• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAIN JAMINAN FIDUSIA

B. Macam-Macam Lembaga Jaminan

Di Indonesia setelah Tahun 1996, yakni sejak lahirnya UU. No. 4 Tahun 1996 tentang tanggungan atas tanah dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah, pengikatan jaminan (anggunan) kredit atau pembiayaan di bank melalui lembaga jaminan dapat dilakukan melalui gadai, hipotik, hak tanggungan, dan fidusia.

Adapun uraian singkat mengenai masing-masing bentuk lembaga jaminan adalah sebagai berikut:30

29

R. Soebekti, Op. Cit, hal. 80.

29 Maret

a. Gadai ( Pand )

Gadai berasal dari bahasa belanda pand atau pledge, pengertian gadai tercantum dalam Pasal 1150 KUHPerdata yaitu, “Suatu hak yng diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak yang diserahkan kepadanya oleh debitur oleh kuasanya, sebgai jaminan atas utangnya dan yang member wewenang kepada kreditur untuk mengambil pelunasan piutangnya dari barang itu dengan menddahuui kreditur-kreditur lain dengan demikian unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian gadai adalah :

1) Adanya subjek gadaqi, yaitu kreditur (penerima gadai) dan debitur (pemberi gadai)

2) Adanya objek gadai, yaitu barang bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud

3) Adanya kewenangan kreditur untuk mengeksekusi apabila dbitur melakukan wanprestasi terhadap perjanjian gadai

1. Dasar Hukum Gadai

Dasar hukum Gadai dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yaitu : Pasal 1150 KUHPerdata sampai dengan Pasal 1160 KUHPerdata, Artikel 1196 vv, title 19 Buku III NBW, Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian, Peraturan Pemerintahan Nomor 10 tahun 1970 tentang Perubahan Peraturan Pemerintahan Nomor 7 Tahun 1969 tentang Perusahaan Jawatan Pegadaian dan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2000 tentang Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian.

2. Subjek dan Objek Gadai

Subjek gadai terdiri dari dua pihak yaitu, pihak pemberi gadai (debitur) dan pihak penerima gadai (kreditur). Debitur yang orang atau badan hukum yang memberikan jaminan dalam bentuk benda bergerak selaku gadai kepada penerima gadai untuk pinjaman uang yang diberikan kepadanya atau pihak ketiga.

b. Hipotik

Dalam KUH Perdata, hipotik diatur dalam bab III pasal 1162 s/d 1232. Sedangkan definisi dari hipotik itu sendiri adalah hak kebendaan atas suatu benda tak bergerak untuk mengambil pergantian dari benda bagi pelunasan suatu hutang. Hak Hipotik merupakan hak kebendaan yang memberikan kekuasaan atas suatu benda tidak untuk dipakai, tetapi untuk dijadikan jaminan bagi hutang seseorang.

Menurut pasal 1131 B.W. tentang piutang-piutang yang diistimewakan bahwa “segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Yang mana dalam pembahasan yang dikaji dalam makalah ini khusus kepada kebendaan si berutang berupa benda yang tidak bergerak yang dijadikan sebagai jaminan untuk hutang, inilah yang termasuk dalam pengertian hak Hipotik seperti yang telah disebutkan di atas.

Apabila orang yang berhutang tidak dapat menepati kewajibannya, maka orang berpihutang dapat dengan pasti dan mudah melaksanakan haknya terhadap

si berhutang, atau sederhananya si berpiutang dapat meminta benda yang dijadikan sebagai jaminan, meskipun barang itu sudah berada di tangan orang lain.31

1. Azas-azas Hipotik

a. Azas publikasi, yaitu mengharuskan hipotik itu didaftarkan supaya diketahui oleh umum. Hipotik didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian setempat.

b. Azas spesifikasi, hipotik terletak di atas benda tak bergerak yang ditentukan secara khusus sebagai unit kesatuan, misalnya hipotik diatas sebuah rumah. Tapi tidak aada hipotik di atas sebuah pavileum rumah tersebut, atau atas sebuah kamar dalam rumah tersebut.

Benda tak bergerak yang dapat dibebani sebagai hipotik adalah hak milik, hak guna bangunan, hak usaha baik yang berasal dari konvensi hak-hak barat,

maupun yang berasal dari konvensi hak-hak adaptasi, serta yang telah didapatkan dalam daftar buku tanah menurut ketentaun PP no. 10 tahun 1961 sejak berlakunya UUPA no. 5 tahun 1960 tanggal 24 september 1960.

2. Subyek Hipotik

Sesuai dengan pasal 1168 KUH perdata, di sana dijelaskan bahwa tidak ada ketentuan mengenai siapa yang dapat memberikan hipotik dan siapa yang dapat menerima atau mempunyai hak hipotik.

31

Sedangkan badan hukum menurut tata hukum tanah sekarang tidak berhak memiliki hak milik, kecuali badan-badan hukum tertentu yang telah ditunjuk oleh pemerintah, seperti yang tertuang dalam pasal 21 ayat 2 UUPA. Ada empat golongan badan hukum yang berhak mempunyai tanah berdasarkan PP no. 38 tahun 1963 yaitu:

1. Badan-badan pemerintah

2. Perkumpulan-perkumpulan koperasi pertanian

3. Badan-badan social yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri 4. Badan-badan keagamaan yang ditunjuk oleh menteri dalam negeri.

Mengenai siapa-siapa yang dapat memberikan hipotik ialah warga negara Indonesia dan badan hukum Indonesia sebagaimana ketentuan-ketentuan yang ada pada UUPA sendiri.

3. Obyek Hipotik

Pasal 1164 KUH perdata mengatakan bahwa yang dapat dibebani dengan hipotik ialah:

a. Benda-benda tak bergerak yang dapat dipindah tangankan beserta segala perlengkapannya.

b. Hak pakai hasil atas benda-benda tersebut beserta segala perlengkapannya c. Hak numpang karang dan hak guna usaha

d. Bunga tanah baik yang harus dibayar dengan uang maupun yang harus dibayar dengan hasil dengan hasil tanah dalam wujudnya.

Pasal 1167 KUH perdata menyebutkan pula bahwa benda bergerak tidak dapat dibebani dengan hipotik. Maksudnya adalah sebagai berikut:

a. Benda tetap karena sifatnya (pasal 506 KUH Perdata) b. Benda tetap karena peruntukan (pasal 507 KUH Perdata) c. Benda tetap karena UU (pasal 508 KUH Perdata)

d. Prosedur Pengadaan Hak Hipotik

Syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika akan mengadakan hipotik adalah: 1. Harus ada perjanjian hutang piutang,

2. Harus ada benda tak bergerak untuk dijadikan sebagai jaminan hutang.

Setelah syarat di atas dipenuhi, kemudian dibuat perjanjian hipotik secara tertulis dihadapan para pejabat pembuat akta tanah atau disingkat PPAT (pasal 19 PP no. 10 tahun 1961), yang dihadiri oleh kresitur, debitur dan dua orang saksi yang mana salah satu saksi tersebut biasanya adalah kepala desa atau kelurahan setempat di mana tanah itu terletak. Kemudian akta hipotik itu didaftarkan pada bagian pendaftaran tanah kantor agrarian yang bersangkutan.

4. Hapusnya Hipotik

Menurut pasal 1209 ada tiga cara hapusnya hipotik, yaitu: 1. Karena hapusnya ikatan pokok

2. Karena pelepasan hipotik oleh si berpiutang atau kreditur 3. Karena penetapan oleh hakim

Adapun hapusnya hipotik di luar ketentuan KUH Perdata yaitu: 1. Hapusnya hutang yang dijamin oleh hipotik

2. Afstan hipotik

3. Lemyapnya benda hipotik

4. Pencampuran kedudukan pemegang dan pemberi hipotik 5. Pencoretan, karena pembersihan atau kepailitan

6. Pencabutan hak milik

c. Hak Tanggungan

Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu terhadap kreditor-kreditor lain. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah.32

1. Objek Hak Tanggungan

Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

32

c. Hak Guna Bangunan.

Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

2. Subyek Hak Tanggungan

Subyek hak tanggungan adalah pihak-pihak yang membuat perjanjian pembebanan hak tanggungan, yaitu:

- Pemberi hak tanggungan (kreditur) - Penerima hak tanggungan (debitur)

3. Asas Hak Tanggungan

a. Droit de preference, memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya.

b. Droit de suit, selalu mengikuti objek yang dijamin dalam tangan siapapun benda itu berada.

c. Memenuhi asas spesialis dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan.

Spesialis, asas yang menghendaki bahwa hipotek hanya dapat diadakan atas benda-benda yang ditunjuk secara khusus. Publisitas, asas yang mengharuskan bahwa hipotek itu harus didaftarkan di dalam register umum, supaya dapat diketahui oleh pihak ketiga/umum.

d. Tak dapat dibagi-bagi (ondeedlbaarheid), hipotek itu membebani seluruh objek/benda yang dihipotekkan dalam keseluruhan atas setiap benda dan atas setiap bagian dari benda-benda tak bergerak.

e. Mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya.

4. Prosedur Hak Tanggungan

Prosedur pemberian hak tanggungan sesuai ketentuan Pasal 10 UU Nomor 4 tahun 1996, yaitu sebagai berikut:

a. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut.

b. Pemberian Hak Tanggungan dilakukan dengan perbuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

c. Apabila obyek Hak Tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, pemberian Hak Tanggungan

dilakukan bersamaan dengan permohonan pcndaftaran hak atas tanah yang bersangkutan.

5. Pendaftaran Hak Tanggungan

Pendaftaran Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 13 sampai dengan Pasal 14 UU Nomor 4 Tahun 1996 sebagai berikut:

1. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. 2. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akta

Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), PPAT wajib mengirimkan Akta Pemberian Hak Tanggungan Yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan. 3. Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku-tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menjalin cacatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang bersangkutan.

4. Tanggal buku-tanah Hak Tanggungan scbagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperiukan bagi pendaftarannya dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku-tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.

5. Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku-tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

6. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang beriaku.

7. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA".

8. Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan beriaku sebagai pengganti grosse facte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah. 9. Kecuali apabila diperjanjikan lain, sertipikat hak atas tanah yang telah

dibubuhi catatan pembebanan Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikembalikan kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan.

10.Sertipikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan.

6. Hapusnya Hak Tanggungan

Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai berikut : a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan;

b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleb pemegang Hak Tanggungan; c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh

d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan.

d. Jaminan Fidusia

Semula bentuk jaminan ini tidaklah diatur dalam perUndang-Undangan melainkan berkembang atas dasar yurisprudensi, di Indonesia baru diatur dalam Undang-Undang pada tahun 1999 dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Fidusia merupakan pengembangan dari lembaga Gadai, oleh karena itu yang menjadi objek jaminannya yaitu barang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan. Berdasarkan ketentuan umum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 tahun 1999 tersebut, Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.

Adapun pembebanan perjanjian lembaga hak jaminan yang diwajibkan atau diharuskan dilakukan dengan akta autentik adalah

a. Akta Hipotek kapal untuk pembebanan perjanjianjaminan hipotek atas kapal yang dibuat oleh pejabat pendaftar dan pencatatbalik nama kapal.

b. Surat kuasa membebankan hipotek (SKMH) yang dibuat oleh ataudihadapan notaris.

c. Akta pemberian hak tanggungan (APHT) yang dibuatoleh pejabat pembuat akta tanah.

d. Surat kuasa membebankan hak tanggungan (SKMHT) yang dibuat oleh notaries atau pejabat pembuat akta tanah.

e. Akta Jaminan Fidusia (AJF) yang dibuat olehnotaries.

Dokumen terkait