• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II AKIBAT PUTUSAN PAILIT MENURUT UNDANG-

D. Akibat Hukum Terhadap Putusan Pailit

Pada dasarnya, kedudukan kreditur adalah sama (paritas creditorum) dan karenanya mereka mempunyai hak yang adil atas hasil eksekusi dari budel pailit

39

Bernadette Waluyo, Hukum Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Bandung : Penerbit Mandar Maju, 1999), hlm 96-97.

sesuai dengan besarnya tagihan kreditur tersebut masing-masing. Dengan demikian, meskipun kedudukan kreditur adalah sama dalam kepailitan, tetapi ada pada praktiknya dalam pengurusan dan/atau pembesaran budel pailit, tidak sama kreditur akan mendapatkan haknya secara penuh sesuai dengan besarnya tagihan kreditur masing-masing.

Meskipun dala hal yang demikian, debitur tidak kehilangan kecakapannya untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoeged), perbuatan- perbuatannya tidak mempunyai akibat hukum atas kekayaannya yang termasuk dalam budel kepailitan. Artinya, jika debitur melanggar ketentuan hukum ketentuan ini maka perbuatannya tidak mengikat kekayaannya tersebut, kecuali perikatan yang bersangkutan mendatangkan keuntungan bagi budel pailit. Oleh karena itu, sejak penetapan putusan pailit diucapkan oleh pengadilan niaga, pengurusan dan pemberesan pailit ditugaskan kepada kurator.41

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan, mempunyai pengaruh bagi debitur dan harta bendanya. Begitu pula haka-hak debitur yang tidak dapat menghasilkan kekayaan atau barang-barang milik pihak ketiga yang kebetulan berada di tangan si pailit, tidak dapat dikenakan eksekusi.42 Setelah putusan pailit diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum maka putusan itu menjadi mengikat secara hukum. Akibatnya adalah sebagai berikut:43

1. Segala produk pengadilan terhadap setiap bagian dari harta debitur yang telah dimulai sebelum kepailitan, harus dihentikan seketika.

41

R. Anton Suyatno, Pemanfaatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang sebagai Upaya Mencegah Kepailitan, Edisi I, Cetakan 1 (Jakarta: Penerbit Kencana, 2012), hlm 47-49.

42

Zainal Asikin, Op.Cit, hlm 53. 43

2. Semua penyitaan yang telah dilakukan menjadi hapus.

3. Debitur pailit yang sedang ditahan karena melanggar UUK dan PKPU, harus dilepaskan seketika.

4. Semua perjanjian pengalihan hak atas tanah, balik nama kapal, pembebanan hak tanggungan, hipotek atau jaminan fidusia, yang telah diperjanjikan terlebih dahulu, tidak dapat dilaksanakan.

5. Tidak ada daluarsa terhadap tagihan yang akan diajukan untuk dicocokan. 6. Apabila ada perjanjian penyerahan benda dagangan dengan suatu jangka

waktu tertentu dan pihak yang menyerahkan dinyatakan pailit, maka perjanjian penyerahannya hapus.

7. Perjanjian sewa yang dilakukan oleh debitur dapat dihentikan kurator maupun yang menyewakan benda.

8. Pekerja pada debitur pailit, dapat memutuskan hubungan kerja. 9. Hak eksekusi kreditur separatis ditangguhkan paling lama 90 hari.

10. Segala tuntutan hukum yang menyangkut harta debitur pailit, diajukan oleh atau kepada kurator.

11. Segala perbuatan hukum debitur pailit yang merugikan kepentingan kreditur, yang dilakukan sebelum putusan pailit diucapkan, dapat dibatalkan dengan lembaga actio paulina.

Untuk memberikan jaminan hidup sehari-hari dan untuk melindungi hak asasi debitur pailit, maka kepailitannya tidak berakibat terhadap:44

1. Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitur pailit sehubungan dengan pekerjaannya berikut perlengkapan.

2. Alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan debitur pailit.

3. Tempat tidur dan perlengkapan serta bahan makanan untuk 30 hari bagi debitur pailit dan keluarganya.

4. Segala sesuatu yang diperoleh debitur pailit dari pekerjaannya.

5. Uang yang diberikan kepada debitur pailit untuk memenuhi nafkah menurut undang-undang.

Kepailitan hanya mengakibatkan debitur pailit kehilangan hak keperdataan untuk menguasai, mengurus dan mengalihkan hartanya. Kewenangan untuk mengurus dan mengalihkan harta atau budel pailit beralih karena hukum kepada kurator. Namun, apabila menyangkut harta benda yang akan diperolehnya dan tetap dapat melakukan perbuatan hukum untuk menerima harta benda yang akan diperolehnya itu dan harta itu kemudian menjadi bagian dari harta pailit. Pada prinsipnya, semua perikatan yang dilakukan debitur pailit, tidak akan dan tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali apabila perikatan itu menguntungkan atau menambah nilai harta pailit.45

Adapun akibat-akibat hukum putusan kepailitan yakni:46 1. Bagi si pailit dan hartanya

Bagi debitur, sejak diucapkannya putusan kepailitan, ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan atas harta bendanya. Pengurusan dan penguasaan

45

Ibid., hlm 118. 46

harta pailit itu akan beralih ke tangan Balai Harta Peninggalan dan Balai Harta Peninggalan akan bertindak selaku pengampu (kurator).

2. Pengaruh kepailitan terhadap tuntutan tertentu

Dengan dijatuhkannya putusan kepailitan mempunyai pengaruh terhadap tuntutan-tuntutan hukum tertentu yang ditujukan kepada debitur. tuntutan hukum tersebut adalah tuntutan yang berpokok pangkal pada hak-hak dan kewajiban yang termasuk dalam harta pailit dan tuntutan yang mendapatkan pemenuhan suatu perikatan dari harta pailit, atau tuntutan hukum yang ditujukan kepada suatu prestasi suatu pembayaran dari harta pailit.

3. Pengaruh terhadap pelaksanaan hukum (eksekusi)

Dengan adanya putusan kepailitan akan berpengaruh terhadap pelaksanaan eksekusi. Terhadap pelaksanaan hukum terhadap harta pailit atau bagiannya, yang dimulai sebelum adanya putusan, maka setelah adanya putusan kepailitan. Pelaksanaan-pelaksanaan hukum itu harus diakhiri. Pelaksanaan hukum yang dimaksud adalah penyitaan (eksekusi), paksaan badan (sandera), uang paksa, penjualan barang untuk melunasi utang, pembalikan nama, hipotik, oogsverband, dan kelampauan waktu (daluarsa).

4. Pengaruh kepailitan terhadap perjanjian timbal balik

Penyitaan kepailitan setelah terjadinya perjanjian timbal balik (misalnya: jual beli) antara si pailit (penjual) dengan pihak ketiga (pembeli), maka pernyataan kepailitan itu tidak akan mempengaruhi perjanjian timbal balik tersebut. Selain itu, harus pula diperhatikan tenggang waktu perjanjian sewa-

menyewa itu diakhiri, dalam arti tenggang waktu 3 bulan merupakan hal yang umum dalam mengakhiri perjanjian sewa-menyewa.

5. Akibat putusan pailit terhadap kewenangan berbuat si pailit dalam bidang hukum harta kekayaan

Baranag-barang yang terpisah dari harta kekayaan dari harta kepailitan (sebagai akibat perbuatan debitur), dengan adanya pembatalan oleh BHP, maka barang-barang itu akan kembali lagi ke dalam harta pailit. Kewenangan yang diberikan kepada BHP merupakan suatu yang logis, karena hanya BHP- lah yang ditugaskan untuk membela kepentingan harta pailit dan hak-hak krediturnya.

6. Pengaruh kepailitan terhadap perkawinan

Sejak perkawinan terjadilah apa yang dinamakan persatuan atau pencampuran harta kekayaan antara suami-istri demi undang-undang. Akan tetapi, apabila dikehendaki sebalinya, suami istri dapat membuat suatu perjanjian perkawinan dengan akta notaris (sebelum) berlangsung perkawinan, untuk mengadakan pemisahan harta perkawinan. Maksud dair pailit adalah baik suami maupun istri dari pailit yang berada dalam kebersamaan harta itu. Akibat hukum lebih jauh dari adanya kepailitan bagi seorang istri, si suami kehilangan hak untuk melakukan penguasaan atas harta bersama itu. Jelaslah bahwa kepailitan istri merupakan kepailitan bersama, sehingga pengurusan harta bersama itu beralih ke tangan kuratris (Balai Harta Peninggalan).

7. Pengaruh kepailitan terhadap hipotik, gadai dan hak retensi.

Putusan kepailitan tidak akan mempunyai pengaruh bagi pemegang hipotik dan gadai untuk melaksanakan hak-haknya (menjual obyek hipotik atau gadai). Para kreditur (pemegang hipotik dan gadai), apabila telah berhasil

menjual barang-barang yang telah dihipotikkan/digadaikan, harus menyampaikan laporannya kepada BHP. Sama halnya dengan hak hipotik dan hak gadai, maka dengan dijatuhkannya kepailitan, tidak akan mempengaruhi “hak retensi” yang dipunyai kreditur.

BAB III

KEWENANGAN DEBITUR PAILIT UNTUK MENGAJUKAN GUGATAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM TERHADAP KREDITURNYA

A. Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1365 KUH Perdata, maka suatu perbuatan melawan hukum haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1. Adanya suatu perbuatan;

Suatu perbuatan melawan hukum diawali oleh suatu perbuatan dari si pelakunya. Umumnya diterima anggapan bahwa dengan perbuatan disini dimaksudkan, baik berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam arti pasif), misalnya tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai kewajiban hukum untuk melakukannya, kewajiban mana timbul dari hukum yang berlaku (karena ada juga kewajiban yang timbul dari suatu kontrak). Karena itu, terhadap perbuatan melawan hukum, tidak ada unsur “persetujuan atau kata sepakat” dan tidak ada juga unsur “causa yang diperbolehkan” sebagaimana yang terdapat dalam kontrak.

2. Perbuatan tersebut melawan hukum;

Sejak tahun 1919, unsur melawan hukum diartikan dalam arti yang seluas – luasnya, yakni meliputi: perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku; yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum; perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan (goede zeden); perbuatan yang bertentangan

dengan sikap yang baik dalam bermasyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain (indruist tegen de zorgvildigheid, welke in het maatschappelijk verkeer betaamt ten aanzien van anders persoon of goed); 3. Adanya kesalahan dari pihak pelaku;

Agar dapat dikenakan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum, undang-undang dan yurisprudensi mensyaratkan agar pada pelaku haruslah mengandung unsur kesalahan (schuldelement) dalam melaksanakan perbuatan tersebut. Karena itu, tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability) tidak termasuk tanggung jawab berdasarkan kepada Pasal 1365 KUH Perdata. Jikapun dalam hal tertentu diberlakukan tanggung jawab tanpa kesalahan tersebut (strict liability), hal tersebut tidaklah didasari atas Pasal 1365 KUH Perdata, tetapi didasarkan pada undang-undang lain.

Pasal 1365 KUH Perdata mensyaratkan adanya unsur kesalahan (schuld)

dalam suatu perbuatan melawan hukum, maka perlu diketahui bagaimana cakupan dari unsur kesalahan tersebut. Suatu tindakan dianggap oleh hukum mengandung unsur kesalahan sehingga dapat dimintakan tanggung jawabnya secara hukum jika memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: adanya unsur kesengajaan, adanya unsur kelalaian (negligence, culpa), dan; tidak ada alasan pembenar atau alasan pemaaf

(rechtvaardigingsgrond), seperti keadaan overmacht, membela diri, tidak waras, dan lain-lain; mengenai perlunya syarat unsur “kesalahan” disamping unsur

“melawan hukum” dalam suatu perbuatan melawan hukum, ada terdapat 3 (tiga) aliran sebagai berikut:47

a. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur melawan hukum;

Aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur melawan hukum terutama dalam arti luas, sudah inklusif unsur kesalahan di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur kesalahan terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut misalnya oleh Van Oven. b. Aliran yang menyatakan cukup hanya unsur kesalahan;

Sebaliknya, aliran ini menyatakan bahwa dengan unsur kesalahan, sudah mencakup juga unsur perbuatan melawan hukum di dalamnya, sehingga tidak diperlukan lagi unsur “melawan hukum” terhadap suatu perbuatan melawan hukum. Di negeri Belanda aliran ini dianut misalnya oleh Van Goudever.

c. Aliran yang menyatakan diperlukan, baik unsur melawan hukum maupun

unsur kesalahan.

Aliran ini mengajarkan bahwa suatu perbuatan melawan hukum harus mensyaratkan unsur melawan hukum dan unsur kesalahan sekaligus, karena dalam unsur melawan hukum saja belum tentu mencakup unsur kesalahan. Di negeri Belanda aliran ini dianut misalnya oleh Meyers.

Kesalahan yang diisyaratkan oleh hukum dalam perbuatan melawan hukum, baik kesalahan dalam arti “kesalahan hukum” maupun “kesalahan sosial”. Dalam hal ini hukum menafsirkan kesalahan sebagai suatu kegagalan

47

Unsur-Unsur Perbuatan Melawan Hukum, http://appehutauruk.blogspot.com.html diakses tgl 1 Oktober 2014

seseorang untuk hidup dengan sikap yang ideal, yakni sikap yang biasa dan normal dalam suatu pergaulan masyarakat. Sikap yang demikian kemudian mengkristal dalam istilah hukum yang disebut dengan standar “manusia yang normal dan wajar (reasonable man)”.

4. Adanya kerugian bagi korban;

Adanya kerugian (schade) bagi korban juga merupakan syarat agar gugatan berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata dapat dipergunakan. Berbeda dengan kerugian karena wanprestasi yang hanya mengenai kerugian materil, maka kerugian karena perbuatan melawan hukum disamping kerugian immateril, yurisprudensi juga mengakui konsep kerugian immateril yang juga akan dinilai dengan uang.

5. Adanya hubungan kausal antara perbuatan-perbuatan dengan kerugian;

Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum.

Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual

(causation in fact) hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara faktual telah terjadi. Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya. Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai

“but for” atau “sine qua non”. Von Buri adalah salah satu ahli hukum Eropa Kontinental yang sangat mendukung ajaran faktual ini.

B. Bentuk-Bentuk Perbuatan Melawan Hukum

Ketentuan tentang perbuatan melawan hukum, prinsip dasarnya tertuang Pasal 1365 KUH Perdata. Artinya, setiap perbuatan yang melawan hukum yang menimbulkan kerugian bagi orang lain membebankan kewajiban ganti rugi bagi pelaku yang bersalah. Kemudian dikembangkan doktrin-doktrin modern tentang tanggung jawab mutlak. Akan tetapi, ada beberapa model perbuatan melawan hukum yang dilakukan dalam bentuk yang sama oleh orang-orang tanpa terikat dengan dimensi ruang dan waktu, sehingga di perpanjang sejarah hukum terciptalah model-model baku bagi perbuatan welawan hukum. Meskipun begitu, jika ada perbuatan melawan hukum yang tidak termasuk ke dalam kategori/model tersebut, tetap saja dianggap sebagai perbuatan melawan hukum sehingga di pelakunya dapat dijerat dengan Pasal 1365 KUH Perdata.48

Berikut ini beberapa model baku dari perbuatan melawan hukum yang mengandung unsur kesengajaan, meskipun harus diakui pula bahwa perbuatan tersebut mungkin juga terjadi karena kelalaian. Perbuatan-perbuatan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Perbuatan melawan hukum berupa ancaman untuk penyerahan dan pemukulan terhadap manusia

Yang dimaksud dengan ancaman untuk penyerangan dan pemukulan terhadap manusia (assault) tersebut adalah suatu maksud melukai atau menyerang dari pelaku yang akan dilakukannya kepada korban yang disampaikan atau dipertunjukkan kepada korban, sehingga merupakan

48

Munir Fuady, Hukum Kepailitan 1998 dalam Teori dan Praktek, Cetakan II (Bandung: Penerbit Citra Aditya Bakti, 2002), hlm 14.

ancaman terhadap korban dan akibatnya korban menderita rasa takut atau terganggu haknya untuk merasa bebas dari setiap gangguan.

Perbuatan ancaman untuk menyerang atau memukul ini dianggap sudah terjadi, meskipun belum sempat terjadi penyerangan atau pemukulan sama sekali. Dan apabila sudah ada unsur “ketakutan” dari pihak korban perbuatan ancaman untuk menyerang atau memukul tersebut sudah terjadi, meskipun dari pelaku yangsebenarnya bukan untuk menyerang atau memukul, melainkan mungkin hanya untuk bercanda saja.Akan tetapi, perbuatan ancaman untuk menyerang atau memukul ini tidak cukup hanya sekedar dilakukan dengan kata-kata saja, tetapi mesti diikuti dengan tindakan atau keadaan sedemikan rupa, sehingga benar-benar dapat menimbulkan rasa takut bagi pihak korban. Misalnya, seorang gangster yang telah pernah membunuh orang menelepon korban bahwa dia akan membunuh korban.Suatu ketika dia melihat berdiri sendiri di suatu tempat dan menghampirinya dengan mengatakan “inilah” waktunya saya membunuh kamu”.Akibatnya, korban menderita shock dan ketakutan yagn luar biasa.Tindakan tersebut sudah merupakan perbuatan melawan hukum dalam hal ancaman menyerang seseorang.49

2. Perbuatan melawan hukum berupa pemukulan atau melukai orang lain

Yang dimaksud dengan pemukulan terhadap orang lain (battery) tersebut adalah tindakan untuk memukul/melukai atau mengakibatkan kontak secara ofensif terhadap tubuh seseorang, sehingga menyebabkan timbulnya kerugian

atau bahaya bagi tubuh, mental atau kehormatan dari pihak korban. Misalnya seorang dokter diminta untuk mengoperasi telinga kiri dari korban. Akan tetapi, dokter tersebut bukannya melakukan operasi terhadap telinga kiri, melainkan melakukannya terhadap telinga kanan dari korban tentunya tanpa seizin korban. Maka dalam hal ini yang demikianpun, dokter tersebut dianggap telah melakukan perbuatan melawan hukum secara melukai orang lain. Perbuatan pemukulan atau melukai orang lain ini tidak saja atas perbuatan karena kontak langsung dengan tubuh korban, tetapi dapat juga oleh pihak lain, meskipun dia hanya sekedar menginstruksikan anjingnya untuk mengigit korban.50

3. Perbuatan melawan hukum berupa penyanderaan illegal

Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum berupa penyanderaan illegal (false imprisonment) adalah tindakan menyandera atau mengurung orang secara tidak sah. Pihak satpam tersebut telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa penyanderaan illegal.Untuk dapat dikenakan tuduhan perbuatan penyanderaan illegal ini, seseorang haruslah dikurung di suatu tempat, sehingga tidak bisa ke luar dari kurungan secara fisik atau dengan ancaman dari pelaku jika korban ke luar dari tempat penyanderaan tersebut. Belum dapat dianggap penyanderaan yang illegal terhadap tindakan-tindakan yakni apabila hanya melarang atau mencekal (cegah-tangkal) seseorang masuk ke suatu tempat atau merintangi jalan bagi seseorang untuk pergi ke sesuatu tempat, seseorang tidak sadar dan tidak mengetahui bahwa dia telah disandera

50

dan ketika dia sadar dia tidak lagi dalam keadaan sandera, dan seseorang telah disandera, tetapi dia mengetahui bahwa ada jalan yang aman untuk keluar dari penyanderaan tersebut namun dia tidak mau mengambil jalan keluar tersebut.51

4. Perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik orang lain

Penyerobotan adalah salah satu jenis dari perbuatan melawan hukum dengan unsur kesengajaan. Salah satu bentuk penyerobotan adalah penyerobotan terhadap tanah milik orang lain. Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik orang lain (Trespass to Land) tersebut adalah suatu tindakan kesengajaan yang secara tanpa hak masuk ke tanah milik orang lain, atau menyebabkan orang lain atau benda lain untuk masuk ke tanah orang lain, ataupun menyebabkan seseorang atau orang lain atau benda tertentu tetap tinggal di tanah milik orang lain.52

Perbuatan melawan hukum berupa penyerobotan tanah milik orang lain merupakan salah satu bentuk perbuatan melawanhukum yang tertua dalam sejarah di samping perbuatan melawan hukum berupa pemukulan atau melukai orang lain.

Perbuatan melawan hukum karena menyerobot tanah milik orang lain ini harus dibedakan dengan perbuatan melawan hukum karena kebisingan (nuisance).Sebab, dengan perbuatan melawan hukum karena kebisingan, tidak ada manusia atau objek yang secara fisik masuk ke tanah milik orang lain, tetapi ada tindakan perilaku yang menyebabkan korban terganggu dalam

51

memanfaatkan/menikmati penggunaan tanahnya itu.Misalnya dia terganggu karena tetangganya bising atau pemandangan rumahnya sengaja dihambat oleh tetangganya, atau membuang sampah yang membuat bau tidak sedap bagi tetangga dan sebagainya.53

5. Perbuatan melawan hukum berupa penguasaan benda bergerak milik orang lain secara tidak sah

Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum berupa penguasaan benda bergerak milik orang lain secara tidak sah (trespass to chattels) adalah suatu kesengajaan untuk melakukan intervensi terhadap penggunaan dan atau pemilikan benda bergerak. Akan tetapi jika intervensi tersebut sebegitu besar sehingga selayaknya pihak pelaku harus mengganti seluruh benda milik korban tersebut, maka tindakan penguasaan benda tersebut sudah berubah menjadi tindakan pemilikan secara tidak sah (conversion).54

6. Perbuatan melawan hukum berupa pemilikan secara sah benda milik orang lain

Seperti telah disebutkan bahwa perbuatan melawan hukum berupa pemilikan secara tidak sah benda milik orang lain (Convention) dapat saja berawal dari tindakan penguasaan milik orang lain secara tidak sah (trespass) dengan tingkat sedemikian rupa sehingga sepantasnya pelakunya harus diganjar dengan pemberian ganti rugi atas benda tersebut secara menyeluruh.

Untuk menentukan apakah yang terjadi adalah pemilikan tidak sah atau hanya penguasaan secara tidak sah sangat bergantung kepada dan situasi di

53

Ibid., hlm 56. 54

sekeliling pelaksanaan perbuatan tersebut. Akan tetapi, sering kali ada beberapa faktor dominan dalam tindakan pelaku yang dapat dipertimbangkan apakah termasuk intervensi berat terhadap milik orang lain sehingga sudah tergolong ke dalam pemilikan secara tidak sah terhadap milik orang lain.

Intervensi berat yang mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum dalam bentuk pemilikan harta orang lain secara tidak sah dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Akan tetapi, bentuk-bentuk utama dari intervensi tersebut adalah pengambilalihan kepemilikan atas barang milik orang lain, tidak mau mengembalikan barang orang lain, memindahkan barang orang lain ke tempat lain, memberikan barang orang lain kepada pihak ketiga, memakai secara tidak berhak barang milik orang lain, merusak atau mengubah barang milik orang lain.55

7. Perbuatan melawan hukum berupa perbuatan yang menyebabkan tekanan jiwa orang lain

Yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum berupa perbuatan yang menyebabkan tekanan jiwa orang lain (infliction of mental distress) adalah suatu tindakan dari pelaku kepada pihak lain, dimana dengan perlakuannya itu, pelaku patut mengetahui bahwa tindakannya tersebut akan menyebabkabn pihak lain tersebut menderita tekanan jiwa dan kemudian tekanan jiwa tersebut memang benar-benar terjadi.56

55

8. Perbuatan melawan hukum karena kebisingan

Perbuatan melawan hukum karena kebisingan (nuisance) adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dapat terjadi karena adanya unsur kesengajaan, di samping dapat juga terjadi karena kelalaian atau bahkan strict liability. Tindakan yang dilakukan oleh pelaku dalam hal kebisingan adalah perbuatan melakukan intervensi terhadap penggunaan atau kenikmatan penggunaan harta benda seseorang (untuk kebisingan pribadi) atau intervensi terhadap hak masyarakat secara kolektif (untuk kebisingan publik).57

9. Perbuatan melawan hukum berupa perbuatan persaingan tidak sehat dalam berbisnis

Perbuatan melawan hukum yang berhubungan dengan bisnis dan ekonomi merupakan bentuk perbuatan melawan hukum yang relatifmasuk baru usianya, termasuk perbuatan tidak sehat dalam berbisnis atau dapat juga dalam berbagai bentuk lain sehingga pihak tersaing merasa dirugikan. Misalnya dilakukan dalam bentuk mencuri rahasia dagang, intervensi terhadap kontrak

Dokumen terkait