan sekaligus merupakan

kelangsungan hidup manusia secara bersih dan berkehormatan (Basyir, 1996:1).

Menurut undang-undang RI nomor 1 tahun 1974 pengertian dan tujuan

perkawinan terdapat dalam satu pasal, yaitu bab 1, pasal 1 menetapkan bahwa

perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga(rumah tangga) yang

bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Sedangkan perkawinan

menurut hukum islam adalah suatu akad atau perikatan untuk menghalalkan

hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudkan

kebahagian hidup keluarga, yang meliputi rasa ketentraman serta kasih sayang

dengan cara yang di ridhai Allah (Basyir, 1996:11). Dalam perkawinan tidak

terlepas dari hak dan kewajiban suami istri, karena perkawinan adalah suatu

(14)

terbentuknnya keluarga besar yang asalnnya terdiri dari dua keluarga yang tidak

saling mengenal,yakni kelompok keluarga suami dengan kelompok keluarga istri

(Nasution, 2004:19). Perkawinan dalam Islam di pandang sebagai perjanjian,

karena di dasari oleh saling persetujuan antara laki-laki dan perempuan. oleh

karena itu, bisa bubar ketika hak dan kewajiban yang di tetapkan oleh hukum,

tidak di penuhi (Ghazali, 1984:16). Perkawinan adalah salah satu asas pokok

hidup, terutama dalam pergaulan atau bermasyarakat yang sempurna, selain itu

perkawinan juga merupakan suatu pokok utama untuk menyusun masyarakat

kecil, yang nantinya akan menjadi anggota dalam masyarakat yang besar.

Dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1 tentang

perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan

menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dalam

penjelasan pasal 2 disebutkan bahwa dengan perumusan pada pasal 2 ayat (1) ini,

tidak ada perkawinan diluar hukum rnasing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu, sesuai dengan undang-undang perkawinan. Pasal 7 ayat 1

perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (Sembilan

belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun. Ayat 2

dalam hal penyimpangan dalam ayat (1), pasal ini dapat minta dispensasi kepada

pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria atau

(15)

Berdasarkan ketentuan pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam (KHI)

dan pasal 100 KUH perdata tersebut, adanya suatu perkawinan hanya bisa

dibuktikan dengan akta perkawinan atau akta nikah yang dicatat dalam register.

Bahkan ditegaskan, akta perkawinan atau akta nikah merupakan satu-satunya alat

bukti perkawinan. Dengan perkataan lain, perkawinan yang dicatatkan pada

pegawai pencatat nikah (PPN) kantor urusan agama kecamatan akan diterbitkan

akta nikah atau buku nikah merupakan unsur konstitutif (yang melahirkan)

perkawinan. tanpa akta perkawinan yang dicatat, secara hukum tidak ada atau

belum ada perkawinan. sedangkan menurut undang-undang nomor 1 tahun 1974

tentang perkawinan, akta nikah dan pencatatan perkawinan bukan satu-satunya

alat bukti keberadaan atau keabsahan perkawinan, karena itu walaupun sebagai

alat bukti tetapi bukan sebagai alat bukti yang menentukan sahnya perkawinan,

karena hukum perkawinan agamalah yang menentukan keberadaan dan

keabsahan perkawinan.

Terkait dengan dampak negatif dari maraknya praktek pernikahan siri

terutama perempuan dan anak dengan adanya beberapa kasus, termasuk

diantaranya tentang penolakan itsbat nikah yang diajukan ke pengadilan agama,

maka penulis tertarik untuk mengangkat sebuah penelitian dengan judul

(16)

B. Rumusan Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam penolakan permohonan

itsbat nikah nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL?

2. Bagaimana dampak penolakan itsbat nikah terhadap hak anak?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hakim dalam penolakan permohonan

itsbat nikah nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL.

2. Untuk mengetahui dampak penolakan itsbat nikah terhadap hak anak.

3. Untuk Mengetahui kedudukan perkawinan yang itsbat nikahnya di tolak

pengadilan agama.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara akademis untuk memberikan kontribusi keilmuwan dalam bidang

hukum, terutama dalam bidang pernikahan.

2. Secara praktis, skripsi ini diharapkan menjadi sumbangan pemikiran bagi

mahasiswa dan masyarakat umum yang ingin mengetahui masalah hukum

perkawinan khususnya dalam masalah itsbat nikah.

E. Penegasan Istilah

Penulis perlu memperjelas beberapa istilah yang di pakai dalam penelitian

ini. Hal ini penulis maksudkan untuk menghindari terjadinnya kesalah pahaman

(17)

1. Itsbat nikah adalah : Pengesahan atas Perkawinan yang telah di langsungkan

menurut syariat agama islam, akan tetapi tidak di catat oleh KUA atau PPN

yang berwenang.

2. Itsbat nikah adalah : Penetapan atau Pengesahan Nikah oleh Pengadilan

Agama (Summa, 2005:287).

3. Dampak : Pengaruh kuat yang mendatangkan akibat.

F. Kajian Pustaka

Untuk mendukung penelitian ini, maka peneliti kemukakan beberapa

penelitian tentang itsbat nikah : Skripsi Maman badruzzaman yang berjudul

Efektivitas itsbat nikah masal dalam meminimalisir terjadinnya pernikahan tanpa

akta nikah (studi kasus di KUA kecamatan karang gampel kecamatan Indramayu

tahun 2008-2012). Rumusan masalah : Apa yang menjadi dasar pertimbangan

hakim dalam penetapan itsbat nikah di kecamatan Indramayu? Bagaimana

keberhasilan itsbat nikah masal dalam mengurangi terjadinya pernikahan tanpa

akta nikah? Hasil penelitian : dasar hukum yang digunakan para hakim

pengadilan agama Indramayu dalam penetapan itsbat nikah adalah kompilasi

hukum islam pasal 7 (3). Program itsbat nikah masal di kabupaten Indramayu

sangat efektif karena dapat membantu pasangan suami istri yang belum

(18)

Skripsi Ayuhan yang berjudul : Legalisasi hukum pernikahan siri dengan

itsbat nikah dipengadilan Jakarta pusat. Rumusan masalah : Bagaimana ketentuan

itsbat nikah yang diatur dalam hukum islam dan perundang-undangan?

Bagaimana hasil penetapan majlis hakim pengadilan agama Jakarta pusat dalam

menetapkan itsbat nikah pernikahan siri? Apa yang menjadi dasar dan

pertimbangan hukum pengadilan Jakarta pusat dalam menetapkan perkara itsbat

tersebut?

Hasil penelitian : Adapun ketentuan itsbat nikah yang diatur dalam hukum

islam adalah : pernikahan yang telah memenuhi rukun-rukun dan syarat-syarat

pernikahan itu sendiri, karena pada hakekatnya rukun dan syarat pernikahan

adalah hal yang penting dalam sebuah pernikahan, sedangkan dalam

perundang-undangan adalah telah sesuai dalam pasal 2 (1-2) undang –undang nomor 1 tahun

1974 tentang perkawinan dan juga pada kompilasi hukum islam pasal 7 ayat

(1-4). Pada kasus ini, hasil penetapan majlis hakim pengadilan agama Jakarta pusat

menetapkan bahwa perkawinan yang di lakukan antara pemohon I dan pemohon

II dapat di itsbatkan dan juga perkawinannya sah karena telah sesuai dengan

rukun dan syarat sahnya pernikahan, maka tidak adanya alasan lagi majlis hakim

pengadilan agama Jakarta pusat untuk tidak menetapkan itsbat nikah tersebut.

Adapun yang menjadi dasar dan pertimbangan hakim pengadilan agama Jakarta

pusat dalam memutuskan perkara itsbat nikah ini adalah sesuai dengan penjelasan

dan ketentuan pasal 49 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana

(19)

agama dan dalam kompilasi hukum islam pasal 7 ayat (3) dan pasal 14 sampai 38

tentang rukun dan syarat perkawinan, oleh karena pertimbangan hukum diatas

maka sudah jelas bagi hakim mengabulkan permohonan itsbat nikah tersebut.

Skripsi Dian Syafrianto yang berjudul : Pelaksanaan Itsbat Nikah

DiPengadilan Agama Semarang Setelah Berlakunnya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974. Rumusan masalah : Bagaimana prosedur pengajuan itsbat nikah di

pengadilan agama semarang setelah berlakunnya undang-undang nomor 1 tahun

1974? Dasar pertimbangan hakim dalam memberikan putusan atau penetapan

itsbat nikah di pengadilan Semarang? Hasil penelitian : Prosedur pengajuan itsbat

nikah dipengadilan agama Semarang serta dengan menganalisis perkara itsbat

nikah yang masuk disana bahwa secara keseluruhan tahap dan prosedurnya sudah

sesuai dengan hukum acara peradilan agama sebagaimana yang ada di HIR/R.Bg.

dan peraturan perundangan-undangan yang berlaku. Dasar pertimbangan

pengadilan agama semarang dalam memberikan penetapan itsbat nikah yaitu

dengan melihat dan memeriksa legal standing (kedudukan hukum) pemohon

untuk mengajukan perkara itsbat nikah di pengadilan agama dan fundamentum

petendi (posita) adalah dasar atau dalil gugatan yang berisi tentang peristiwa dan

hubungan hukum itsbat nikah dan alasan atau tujuan dalam pengajuan itsbat

nikah.

Kajian pustaka berfungsi untuk mengetahui sejarah penelitian, membantu

(20)

mengetahui manfaat sebelumnya, menghindari terjadinya duplikat penelitian,

memberikan pembenaran alasan pemilihan masalah penelitian.

Perbedaan skripsi yang terdahulu dengan skripsi ini, skripsi Maman

badruzzaman yang berjudul Efektivitas itsbat nikah masal dalam meminimalisir

terjadinnya pernikahan tanpa akta nikah (studi kasus di KUA kecamatan karang

gampel kecamatan Indramayu tahun 2008-2012). Hasil penelitian : dasar hukum

yang digunakan para hakim pengadilan agama Indramayu dalam penetapan itsbat

nikah adalah kompilasi hukum islam pasal 7 (3). Program itsbat nikah masal di

kabupaten Indramayu sangat efektif karena dapat membantu pasangan suami istri

yang belum mempunyai akta nikah, dapat mengitsbatkan nikahnya tanpa

dipungut biasa.

Skripsi Ayuhan yang berjudul : Legalisasi hukum pernikahan siri dengan

itsbat nikah dipengadilan Jakarta pusat. Hasil penelitian : Adapun ketentuan itsbat

nikah yang diatur dalam hukum islam adalah : pernikahan yang telah memenuhi

rukun-rukun dan syarat-syarat pernikahan itu sendiri, karena pada hakekatnya

rukun dan syarat pernikahan adalah hal yang penting dalam sebuah pernikahan,

sedangkan dalam perundang-undangan adalah telah sesuai dalam pasal 2 (1-2)

undang –undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan juga pada

kompilasi hukum islam pasal 7 ayat (1-4). Pada kasus ini, hasil penetapan majlis

hakim pengadilan agama Jakarta pusat menetapkan bahwa perkawinan yang di

lakukan antara pemohon I dan pemohon II dapat di itsbatkan dan juga

(21)

pernikahan, maka tidak adanya alasan lagi majlis hakim pengadilan agama

Jakarta pusat untuk tidak menetapkan itsbat nikah tersebut. Adapun yang menjadi

dasar dan pertimbangan hakim pengadilan agama Jakarta pusat dalam

memutuskan perkara itsbat nikah ini adalah sesuai dengan penjelasan dan

ketentuan pasal 49 ayat (2) undang-undang nomor 7 tahun 1989 sebagaimana

telah diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 tentang peradilan

agama dan dalam kompilasi hukum islam pasal 7 ayat (3) dan pasal 14 sampai 38

tentang rukun dan syarat perkawinan, oleh karena pertimbangan hukum diatas

maka sudah jelas bagi hakim mengabulkan permohonan itsbat nikah tersebut.

Skripsi Dian Syafrianto yang berjudul : Pelaksanaan Itsbat Nikah

DiPengadilan Agama Semarang Setelah Berlakunnya Undang-Undang Nomor 1

Tahun 1974.Hasil penelitian : Prosedur pengajuan itsbat nikah dipengadilan

agama Semarang serta dengan menganalisis perkara itsbat nikah yang masuk

disana bahwa secara keseluruhan tahap dan prosedurnya sudah sesuai dengan

hukum acara peradilan agama sebagaimana yang ada di HIR/R.Bg. dan peraturan

perundangan-undangan yang berlaku. Dasar pertimbangan pengadilan agama

semarang dalam memberikan penetapan itsbat nikah yaitu dengan melihat dan

memeriksa legal standing (kedudukan hukum) pemohon untuk mengajukan

perkara itsbat nikah di pengadilan agama dan fundamentum petendi (posita)

adalah dasar atau dalil gugatan yang berisi tentang peristiwa dan hubungan

(22)

Dengan demikian skripsi yang saya angkat berbeda dengan skripsi-skripsi

yang dibahas terdahulu, karena skripsi penulis akan membahas tentang Dampak

Penolakan Itsbat Nikah Terhadap Hak Anak (Studi Putusan Pengadilan Agama

Salatiga Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL).

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan yuridis

normatif. yaitu suatu pendekatan untuk menemukan apakah suatu perbuatan

hukum itu sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku atau tidak.

Karena dengan pendekatan ini bisa mengetahui semua hal tentang

pelaksanaan isbat nikah di pengadilan agama.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif yaitu

penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan

prosedur analisis stastistik atau cara kuantifikasi lainnya (Maleong, 2008:6).

2. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, penulis bertindak sebagai instrumen sekaligus

menjadi pengumpul data. Instrumen lain yang digunakan perlengkapan tulis

(pensil, bolpoin, penggaris dan buku catatan) serta alat dokumentasi (kamera

dan alat perekam). Kehadiran penulis dilapangan sangat diperlukan, data

lapangan yang diperlukan yaitu penetapan itsbat nikah nomor :

(23)

Penulis berperan sebagai partisipan penuh membaur dengan subjek atau

informan. Kehadiran penulis sebagai peneliti diketahui statusnya sebagai

peneliti oleh subjek atau informan.

3. Lokasi Penelitian

Pengadilan agama Salatiga karena masyarakat Salatiga dan sekitarnya

yang beragama Islam mengajukan itsbat nikah di pengadilan tersebut.

4. Sumber Data

a. Data Primer

1) Penetapan pengadilan agama Salatiga No. 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL

dan wawancara terhadap hakim, kemudian data itu di analisis dengan

cara menguraikan dan menghubungkan dengan masalah yang dikaji.

b. Data Sekunder

1) Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan

2) Kompilasi Hukum Islam (KHI)

3) Undang-undang nomor 23 tahun 2006 tentang administrasi

kependudukan.

4) Data yang diperoleh dari studi kepustakaan (library risearsch) dari

(24)

5. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Metode pengumpulan data dengan jalan pengamatan, peninjauan

secara cermat dan penulisan secara langsung untuk melihat dari dekat

kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004:104).

b. Wawancara

Wawancara ini digunakan untuk memperoleh beberapa jenis data

dengan komunikasi secara langsung mengenai pokok-pokok masalah

tentang itsbat nikah, sasaran wawancara adalah para hakim di Pengadilan

Agama Salatiga.

c. Dokementasi

Mencari data mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan itsbat

nikah dari pengadilan agama Salatiga. Metode ini digunakan sebagai

pelengkap dalam memperoleh data.

d. Studi Pustaka

Studi pustaka diperlukan untuk mengkaji beberapa literatur yang

berhubungan dengan masalah yang akan diteliti. Literatur-literatur yang

dimaksud di antaranya bersumber dari al-qur’an, peraturan perundang

(25)

6. Analisis Data

Penyusun akan menyusun data yang telah terkumpul secarakualitatif

yang bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh,

selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis.

Berdasarkan hepotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut,

selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang sehingga dapat

disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasrkan data

yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara

berulang-ulang dengan teknik triangulasi, teryata hipotesis diterima, maka

hipotesis tersebut berkembang menjadi teori (Sugiyono, 2010:335).

7. Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek

keabsahan data, sedangkan pengertian triangulasi adalah teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dalam membandingkan

hasil wawancara terhadap objek penelitian (Maleong, 2004:330). Untuk

pengecekan keabsahan data, penulis menggunakan cara teknik-teknik

perpanjangan kehadiran peneliti di lapangan, observasi, yang diperdalam,

triangulasi (menggunakan beberapa sumber, metode, peneliti, teori),

pembahasan sejawat, analisis kasus negatif, pelacakan kesesuaian hasil, dan

pengecekan anggota. Selanjutnya perlu dilakukan pengecekan dapat-tidaknya

(26)

(dependability), dan dapat-tidaknya dikonfirmasikan kepada sumbernya

(confirmability).

8. Tahap-Tahap Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan penelitian

pendahuluan ke pengadilan agama Salatiga untuk mencari data awal

mengenai kasus itsbat nikah, kemudian penulis melakukan pengembangan

dari data awal tadi, kemudian penulis melakukan penelitian yang sebenarnya

dan menulis hasil laporan tersebut.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika ini terdiri dari lima bab yang saling berkaitan yang dapat

dijelaskan sebagai berikut :

Bab Kesatu :Merupakan Bab pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan

istilah, kajian pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab Kedua : Dalam bab ini berisi tentang kajian pustaka yang menjelaskan

tentang gambaran umum perkawinan,itsbat nikah,pencatatan perkawinan dan

hak-hak anak dalam perkawinan menurut perundang-undangan.

Bab Ketiga : Dalam bab ini berisi tentang gambaran pengadilan agama

salatiga, gambaran perkara nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL dan dasar

pertimbangan hakim dalam penetapan perkara nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL.

Bab Keempat : Dalam bab ini berisi tentang analisis penetapan

(27)

Bab Kelima : Dalam bab ini merupakan penutup yang berisi kesimpulan

dan saran-saran.

(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Gambaran Umum Tentang Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Perkawinan menurut undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974

ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai

suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia

dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa (Basyir, 1996:11).

Perkawinan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 2, perkawinan

menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau

mitssaqan gholidhzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakanya

merupakan ibadah (Summa, 2004:286). Perkawinan dalam literatur fiqih

berbahasa arab disebut dengan dua kata yaitu nikah (حكن) dan zawaj ( جاوز ). Kata na-ka-ha banyak terdapat dalam Al-qur’an dengan arti kawin, seperti

dalam surat annisa ayat (3) :



(29)

Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-jadalam Al-qur’an dalam

arti kawin, seperti dalam surat al ahzab ayat 37 :





Maka tatkala zaid telah mengakhiri keperluan (menceraikan) istrinnya, kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) mantan istri-istri anak angkat mereka…(Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:598).

Secara arti kata nikah atau zawaj berarti bergabung, hubungan

kelamin, dan juga berarti akad. dalam arti terminologis dalam kitab-kitab fiqih

banyak diartikan akad atau perjanjian yang mengandung maksud

memperbolehkan hubungan kelamin dengan menggunakan lafaz na-ka-ha

atau za-wa-ja (Syarifuddin, 2003:74). Perkawinan atau pernikahan dalam

Islam dilakukan atas dasar hubungan yang halal, Sebagaimana dinyatakan

dalam Al-qur’an, merupakan bukti dari kemaha bijaksanaan Allah. dalam

mengatur mahkluknya, firman Allah : (An najm : 45).

 Dan bahwasanya dialah yang menciptakan berpasang-pasang pria dan wanita (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:766).



(30)

dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (ar rum : 21) (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:766).

Kedua ayat diatas menyatakan kepada kita bahwa Islam merupakan

ajaran yang menghendaki adannya keseimbangan hidup antara jasmani dan

rohani, antara duniawi dan ukhrawi, antara materiil dan spiritual. oleh sebab

itu selain merupakan sunnatullah yang bersifat kodrati, perkawinan dalam

Islam juga merupakan sunnah Rasul (Saleh, 2008:296).

2. Rukun dan Syarat Perkawinan

Rukun dan syarat adalah hal yang penting dan bila ditinggalkan akan

menyebabkan sesuatu itu tidak sah, demikian halnnya dalam perkawinan.

Perkawinan yang syarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan

rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Rukun adalah unsur

yang melekat pada peristiwa hukum atau perbuatan hukum (misalnya akad

perkawinan), baik dari segi para subjek hukum maupun objek hukum yang

merupakan bagian dari perbuatan hukum atau peristiwa hukum (akad nikah)

ketika peristiwa hukum tersebut berlangung (Djubaidah, 2010:90). Syarat

adalah hal-hal yang melekat pada masing-masing unsur yang menjadi bagian

dari suatu perbuatan hukum atau peristiwa hukum akibat tidak terpenuhinya

syarat adalah tidak dengan sendirinya membatalkan perbuatan hukum atau

peristiwa hukum, namun perbuatan hukum atau peristiwa hukum tersebut

dapat dibatalkan (Djubaidah, 2010:92).

(31)

1) Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua mempelai

2) Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai

umur 21 (dua puluh satu) tahun harus mendapat izin kedua orang tua

3) Dalam hal salah satu orang dari kedua orang telah meninggal dunia

atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka

izin yang di maksud ayat (2) pasal ini cukup diperoleh dari orang tua

yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan

kehendaknnya

4) Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan

tidak mampu untuk menyatakan kehendaknnya, maka izin diperoleh

dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai

hubungan darah dalam garis keturunan lurus keatas selama mereka

masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknnya

5) Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut

dalam ayat (2), (3) dan 4 pasal ini, atau salah seorang atau lebih

diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan

dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan

perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin

setelah lebih dahulu mendengar orang- orang tersebut dalam ayat (2),

(32)

6) Ketentuan tersebut ayat (1) sampai dengan ayat (5) pasal ini berlaku

sepanjang hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu

dari yang bersangkutan tidak menentukan lain (Sudarsono, 2005:3).

b. Menurut KHI pasal 14 rukun dalam perkawinan adalah sebagai berikut :

1) Calon suami

2) Calon istri

3) Wali nikah

4) Dua orang saksi

5) Ijab dan qobul (Summa, 2004:289).

c. Menurut agama Islam

1) Akad nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua

pihak yang berakad dalam bentuk ijab dan qobul. Ijab penyerahan dari

pihak pertama sedangkan qobul adalah penerimaan dari pihak kedua.

Adapun syarat-syarat akad adalah :

a) Akad harus dimulai dengan ijab dan dilanjutkan dengan qobul

b) Materi ijab dan qobul tidak boleh berbeda, seperti nama

perempuan secara lengkap dan bentuk mahar

c) Ijab dan qobul harus diucapkan secara bersambung tanpa

terputus-putus walaupun sesaat,jelas dan terus terang

d) Ijab dan qobul tidak boleh menggunakan lafaz yang mengandung

(33)

2) Laki-laki dan perempuan yang kawin

Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan

perempuan dan tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau

sesama perempuan, karena ini yang tersebut dalam al-qur’an. Adapun

syarat-syarat yang dipenuhi laki-laki dan perempuan yang akan kawin

ini adalah sebagai berikut :

a) Keduannya jelas keberadaannya, identitasnnya dan beragama

Islam

b) Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan

c) Keduannya telah mencapai usia yang layak untuk perkawinan

3) Wali

Wali dalam perkawinan adalah seseorang yang bertindak atas

nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Keberadaan

seorang wali dalam akad nikah suatu yang mesti dan tidak sah akad

perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali. ini adalah pendapat

jumhur ulama. adapun syarat-syarat menjadi wali adalah :

a) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang

gila tidak berhak menjadi wali

b) Laki-laki, muslim, merdeka,adil, tidak dalam pengampuan dan

(34)

4) Kerelaan perempuan untuk dinikahkan

Meskipun perempuan waktu akad nikah tidak dapat melakukan

sendiri pernikahannya tetapi dilakukan oleh wali, namun kerelaan

perempuan untuk dinikahkan merupakan suatu keharusan, wali mesti

meminta izin dan kerelaan perempuan yang dinikahkan bila

perempuan itu masih perawan, Sedangkan bila perempuan itu sudah

janda tidak cukup minta izin, tetapi perempuan itu sendiri untuk minta

dinikahkan.

5) Saksi

Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua orang saksi supaya

ada kepastian hukum dan untuk menghindari timbulnnya sanggahan

dari pihak-pihak yang berakad di belakang hari. adapun syarat-syarat

saksi dalam pernikahan adalah sebagai berikut :

a) Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang, beragama islam,

merdeka, laki-laki dan dapat mendengar dan melihat

b) Kedua saksi bersifat adil dan tidak pernah melakukan dosa

6) Mahar

Mahar ialah pemberian khusus laki-laki kepada perempuan

yang melangsungkan perkawinan pada waktu akad nikah. Hukum

(35)

mengawini seorang perempuan mesti menyerahkan mahar kepada

istrinnya itu (Syarifuddin, 2003:97).

3. Hukum Perkawinan :

a. Wajib

Hukum nikah menjadi wajib bagi seseorang yang memiliki

kemampuan biaya nikah, mampu menegakkan keadilan dalam pergaulan

yang baik dengan istri yang dinikahinya, dan ia mempunyai dugaan kuat

akan melakukan perzinaan apabila tidak menikah (Azzam, 2009:45).

b. Sunnat

Perkawinan hukumnya sunnat bagi orang yang telah berkeinginan

kuat untuk kawin dan telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan

dan memikul kewajiban-kewajiban dalam perkawinan, tetapi apabila

tidak kawin juga tidak ada kekhawatiran akan berbuat zina (Basyir,

1996:12).

c. Haram

Hukum nikah haram bagi seseorang yang tidak memiliki

kemampuan nafkah nikah dan yakin akan terjadi penganiayaan jika

(36)

d. Makruh

Nikah makruh bagi seseorang yang dalam kondisi campuran,

seseorang mempunyai kemampuan harta biaya nikah dan tidak

dikhawatirkan terjadi maksiat zina, tetapi di khawatirkan terjadi

penganiayaan istri yang tidak sampai ke tingkat yakin (Azzam, 2009:46).

e. Mubah

Perkawinan yang hukumnya mubah bagi orang yang mempunyai

harta, tetapi apabila tidak kawin tidak merasa khawatir akan berbuat zina

dan andaikata kawinpun tidak merasa khawatir akan menyia-nyiakan

kewajibannya terhadap istri. perkawinan dilakukan sekadar untuk

memenuhi syahwat dan kesenangan dan bukan dengan tujuan membina

keluarga dan menjaga keselamatan hidup beragama (Basyir, 1996:14).

4. Tujuan Perkawinan

Tujuan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama

dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.

Harmonis dalam menggunakan hak dan kewajiban anggota keluarga,

sejahtera artinya terciptanya ketenangan lahir batin di sebabkan terpenuhinya

keperluan hidup lahir dan batinnya, sehingga timbullah kebahagiaan, yakni

kasih sayang antar anggota keluarga. Ada beberapa tujuan dari

disyari’atkannya perkawinan atas umat Islam, diantaranya adalah :

a. Untuk mendapatkan anak keturunan bagi melanjutkan generasi yang akan

(37)





Wahaisekalian manusia bertaqwalah kepada Tuhanmu yang menjadikanmu kamu dari diri yang satu dari padannya Allah menjadikan istri-istri dan dari keduannya Allah menjadikan anak keturunan yang banyak, laki-laki dan perempuan (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:99).

b. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan

rasa kasih sayang. Hal ini terlihat dari surat ar rum ayat ( 21) :



 Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:572).

B. Pencatatan Perkawinan

1. Dasar hukum pencatatan perkawinan

a. Menurutundang-undang nomor 1 tahun 1974:

Pencatatan perkawinan menurut undang-undang nomor 1

tahun 1974 adalah sebagai pencatatan peristiwa penting bukan

sebagai peristiwa hukum. Hal itu dapat dilihat lebih jelas lagi

dalam penjelasan umum pada angka 4 huruf b undang-undang

(38)

undang-undang ini di nyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah

bilamana di lakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

kepercayaannya itu, dan di samping itu tiap-tiap perkawinan harus

di catat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku

(Djubaidah, 2010: 215).

b. Menurut UU no. 22 th1946 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk:

Nikah yang dilakukan menurut agama islam, selanjutnya disebut

nikah diawasi oleh pegawai pencatat nikah yang diangkat oleh menteri

agama atau pegawai yang ditunjuk olehnya. Talak dan rujuk yang

dilakukan menurut agama islam selanjutnya disebut talak dan rujuk,

diberitahukan kepada pegawai pencatat nikah. Pasal ini berarti bahwa

nikah, talak dan rujuk menurut agama islam harus dicatat agar mendapat

kepastian hukum dalam negara yang teratur segala sesuatu yang

menyangkut kependudukan seperti kelahiran,kematian dan perkawinan

perlu dicatat agar tidak menjadi kekacauan.

c. Menurut (KHI) : Pencatatan diatur dalam pasal 5 KHI :

1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam setiap

perkawinan harus di catat.

2) Pencatatan perkawinan sebagaimana ayat (1) dilakukan oleh pegawai

pencatat nikah sebagaimana di atur dalam undang undang nomor 22

(39)

yang memuat tujuan pencatatan perkawinan adalah agar terjaminnya

ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam, oleh karena itu

perkawinan harus dicatat, merupakan ketentuan lanjutan dari pasal 2

ayat (2) undang-undang nomor 1 tahun 1974 yang pelaksanaannya

dimuat dalam peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 bab II tentang

pencatatan perkawinan. Pasal 6 KHI merumuskan bahwa :

a) Untuk memenuhi ketentuan pasal 5, setiap perkawinan harus

dilangsungkan dihadapan dan dibawah pengawasan pegawai

pencatat nikah

b) Perkawinan yang dilakukan diluar pengawasan pegawai pencatat

nikah tidak mempunyai kekuatan hukum (Djubaidah, 2010:220).

d. Pencatat perkawinan dalam perspektif PP nomor 9 tahun 1975 pasal 3 :

1) Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan

kehendaknya itu kepada pegawai pencatat ditempat perkawinan akan

dilangsungkan.

2) Pemberian tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnnya 10

(sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan.

3) Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut dalam ayat (2)

disebabkan sesuatu alasan yang penting, diberikan oleh camat atas

nama bupati kepala daerah.

(40)

1) Perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan wajib di

laporkan oleh penduduk kepada instansi pelaksana dimana tempat

terjadinnya perkawinan yang paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak

tanggal perkawinan.

2) Berdasarkan laporan sebagaimana di maksud pada ayat (1) pejabat

pencatat sipil mencatat pada register akta perkawinan dan menerbitkan

kutipan akta perkawinan.

3) Kutipan akta perkawinan sebagaimana yang di maksud pada ayat (2)

masing-masing diberikan kepada suami dan istri.

4) Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang

beragama islam dilakukan olehKUA kecamatan.

5) Data hasil pencatatan peristiwa sebagaimana di maksud pada ayat (4)

dan dalam pasal 8 ayat (2) wajib di sampaikan oleh KUA kecamatan

kepada instansi pelaksana dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh

hari) setelah pencatatan perkawinan dilaksanakan.

6) Hasil pencatatan data sebagaimana di maksud pada ayat (5) tidak

memerlukan penerbitan kutipan akta pencatatan sipil.

7) Pada tingkat kecamatan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan pada instansi pelaksana (Djubaidah, 2010: 225).

2. Instansi pencatat perkawinan :

a. Kantor urusan agama kecamatan untuk nikah, talak dan rujuk bagi orang

(41)

b. Kantor catatan sipil (begerlijk stand) untuk perkawinan non muslim

(Manan, 2006:14).

3. Tujuan pencatatan perkawinan

Pencatatan perkawinan akan memberikan kepastian hukum terkait

dengan hak-hak suami atau istri, kemaslahatan anak maupun dampak lain dari

perkawinan itu sendiri seperti masalah harta, hak-hak anak dalam perkawinan.

Perkawinan yang dilakukan dibawah pengawasan atau dihadapan pegawai

pencatat nikah akan mendapatkan akta nikah sebagai bukti outentik telah

dilangsungkan sebuah perkawinan, jadi akta perkawinan syarat wajib yang

ditetapkan oleh Negara (Nuruddin, 2006:137).

4. Akibat hukum perkawinan tidak dicatatkan :

a. Perkawinan dianggap tidak sah, meskipun perkawinan dilakukan menurut

agama dan kepercayaan, namun dimata Negara perkawinan itu tidak sah,

jika belum dicatatkan di kantor urusan agama dan kantor catatan sipil.

b. Anak hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu dan keluarga ibu.

Anak yang dilahirkan diluar perkawinan atau perkawinan yang tidak

dicatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan

perdata dengan ibu atau keluarga ibu (pasal 42 dan 43 undang-undang

perkawinan) sedangan hubungan perdata dengan ayahnya tidak ada.

c. anak dan ibu tidak berhak atas nafkah dan warisan, akibat lebih jauh dari

(42)

C. Itsbat Nikah

1. Pengertian Itsbat Nikah

Menurut bahasa itsbat nikah terdiri dari dua kata yaitu kata itsbat yang

merupakan masdar atau asal kata dari atsbata yang memiliki arti menetapkan,

dan kata nikah yang berasal dari kata nakaha yang memiliki arti saling

menikah, dengan demikian kata itsbat nikah memiliki arti yaitu penetapan

pernikahan.Itsbat nikah sebenarnya sudah menjadi istilah dalam Bahasa

Indonesia dengan sedikit revisi yaitu dengan sebutan isbat nikah. Menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia, isbat nikah adalah penetapan tentang

kebenaran (keabsahan) nikah. Itsbat nikah adalah pengesahan atas perkawinan

yang telah dilangsungkan menurut syariat agama Islam, akan tetapi tidak

dicatat oleh KUA atau PPN yang berwenang (Keputusan Ketua Mahkamah

Agung RI Nomor KMA/032/SK/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

dan Administrasi Pengadilan).

2. Dasar Hukum dari Itsbat Nikah

Pada bab XIII pasal 64 ketentuan peralihan undang-undang

perkawinan yaitu untuk perkawinan dan segala sesuatu yang berhubugan

dengan perkawinan yang terjadi sebelum undang-undang ini berlaku yang

dijalankan menurut peraturan lama adalah sah sedangkan dalam Kompilasi

Hukum Islam (KHI) buku I, pasal 7, yang terkandung pasal 64

(43)

dikualifikasikan sebagai upaya hukum yang disebut itsbat nikah.Seperti

dalam kompilasi hukum islam (KHI) pasal 7 ayat 1 dan 2 menyebutkan :

a. Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh

pegawai pencatat nikah.

b. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah dapat

diajukan itsbat nikahnya ke pengadilan agama (Summa, 2004:287).

3. Sebab-Sebab diajukannya Permohonan Isbat Nikah

Itsbat nikah yang dilaksanakan oleh pengadilan agama karena

pertimbangan mashlahah bagi umat islam. Itsbat nikah sangat bermanfaat bagi

umat islam untuk mengurus dan mendapatkan hak-haknya yang berupa

surat-surat atau dokumen pribadi yang dibutuhkan dari instansi yang berwenang

serta memberikan jaminan perlindungan kepastian hukum terhadap

masing-masing pasangan suami istri. Adapun sebab-sebab yang melatar belakangi

adanya permohonan itsbat nikah ke PA itu sendiri, dalam praktek, khususnya

di PA pihak-pihak yang mengajukan permohonan itsbat nikah dapat

ditemukan kebanyakannya :

a. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya UU no 1 th 1974.

Untuk hal ini biasanya dilatar belakangi:

1) Guna untuk mencairkan dana pensiun pada PT. Taspen

2) Untuk penetapan ahli waris dan pembagian harta waris

(44)

1) Bisa karena untuk pembuatan akta kelahiran anak

2) Bisa juga digunakan untuk gugat cerai

3) Bisa juga untuk gugat pembagian harta gono-gini

Untuk kasus akta nikah hilang seperti ini, biasanya pihak

pemohon dianjurkan untuk memintakan duplikat kutipan akta nikah

dimana tempat nikahnya itu dilaksanakan, tapi kadangkala ditemukan

juga pihak KUA nya menerangkan perkawinannya tidak terdaftar di

KUA yang bersangkutan tersebut, atau ada juga arsip di KUA nya

telah tidak ditemukan, hal terakhir ini biasanya itsbat nikah yang

dikumulasi dengan gugat cerai. Sedangkan tidak punya akta nikah,

Dalam hal ini kebanyakan diajukan itsbat nikah:

a) Karena sudah nikah dibawah tangan dengan alasan sudah hamil

duluan dan nikah dilangsungkan karena menutupi malu.

b) Karena nikah dibawah tangan sebagai isteri kedua dan belum

dicatatkan

c) Ada juga itsbat nikah yang semata-mata diajukan untuk

memperoleh kepastian hukum dalam status sebagai isteri, yang

pernikahannya dilakukan dibawah tangan, dan ternyata dibalik itu

(45)

4. Akibat Hukum Itsbat Nikah

Setelah dikabulkan itsbat nikah, maka yang berkepentingan akan

mendapatkan bukti outentik tentang pernikahannya yang bisa dijadikan

sebagai dasar untuk persoalan di pengadilan agama nantinya. dengan

demikian pencatatan pernikahan merupakan persyaratan formil sahnya

perkawinan, persyaratan formil ini bersifat prosedural dan administratif. Itsbat

nikah punya implikasi memberi jaminan lebih kongkrit secara hukum atas hak

anak jika pasangan suami istri bercerai. Dengan adanya pencatatan

perkawinanmaka eksestensi perkawinan dianggap sah apabila telah memenuhi

dua syarat:

a. Telah memenuhi ketentuan hukum materiil, yaitu telah dilakukan

memenuhi syarat dan rukun menurut hukum Islam.

b. Telah memenuhi ketentuan hukum formil, yaitu telah dicatatkan pada

pegawai pencatat nikah yang berwenang.

D. Pengertian Anak dan Hak-Hak Anak

1. Pengertian Anak Menurut Islam

Menurut ajaran islam, anak adalah amanah allah SWT dan tidak bisa

dianggap sebagai harta benda yang bisa diperlakukan sekehendak hati oleh

orang tuannya. Sebagai amanah anak harus dijaga sebaik mungkin oleh orang

tua yang mengasuhnya. Anak adalah manusia yang memiliki nilai

(46)

mensyariatkan perkawinan, ialah lahirnya seorang anak sebagai pelanjut

keturunan, bersih keturunannya, jelas bapaknya dengan perkawinan ibunya.

2. Hak Anak dalam Hukum Islam

a. Hak atas suatu nama

Anak berhak mendapatkan nama dan identitas diri dalam islam.

Untuk nama anak, allah telah mengisyaratkan dalam al-qur’an bahwa anak

harus diberi nama allah berfirman dalam(QS. Maryam: 7).

  Hai zakaria, sesungguhnya kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya yahya, yang sebelumnya kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia(Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:419).

b. Anak berhak atas status dan mengetahui orang tuanya. Allah berfirman

Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka…” (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:591).

Bagi anak yang terlahir dalam ikatan perkawinan yang sah tidak

ada ikhtilaf dalam nasab, sedangkan bagi anak yang dilahirkan di luar

ikatan pernikahan terdapat perbedaan di kalangan fuqoha. Perbedaan

tersebut dikarenakan adanya ikhtilaf dalam memahami arti nikah sehingga

(47)

c. Hak mendapatkan perlindungan

Hak anak yang paling utama adalah pelindungi , pelindungan

disini terutama dari segala situasi dan kondisi yang tidak menguntungkan

yang dapat membuat anak menjadi terlantar atau menjadi manusia yang di

murkai tuhan. Allah berfirman :





Di sanalah Zakaria berdoa kepada tuhan-nya. Dia berkata, Ya Tuhanku, berilah aku keturunan yang baik dari sisi-mu, sesungguhnya engkau maha mendengar doa (Q.S. ali imran ayat 38) (Bafadal, Al-qur’an dan Terjemahannya, 2006:68).

d. Hak mendapatkan pendidikan

Setelah masa penyusuan lewat, mulailah tugas orang tua (ayah dan

ibu) untuk mendidik anak , terutama pendidikan agama dan pendidikan

budi pekerti.

e. Hak untuk mendapatkan nafkah dan harta waris

Sesuai dengan aturan yang digariskan Allah. hak nafkah bagi

seorang anak wajib dipenuhi oleh ayahnya ketika ayah dan ibunya

bercerai. Dalam sebuah hadis : Kewajiban orang tua terhadap anaknya

adalah memberi nama yang baik, mengajarkan sopan santun, mengajari

menulis, berenang dan memanah, memberikan nafkah yang baik dan halal

dan mengawinkan bila saatnya tiba (H.R hakim). Hak anak dalam

(48)

umat Islam adalah membangun umat manusia yang memegang teguh

ajaran Islam dengan demikian, hak anak dalam pandangan Islam meliputi

aspek hukum dalam lingkungan hidup seseorang untuk Islam (Juhari,

2003:87).

3. Pengertian Anak Menurut Perundang-Undangan :

Pengertian anak menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002

tentang perlindungan anak, Anak adalah : amanah dan karunia tuhan yang

maha esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnnya.Menurut undang-undang nomor 4 tahun 1979 tentang

kesejahteran anak, Anak adalah : potensi serta penerus cita-cita bangsa yang

dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnnya.Menurut UUP

nomor 1 tahun 1974 tentang kedudukan anak yaitu :Pasal 42 ayat (1) Anak

yang sah adalah : anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan

yang sah. Sedangkan pasal 43 ayat (1): anak yang dilahirkan diluar

perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluar

ibunya (Summa, 2004:240).

Ketentuan dalam undang-undang perkawinan, kelahiran anak tanpa

disertai dengan adanya perkawinan yang sah (anak luar kawin) maka anak

hanya akan memiliki ibu sebagai orang tuannya, sedangkan KUHperdata

menganut prisip yang lebih ekstrim bahwa tanpa pengakuan dari kedua orang

(49)

secara yuridis. Seorang anak dilahirkan didunia melalui proses yang panjang

mulai dari adanya pertemuan biologis antara benih dari seorang laki-laki dan

sel telur seorang perempuan sampai terjadinnya proses kehamilan sampai bayi

lahir di dunia, tahapan tersebut akan menentukan status dan kedudukan anak

di hadapan hukum, menurut sudut pandang hukum tahapan proses yang

dilalui sampai terjadinnya kelahiran dapat digolongkan menjadi :

a. jika proses yang dilalui sah (legal), baik menurut hukum agama maupun

hukum negara, maka ketika lahir anak akan menyandang predikat sebagai

anak yang sah

b. jika proses yang dilalui tidak sah (ellegal), baik menurut hukum agama

maupun negara, maka ketika lahir anak akan menyandang predikat

sebagai anak yang tidak sah

4. Hak-Hak Anak Menurut Perundang-Undangan :

a. Menurut undang-undang no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak :

Pasal 4 : Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dan diskriminasi.

Hak ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 28B ayat (2) undang-undang

dasar 1945 dan prinsip-prinsip pokok yang dicantumkan dalam konvensi

hak -hak anak.Pasal 5 : Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai

(50)

1) Identitas diri anak harus diberikan sejak kelahirannya.

2) Identitas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam

akta kelahiran.

b. Dalam konvensi anak :

Konvensi hak anak terdiri atas 54 pasal (lima puluh empat) pasal

yang berdasarkan materi hukumnya mengatur mengenai hak-hak anak dan

mekanisme implementasi hak anak oleh Negara peserta yang meratifikasi

konvensi hak anak. Materi hukum mengenai hak- hak anak dalam

konvensi hak anak tersebut, dapat dikelompokkan dalam 4 (empat)

kategori hak-hak anak yaitu :

1) hak terdapat kelangsungan hidup : hak-hak anak dalam konvensi hak

anak yang meliputi hak-hak untuk melestarikan dan mempertahankan

hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan tertinggi dan

perawatan yang sebaik-baiknya.

2) hak terhadap perlindungan yaitu : hak-hak anak dalam konvensi hak

anak yang meliputi hak perlindungan dari diskriminasi, tindak

kekerasan dan keterlantaran bagi anak yang tidak mempunyai keluarga

bagi anak-anak pengungsi

3) hak untuk tumbuh kembang yaitu hak-hak anak dalam konvensi hak

anak yang meliputi segala bentuk pendidikan (formal dan non formal)

dan hak untuk mencapai standar hidup yang layak bagi perkembangan

(51)

BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. Profil Pengadilan Agama Salatiga

Jl. Raya lingkar selatan, dusun. Jagalan kelurahan. Cebongan, kecamatan

argomulyo kota salatiga, propinsi jawa tengah 50736. TELP : (0298) 322853

FAX :(0298) 325243 Email : pa_salatiga@yahoo.co.idEmailoTabayun

: tabayunpasal@gmail.comWebsite : www.pa-salatiga.go.id

1. Dasar Hukum Pembentukan Pengadilan Agama Salatiga :

a. Staatsblaad tahun 1882 Nomor 152 tentang pembentukan Pengadilan

Agama di Jawa dan Madura.

b. Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 tahun 1983

Tanggal 10 Nopember 1983 tentang penetapan perubahan wilayah Hukum

Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah Propinsi dan Pengadilan Agama

serta Pengadilan Agama / Mahkamah Syariah

2. Batas Wilayah :

a. Utara : Kecamatan Kedungjati Kab. Grobogan, Kecamatan Bawen

Kab.Semarang

b. Timur : Kecamatan Kedungjati Kab. Grobogan, Kecamatan Karanggede

(52)

c. Selatan : Kecamatan Ampel Kab. Boyolali, Kecamatan Ngablak Kab.

Magelang

d. Barat : Kecamatan Banyubiru Kab. Semarang, Kecamatan Ngablak Kab.

Magelang

3. Tugas Pokok dan Fungsi Pengadilan Agama

Pengadilan Agama merupakan salah satu penyelenggara kekuasaan

kehakiman yang memberikan layanan hukum bagi rakyat pencari keadilan

yang beragama islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam

Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang

Nomor 50 Tahun 2009. Kekuasaan kehakiman dilingkungan Peradilan Agama

dilaksanakan oleh Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang

berpuncak pada Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai Pengadilan

Negara tertinggi. Seluruh pembinaan baik pembinaan teknis peradilan maupun

pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan dilakukan oleh Mahkamah

Agung Republik Indonesia. Pengadilan Agama merupakan Pengadilan

Tingkat Pertama yang bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili

dan memutus perkara-perkara di tingkat pertama di bidang perkawinan,

kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum islam serta

waqaf, zakat, infaq dan shadaqah serta ekonomi Syari’ah sebagaimana di atur

(53)

a. Menerima, memeriksa, mengadili, menyelesaikan/memutus setiap perkara

yang diajukan kepadanya sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 14

tahun 1970

b. Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman

adalah Kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan

Peradilan guna menegakkan Hukum dan Keadilan berdasarkan Pancasila,

demi tersenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia

c. Pasal 49 UU Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama diubah

dengan UU Nomor 3 tahun 2006 dan Perubahan kedua Nomor 50 tahun

2009 yang menyebutkan bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang

memeriksa, memutus dan menyelesaikan Perkara di tingkat Pertama

antara orang-orang yang beragama Islam di bidang Perkawinan, Waris,

Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Infaq, dan Ekonomi Syari’ah serta

Pengangkatan Anak

d. Pasal 52 a menyebutkan Pengadilan Agama memberikan Itsbat Kesaksian

Rukyatul Hilal dan Penentuan Awal bulan pada tahun Hijriyah.

4. Wilayah Yuridiksi Pengadilan Agama Salatiga

Berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI KMA Nomor 76 tahun 1983

Tanggal 10 Nopember 1983 tentang penetapan perubahan wilayah Hukum

(54)

Agama/Mahkamah Syariah, maka Pengadilan Agama Salatiga memiliki wilayah

yuridiksi sebagai berikut :

a. Kecamatan Sidorejo, terdiri dari 6 kelurahan :

1) Kelurahan Pulutan

2) Kelurahan Blotongan

3) Kelurahan Bugel

4) Kelurahan Salatiga

5) Kelurahan Kauman Kidul

6) Kelurahan Sidorejo Lor

b. Kecamatan Argomulyo, terdiri dari 6 Kelurahan :

1) Kelurahan Cebongan

2) Kelurahan Ledok

3) Kelurahan Tegalrejo

4) Kelurahan Noborejo

5) Kelurahan Kumpulrejo

6) Kelurahan Randuacir

c. Kecamatan Tingkir, terdiri dari 5 Kelurahan :

1) Kelurahan Tingkir Tengah

2) Kelurahan Tingkir Lor

3) Kelurahan Sidorejo Kidul

(55)

5) Kelurahan Gendongan

d. Kelurahan Sidomukti, terdiri dari 4 Kelurahan :

1) Kelurahan Dukuh

2) Kelurahan Mangunsari

3) Kelurahan Kalicacing

4) Kelurahan Kecandran

5. Visi dan misi

a. Visi : terwujudnya pengadilan agama Salatigayang agung

b. Misi : meningkatkan kualitas pelayanan di bidanghukum yang prima berbasis

teknologi informasi, meningkatkan kualitas aparatur peradilanagama yang

(56)

6. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga

www.pa-salatiga.go.id

B. Prosedur Itsbat Nikah

1. Proses Pengajuan Perkara

Aturan pengesahan nikah/itsbat nikah, dibuat atas dasar adanya sebuah

peristiwa perkawinan yang dilangsungkan berdasarkan aturan yang ditentukan

(57)

tidak dicatat oleh PPN yang berwenang.Adapun prosedur dalam permohonan

pengesahan nikah/Itsbat nikah samahalnya dengan prosedur-prosedur pengajuan

perkara perdata yang lain, tata cara berperkara di pengadilan agama yaitu :

a. Daftar dan datang ke kantor pengadilan

b. Mendatangi kantor pengadilan agama di wilayah tempat tinggal yang terdekat

bahwa dirinya ingin mengajukan gugatan atau permohonan gugatan dapat di

ajukan dalam bentuk surat atau secara lisan.

c. Membuat surat permohonan itsbat nikah, mengisi formulir, melampirkan

surat-surat yang diperlukan antara lain keterangan dari KUA bahwa

pernikahannya tidak dicatat

d. Penggugat wajib membayar panjar perkara

e. Panitera mendaftarkan perkara menyampaikan gugatan kepada bagian

berperkara sehingga gugatan secara resmi dapat siterima dan didaftarkan

dalam buku register

f. Setelah didaftarkan gugatan diteruskan kepada ketua pengadilan agama dan

diberi catatan mengenai nomor, tanggal perkara dan di tentukan kapan hari

sidangnnya.

g. Ketua pengadilan agama menentukan majelis hakim yang akan mengadili

(58)

2. Menghadiri Persidangan

Datang ke pengadilan sesuai dengan tanggal dan waktu yang tertera dalam

surat panggilan. untuk datang tepat waktu dan jangan terlambat.Hakim ketua atau

anggota majelis hakim (yang akan memeriksa perkara) memeriksa kelengkapan

surat gugatan, panitera memanggil penggugat dan tergugat dengan membawa

surat panggilan sidang secara patut, semua proses pemeriksaan perkara dicatat

dalam berita acara persidangan (BAP), untuk sidang pertama, bawa serta

dokumen seperti surat panggilan persidangan, fotokopi formulir permohonan

yang telah diisi. Dalam sidang pertama ini hakim akan menanyakan identitas para

pihak misalnya KTP atau kartu identitas lainnya yang asli. Dalam kondisi tertentu

hakim kemungkinan akan melakukan pemeriksaan isi permohonan, untuk sidang

selanjutnya, hakim akan memberitahukan kepada pemohon/termohon yang hadir

dalam sidang kapan tanggal dan waktu sidang berikutnya. Bagi

pemohon/termohon yang tidak hadir dalam sidang,untuk persidangan berikutnya

akan dilakukan pemanggilan ulang kepada yang bersangkutan melalui surat,

untuk sidang kedua dan seterusnya, ada kemungkinan harus mempersiapkan

dokumen dan bukti sesuai dengan permintaan hakim. dalam kondisi tertentu,

hakim akan meminta menghadirkan saksi-saksi yaitu orang yang mengetahui

pernikahan tersebut diantaranya wali nikah dan saksi nikah, atau orang-orang

(59)

3. Putusan/Penetapan Pengadilan

Permohonan jika dikabulkan pengadilan akan mengeluarkan putusan atau

penetapan itsbat nikah. Salinan putusan atau penetapan itsbat nikah akan siap

diambil dalam jangka waktu setelah 14 hari dari sidang terakhir. Salinan putusan

atau penetapan itsbat nikah dapat diambil sendiri dikantor pengadilan atau

mewakilkan kepada orang lain dengan surat kuasa. Setelah mendapatkan salinan

putusan atau penetapan tersebut, bisa meminta KUA setempat untuk mencatatkan

pernikahan dengan menunjukkan bukti salinan putusan atau penetapan pengadilan

tersebut.

C. Gambaran Perkara Nomor : 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL

1. Tentang Duduk Perkaranya

Pengadilan agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata pada

tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan penetapan dalam

perkara itsbat nikah yang di ajukan oleh : Pemohon dengan surat permohonannya

tertanggal 27 oktober 2014 yang terdaftar di kepaniteraan pengadilan agama

Salatiga nomor 0077/Pdt.P/2014/PA.SAL. Pemohon I (laki-laki) umur 17 tahun,

agama islam, pekerjaan buruh harian lepas bertempat tinggal di kota Salatiga dan

pemohon II (perempuan) umur 17 tahun, agama Islam bertempat tinggal di

kabupaten Semarang.

Mereka telah mengajukan hal-hal sebagai berikut : Bahwa mereka telah

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa model Project Based Learning berbasis integrasi-interkoneksi berpengaruh signifikan terhadap kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada

Struktur dua tinggal dua tamu memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lain dengan cara. Kelompok mencocokkan dan membahas

Proporsi antara pendapatansebagai nelayan dengan pendapatan sampingan, pada responden diperoleh hasil bahwa proporsi pendapatan utama sebagai nelayan masih

Mahasiswa yang menjadi subyek penelitian mengakui bahwa dirinya telah menggunakan jasa cybersex dalam jenis percakapan seks online (chatsex) dan kemudian berlanjut

Mendeskripsikan hasil intervensi keperawatan anak dengan pemenuhan kebutuhan dasar thermoregulasi : dengan perbandingan efektifitas pemberian kompres hangat dan tepid

faktor yang menyebabkan munculnya gangguan Obsesif – Kompulsif.. Penelitian

In this chapter, we’ll learn to use standard library and open source commu- nity tools that make it incredibly simple to create a conventional, idiomatic command-line interface

Pada kelompok kontrol (K) yang hanya diberi makanan dan minuman standar, kelompok perlakuan (P1) diberi makanan standar dan paparan asap kendaraan bermotor selama 8 jam/hari selama