• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DAR

F. Akibat Hukum yang Ditimbulkan Dari Pembatalan

Batal demi hukum suatu perjanjian terjadi akibat tidak memenuhi syarat obyektif dari sebuah kontrak atau perjanjian. Tiap- tiap pihak yang berjanji untuk memenuhi prestasi kepada pihak lainnya harus pula memperoleh prestasi yang dijanjikan oleh pihak lainnya prestasi dapat dirumuskan secara luas sebagai sesuatu yang diberikan, dan dapat diperjanjikan, atau dilakukan secara timbal balik.

Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang- undang tersebut menentukan bahwa “ syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya “. Ketentuan undang- undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang menarik perhatian.

Karena pihak- pihak yang berjanji itu harus terikat secara sah. Terikat secara sah adalah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.

Dalam perjanjian untuk melakukan jasa- jasa, suatu pihak menghendaki dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan.

Undang- undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam berbagai macam, yaitu : 64

1. Perjanjian untuk melakukan jasa- jasa 2. Perjanjian kerja

3. Perjanjian pemborongan pekerjaan

4. Perusahaan yang melayani jasa untuk berprilaku dan bekerja sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian ( kontrak ) yang berlaku.

Dalam suatu perjanjian justru yang menarik adalah ketika suatu perjanjian yang telah diperjanjikan dilanggar oleh salah satu pihak yang mengakibatkan

wanprestasi yang berujung pada pembatalan kerjasama antara kedua belah pihak. Sehingga mengakibatkan kerugian oleh salah satu pihak.

64

Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal 57

Bilamana seseorang melanggar suatu perjanjian betapapun ringannya pelanggaran itu, pihak lainnya dapat menuntut ganti rugi karena ini adalah upaya hukum yang utama bagi pelanggaran perjanjian.

Karena itu didalam pelaksanaan suatu perjanjian jika terjadi permasalahan dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang disepakatidalam perjanjian. Akibat hukum yang dialami karena tidak terpenuhinya suatu perikatan adalah penggantian biaya, rugi dan bunga.

Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak yang dirugikan karena wanprestasi.

Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena : 1. Kesengajaan

2. Kelalaian

3. Tanpa kesalahan ( tanpa kesengajaan atau kelalaian )

Wanprestasi atau tidak terpenuhinya janji dapat terjadi baik karena sengaja maupun tidak sengaja. Wanprestasi dapat berupa :

1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi 2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna 3. Terlambat memenuhi prestasi

4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan

wanprestasi mengakibatkan salah satu pihak dirugikan, oleh karena pihak lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang melakukan wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat berupa tuntutan :

1. Pembatalan kontrak ( disertai atau tidak disertai ganti rugi ) 2. Pemenuhan kontrak ( disertai atau tidak disertai ganti rugi )

Dengan demikian, kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan adalah pembatalan dan pemenuhan kontrak. Namun jika kedua kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat dibagi menjadi empat ( 4 ), yaitu :65

1. pembatalan kontrak

2. pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi 3. pemenuhan kontrak saja

4. pemenuhan kontrak disertai ganti rugi

Hal lain adalah ketika dalam kerugian dapat dimintakan penggantian tidak hanya berupa biaya- biaya yang sungguh- sungguh telah dikeluarkan, akan tetapi juga yang berupa kehilangan keuntungan, yaitu keuntungan yang akan didapat seandainya salah satu pihak tidak melakukan kelalaian atau wanprestasi.

Karena itu isi maupun bentuk perjanjian yang dibuat haruslah tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan, dan ketertiban umum serta tidaklah menyimpang dari segala syarat sahnya suatu perjanjian.

65

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008 ), hal 75

Wanprestasi merupakan suatu istilah yang menunjuk padaketiadalaksanaan prestasi oleh debitur. Bentuk ketiadalaksanaan ini dapat danterwujud dalam beberapa bentuk, yaitu:66

1. Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya.

2. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya

3. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya. 4. Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.

Di dalam ketentuan Pasal 1248 KUH Perdata dibuat dengan tujuanuntuk membedakan akibat dari tindakan wanprestasi sebagai akibatkelalaian dalam Pasal 1247 KUH Perdata dan wanprestasi sebagai akibatkesengajaan, yang diwakili dengan “tipu daya “ dalam rumusan Pasal 1248 KUHPerdata. Sepanjang mengenai kewajiban berupa penggantian biaya,kerugian dan bunga, maka tetapberlakunya prinsip sebagai berikut:

1. Kerugian tersebut merupakan akibat cidera janji atau wanprestasi debitur.

2. Kerugian tersebut haruslah sudah dapat diperkirakan sebelumnya.

3. Kerugian tersebut haruslah merupakan akibat langsung dari cedera janji debitur.

Adapun bentuk-bentuk wanprestasi (cidera janji, ingkar janji) antaralain : 67 1. Debitur tidak tidak menenuhi prestasi sama sekali.

2. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi 3. Debitur berprestasi tidak sebagaimana mestinya

66

Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, hal 357

67

Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, ( Bandung : Mandar Maju, 1994 ), hal 11

Berdasarkan ketiga bentuk-bentuk wanprestasi tersebut di atas, kadang- kadang menimbulkan keraguan pada waktu debitur tidak memenuhi prestasi, apakah termasuk tidak memenuhi prestasi sama sekali atau terlambat dalam memenuhi prestasi. Apabila debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya, maka ia termasuk bentuk yang pertama tetapi apabila debitur masih mampu memenuhi prestasi ia dianggap sebagai terlambat dalam memenuhiprestasi.

Bentuk ketiga, debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimanamestinya atau keliru dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasi masihdapat diharapkan untuk diperbaiki, maka ia dianggap terlambat tetapiapabila tidak dapat diperbaiki lagi ia sudah dianggap sama sekali tidakmemenuhi prestasi.

Karena seperti diketahui bahwa wanprestasi tidak terjadi dengan sendirinya begitu saja pada waktu debitur tidak memenuhi prestasi. Baik bagi perikatan yang ditentukan waktunya maupun yang tidak ditentukanwaktunya. Sebab pada perikatan dengan ketentuan waktu, waktu yangditentukan tidak merupakan jangka waktu yang menentukan.

Sedangkanpada perikatan yang tidak ditentukan waktunya, biasanya dipakai asassebagaimana patutnya. Asas ini juga tidak memuaskan karena ukuransebagaimana patutnya tidak sama bagi setiap orang.Oleh karena itu ada upaya hukum lain yang lebih baik untukmenentukanadanya wanprestasi yaitu dengan pernyataan lalai (IngebrekeStelling). 68

68

Anggraeni E.K, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian),(Semarang : Badan Penerbit UNDIP,2003), hal 22

Pernyataan lalai berarti pemberitahuan atau pernyataan dari krediturkepada debitur yang berisi ketentuan yang menyatakan pada saat kapan selambat- lambatnya kreditur minta pemenuhan prestasi yang harusdilakukan debitur.

Sedangkan fungsi dari pernyataan lalai, adalah merupakan upayahukum untuk menentukan kapankah saat mulai terjadinya wanprestasi.Kemudian mengenai sifat pernyataan lalai ada 2 (dua) yaitu :

1. Mempunyai Sifat Declaratif

Artinya bahwa pernyataan lalai dipergunakan untuk menyatakan telahadanya wanprestasi. Jadi merupakan pernyataan bahwa wanprestasitelah terjadi.

2. Mempunyai sifat Constitutif

Artinya bahwa pernyataan lalai dipergunakan untuk menyatakan akanadanya wanprestasi. Jadi pernyataan lalai ini merupakan syarat untukterjadinya wanprestasi.

Sebagai akibat terjadinya wanprestasi, maka debitur harus : 1. Mengganti kerugian

2. Benda yang dijadikan obyek dariperikatan sejak saat tidak dipenuhinyakewajiban menjadi tanggung jawab daridebitur

3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat minta pembatalan (pemutusan) perjanjian.

Di samping Perusahaan harus bertanggung gugat tentang hal-haltersebut di atas, maka apa yang dapat dilakukan oleh kreditur menghadapidebitur yang wanprestasi itu.

Pelanggan dapat menuntut salah satu dari 5(lima) kemungkinan sebagai berikut :69

1. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian 2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian

3. Dapat menuntut pengganti kerugian

4. Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian 5. Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian

Sedangkan pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang tidakdiperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi:

1. Apabila perusahaan tidak memenuhi prestasi sama sekali, maka pernyataan lalai tidak diperlukan, pelanggan langsung minta ganti kerugian.

2. Dalam hal perusahaan terlambat memenuhi prestasi, maka pernyataan lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi

3. Kalau perusahaan keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian yang positif, pernyataan lalai tidak perlu.70

Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi debituryang keliru itu menyebabkan kerugian kepada milik lainnya dari kreditur.

Lain halnya pemutusan perjanjian yang negatif, kekeliruan prestasi tidakmenimbulkan kerugian pada milik lain dari kreditur, maka pernyataan lalaidiperlukan.

69

Salim H.S, Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika,2003 ), hal 33

70

Ibid: hal 14

Bila dihubungkan dalam perjanjian yang dilakukan oleh CV. Bintang Mandiri in7 Wedding Organizer& Decoration di medan dengan pengguna jasa yang berkaitan dengan perjanjian akad dan resepsi suatu pernikahan. Maka saat seorang calon pengguna jasa wedding organizer mengajukan untuk memakai jasa yang telah disediakan mereka secara otomatis telah menyetujui syarat- syarat yang ditentukan yang diberikan oleh wedding organizer itu tersebut.

Kesepakatan yang telah diambil sebagai perlindungan masing- masing pihak apabila terjadi kelalaian dalam hubungan kerjasama tersebut telah dandituangkan dan dijelaskan kedalam suatu kontrak perjanjian, yang bertujuan untuk menjamin dan melindung kedua belah pihak.

Namun sering kali hambatan- hambatan yang ditemui pada proses pelaksanaan perjanjian mengalami kendala, diantaranya adalah ketidaksesuaian harapan pengguna jasa dengan apa yang dikerjakan oleh pihak wedding organizer dalam hal yang diperjanjikan.

Contohnya pertama adalah ketika dalam hal yang diperjanjikan pengguna jasa meminta segala hal sesuai dengan keinginannya dalam hal apapun itu termasuk dalam penyewaan gedung yang diinginkan oleh pengguna jasa, akan tetapi pihak wedding organizer tidak dapat memenuhi hal yang diperjanjikan

tersebut karena terdapat hambatan yang dialami oleh pihak wedding organizer. Ketidaksesuaian antara kesepakatan yang sudah disetujui bersama dengan kenyataan pada pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik.Ketidaksesuaian itu diluar perencanaan yang telah disetujui oleh pihak pengguna jasa, sehingga terjadi kegelisahan terhadap pengguna jasa. Sehingga pihak pengguna jasa bisa saja membatalkan perjanjian yang telah disepakati karena ketidaksesuai yang didapat dalam perjanjian tersebut.

Dalam contoh ini akibat hukum yang ditimbulkan tidaklah begitu berdampak karena tidak adanya kerugian yang didapat oleh pihak wedding organizer maupun pengguna jasa karena tahap awal dari sebuah perjanjian sudah gagal didapati oleh pihak wedding organizer tersebut sehingga akibat hukum yang diperoleh hanya pembatalan kontrak dari perjanjian tersebut.

Contoh kedua adalah ketika segala yang diperjanjikan dalam perjanjian telah sesuai dengan keinginan pengguna jasa akan tetapi terdapat halangan lain yaitu pembatalan perjanjian atau kontrak yang dilakukan oleh pengguna jasa kepada pihak wedding organizersecarasepihak yang tentunya dapat merugikan pihak wedding organizer.

Salah satu faktor yang dapat menyebabkan pembatalan adalah putusnya hubungan antara calon pengantin sebelum terjadinya pelaksanaan pernikahan, sehingga hal tersebut tentunya berdampak pada pihak wedding organizer yang mengurus segala keperluan yang dilakukan untuk pernikahan tersebut, pembatalan terjadi bukanlah atas kemauan kedua belah pihak akan tetapi karena telah terjadi sesuatu diluar kemauan kedua belah pihak.

Akan tetapi karena pembatalan yang dilakukan itu berakibat hukum pada pihak wedding organizer maka pengguna jasa haruslah mengganti kerugian yang telah didapat oleh pihak wedding organizer tersebut.

Perbuatan itu telah termasuk dalam wanprestasi, maka pihak pengguna jasa haruslah mengganti segala kerugian yang telah didapat oleh pihak wedding organizer tersebut.

Karena pada surat perjanjian kerjasama yang telah disepakatioleh CV. Bintang Mandiri in7 Wedding Organizer& Decoration dengan pengguna jasanya dalam hal ini konsumen jelas disebutkan pada pasal 4 di surat perjanjian kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration bahwa jika terjadi pembatalan yang dilakukan oleh pihak pertama maka pihak kedua berhak mendapatkan 50 % ( lima puluh persen ) dari biaya kegiatan yang telah disepakati, namun apabila pihak kedua yang melakukan pembatalan, maka pihak pertama berhak mendapat ganti rugi 50 % ( lima puluh persen )dari biaya kegiatan yang telah disepakati.

Dengan demikian jelas adanya pergantian biaya yang harus ditanggung oleh salah satu pihak yang melanggar atau lalai dalam perjanjian yang telah disepakati bersama.

Hal lain adalah ketika segala sesuatu telah berjalan dengan semestinya dan sudah direncanakan, pihak wedding organizer dalam hal ini tidak dapat memenuhi perjanjian kontrak yang dimaksud, bukan karena ada faktor kelalaian melainkan karena ada unsur keadaan memaksa didalamnya atau biasa disebut force majeure, bentuk force majeure yang terdapat pada pelaksanaan perjanjian misalnya

bencana alam yaitu, banjir, kebakaran, gempa bumi dan hal- hal lain yang memaksa seseorang tidak dapat memenuhi prestasinya, ketentuan tersebut juga telah dituangkan kedalam kontrak untuk memberikan batasan kepada pihak wedding organizer dengan pengguna jasa untuk mengetahui batasan apa saja yang menjadi ketentuan dalam force majeure dalam kontrak perjanjian kerjasama ini.

Contoh berikutnya adalah ketika suatu perjanjian telah dapat terlaksana dengan baik akan tetapi pihak pengguna jasa belumlah menunaikan tugasnya dalam hal pelunasan pembayaran jasa seperti yang ada pada kontrak perjanjian tersebut. Karena pada dasarnya dalam setiap perjanjian kerjasama yang dilaksanakan wedding organizer memberikan kelonggaran pada setiap pengguna jasa untuk tidak secara langsung membayar biaya yang akan diperoleh melainkan dibayar dengan tiga tahap, tahap pertama adalah pembayaran uang muka agar terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak, sedangkan tahap kedua pembayaran yang dilakukan guna memenuhi keperluan pernikahan sementara itu tahap ketiga adalah pelunasan bagi pengguna jasa.

Semua pengaturan tahap- tahap tersebut dimasukkan kedalam surat perjanjian kerjasama yang dibuat oleh pihak wedding organizer dengan pengguna jasa agar masing- masing pihak tidak melanggar kesepakatan yang telah ditentukan. Karena apabila pihak pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar biaya yang telah disepakati maka akan menimbulkan kerugian bagi pihak pemberi jasa dalam hal ini wedding organizer.

Sehingga akibat hukum yang diperoleh dari wanprestasi yang dilakukan pihak pengguna jasa tersebut adalah penuntutan ganti kerugian. Apabila tidak bisa

diselesaikan dengan cara itikad baik maka pihak pemberi jasa dalam hal ini wedding organizer dapat memilih jalur di pengadilan untuk menyelesaikan secara hukum.

Dengan alasan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka pihak lainnya dalam kontrak tersebut dapat membatalkan kontrak yang bersangkutan, akan tetapi pembatalan tersebut tidak boleh dilakukan begitu saja melainkan haruslah dilakukan lewat pengadilan.

Mengingat tidak adanya prosedur khusus untuk pembatalan suatu kontrak oleh pengadilan, maka pembatalan tersebut harus ditempuh lewat prosedur gugatan biasa, yang sangat panjang, berbelit dan melelahkan sehingga, campur tangan pengadilan dalam hal memutuskan kontrak, yang semula ditunjukkan untuk melindungi pihak yang lemah atau tidak berdosa dalam suatu kontrak, akhirnya malah merugikan semua pihak.

Berdasarkan berbagai kekurangan itulah penyelesaian sengketa atau masalah yang sedang dihadapi oleh pihak- pihak yang mengikatkan dirinya dalam sebuah perjanjian lebih memilih menyelesaikan sengketa yang dihadapi di luar pengadilan.

Dengan demikian banyak pihak yang dalam pembatalan suatu kontrak mengambil jalur iktikad baik. Jika tidak didapati iktikad baik oleh salah satu pihak yang melanggar kontrak barulah mengambil jalur pengadilan.

Karena salah satu prinsip mendasar pada ilmu hukum kontrak adalah prinsip perlindungan kepada pihak yang dirugikan akibat adanya wanprestasi dari pihaklain dalam kontrak yang bersangkutan.71

71

Yahya Harahap, BeberapaTinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997 ), hal 240- 247

Dalam hubungan ini, telah dipersoalkan, apakah perjanjian itu sudah batalkarena kelalaian salah satu pihak atau terpaksa dibatalkan. Maksudnya batalkarena kelalaian salah satu pihak adalah perjanjian yang dilakukan tidaklah sesuaidengan yang diperjanjikan sedari awal. Sedangkan maksud dari terpaksa dibatalkan adalah karena segala hal yang diperjanjikan tidak dapat dipenuhi dandijalankan dengan baik oleh salah satu pihak. Karena itu pihak yang bersangkutan lainnya dapat membatalkan perjanjian tersebut secara terpaksa.

Hapusnya perjanjian / perikatan juga diatur dalam Bab IV Buku IIIKitab Undang-Undang Hukum Perdata mulai dari Pasal 1381, yang merupakanketentuan yang bersifat memaksa karena ketentuan tersebut merupakan suatuketentuan yang menentukan kapan suatu kewajiban dilahirkan, tidak dariperjanjian melainkan juga oleh undang-undang menjadi berakhir.

Membicarakan akibat dari perjanjian kita tidak bisa lepas dari ketentuanPasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata, yang membawa arti penting tentangmaksud para pihak, maka kita harus berpaling pada ketentuan Pasal1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata.

Pasal 1339 menyebutkan :

“ persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan, undang- undang “.

Karena seperti yang telah dijelaskan bahwa oleh hukum kontrak diberikan hak untuk melakukan terminasi kontrak (dengan berbagai konsekuensinya ) kepada pihak yang dirugikan oleh tindakan wanprestasi, akan tetapi untuk menjaga keseimbangan, kepada pihak yang telah melakukan wanprestasi juga diberikan hak- hak perlindungan tertentu.

Perlindungan hukum kepada pihak yang melakukan wanprestasi tersebut adalah sebagai berikut : 72

a. Mekanisme tertentu untuk memutuskan kontrak

Agar pemutusan kontrak tidak dilaksanakan dengan sembarangan , maka hukum menentukan mekanisme tertentu dalam hal pemutusan kontrak tersebut adalah :

1)Kewajiban melaksanakan somasi ( Pasal 1238 KUHPerdata )

2) Kewajiban melakukan pemutusan kontrak timbal balik lewat pengadilan ( Pasal 1266 KUHPerdata )

b. Pembatasan terhadap pemutusan kontrak

terhadap hak untuk memutuskan kontrak oleh pihak yang telah dirugikan akibat wanprestasi ini berlaku beberapa restriksi yuridis berupa :

a) Wanprestasi harus serius

b) Hak untuk memutuskan kontrak belum dikesampingkan c) Pemutusan kontrak tidak terlambat dilakukan

72

Munir Fuady, Hukum Kontrak ( Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis ), Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2001, hal 98

Selain itu pihak yang dituduh wanprestasi dapat mengajukan tangkisan- tangkisan untuk membebaskan diri dari akibat buruk dari wanprestasi yaitu dapatberupa :

1. Tidak terpenuhinya kontrak ( wanprestasi ) terjadi karena keadaan terpaksa( force majeure )

2. Tidak terpenuhinya kontrak ( wanprestasi ) terjadi karena pihak lain juga wanprestasi ( exception non adimpleti contractus )

3. Tidak dipenuhinya kontrak ( wanprestasi ) terjadi karena pihak lawan telah melepaskan haknya atas pemenuhan prestasi

Dengan demikian, walaupun pihak yang wanprestasi tidak dapat mengajukan salah satu pembelaan atau tangkisan sebagaimana yang disebut diatas, pihak lawan tidak selamanya dapat menuntut pembatalan kontrak apabila prestasi yang dilakukan terlambat atau tidak sempurna.

Akan tetapi keadaan terpaksa ( force majeure ) tidak memenuhi kontrak sebagaimana yang dimaksud diatas dapat merupakan keadaan terpaksa yang mutlak, dan dapat pula yang bersifat relatif. Keadaan terpaksa mutlak maksudnya adalah tidak ada kemungkinan lagi untuk memenuhi prestasi dalam kontrak.

Sementara terpaksa secara relatif maksudnya sebenarnya masih ada kemungkinan untuk memenuhi prestasi dalam kontrak, akan tetapi karena suatu keadaan maka prestasi yang dilakukan menjadi terhambat untuk dilakukan.

Berdasarkan uraian diatas jelaslah bahwa pada dasarnya akibat hukum yang ditimbulkan akibat pembatalan dengan pengguna jasa dan wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak adalah dengan jalur pembatalan kontrak yang disertai dengan pergantian biaya ganti rugi yang harus dibayar oleh salah satu pihak karena telah melanggar segala hal yang diperjanjikan sehingga terjadi wanprestasi. Perjanjian yang dilakukan oleh para pihak tersebut harus mengacu kepada ketentuan dan syarat Pasal 1320 KUHPerdata tentang asas perjanjian, dimana Undang- Undang bagi para pihak yang membuatnya saling mengikat.

Sementara itu jika dihubungan dengan keterangan force majeure yang diuraikan diatas dengan ketentuan biaya yang diakibatkan oleh keadaan diluar kelalaian atau biasa disebut force majeure jelaslah bahwa debitur yang dalam hal ini wedding organizer tidaklah berkewajiban untuk membayar kerugian yang dialami pengguna jasa karena hambatan yang didapati bukan karena kesengajaan yang dilakukan wedding organizer akan tetapi diluar keinginan mereka.

Sementara itu jika force majeure terdapat pada sisi si pengguna jasa maka akan berdampak pada pergantian biaya ganti rugi dikarenakan alasan pemutusan hubungan antara pengantin dianggap sebagai tindakan wanprestasi yang segala akibat hukumnya harus ditanggung oleh si pengguna jasa, sementara kasus yang menyatakan bagaimana bila terjadi force majeure karena orang tua pengguna jasa meninggal dunia, hal itupun tetap dapat diberikan hak kepada pihak wedding organizer untuk mendapatkan ganti rugi, karena di kontrak tersebut, istilah force

ditetapkan oleh pemerintah. Klausula ini terdapat dalam Pasal 5 pada kontrak mereka.

Akan tetapi didalam pasal tersebut pihak weddingorganizer juga membuka jalur musyawarah dalam penyelesaian masalah yang akan timbul akibat force

majeure apabila ada etikad baik dari pengguna jasa, karena rasa manusiawi

seharusnya turut didepankan dalam menyelesaikan kasus ini. Alasan meninggal dunianya orang tua secara logis meskipun tidak didefinisikan dalam perjanjian kontrak, juga dapat terkategorikan force majeure. Apabila pihak pengguna jasa telah menunjukkan itikad, maka penyelesaian musyawarah akan siap ditempuh guna memberikan rasa adil bagi kedua belah pihak.

Dokumen terkait