• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III TINJAUAN TENTANG KEPAILITAN

G. Akibat Hukum Putusan Pailit

Pada umumnya setiap pengusaha takut dinyatakan pailit atau bangkrut oleh pengadilan kecuali dalam keadaan terpaksa, karena konsekuensi atau akibat hukumnya sangat berat. Ada beberapa akibat hukum dari pernyataan pailit. Secara umum antara lain:50

1. Boleh dilakukan kompensasi (Pasal 52, 53, 54)

2. Kontrak timbal balik boleh dilanjutkan (Pasal 36)

3. Berlaku penangguhan eksekusi (Pasal 56 a ayat 1)

4. Berlaku Actio Paulina (Pasal 41)

5. Berlaku sitaan umum atas seluruh harta debitur (Pasal 19, 20 56)

6. Debitur kehilangan hak mengurus (Pasal 22)

Sebagaimana dapat disimpulkan dari urutan terdahulu, yang menjadiobyek Undang-Undang kepailitan adalah Debitur, yaitu Debitur yang tidakmembayar utang-utangnya kepada para Krediturnya. Undang-Undang berbagai Negara membedakan antara aturan kepailitan bagi Debitur orang perorangan (individu) dan Debitur bukan perorangan atau badan hukum.

50

Joni Emirzon, Hukum Bisnis Indonesia, Penerbit Literata Lintas Media, Yogyakarta, 2007, hal.131.

BAB IV

KEDUDUKAN BENDA JAMINAN YANG DI BEBANI JAMINAN FIDUSIA APABILA TERJADI EKSEKUSI DALAM HAL PEMBERI

FIDUSIA PAILIT

A. Kedudukan Benda Jaminan Fidusia Dengan Pailitnya Pemberi Fidusia Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan

Hukum jaminan yang bersumber dari KUHPerdata mengandung prinsip bahwa harta kekayaan debitur menjadi jaminan hutang untuk segala perikatan yang dibuatnya51

Dalam hal eksekusi, kalau harga jual benda melebihi utang debitur, kreditur penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan sisa uang penjialan kepada debiturnya. Sebaliknya, jika hasil dari eksekusi benda jaminan itu tidak . Prinsip ini kurang memberikan perlindungan yang cukup aman bagi kreditur. Untuk menutupi adanya kelemahan itu, perlu diperjanjian secara khusus benda-benda tertentu dari debitur yang diikat sebagai jaminan utang. Hukum jaminan yang diperjanjikan adalah hipotik, hak tanggungan, gadai, fidusia, dan jaminan perorangan. Secara teoritis, jika seorang debitur pemberi fidusia wanprestasi, terhadap objek Jaminan Fidusia dapat dilakukan eksekusi.

51

mencukupi untuk melunaskan utang debitur tersebut, debitur tetap harus bertanggung jawab atas sisa utang tersebut52

Dalam proses perjanjian Jaminan Fidusia pada PT. Bank CIMB Niaga cabang ,menurut Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H.Juanda Medan, lazim ditentukan bahwa dalam hal penjualan barang agunan bilamana ada sisanya, bank akan mengembalikan kepada debiturnya dan jika hasil penjualan tidak mencukupi, debitur tetap bertanggung jawab penuh untuk membayar sisa jumlah terutang kepada kreditur.

.

Dari hasil wawancara yang telah di lakukan, sering menemukan adanya barang agunan yang ada sisanya jika dilakukan penjualan atas barang tersebut. Namun terkadang ada juga barang agunan tersebut yang dijual tidak memiliki sisanya.

Kalau tidak mencukupi, bolehkah kreditur penerima fidusia meminta pertanggungjawaban harta kekayaan debitur yang lainnya byang tidak turut dijaminkan.Jika dibenarkan secara yuridis, apakah kedudukan kreditur penerima fidusia tersebut masih disebut sebagai kreditur preferen.

Pertanyaan yuridis tersebut harus diberikan solusi hukumnya oleh hakim dengan pertimbangan hukum yang logis dan rasional, sehingga tidak merugikan kepentingan hukum debitur pemberi fidusia.Sebelum perkara ini sampai di putuskan oleh Pengadilan, jawaban atas permasalahan tersebut masih menimbulkan perbedaan pendapat.Menurut pihak Bank CIMB Niaga, apabila

52

ternyata objek Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk membayar utang, bank dapat menyita barang-barang lain milik debitur. Selain Jaminan Fidusia, terkadang pihak bank meminta jaminan lainnya yang diikat dengan surat kuasa memasang hak tanggungan atau surat kuasa menjual atau hak tanggungan atas objek tanah belum bersertifikat, kapal laut, hak guna bangunan, hak milik atau jaminan bersifat perorangan53

Menurut hasil wawancara yang telah di lakukan, kenyataan yang terjadi sebaliknya, pihak debitur beranggapan bahwa utang kredit tidak dapat melibatkan harta kekayaan lainnya, tetapi benda yang dijaminkan itu saja yang dapat dilakukan penyitaan.Seharusnya yang boleh dilakukan penyitaan dan diminta pertanggungjawaban hanya sebatas benda Jaminan Fidusia dengan alasan bahwa ketika membuat perjanjian kredit, pihak bank sudah dapat menaksir bahwa benda agunan lebih tinggi nilainya dari jumlah pinjaman yang diberikan.Setiap saat bank dapat mengontrol benda agunan dan debitur tetap membuat laporan secara berkala.

.

Jadi,kalau ada benda Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk melunasi hutang, tentu ada sesuatu yang “tidak beres” di dalam hubungan hukum antara bank dan debiturnya adalah sesuatu yang tidak logis bahwa benda Jaminan Fidusia tidak mencukupi untuk menutupi pembayaran utang debitur karena pada saat perjanjian kredit dengan pengikatan Jaminan Fidusia, pihak bank telah

53

Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013

melakukan analisis faktor agunan terhadap nasabah debiturnya. Nilai agunan Jaminan Fidusia adalah lebih besar dari pinjaman kredit yang diberikan.

Oleh karena itu tidak sepantasnya kreditur meminta penyitaanatas benda-benda lain milik debitur. Namun, asas hukum jaminan dan doktrin hukum perdata mengatakan bahwa semua harta debitur memikul beban untuk melunasi utangnya kepada kreditur, sampai terpenuhi seluruh pembayaran utang54

Beberapa masalah dapat timbul kembali apabila benda Jaminan Fidusia merupakan milik orang lain. Dalam hukum perdata dikenal asas Nemo dat rule.

Prinsip hukum ini juga berlaku di dalam hukum jaminan kebendaan, antara lain Jaminan Fidusia. Pemberi fidusia adalah orang yang memiliki benda jaminan dan memiliki kewenangan untuk menjaminkan benda itu kepada kreditur.Dalam praktek perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia dikatakan bahwa debitur pemilik benda jaminan.Bukti kepemilikan benda jaminan itu lazimnya diserahkan kepada kreditur sesuai dengan jenis benda jaminan. Contoh, Mobil dengan bukti kepemilikan yang diserahkan adalah BPKB.

.

Bukti kepemilikan mesin-mesin adalah kuitansi dan faktur pembelian. Namun, dalam praktek pengadilan ditemukan kasus bahwa Jaminan Fidusia yang diserahkan kepada bank bukan milik debitur melainkan orang lain. Hal ini menimbulkan persoalan yuridis.Persoalan ini terletak kepada pengertian milik dari benda yang dijaminkan. Pemahaman milik dalam masyarakat bisnis dapat diartikan dalam dua hal, yaitu :

54

M. Yahya Harahap, “Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi BIdang Perdata”, Gramedia, Jakarta, 1989, hal.371

1. Debitur menguasai titel dari benda jaminan dan sekaligus menguasai benda secara fisik.

2. Debitur menguasai benda jaminan secara fisik sedangkan secara yuridis debitur belum menjadi pemilik. Dikaitkan dengan hukum jaminan, saat debitur itu dianggap sebagai pemilik benda jaminan, atau dapatkah pemilik benda yang hanya menguasai benda jaminan secara fisik menjaminkan benda itu kepada bank untuk meminjam kredit.

Dalam hal pemberi fidusia dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka semua harta kekayaan debitur dinyatakan sebagai harta pailit, tak terkecuali termasuk juga benda Jaminan Fidusia yang haknya telah beralih kepada penerima Fidusia atau Kreditur pemegang Jaminan Fidusia, yang dalam kenyataannya secara fisik benda jaminan tersebut masih dikuasai oleh debitur. Terhadap harta pailit itu dilakukan likuidasi oleh kurator dibawah pengawasan hakim pengawas yang ditunjuk oleh pengadilan Niaga.

Dalam proses kepailitan, apabila pemberi fidusia (debitur) dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka benda Jaminan Fidusia dapat dimohonkan oleh penerima fidusia pemegang Jaminan Fidusia kepada kurator untuk dipisahkan dari boedel pailit.Benda Jaminan Fidusia milik pemberi fidusia yang dinyatakan pailit tidak masuk dalam boedel pailit, dengan kata lain benda Jaminan Fidusia yang pemberi fidusia wanprestasi pun tidak dapat dimasukkan dalam boedel pailit.

Jaminan Fidusia menurut Pasal 1 butir (1) UU Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berujud maupun yang tidak berwujud dan benda

tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UUHT, yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

Dari definisi di atas, jelas bahwa fidusia di bedakan dari Jaminan Fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia.Pengadilan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek jaminan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut untuk kepentingan penerima Fidusia, dengan kata lain sebenarnya kedalam hanya merupakan suatu jaminan saja untuk suatu utang.

Dalam perjanjian Jaminan Fidusia terjadi penyerahan hak milik secara kepercayaan kepada kreditur, namun secasra fisik benda tersebut tidak diserahkan kepada kreditur tetapi tetap ada pada debitur dengan suatu perjanjian bahwa debiturtidak lagi menguasai benda-benda tersebut sebagai pemilik tetapi sebagai penyimpan belaka.

Dalam hal debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka semua harta kekayaan debitur dinyatakan sebagai harta pailit. Terhadap harta pailit itu di lakukan likuidasi oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh Pengadilan Niaga. Pasal 19 UU kepailitan, kekayaan debitur yang dinyatakan pailit dengan putusan pengadilan Niaga, meliputi seluruh kekayaan

siberutang pada saat pernyataan pailit beserta segala apa yang diperoleh selama kepailitan.

Dalam proses kepailitan, apabila pemberi Fidusia (debitur) dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga, maka benda Jaminan Fidusia dapat dimohonkan oleh penerima Fidusia atau kreditur pemegang jaminan didusia kepada kurator untuk dipisahkan dari boedel pailit. Tanpa adanya bukti pembebanan atas jaminan terhadap suatu objek boedel kepailitan, maka tidaklah dapat dikatakan bahwa suatu objek tersebut termasuk dalam jaminan khusus, termasuk Jaminan Fidusia. Salah satu atau lebih boedel kepailitan dimungkinkan dapat dikategorikan menjadi objek jaminan khusus seperti fidusia, apabila benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia telah didaftarkan pada kantor pendaftaran Fidusia.

B. Kedudukan Penerima Fidusia ( Kreditur ) Pemegang Jaminan Fidusia Yang Pemberi Fidusianya Pailit Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan

Di dalam kenyataannya sebelum pernyataan pailit hak-hak debitur untuk melakukan semua tindakan hukum berkenaan dengan kenyatannya yang harus di hormati dengan memperhatikan semua hak-hak kontraktual serta kewajiban dari debitur menurut peraturan Undang-Undangan. Pada saat pengadilan mengucapkan putusan kepailitan dalam sidang yang terbuka untuk umum terhadap debitur, hak dan kewajiban si pailit beralih kepada kurator untuk mengurus dan menguasai

boedelnya. Akan tetapi si pailit masih berhak melakukan tindakan-tindakan atas harta kekayaannya sepanjang menbawa keuntungan bagi boedelnya.

Pemaksaan seorang debitur yang telah dinyatakan pailit oleh pengadilan Niaga untuk segera melepaskan hak pengurusan terhadap harta-hartanya, jika debitur tersebut perseorangan atau pun pemilik/pengurus debitur korporasi adalah harus dijelaskan pada pemberi fidusia pailit tersebut tentang akibat kepailitan yang meletakkan aset-aset debitur dalam penyitaan umum atau berpindahnya hak pengurusan dalam pemberesan aset-aset debitur tersebut dinyatakan pailit Pasal 12 Ayat (1) Undang-Undang kepailitan.

Benda Jaminan Fidusia milik pemberi fidusia yang dinyatakan pailit tidak masuk dalam boedel pailit, dengan kata lain benda Jaminan Fidusia yang pemberi (debitur) wanprestasi pun tidak dapat dimasukkan oleh boedel pailit.

Secara umum akibat pernyataan pailit adalah sebagai berikut :

a. Kekayaan pemberi fidusia pailit yang masuk harta pailit merupakan sitaan umum atas harta pihak yang dinyatakan pailit. Menurut Pasal 21 Undang-Undang Kepailitan , harta pailit meliputi seluruh kekayaan debitur pada waktu putusan pailit di ucapkan serta segala kekayaan yang diperoleh pemberi fidusia pailit selama kepailitan.

b. Kepailitan semata-mata hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi pemberi fidusia pailit.

c. Pemberi fidusia pailit demi hukum kehilangan hak untuk mengurus dan menguasai kekayaan yang termasuk harta pailit sejak hari putusan pailit diucapkan.

d. Segala perikatan debitur yang timbul sesudah putusan pailitdi ucapkan tidak dapat dibayar dari harta pailit kecuali jika menguntungkan harta pailit.

e. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditur, debitur, hakim pengawas pemimpin dan menguasai pelaksanaan jalannya kepailitan.

f. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta diajukan oleh atau terhadap kurator.

g. Semua tuntutan atau yang bertujan mendapatkan pelunasan suatu perikatan dari harta paili, dan dari harta debitur sendiri selama kepailitan harus diajukan dengan syarta melaporkannya untuk dicocokkan.

h. Menurut ketentuan Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58 UU Kepailitan, setiap kreditur yang memegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengesekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Jadi kreditur pemegang hak jaminan (Hipotik, Hak Tanggungan, Hak Gadai, Fidusia) tidak terpengaruh oleh putusanpernyataan pailit. Pasal ini sejalan dengan ketentuan mengenai, dan dengan demikian mengakui hak separatis pemegang jaminan sebagaimana ditentukan oleh KUHPerdata.

i. Hak eksekusi kreditur yang dijamin sebagaimana disebut dalam Pasal 55 ayat(1) Undang-Undang Kepailitan dan pihak ke tiga untuk menurut harta nya yang berada di dalam penguasaan pemberi fidusia pailit ataupun kurator ditangguhkan maksimum untuk 90 hari setelah putusan pailit diucapkan.

Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H. Juanda Medan mengatakanpada dasarnya kedudukan kreditur adalah sama, karena mereka mempunyai hak yang sama atas hasil eksekusi boedel pailit sesuai dengan besarnya tagihan mereka masing-masing. Pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan pailit adalah :55

a. Debitur itu sendiri yang memiliki dua atau lebih kreditur, melihat ketentuan itu maka berate debitur yang hanya memiliki seorang kreditur tidak dapat mengajukan permohonan kepailitan.

b. Seorang kreditur atau lebih, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Jika kreditur itu adalah satu-satunya kreditur maka permohonan kepailitan itu tidak dapat diajukan oleh kreditur.

c. Jaksa atau penuntut umum.

Bentuk awal dari fidusia adalah fidusia cum creditore.Penyerahan hak milik pada fidusia ini terjadi segala sempurna, sehingga penerima fidusia

55

Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013.

(kreditur) berkedudukan sebagai pemilik yang sempurna juga.56

“dimana sebagai pemilik tentunya saja ia bebas berbuat apapun terhadap barang yang dimilikinya, hanya saja berdasarkan fides ia berkewajuban mengembalikan hak milik atas barang tersebut kepada debitur pemberi fidusia, apabila pihak yang belakangan ini telah melunasi hutangnya kepada kreditur”.

Hal senada juga, di sampaikan oleh Dr.A. Veenhoven yang menyatakan:

Lebih dari pada itu tidak ada pembatasan-pembatasan lain dalam hubungan fidusia cum crediture.Hak milik disini bersifat semprna yang terbatas, karena digantungkan pada syarat tertentu.Untuk pemilik fidusia, hak miliknya digunakan pada syarat putus. Hak miliknya yang sempurna baru lahir jika pemberi fidusia tidak memenuhi kewajibannya ( wanprestasi).57

Kebebasan berkontrak merupakan salah satu hal yang sangat penting apabila untuk membuat suatu perjanjian, dimana dengan adanya kebebasan berkontrak akan terciptanya suatu keadilan. Kebebasan berkontrak hanya dapat mencapai keadilan, jika para pihak memiliki kedudukan yang seimbang.Karena jika tidak adanya keseimbangan maka kontrak tersebut dpat menjadi tidak seimbang terhadap kedudukan para pihak.

Di dalam kedudukan yang tidak seimbang itu terjadi bila pihak yang kuat dapat memaksakan kehendaknya kepada pihak yang lemah, sehingga pihak yang lemah hanya mengikuti saja syarat-syarat kontrak yang diajukan kepadanya.

56

Marulak Pardede dan Badan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Op. Cit., hal 29.

57

Syarat lainnya adalah kekuasaan tersebut digunakan untuk memaksakan kehendak sehingga membawa keuntungan kepadanya.

Kreditur pada Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Jaminan Fidusia yaitu pihak yang memounyai piutang karena perjanjian atau Undang-Undang. Dalam hal ini kreditur yang dimaksud adalah bank dan nasabah sebagai kreditur. Dari segi kaca mata hukum, hubungan antara nasabah dengan bank yaitu hubungan kontraktual. Hubungan yang paling utama dan lazim antara bank dan nasabah adalah hubungan kontraktual terhadap nasabah debitur, hubungan kontraktual tersebut berdasarkan suatu kontrak yang dibuat antara nasabah sebagai debitur.

Hukum kontrak yang menjadi dasar terhadap hubungan antara bank dengan nasabah sebagai debitur bersumber dari ketentuan-ketentuan KUHPerdata tentang kontrak. Sebab menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata, bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sahberkekuatan sama dengan Undang-Undang bagi kedudukan kedua belah pihak.

Pada perjanjian kredit pada PT. Bank CIMB Niaga, Tbk Cabang Ir. H. Juanda Medan, yang memuat serangkaian klausula atau convenat, dimana sebagaian besar dari klausula merupakan upaya untuk melindungi pihak kreditur dalam pemberian kredit. Dalam perjanjian kredit antara bank dengan nasabahnya, bank sering sekali memintakan jaminan kepada debiturnya sebagai jaminan atas

kredit yang dipinjamnya maka benda jaminannya akan di eksekusi oleh bank tersebut.58

Dari hasil wawancara yang telah di lakukan dalam bank meminta jaminan kepada debiturnya itu banyak terjadi dalam sistem perkreditan yang ada pada bank, dan begitu juga para debitornya yang juga telah memahami maksud dan tujuan dari di mintakannya jaminan tersebut kepada debitor itu sendiri.

Sebagaimana diatur di dalam Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan mengakui hak separatis dari pemegang hak jaminan sebagaiman yang telah ditentukan oleh KUHPerdata. Pencantuman Pasal 55 Undang-Undang Kepailitan ini sangat penting bagi kepentingan dan pemberian perlindungan kepada kreditur. Menurut Pasal 56 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, apabila penagihan kreditur pemegang hak jaminan adalah suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dan 127 Undang-Undang Kepailitan, maka kreditur pemegang hak jaminan diperkenankan untuk berbuat demikian hanya sesudah piutang tersebutdicocokkan yang dilakukan dengan maksud untuk mengambil pelunasan atau jumlah piutang yang telah diakui dalam pencocokan utang-piutang tersebut.

Menurut ketentuan hukum yang menentukan terjadinya keadaan yang disebut dengan automatic stay, yaitu keadaan status quo bagi debitur dan para kreditur, biasanya diberikan setelah debitur dinyatakan pailit oleh pengadilan, tetapi justru selama berlangsungnya pemeriksaan pailit oleh pengadilan yaitu

58

Wawancara dengan Chairun bagian Legal Officer Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan,Tanggal, 10 Mei 2013

sejak permohonan pailit didaftarkan di pengadilan atau pada saat negosiasi antara kreditur dan debitur dalam likuidasi terhadap pailit.

C. Eksekusi Hak Jaminan Fidusia Di Dalam Kepailitan Pada Bank CIMB Niaga Cabang Ir. H Juanda Medan

1. Pengambilan Kembali Barang Jaminan

Berbicara soal eksekusi mau tidak mau harus memperkenalkan tentang alasan eksekusi itu sendiri. Dengan membicarakan hal itu maka harus di uraikan tentang adanya titel eksekutorial, dalam praktek titel eksekutorial tersebut sering diartikan dengan judul eksekutorial. Menurut ketentuan UUF, eksekusi dapat dilakukan apabila debitur wanprestasi dan pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Jika pemberi fidusia tidak menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia pada waktu eksekusi dilaksanakan, penerima fidusia berhak mengambil benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dan apabila perlu dapat meminta bantuan pihak yang berwenang

Menurut Lia Erika, Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga Indonesia, Tbk Cabang Ir. H.Juanda Medan, pemakaian istilah “eksekusi” dalam hal terjadinya kredit macet, dalam pembayaran angsuran oleh penerima fasilitas/debitur di lapangan lebih dikenal dengan istilah “penarikan”.59

59

Wawancara dengan Lia Erika Mortage Officer PT. Bank CIMB Niaga, Cabang Ir. H Juanda Medan, Tanggal 10 Mei 2013

Dari hasil wawancara yang telah di lakukan dengan memakai istilah “penarikan” adalah tidak tepat, sebab yang dilakukan oleh PT. Bank CIMB Niaga sebagai pemberi fasilitas/kreditur adalah mengambil barang jaminan sesuai dengan klausul perjanjian yang telah terlebih dahulu disepakati sebelumnya yang diatur dalam Pasal 4 (Perjanjian Pembiayaan konsumen) tentang Hak dan Kewajiban atas Barang Jaminan.

Eksekusi menurut Pasal 29 Undang-Undang No 42 Tahun 1999, eksekusi adalah pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Jelas disini bahwa pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia berdasarkan titel eksekutorial adalah benda yang dibebani Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.

Sesuai Pasal 11 ayat 1 Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, pembeban dimaksud adalah diatur dalam Pasal 5 ayat (1) Pembebanan dengan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia, lebih lanjut dalam Pasal 37 ayat (3) jika dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dilakukan penyelesaian, maka perjanjian Jaminan Fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No 42tahun 1999 dan tidak mempunyai titel eksekutorial berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat(1) dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”.

Aplikasi kredit yang diberikan oleh PT. Bank CIMB Niaga sebagai pemberi fasilitas, selain Perjanjian Pokok ( Perjanjian Pembiayaan Konsumen ) yang juga telah disediakan klausula baku perjanjian pemberiaan Jaminan Fidusia yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian konsumen Pasal 4 ayat (3) Perjanjian Pembiayaan Konsumen.

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia nomor 42 tahun 1999 Jaminan Fidusia yang merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok bukan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, yang merupakan

Dokumen terkait