• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemberdayaan Petani Sayuran: Kasus Petani Sayuran Di Sulawesi Selatan

X 5 Akses pada

Informasi

Relevansi Informasi

Jenis informasi sesuai kebutuhan dengan yang diperoleh

Tingkat kesesuaian jenis informasi dengan kebutuhan, diklasifikasi dengan kategori tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai, dan selalu sesuai Akurasi

Informasi

Jenis informasi yang terpercaya untuk digunakan

Tingkat akurasi informasi diklasifikasi dengan kategori tidak

akurat/terpercaya, kurang akurat, akurat, dan selalu akurat

Tepat Waktu Jenis informasi yang tepat

waktu saat dibutuhkan

Tingkat ketepatan waktu saat informasi dibutuhkan diklasifikasi dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat waktu, dan selalu tepat waktu

Y1. Dinamika

Kelompok

Tujuan kelompok

Terdapat rumusan tujuan kelompok sebagai tujuan bersama dari tujuan- tujuan individu

Tingkat pengembangan tujuan kelompok diklasi- fikasi dengan kategori tidak dikembangkan, kurang dikembangkan, dikembangkan, dan selalu dikembangkan

Peubah Indikator Pengukuran

Fungsi tugas 1. Tugas memfasilitasi usaha anggota kelompok 2. Kordinasi dalam

kelompok

3. Adanya inisiasi anggota dan tidak saling

menunggu.

Tingkat pelaksanaan tugas memfasilitasi, kordinasi dan inisiasi anggota kelompok diklasifikasi dengan kategori tidak dilaksanakan, kurang dilaksanakan,

dilaksanakan, dan selalu dilaksanakan Pembinaan dan pengembangan kelompok 1. Adanya partisipasi anggota dalam kegiatan kelompok 2. Adanya fasilitas dalam

kegiatan kelompok 3. Adanya komunikasi

dalam kelompok 4. Adanya sosialisasi 5. Adanya anggota baru

dalam kelompok

Tingkat pengembangan partisipasi, fasilitas, komunikasi, sosialisasi dan rekruetmen anggota baru dalam kelompok diklasi- fikasi dengan kategori tidak dikembangkan, kurang dikembangkan, dikembangkan, dan selalu dikembangkan..

Kekompakan kelompok

1. Adanya kesatuan dan persatuan anggota kelompok

2. Adanya kesamaan dan kebersamaan dalam kelompok

3. Adanya kerjasama dalam kelompok

Tingkat pengembangan kesatuan, kebersamaan dan kerjasama anggota

kelompok diklasifikasi dengan kategori tidak dikembangkan, kurang dikembangkan,

dikembangkan, dan selalu dikembangkan.

Y2. Produktivitas

kerja petani

Kinerja yang dicapai dalam berusahatani yang meliputi persiapan lahan, penyemaian benih, penanaman, pemupukan, pengendalian hama, panen, penanganan hasil panen dan pemasaran hasil produksi.

Tingkat kinerja yang dicapai diukur berdasarkan hasil usaha yang dicapai, waktu dan tenaga yang digunakan pada setiap jenis kegiatan usahatani.

Peubah Indikator Pengukuran 1. Pengolahan lahan 2. Pembersihan lahan 3. Pembuatan parit 4. Pembuatan bedengan 5. Pemberian pupuk Pengolahan lahan hingga pemberian pupuk terhadap lahan diklasifikasi dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang, sering dan selalu Penyiapan Lahan /Areal

Luas areal yang dibersihkan

Luas m² diukur dengan kategori sempit/kecil, kurang luas, luas , dan sangat luas. Ketepatan pemilihan benih / bibit Ketepatan pemilihan benih diklasifikasi dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan selalu tepat Penyemaian Benih

Ketepatan Penyemaian Ketepatan

penyemaian

diklasifikasi dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan selalu tepat

Ketepatan waktu tanam Ketepatan waktu tanam diukur dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan sangat tepat. Penanaman

Ketepatan Penanaman Ketepatan

penanaman

diklasifikasi dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan selalu tepat

Peubah Indikator Pengukuran

Hasil tanaman yang hidup Banyaknya tanaman yang hidup diklasifikasi dengan kategori kecil/sedikit, kurang, sedang, dan banyak

Ketepatan jenis pupuk Ketepatan jenis pupuk diukur dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan sangat tepat Ketepatan ukuran pupuk Ketepatan jumlah pupuk diukur dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat dan sangat tepat Pemupukan

Frekuensi pemupukan Frekuensi

pemupukan diukur dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu Ketepatan waktu

pengendalian hama dan penyakit

Ketepatan waktu pengendalian diukur dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat, sangat tepat Pengendalian Hama dan

Penyakit

Frekuensi pengendalian hama dan penyakit

Frekuensi pengen- dalian hama dan penyakit diukur dengan kategori tidak pernah,

Peubah Indikator Pengukuran Pengangkutan dan penyimpanan setelah panen Pengangkutan dan penyimpanan diukur dengan kategori lambat, kurang cepat, cepat dan sangat cepat

Pengolahan hasil produk sayuran Pengolahan diukur dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu Penanganan Hasil Produk

Pengemasan Pengemasan diukur

dengan kategori tidak pernah, kadang-kadang, sering, dan selalu

Pemasaran Ketepatan waktu

pemasaran

Ketepatan waktu pemasaran diukur dengan kategori tidak tepat, kurang tepat, tepat, dan sangat tepat

Rantai pemasaran Rantai pemasaran

diukur dengan ka- tegori tidak lancar, kurang lancar, lan- car, dan sangat lancar

Peubah Indikator Pengukuran

Lamanya pemasaran Lamanya

pemasaran diukur dengan kategori lambat, kurang cepat, cepat, dan sangat cepat

Instrumentasi

Instrumentasi penelitian berkaitan dengan alat pengukur yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian. Instrumen yang disiapkan untuk mengumpulkan data penelitian ini adalah kuesioner yang berisi butir-butir pertanyaan yang berhubungan dengan peubah penelitian. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan dan jawaban yang sudah ditentukan terlebih dahulu, dan terdapat pula pertanyaan yang bersifat terbuka di mana responden diberi kesempatan memberi jawaban lain.

Penyusunan suatu instrumen penelitian sangat penting memperhatikan aspek validitas dan reliabilitas sebagai pengukuran dalam pengumpulan data. Ancok (Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989) menyatakan bahwa validitas (kesahihan) menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur, dan reliabilitas (keterandalan) menunjukkan sejauh mana suatu pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih.

Validitas ( Kesahihan )

Untuk mendapatkan Instrumen yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji validitas yang bertujuan mengetahui apakah instrumen yang digunakan benar- benar mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen yang dikembangkan adalah suatu alat untuk mendapatkan bukti-bukti atau data yang akan dipakai untuk membuktikan apa yang akan dipakai.

Menurut Nazir ( 1988 ) , Validitas banyak macamnya. Ada yang membagi validitas atas : (1) concurrent validity, (2) construct validity, (3) face validity, (4)

factorial validity, (5) emperical validity, (6) intransic validity dan (7) predictive validity. Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi ( 1989 ) membagi validitas ke dalam 6 jenis, yaitu : (1) validitas konstruk, (2) validitas isi, (3) validitas eksternal, (4) validitas prediktif, (5) validitas budaya, dan (6) validitas rupa. Sedangkan Kerlinger (Nazir,1988) membagi validitas atas tiga jenis, yaitu : validitas isi, validitas yang berhubungan dengan kriteria, dan validitas konstrak.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka dalam penelitian ini digunakan validitas konstruk atau kesahihan konsep kerangka penelitian, dan validitas isi yang mencerminkan ketepatan semua konsep dan isi yang akan diteliti dan menyesuaikan isi pertanyaan dengan keadaan responden. Validitas konstruk dalam penelitian ini mengacu pada berbagai konsep dan teori yang telah diuraikan sebelumnya, yaitu konsep dan prinsip pemberdayaan yang dikembangkan oleh Ife (Nasdian, 2003) dan konsep Payne (Adi, 2003) tentang peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dimiliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya serta konsep Shardlow (Adi, 2003) tentang pemberdayaan individu, kelompok ataupun komunitas. Konsep kepribadian yang dikembangkan oleh Allport (1971), dan wawasan dalam menggerakkan dan membangun pertanian oleh Mosher (1983) serta konsep dinamika kelompok yang banyak diulas oleh Slamet dalam kuliah PPN (2005).

Pelaksanaan uji validitasi dilakukan dengan berkonsultasi dengan komisi pembimbing yang memiliki kepakaran di bidang pertanian, penyuluhan, dan pengembangan masyarakat. Sebelum pengujian instrumen penelitian, terlebih dahulu disusun kerangka konsep dan isi pertanyaan penelitian, kemudian dikonsultasikan ke dosen pembimbing untuk mendapatkan penilaian terhadap konsep, landasan teoritis yang memperlihatkan keterkaitan antara peubah-peubah yang akan diteliti. Setelah mendapat penilaian kemudian merevisi kisi-kisi instrumen tersebut dan melakukan uji coba sebelum digunakan sebagai alat pengumpulan data.

Hasil uji validitas terhadap 30 orang responden di lokasi penelitian menghasilkan 130 item pertanyaan yang valid dari 180 item dan 50 item kurang valid. Dinyatakan valid karena item pertanyaan yang diajukan dapat dimengerti oleh responden, dan dengan demikian kerangka konsep yang dikembangkan

sesuai dengan yang dipahami oleh responden. Item pertanyaan yang kurang valid diperbaiki kembali baik dari dari segi redaksi maupun isi pertanyaan yang kurang dimengerti oleh responden.

Reliabilitas ( Keterandalan )

Reliabilitas adalah sejauh mana suatu pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran diulangi dua kali atau lebih (Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi, 1989). Menurut Kerlinger (1992) ada tiga pendekatan untuk mengukur reliabilitas, yaitu: (1) suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut digunakan berulang kali memberikan hasil yang sama, (2) suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila alat ukur tersebut dapat mengukur hal yang sebenarnya dari sifat yang diukur, (3) reliabilitas suatu alat ukur dapat dilihat dari galat pengukurannya.

Untuk menguji keterandalan instrumen penelitian ini, dilakukan uji coba instrumen terhadap petani anggota kelompok tani sayuran di Kecamatan Barombong kota Makassar dan anggota kelompok tani di kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut Jawa Barat. Untuk mengukur reliabilitas instrumen digunakan uji reliabilitas Alpha Cronbach (Marzuki, et al, 2000) dengan formula :

)

1

(

1

k

k

r

σ

σi

=

r = Koefisien reliabilitas σi = Jumlah butir pertanyaan

k = Jumlah butir pertanyaan σ² = Varians skor

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian keterandalan instrumen penelitian adalah sebagai berikut :

(1) Melakukan survei ke wilayah yang dianggap representatif untuk menyajikan alat pengukur kepada sejumlah petani yang menjadi anggota kelompok tani. Wilayah yang representatif tersebut adalah Kecamatan Barombong Kota Makassar dan Kecamatan Sukaresmi Kabupaten Garut

(2) Mentabulasi item-item pertanyaan yang mampu dijawab oleh petani pada setiap peubah kemudian dihitung validitas itemnya.

(3) Hasil perhitungan diperoleh koefisien keterandalan Alpha Cronbach dari setiap instrumen peubah yang berbeda.

Hasil uji validitas dan reliabilitas kusioner yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Koefisien Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Penelitian

Nilai Koefisien

Kode Nama Peubah

Validitas αReliabilitas Cronbach X1 Karakteristik Individu - - X2 Pola Pemberdayaan 0,686 0,981 X3 Ciri Kepribadian 0,671 0,972 X4 Lingkungan Sosial 0,740 0,912

X5 Akses pada Informasi 0,643 0,983

Y1 Dinamika Kelompok 0,712 0,962

Y2 Produktivitas Kerja 0,624 0,639

Keterangan: α= 0,05

Hasil uji validitas dan reliabilitas tersebut menujukkan bahwa instrumen sahih dan terpercaya untuk digunakan dalam pengumpulan data penelitian. Kemudian dilakukan analisis hubungan antar peubah penelitian dan hasilnya menunjukkan kisaran nilai koefisien korelasi Kendall antara 0,022 hingga 0,612 (Tabel 4). Hal tersebut memperlihatkan bahwa secara umum peubah yang digunakan untuk melihat pemberdayaan petani melalui kelompok dinyatakan saling berhubungan secara signifikan serta dapat dilanjutkan dalam penelitian ini

Pengumpulan Data

Data penelitian yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang berasal dari data lapangan (responden) dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner baik yang bersifat tertutup maupun yang bersifat terbuka. Pengumpulan data yang dilakukan dengan teknik wawancara. Untuk memperkuat objektifitas data dilakukan pula pengamatan dan wawancara mendalam dengan tetap terfokus pada pertanyaan penelitian.

Data sekunder bersumber dari dokumentasi instansi-instansi terkait serta hasil studi kepustakaan. Selain responden sampel, informasi diperoleh pula dari sejumlah tokoh yang disajikan pada Tabel 5. Tokoh tersebut adalah pihak yang berperan memberikan informasi tentang kebijakan pemberdayaan dan kegiatan petani serta informasi tentang budaya lokal di lokasi penelitian.

Tabel 5. Sebaran dan Peran Informan Penelitian Jumlah

No Tokoh Peran

Gowa Enrekang

1 Penyuluh Pejabat fungsional penyuluhan

Dinas Pertanian kabupaten yang ditugaskan pada masing-masing kecamatan yang ditugaskan

mendorong dan membimbing petani. Dalam penelitian ini membantu memberi informasi mengenai kondisi kehidupan petani sayuran dan

kegiatan kelompok tani.

5 8 2 Pejabat Dinas Pertanian Tanaman Pangan kabupaten

Pejabat Dinas Pertanian dan stafnya pada masing-masing kabupaten. Dalam penelitian ini membantu memberi informasi tentang program kebijakan pemberdayaan petani sayuran

2 3

3 Pemuka Masyara- kat

Tokoh Masyarakat setempat yang membantu memberi informasi tentang budaya lokal.

2 2 4 Pejabat Pusat Pelatihan Badan PSDM Jakarta

Pejabat dan staf pusat pelatihan Badan PSDM Jakarta. Dalam penelitian ini membantu memberi informasi tentang program kegiatan pelatihan petani

2

Informan berjumlah 24 orang yang terdiri dari penyuluh sebanyak 13 orang, pejabat Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten 5 orang, pejabat Pusat Pelatihan Badan Pengembangan SDM Departemen Pertanian 2 orang, dan pemuka masyarakat 4 orang. Informan tersebut berperan memberikan informasi penting tentang kondisi kehidupan petani sayuran, kebijakan pembinaan dan pelatihan petani, dan kondisi sosial budaya masyarakat pada dua kabupaten.

Pengumpulan data dilaksanakan selama lima bulan, mulai pada awal bulan Desember 2006 hingga April 2007. Dengan pertimbangan luas wilayah penelitian dan jumlah responden yang akan terjaring dalam penelitian, maka dalam pengumpulan data dilapangan dilibatkan pula tenaga pembantu (enumerator) sejumlah kebutuhan dengan terlebih dahulu diberi pembekalan sebelum penelitian.

Analisis Data

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan keberdayaan petani melalui kelompok dan tingkat produktivitas kerja petani. Data penelitian dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensial. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjelaskan tingkat persentase perkembangan setiap peubah. Kemudian secara inferensial penelitian ini menganalisis berbagai bentuk hubungan antar peubah sekaligus menguji hipotesis.

(1) Untuk menganalisis keterkaitan hubungan antar variabel X maupun keterkaitan hubungan variabel X dan Y, digunakan analisis korelasi Kendall’s dan rank Spearman. Penerapan uji Kendall untuk memberikan suatu metode standar minimal dari nilai koefisien suatu variabel (Siegel, 1994)

Koefisien korelasi Spearman yaitu korelasi yang didasarkan atas tingkatan atau peringkat (rank) dari variabel bebas dan variabel tak bebas (Kusmaryadi, 2004) dengan rumus sebagai berikut :

(

1

)

6 1 2 2 − − =

n n d rs Keterangan : d = ranking X – ranking Y n = banyaknya pasangan ranking

(2) Untuk menguji perbedaan dua sampel independen digunakan uji Mann- Whitney, dan perbedaan keragaman dua sampel dependen digunakan uji One Way Anova.

(3) Untuk menduga pengaruh peubah X terhadap Y digunakan analisis regresi linier berganda dengan rumus sebagai berikut :

∈ + + + + + =a b1x1 b2x2 ... bnxn Y

Yang dimaksud peubah Y adalah peubah tak bebas yang meliputi: Y1 = Dinamika kelompok tani

Y2 = Produktivitas kerja petani

Yang dimaksud peubah X adalah peubah bebas yang meliputi: X1 = Karakteristik Individu

X2 = Pola Pemberdayaan

X3 = Ciri Individu

X4 = Lingkungan sosial

X5 = Akses pada Informasi

(4) Untuk memperluas analisis regresi linier berganda digunakan analisis jalur

(path analysis). Analisis jalur merupakan analisis multivariat yang berguna untuk memperluas pembahasan dan mempermudah pemahaman serta untuk mengistimasi kuatnya hubungan yang tergambar dalam diagram jalur (Supranto, 2004). Analisis jalur merupakan suatu bentuk terapan dari analisis multi regresi untuk membantu di dalam mengkonseptualisasi masalah atau menguji hipotesis yang kompleks (Kerlinger, 2004). Melalui analisis jalur dapat dihitung hubungan langsung dan tidak langsung dari peubah-peubah bebas terhadap peubah terikat. Di dalam praktek analisis jalur (path analysis) dalam penelitian ini dibantu dengan komputer program SPSS 12 dan Amos 4.

Provinsi Sulawesi Selatan yang beribukota Makassar terletak antara 0°12' - 8° Lintang selatan, dan 116°48' - 122°36' Bujur timur yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur. Batas sebelah barat dan timur masing-masing adalah Selat Makassar dan Laut Flores. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah 45.574.48 km² dengan 20 kabupaten dan tiga kota. Jumlah penduduk Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan hasil Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2005 berjumlah 7.379.370 jiwa dengan mayoritas perempuan dari pada laki-laki (Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2005)

Sektor pertanian sebagai sektor dominan dalam struktur perekonomian Sulawesi Selatan memegang peranan penting dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain untuk memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, sektor ini juga mempunyai peranan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Selatan. Menurut hasil Statistik Pertanian Sulawesi Selatan tahun 2000, sebanyak 61,79 persen tenaga kerja di Sulawesi Selatan bekerja di sektor pertanian.

Meskipun sejak tahun 2000 hingga 2004, kontribusi sektor pertanian cenderung menurun, namun secara keseluruhan sektor ini masih mendominasi struktur perekonomian Sulawesi Selatan. Pada tahun 2004 kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sulawesi Selatan adalah sebesar 33,54 persen. Di sisi lain sektor ini masih belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Fenomena ini terlihat dari rendahnya rata-rata pertumbuhan sektor ini selama lima tahun terakhir yaitu 1,39 persen. Pertumbuhan tertinggi sektor ini terjadi pada tahun 2002 dengan pertumbuhan mencapai 4,61 persen yang berarti lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 1,06 persen (Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, 2005)

Di Provinsi Sulawesi Selatan jumlah usaha pertanian terhadap total rumah tangga adalah sebesar 62,24 persen. Jumlah rumah tangga yang mengusahakan tanaman hortikultura sebanyak 315 ribu atau 27,65 persen dari total rumah tangga usaha pertanian. Jumlah rumah tangga kelompok tanaman sayur-sayuran adalah

sebesar 11,72 persen atau sekitar 133.519 total rumah tangga yang tersebar pada 20 kabupaten dan tiga kota (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sulawesi Selatan 2005). Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi dan karakteristik masing-masing. Berdasarkan data yang ada, diperoleh gambaran bahwa secara keseluruhan produksi sayuran di Sulawesi Selatan pada tahun 2004 adalah 245.113 ton. Terdapat beberapa jenis komoditi yang mengalami peningkatan dan juga beberapa jenis komoditi lainnya mengalami penurunan. Secara rinci produksi sayur-sayuran di Sulawesi Selatan dapat terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Produksi Sayuran menurut Komoditas di Sulawesi Selatan Tahun 2004 (Ton)

Komoditas Sayuran Luas Penen

(Ha) Produksi (Ton) Produksi/Ha (Ton)

1. Bawang Merah ( Shallot) 2. Bawah Putih (Garlic) 3. Bawang Daun (Leek) 4. Kentang (Potato) 5. Kubis (Cabbage) 6. Kembang Kol

7. Petsai/Sawi (Chinese Cabb) 8. Wortel (Carrot)

9. Kacang Merah (Red/Kidn.Bean)

10. Kac.Panjang (Yardlong bean) 11. Cabe Besar (Chili)

12. Cabe Rawit 13. Tomat (Tomato)

14. Terung (Egg Plant/Aubergin) 15. Buncis (Green Bean)

16. Ketimun (Cucumber) 17. Labu Siam (Pumpkin) 18. Kangkung (swamp Cabbage) 19. Bayam (Spinach/Ind.Amaranth) 2.338 36 2.105 1.208 2.727 131 1.599 743 1.785 5.946 6.156 3.356 4.975 6.111 3.299 2.314 2.339 2.846 2.672 11. 056 56 17. 352 12. 205 67.720 678 12. 087 7.248 5.341 19.280 28.129 8.180 16.214 10.594 7.031 6.837 5.746 6.263 3.096 4,72 1,55 8,24 10,10 24,83 5,17 7,56 9,76 2,99 3,24 4,57 2,44 3,26 1,73 2,13 2,95 2,45 2,20 1,15 Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2004

Beberapa komoditas sayuran yang mengalami peningkatan produksi yaitu bawang putih (72,73%), bawang daun (14,05%), kentang (49,16%), kubis (400% atau yang tertinggi perkembangannya), kacang panjang (88,57%), tomat (11,90%) dan terung (0,14%). Komoditi yang mengalami penurunan produksi yaitu bawang merah yaitu sebesar (-37,16%), petsai (-43,60%), wortel (-1,87%), kacang merah (39,56%), cabe (-18,25%), buncis (-0,87%), ketimun (-2,33%), labu siam (0,47%), kangkung (-19,22%), bayam (-42,59%). Secara umum penurunan produksi disebabkan serangan hama, penyakit dan kekeringan ataupun karena genangan air serta penggunaan pupuk organik dan anorganik yang belum maksimal. Selain itu dipengaruhi pula oleh populasi, umur dan jenis kelamin serta tingkat pendidikan petani ataupun buruh taninya (Analisis Hasil Sensus Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan, 2003).

Walaupun terjadi penurunan pada beberapa jenis produksi, akan tetapi terdapat sebagian komoditi unggulan yang memiliki pasaran yang cukup baik seperti bawang merah dan cabe. Beberapa komoditi unggulan yang mengalami peningkatan seperti kentang, kubis dan dan tomat menunjukkan bahwa komoditi sayuran di Sulawesi Selatan cukup potensil untuk dikembangkan dalam meningkatkan pendapatan petani.

Deskripsi Kabupaten Gowa

Kabupaten Gowa merupakan salah satu daerah sentra tanaman sayuran diantara 23 kabupaten/kotamadya di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Gowa merupakan kabupaten yang terletak di sebelah selatan Provinsi Sulawesi Selatan yang secara adminsitrasi terbagi atas 16 kecamatan dengan 154 desa/kelurahan, dengan luas wilayahnya mencapai 1.883,33 km² atau sekitar 3,01 persen dari luas wilayah provinsi Sulawesi Selatan. Luas lahan tanaman sayuran di kabupaten Gowa Tahun 2005 seluas 1.387 ha dengan jumlah produksi sebanyak 28.790,3 ton (Dinas Tanaman Pangan dan Holtikultura,2005).

Sebagian besar wilayah Kabupaten Gowa merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26 persen dari luas total wilayah dan sisanya merupakan dataran rendah 27,74 persen. Wilayah yang termasuk dataran tinggi terdiri dari 8 kecamatan yaitu

Kecamatan Parangloe, Manuju,Tinggi moncong, Tombolo Pao, Bungaya, Bontolempangan, Tompobulu dan Biringbulu. Kecamatan Tinggimoncong dan Barombong merupakan wilayah yang terpilih dalam penelitian ini. Komoditi sayuran di wilayah dataran tinggi seperti kentang, kubis dan tomat mengalami penurunan produksi dari tahun 2003–2005 antara 39,17 – 96 persen. Bahkan beberapa komoditi seperti kentang dan kubis produksinya di bawah rata-rata produksi sayuran di Sulawesi Selatan. Gambaran mengenai produksi sayur- sayuran yang menonjol di Kabupaten Gowa dari tahun 2002 - 2005 terlihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Produksi Sayuran yang Menonjol menurut Jenisnya di Kabupaten Gowa Tahun 2003-2005 (Dalam Ton)

Jenis Sayuran 2003 2004 2005 Kentang Bawang Daun Kubis/Kol Ketimun Kangkung Tomat Wortel Petsai/Sawi Labu Siam Kacang Panjang Terung Bayam 1.984,86 1.978,12 1.123,32 11.321,90 7.747,90 12.256,60 2.825,60 6.883,00 - 6.902,60 5.143,70 624,80 1.372,26 801,90 1.051,65 526,40 300,58 1.027,62 36,97 631,23 4.290 666,40 211,75 3.480 1.161,01 781,76 683,3 575,2 5.089 458,92 221,98 432,22 8.172 4.624 1.553 3.854 Jumlah 58.792,40 14..396,76 27..606,39

Sumber : Diolah dari Data Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Gowa, 2005

Penurunan produksi tersebut selain karena kurang dan terbatasnya modal untuk memperoleh bibit, juga karena terbatasnya biaya pemeliharaan yang dimiliki petani. Serangan hama, penyakit, kekeringan dan genangan air sangat mempengaruhi produktivitas. Hingga penelitian ini dilakukan diperoleh informasi bahwa setiap kelompok tani akan mendapat bantuan biaya pengadaan bibit sayuran khususnya bibit kentang sebesar Rp. 10.530.000/kelompok dari Dinas

Tanaman Pangan Provinsi Sulawesi Selatan. Bantuan ini diharapkan akan meningkatkan motivasi petani dan produksi sayuran yang diusahakan.

Selain di dataran tinggi, produksi sayuran di wilayah dataran rendah pada delapan kecamatan yaitu Kecamatan Somba Opu, Pallangga, Barombong, Bajeng, Bontonompo, Bontonompo Selatan, Bontomarannu dan Pattallasang Kabupaten Gowa juga mengalami penurunan produksi untuk beberapa komoditi antar lain: ketimun, kangkung, tomat, wortel, petsai/sawi, labu siam, kacang panjang, dan terong antara 92,1–95 persen. Penurunan tersebut cukup drastis yang memerlukan upaya-upaya peningkatan kemampuan usaha petani agar produktivitas kerja dan produksinya dapat meningkat.

Masalah kondisi harga komoditi yang cenderung fluktuatif dan dikeluhkan petani turut menjadi penyebab menurunnya gairah dan produksi petani. Pada umumnya pemasaran hasil produksi dilakukan langsung kepedagang pengumpul kemudian sebagian besar diperdagangkan ke Kalimantan Timur melalui pelabuhan Mamuju. Khusus di wilayah dataran rendah pemasaran lebih terfokus ke Kota Makassar dan sekitarnya melalui pagandeng atau pedagang sayur dengan menggunakan sepeda dan motor hingga ke pasar-pasar tradisionil.

Kabupaten Gowa merupakan kabupaten terbesar ketiga di Sulawesi Selatan, hingga tahun 2005 penduduknya tercatat 575.295 jiwa yang terdiri dari 288.790 laki-laki dan 286.505 perempuan dengan laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu rata-rata sekitar 2,69 persen pertahun. Persentase penduduk usia produktif 15-64 tahun sekitar 64,71 persen tahun 2005. Kepadatan penduduk Kabupaten Gowa sekitar 300 jiwa per km². Penduduk miskin di daerah ini sekitar 94,1 ribu atau 16,7 persen pada tahun 2004. Persentase angka penduduk miskin Kabupaten Gowa ini berada diatas persentase rata-rata penduduk miskin tingkat propinsi tahun 2004 sekitar 14,9 persen (Bappeda-BPS Kabupaten Gowa, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja pembangunan manusia di wilayah ini dalam menanggulangi/menekan kemiskinan semakin perlu diperbaiki.

Pada Tahun 2004 di wilayah ini terlihat pula tingginya persentase penduduk yang berpendidikan tidak tamat sekolah dasar (SD) yaitu mencapai sekitar 42,02 persen, tamat SD 25,73 persen, tamat SMP atau yang sederajat

Dokumen terkait