• Tidak ada hasil yang ditemukan

Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor

BAB III PENGATURAN HAK TANGGUNGAN DALAM SISTEM

B. Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Terhadap Kreditor

Putusan pernyataan pailit oleh hakim mempunyai beberapa akibat hukum terhadap kreditor pemegang hak tanggungan dalam kepailitan. Akibat hukum terhadap kreditor pemegang hak tanggungan ini di atur dalam Pasal 55 sampai dengan Pasal 60. Putusan pernyataan pailit oleh hakim dapat dikatakan tidak mempunyai pengaruh terhadap pemegang hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dan hak retensi. 66

65

Jono, Loc.Cit, hal 122.

66

Pasal 55 UUK dan PKPU.

Pemegang hak tanggungan dapat melaksanakan haknya sebagai yang ditetapkan pada Pasal 1178 KUHPerdata, yaitu menjual benda jaminan. Pasal 55 menentukan:“Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57 dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”. Dalam hal penagihan suatu piutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 dan Pasal 137 maka mereka hanya dapat berbuat demikian setelah dicocokkan penagihannya dan hanya untuk mengambil pelunasan dari jumlah yang diakui dalam penagihan tersebut.

Dalam Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU disebutkan bahwa hak eksekusi kreditor sebagaimana disebutkan dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak-pihak ketiga untuk menuntut hartanya yang berada dalam penguasaan debitor pailit atau kurator, ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan. Penangguhan tidak berlaku terhadap tagihan kreditor yang dijamin dengan uang tunai dan hak kreditor untuk memperjumpakan utang.

Selama jangka waktu penangguhan, kurator dapat menggunakan harta pailit berupa benda tidak bergerak maupun benda bergerak atau menjual harta pailit yang berupa benda bergerak yang berada dalam penguasaan kurator dalam rangka kelangsungan usaha debitor, dalam hal telah diberikan perlindungan yang wajar bagi kepentingan kreditor atau pihak ketiga.

Penangguhan bertujuan, antara lain:

1. untuk memperbesar kemungkinan tercapainya perdamaian; atau 2. untuk memperbesar kemungkinan mengoptimalkan harta pailit; atau 3. untuk memungkinkan kurator melaksanakan tugasnya secara optimal.

Selama belangsungnya jangka waktu penangguhan, segala tuntutan hukum untuk memperoleh pelunasan atas suatu piutang tidak dapat diajukan dalam sidang badan peradilan, dan baik kreditor maupun pihak ketiga dimaksud dilarang mengeksekusi atau memohonkan sita atas benda yang menjadi agunan. Termasuk dalam pengecualian terhadap penangguhan dalam hal ini adalah hak kreditor yang timbul dari perjumpaan utang (set off) yang merupakan bagian atau akibat dari

mekanisme transaksi yang terjadi di Bursa Efek dan Bursa Perdagangan Berjangka.

Harta pailit yang dapat dijual oleh kurator terbatas pada barang persediaan (inventory) dan atau benda bergerak (current assets), meskipun harta pailit tersebut dibebani dengan hak agunan atas kebendaan. Yang dimaksud dengan “perlindungan yang wajar” adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan. Dengan pengalihan harta yang bersangkutan, hak kebendaan tersebut dianggap berakhir demi hukum.

Perlindungan dimaksud, antara lain dapat berupa: 1. ganti rugi atas penurunan nilai harta pailit;

2. hasil penjualan bersih;

3. hak kebendaan pengganti; atau

4. imbalan yang wajar dan adil serta pembayaran tunai (utang yang dijamin) lainnya.67

Jangka waktu penangguhan berakhir demi hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih cepat atau pada saat dimulainya keadaan insolvensi. Kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan dapat mengajukan permohonan kepada kurator untuk mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan tersebut.

Apabila kurator menolak permohonan, kreditor atau pihak ketiga dapat mengajukan permohonan tersebut kepada hakim pengawas. Hakim pengawas

67

dalam waktu paling lambat 1 (satu) hari setelah permohonan diterima, wajib memerintahkan kurator untuk segera memanggil dengan surat tercatat atau melalui kurir, kreditor dan pihak ketiga untuk didengar pada sidang pemeriksaan atas permohonan tersebut. Hakim pengawas wajib memberikan penetapan atas permohonan dalam waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah permohonan diajukan kepada hakim pengawas. Dalam memutuskan permohonan mengangkat penangguhan atau mengubah syarat penangguhan, hakim pengawas mempertimbangkan :

1. lamanya jangka waktu penangguhan yang sudah berlangsung; 2. perlindungan kepentingan kreditor dan pihak ketiga dimaksud; 3. kemungkinan terjadinya perdamaian;

4. dampak penangguhan tersebut atas kelangsungan usaha dan manajemen usaha debitor serta pemberesan harta pailit.68

Yang dimaksud dengan “insolvensi” adalah keadaan tidak mampu membayar. 69

68

Pasal 57 UUK dan PKPU.

Selanjutnya penjelasan Pasal 57 ayat (6) menguraikan bahwa hal-hal perlu dipertimbangkan oleh hakim pengawas sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini tidak menutup kemungkinan bagi hakim pengawas untuk mempertimbangkan hal-hal lain sepanjang memang perlu untuk mengamankan dan mengoptimalkan nilai harta pailit.

Pengaturan tentang pengangkatan penangguhan diatur kembali dalam Pasal 58 yang menentukan bahwa :

1. penetapan hakim pengawas atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) dapat berupa diangkatnya penangguhan untuk satu atau lebih kreditor, dan/atau menetapkan persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan, dan atau tentang satu/atau beberapa agunan yang dapat dieksekusi oleh kreditor.

2. apabila hakim pengawas menolak untuk mengangkat atau mengubah persyaratan tentang lamanya waktu penangguhan tersebut, hakim pengawas wajib memerintahkan agar kurator memberikan perlindungan yang dianggap wajar untuk melindungi kepentingan pemohon.

3. terhadap penetapan hakim pengawas, kreditor atau pihak ketiga yang mengajukan permohonan atau kurator dapat mengajukan perlawanan kepada pengadilan dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) hari setelah putusan diucapkan, dan pengadilan wajib memutuskan perlawanan tersebut dalam jangka waktu paling lambat 10 (sepuluh) hari setelah perlawanan tersebut diterima.

4. terhadap putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat diajukan upaya hukum apapun termasuk peninjauan kembali.

Perlindungan yang dimaksud adalah perlindungan yang perlu diberikan untuk melindungi kepentingan kreditor atau pihak ketiga yang haknya ditangguhkan.70

70

Penjelasan Pasal 58 ayat (2) UUK dan PKPU.

Hak-hak kreditor pemegang hak jaminan ini harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 59 yang menentukan :

1. Dengan tetap memperhatikan ketentuan Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, kreditor pemegang hak jaminan harus melaksanakan haknya tersebut dalam jangka waktu paling lambat 2 (dua) bulan setelah dimulainya keadaan insolvensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1).

2. Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurator harus menuntut diserahkannya benda yang menjadi agunan untuk selanjutnya dijual sesuai dengan tata cara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185, tanpa mengurangi hak kreditor pemegang hak tersebut atas hasil penjualan agunan tersebut.

3. Setiap waktu kurator dapat membebaskan benda yang menjadi agunan dengan membayar jumlah terkecil antara harga pasar benda agunan dan jumlah utang uang dijamin dengan benda agunan tersebut kepada kreditor yang bersangkutan.

Bila kreditor pemegang hak tanggungan telah melaksanakan haknya maka ia wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 60 yang menentukan :

1. kreditor pemegang hak tanggungan yang melaksanakan haknya, wajib memberikan pertanggungjawaban kepada kurator tentang hasil penjualan benda yang menjadi agunan dan menyerahkan sisa hasil penjualan setelah dikurangi jumlah utang, bunga, dan biaya kepada kurator.

2. atas tuntutan kurator atau kreditor yang diistimewakan yang kedudukannya lebih tinggi daripada kreditor pemegang hak tanggungan maka kreditor

pemegang hak tersebut wajib menyerahkan bagian dari hasil penjualan tersebut untuk jumlah yang sama dengan jumlah tagihan yang diistimewakan. 3. dalam hal hasil penjualan tidak cukup untuk melunasi piutang yang

bersangkutan, kreditor pemegang hak tersebut dapat mengajukan tagihan pelunasan atas kekurangan tersebut dari harta pailit sebagai kreditor konkuren, setelah mengajukan permintaan pencocokan piutang.

Akibat-akibat hukum putusan pernyataan pailit terhadap kreditor pemegang hak tanggungan sebagaimana di atur di atas meskipun menimbulkan perbedaan pendapat dalam hal terkait penangguhan daripada hak eksekusi yang dimiliki kreditor separatis, namun hal tersebut tidak menyebabkan tidak adanya kepastian hukum dalam pelunasan hutang-hutang debitor.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan terhadap permasalahan yang diteliti, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Putusan pernyataan pailit membawa akibat hukum yang secara umum mengakibatkan debitor kehilangan hak untuk menguasai dan mengurus harta kekayaannya dan kepailitan itu meliputi seluruh kekayaan debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Namun debitor pailit masih tetap memiliki hak untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan kedudukannya sebagai suami, orang tua terhadap anak-anaknya dan lain-lain hubungan pribadi antara si debitor pailit dengan keluarga dan masyarakat sekitarnya. Selain itu akibat hukum pailit terhadap debitor antara lain adalah perikatan-perikatan yang diadakan oleh debitor pailit dapat dimintakan kepastian pelaksanaannya kepada kurator. Sedangkan terhadap tuntutan hukum yang menyangkut harta pailit gugur demi hukum.

2. Pengaturan hak tanggungan dalam sistem hukum Indonesia di atur dalam berbagai peraturan perundang-undangan (bersifat parsial). Ada beberapa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya seperti UUPA, KUH Perdata dan UU No. 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan. Adapun ketentuan yang diatur dalam UU No. 4 Tahun 1996 meliputi objek hak

tanggungan; pemberi dan pemegang hak tanggungan; tata cara pemberian, pendaftaran, peralihan, dan hapusnya hak tanggungan, eksekusi hak tanggungan; pencoretan hak tanggungan dan sanksi administrasi.

3. Akibat hukum terhadap kreditor pemegang hak tanggungan sebagaimana yang telah diatur menurut UUK dan PKPU antara lain Pasal 55 sampai dengan Pasal 60 menyebutkan bahwa setiap kreditor pemegang hak tanggungan, hak gadai, atau hak agunan atas kebendaan lainnya dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun dapat ditangguhkan untuk jangka waktu 90 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 56 ayat (1) UUK dan PKPU. Penangguhan eksekusi harta kekayaan debitor pailit oleh kreditor pemegang hak kebendaan tertentu akan berakhir karena hukum pada saat kepailitan diakhiri lebih dini atau pada saat keadaan insolvensi (insolventie) dimulai.

B. Saran

1. Dalam memeriksa dan memutus suatu perkara kepailitan hendaklah hakim tidak hanya berdasarkan pada Undang-Undang Kepailitan dan PKPU saja, tetapi juga memperhatikan ketentuan-ketentuan yang tertuang dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, dengan mengecualikan berlakunya ketentuan Pasal 56 ayat 1 dan Pasal 59 ayat (1) dan (2) UUK dan PKPU, sehingga ketentuan Pasal 21 UUHT tetap berlaku dan agar pengecualian tersebut diatas dapat diterapkan hendaklah hakim tidak mendasarkan kriteria pilihan hukum pada asas lex posteriori derogate legi priori, sehingga putusan pernyataan pailit

yang dikeluarkanya dapat memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum serta manfaat bagi kreditor.

2. Berdasarkan pembahasan dan kesimpulan di atas, menurut penulis seharusnya UUK dan PKPU mengatur kedudukan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan secara konsisten dan sesuai dengan prinsip hukum jaminan (sebagaimana ketentuan Pasal 55 ayat (1) bertentangan dengan Pasal 56 (1)) . Sehingga perlulah diadakannya revisi kembali terhadap UUK dan PKPU ini untuk lebih menyempurnakan penggunaannya dalam hal terjadinya kepailitan kembali.

DAFTAR PUSTAKA

1. BUKU-BUKU

Jono, Hukum Kepailitan, Tangerang: Sinar Grafika, 2008

Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Pedoman Menangani Perkara Kepailitan, Jakarta: Rajawali Press, 2003

_______, Perikatan yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta: Rajawali Pers, 2003 _______, Hak Tanggungan , Jakarta: Kencana, 2008

Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Cet. III, Bandung: Alumni, 1992

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia-Press, 2007

St.Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan: Asas-asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, Bandung: Alumni, 1999

_______, mengutip dari Setiawan dalam buku Rudhy A. Lontoh, Denny Kailimang & Benny Ponto [Ed], Penyelesaian Utang Piutang:

Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Bandung: Alumni, 2001

Sunarmi, Hukum Kepailitan, Edisi 2, Jakarta : PT. SOFMEDIA, 2010 Sudarsono,Kamus Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2007

2. UNDANG-UNDANG

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

Undang-Undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang tentang Kepailitan menjadi Undang-Undang

Undang-Undang No.37 Tahun 2004 tentang Kepailiitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

3. MAKALAH

Agus Sudradjat,“Kepailitan Dan Kaitannya Dengan Lembaga Perbankan”, Makalah Seminar Nasional Lembaga Kepailitan Dalam Pembaharuan Hukum Ekonomi Di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, 1996

, diakses tanggal 28 Januari 2012.

diakses tanggal 2 Februari 2012.

Dokumen terkait