• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seleksi 15 Aksesi Jarak Pagar

Perlakuan 15 aksesi jarak pagar menunjukkan perbedaan pada peubah pertumbuhan yang diamati pada 10 MSP dan peubah produksi, peubah tersebut antara lain: jumlah cabang, jumlah cabang produktif, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, dan waktu mekar bunga pertama. Kelima peubah

tersebut merupakan peubah terpilih yang dijadikan dasar seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar yang diamati sehingga terpilih aksesi jarak pagar yang

memiliki keunggulan morfologi dan agronomi. Pemilihan peubah ini berdasarkan adanya perbedaan nyata dengan uji DMRT pada taraf 5 % antar aksesi jarak pagar terhadap kelima karakter tersebut.

Seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar didasarkan data peubah pertumbuhan terpilih pada 10 MSP dan data peubah produksi (Tabel 16). Berdasarkan peubah jumlah cabang, terpilih lima aksesi jarak pagar terbaik yang memiliki jumlah cabang terbanyak (≥ 3.6 cabang), yaitu aksesi Medan II, Banten I, Banten II, Bengkulu III, dan Bogor I. Seleksi berdasarkan jumlah cabang produktif terpilih enam aksesi terbaik yang menunjukkan jumlah cabang produktif terbanyak (≥ 3.0 cabang), yaitu aksesi Banten I, Sukabumi IV, Medan I, Bengkulu I,

Aksesi

Koefisien kemiripan (%)

47 Bogor II, dan Sukabumi II. Enam aksesi jarak pagar terbaik yang memiliki jumlah buah per malai terbanyak (≥ 8.2 buah) adalah aksesi Banten I, Medan I, Bogor III, Bengkulu I, Bengkulu II, dan Sukabumi IV. Berdasarkan peubah jumlah cabang produktif dan jumlah buah per malai terpilih enam aksesi jarak pagar. Hal ini disebabkan aksesi Bogor II dan Sukabumi II memiliki jumlah cabang produktif yang sama yaitu 3.0 cabang. Demikian juga dengan aksesi Bengkulu III dan Sukabumi IV yang memiliki jumlah buah per malai dengan nilai yang sama yaitu 8.2 buah.

Tabel 16. Lima peubah terpilih untuk seleksi 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah pada fase vegetatif dan fase generatif

Aksesi Jumlah cabang Jumlah cabang produktif Jumlah buah per malai Keserempakan masak buah (hari) Waktu mekar bunga pertama (hari) Medan I 3.3 bc 3.0 bc 9.8 ab 6.7 a 107.0 bcde Medan II 5.8 a 1.8 bc 3.3 c 2.0 b 132.6 ab Bengkulu I 2.0 c 3.0 b 9.2 ab 8.3 a 71.6 f Bengkulu II 3.0 bc 1.0 c 3.5 c 2.3 b 131.8 abc Bengkulu III 5.0 a 2.8 b 8.2 abc 6.1 ab 131.0 abc Bengkulu IV 2.0 c 2.0 bc 7.9 abc 6.9 a 108.6 bcde Banten I 5.2 a 4.6 a 11.8 a 7.2 a 112.2 abcd Banten II 5.2 a 2.6 b 4.8 bc 4.5 ab 142.8 a Bogor I 3.6 b 2.4 bc 6.5 abc 5.9 ab 96.8 def Bogor II 3.2 bc 3.0 b 6.7 abc 5.6 ab 98.8 cdef Bogor III 2.6 bc 2.4 bc 9.3 ab 8.7 a 98.8 cdef Sukabumi I 2.5 bc 1.8 bc 6.4 abc 6.8 a 96.8 def Sukabumi II 3.0 bc 3.0 b 6.5 abc 5.6 ab 95.8 def Sukabumi III 3.0 bc 2.4 bc 6.6 bc 7.7 a 76.3 ef Sukabumi IV 3.4 bc 3.2 b 8.2 abc 7.9 a 98.8 cdef Keterangan : Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan

berpengaruh nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5 %

Tabel 16 juga menunjukkan bahwa seleksi terhadap 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah keserempakan masak buah diperoleh lima aksesi terbaik

yang memiliki keserempakan masak lebih cepat (≤ 5.6 hari), yaitu Medan II, Bengkulu II, Banten II, Bogor II, dan Sukabumi II. Berdasarkan waktu

48 lebih cepat (≤ 96.8 hari), yaitu aksesi Bengkulu I, Sukabumi III, Sukabumi II, Sukabumi I, dan Bogor I. Berdasarkan hasil seleksi 15 aksesi jarak pagar, terpilih tiga aksesi yang memiliki tiga karakter tertinggi (Tabel 17).

Tabel 17. Seleksi 15 aksesi jarak pagar berdasarkan peubah terpilih

Aksesi Peubah terpilih Jumlah cabang Jumlah cabang produktif Waktu mekar bunga pertama Jumlah buah per malai Keserempak- an masak buah Karakter tertinggi Medan I - √ √ - - 2 Medain II √ - - √ - 2 Bengkulu I - √ √ - √ 3 Bengkulu II - - √ √ - 2 Bengkulu III √ - - - - 1 Bengkulu IV - - - - Banten I √ √ √ - - 3 Banten II √ - - √ - 2 Bogor I √ - - - √ 2 Bogor II - √ - √ - 2 Bogor III - - √ - - 1 Sukabumi I - - - - √ 1 Sukabumi II - √ - √ √ 3 Sukabumi III - - - - √ 1 Sukabumi IV - √ √ - - 2

Keterangan: √: menunjukkan nilai tertinggi yang dimiliki oleh masing-masing aksesi pada peubah

jumlah cabang, jumlah cabang produktif, dan jumlah buah per malai sedangkan pada peubah waktu mekar bunga pertama dan keserempakan masak buah menunjukkan nilai terendah

Aksesi Banten I terpilih untuk peubah jumlah cabang (5.2 cabang), jumlah cabang produktif (4.6 cabang), dan jumlah buah per malai (11.8 buah). Aksesi Bengkulu I terpilih berdasarkan peubah jumlah cabang produktif (3.0 cabang), jumlah buah per malai (9.2 buah), dan waktu mekar bunga pertama (71.6 hari) sedangkan aksesi Sukabumi II memiliki keunggulan untuk peubah jumlah cabang produktif (3.0 cabang), keserempakan masak buah (5.6 hari), dan waktu mekar bunga pertama (95.8 hari). Aksesi Banten I, Bengkulu I, dan Sukabumi II

49 merupakan aksesi jarak pagar terpilih berdasarkan peubah pertumbuhan dan produksi.

Pembahasan

Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa unsur-unsur penyusun lingkungan sering terdapat dalam kuantitas yang bervariasi dari satu tempat ke tempat lain dan dari waktu ke waktu, sehingga lingkungan merupakan sumber atau faktor potensial sebagai penyebab keragaman tanaman di lapangan. Keadaan lingkungan yang bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lain, dan kebutuhan tanaman akan keadaan lingkungan yang khusus mengakibatkan keragaman jenis tanaman yang berkembang dapat terjadi menurut perbedaan tempat. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992), terdapat interaksi yang jelas antara genotipe dan suhu pada hasil ubi kayu. Jika suhu menurun perkembangan luas daun menjadi lebih lambat karena lebih sedikit daun dihasilkan pada setiap pucuk dan daun individualnya tetapi umur daun meningkat. Selain itu, tempat percabangan meningkat bila suhu meningkat sampai tingkat tertentu tetapi dihambat pada suhu yang lebih tinggi.

Kondisi cuaca dan lingkungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi biji jarak pagar. Menurut Nurcholis dan Sumarsih (2007), jarak pagar dapat tumbuh cepat apabila kondisi lingkungannya sesuai, tetapi dapat bersifat dorman apabila dilanda kekeringan. Produksi biji akan lebih banyak pada musim

kemarau meskipun pada musim hujan masih dapat berproduksi. Prawitasari (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan dan produksi jarak pagar sangat dipengaruhi tipe iklim. Kondisi iklim yang tidak mendukung mengakibatkan produktivitas rendah.

Curah hujan selama fase vegetatif tanaman jarak pagar (2 MST – 10 MST) cukup mendukung pertumbuhannya karena tanaman jarak pagar akan tumbuh baik pada kondisi curah hujan yang cukup merata. Tanaman jarak pagar tidak dapat ditanam pada kondisi lingkungan dengan curah hujan yang terlalu tinggi karena pertumbuhan vegetatifnya lebat tetapi pembentukan bunga dan buah berkurang. Tanaman jarak pagar tahan terhadap lingkungan yang kering tetapi masa kekeringan yang berkepanjangan menyebabkan jarak pagar menggugurkan

50 daunnya dan menghambat pertumbuhan. Curah hujan tahunan di Kebun Jarak Pagar Indocement, Citeureup, Bogor adalah 3 384 mm/tahun. Mahmud et al. (2008) menyatakan bahwa jarak pagar masih dapat tumbuh di beberapa daerah di Indonesia dengan curah hujan lebih dari 3 000 mm/tahun, seperti Bogor, Sumatera Barat, dan Minahasa. Total curah hujan dan temperatur udara di lapangan pada Desember dan Januari tidak dapat diketahui karena alat yang digunakan mengalami kerusakan.

Tanaman jarak pagar mulai terserang hama dan penyakit selama fase generatif (14 – 28 MST). Hal ini disebabkan kenaikan curah hujan yang cukup drastis pada 18 MST. Peningkatan curah hujan sementara rata-rata penyinaran matahari menurun dapat menyebabkan tanaman jarak pagar terserang busuk Fusarium dan witche’s broom. Gejala serangan busuk fusarium yang disebabkan oleh Fusarium solani adalah tanaman jarak pagar terlihat kering sampai pada bagian atas tanaman. Penyakit witche’s broom disebabkan oleh Fitoplasma. Gejala serangan pada tanaman jarak pagar ditandai dengan pertumbuhan tunas lateral yang tidak diinginkan. Daun keriput dan kerdil yang pada akhirnya akan mengganggu pertumbuhan tanaman dan berakibat pada penurunan produksi buah atau biji. Selain itu, tanaman jarak pagar juga terserang cendawan Oidium sp. Cendawan ini menginfeksi bagian batang, daun, bunga, dan buah. Bagian tanaman yang terserang menampakkan bercak-bercak berwarna putih kelabu. Serangan ini juga dapat menimbulkan bercak berukuran kecil berwarna kuning pada daun dan tulang daun sering berubah warna menjadi coklat.

Menurut Tjitrosoepomo (1985), ciri-ciri daun pada satu jenis tumbuhan adalah sama satu sama lain, terutama bentuk atau bangun helaiannya. Perbedaan pada daun biasanya hanya mengenai ukurannya atau warnanya. Bentuk daun jarak pagar pada dasarnya bulat. Daun jarak pagar bertipe tunggal dan terletak pada buku batang yang dihubungkan oleh tangkai daun sehingga susunan atau tata letak daun jarak pagar disebut tersebar (folia sparsa).

Bentuk daun seluruh aksesi jarak pagar yang diamati memiliki bentuk yang sama yaitu bulat. Hal ini tidak mengalami perubahan setelah tanaman jarak pagar dipindahkan ke lapangan. Selain itu, kesamaan karakter morfologi seluruh aksesi jarak pagar yang diamati juga terlihat pada jumlah lekuk daun. Seluruh aksesi

51 jarak pagar memiliki lekuk daun yang berjumlah lima, baik ketika di pembibitan maupun setelah dipindahkan ke lapangan.

Aksesi jarak pagar yang diamati memiliki pertulangan daun yang jelas, lekuk daun berjumlah 5, dan tepi daun jarak pagar agak bergelombang. Berdasarkan hasil penelitian Santoso (2009), gelombang pada tepi daun akan tampak nyata jika daun menghadapi terik sinar matahari. Daun-daun di bagian bawah memiliki tepi daun yang tidak bergelombang karena ternaung oleh daun di atasnya.

Tangkai daun jarak pagar pada umumnya berwarna hijau keunguan khususnya pada pangkal (dekat buku) dan ujung tangkai daun (dekat dasar helaian daun). Beberapa aksesi menunjukkan warna tangkai yang berbeda, yaitu aksesi Medan II, Bogor I, Bogor III, Sukabumi I, Sukabumi III, dan Sukabumi IV memiliki tangkai daun berwarna hijau. Peubah tekstur daun jarak pagar sebagian besar aksesi yang diamati memiliki tekstur daun kasar, kecuali aksesi Bengkulu II, Banten I, dan Bogor III bertekstur licin.

Sitompul dan Guritno (1995) menyatakan bahwa tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan di luar dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman akan memberikan reaksi (tanggapan) terhadap perubahan lingkungan tersebut dengan tingkat tanggapan yang tergantung pada jenis tanaman dan tingkat perubahan lingkungan tersebut. Perubahan morfologi tanaman jarak pagar setelah dipindahkan ke lapangan juga terlihat pada karakter warna daun muda. Tanaman jarak pagar saat di pembibitan menunjukkan bahwa sebagian besar aksesi jarak pagar memiliki warna daun muda hijau kecoklatan tetapi setelah tanaman dipindahkan ke lapangan, seluruh aksesi jarak pagar menunjukkan warna coklat. Perubahan warna daun muda dapat terjadi karena adanya perubahan intensitas sinar matahari yang diterima oleh tanaman jarak pagar. Selama di pembibitan, tanaman jarak pagar berada di bawah naungan sehingga intensitas sinar matahari yang diterima lebih sedikit daripada intensitas sinar matahari yang diterima oleh tanaman jarak pagar setelah dipindahkan ke lapangan. Menurut Goldsworthy dan Fisher (1992),

52 jumlah sinar matahari yang diserap oleh daun dapat menjadi faktor penting bagi kegiatan metabolisme dan kemampuan hidupnya.

Warna daun jarak pagar pada umumnya hijau. Apabila dilihat dominasi warna daun pada beberapa aksesi, tampak bahwa sebagian aksesi memiliki daun berwarna hijau, kecuali aksesi Medan II dan Banten I berwarna hijau tua. Menurut Tjitrosoepomo (1985), warna daun tidak memiliki ukuran yang objektif. Selain itu, warna daun suatu jenis tanaman dapat berubah menurut keadaan tempat tumbuhnya dan erat sekali hubungannya dengan persediaan air dan makanan serta penyiraman.

Beberapa aksesi jarak pagar di pembibitan memiliki warna batang hijau. Setelah tanaman jarak pagar dipindahkan ke lapangan, warna batang dari seluruh aksesi adalah abu-abu. Perubahan warna batang dapat terjadi karena adanya perubahan lingkungan.

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman berumah satu (monoecious) dimana bunga jantan dan bunga betina berada dalam satu tanaman. Berdasarkan peubah jenis bunga yang pertama mekar pada satu malai, sebagian besar aksesi jarak pagar yang diamati termasuk bunga jantan karena bunga yang mekar pertama kali adalah bunga jantan. Aksesi Banten I termasuk hermaprodit karena bunga yang pertama mekar adalah hermaprodit. Hasnam (2008) menyatakan bahwa proses penentuan kelamin bunga jarak pagar agak berbeda, bunga betina bersifat biseksual sedangkan bunga jantan uniseksual. Jenis kelamin yang akan berkembang ditentukan oleh perpanjangan kelopak ujung meristem.

Menurut Hartati (2007), pembungaan jarak pagar cukup unik. Berdasarkan hasil pengamatan di areal kebun induk jarak pagar di KP Pakuwon Balittri Sukabumi menunjukkan munculnya bunga pada tanaman jarak pagar dapat bermacam-macam tergantung genotipe dan kondisi lingkungan. Adakalanya bunga jantan mekar terlebih dahulu dari bunga betina dan pada kondisi lain, bunga betina mekar terlebih dahulu dari bunga jantan. Tanaman jarak pagar juga menghasilkan bunga hermaprodit, pada tipe ini rangkaian bunga terdiri dari bunga hermaprodit dan bunga jantan.

Satu malai bunga jarak pagar biasanya terdapat dua jenis bunga yaitu bunga jantan dan betina atau jantan dan hermaprodit. Berdasarkan jenis bunga yang

53 terbentuk dalam satu malai, umumnya dalam satu malai terdiri atas bunga jantan dan betina. Aksesi Medan II, Bengkulu III, Banten II, dan Banten I dalam satu malai bunga terdiri atas bunga jantan dan hermaprodit. Seluruh aksesi jarak pagar yang diamati menunjukkan warna sepal dan petal yang sama, yaitu hijau muda dan hijau kekuningan.

Aksesi jarak pagar yang diamati juga menunjukkan keragaman bentuk buah muda. Beberapa aksesi jarak pagar memiliki bentuk buah muda bulat, yaitu aksesi Medan I, Medan II, Bengkulu I, Bengkulu II, Bengkulu III, Bengkulu IV, Banten I, dan Banten II. Aksesi jarak pagar yang lain yaitu aksesi Bogor I, Bogor II, Bogor III, Sukabumi I, Sukabumi II, Sukabumi III, dan Sukabumi IV memiliki buah muda yang berbentuk lonjong. Seluruh aksesi jarak pagar yang diamati memiliki buah muda yang berwarna hijau, biji yang berbentuk lonjong dan berwarna hitam.

Menurut Gardner et al. (1991), pertumbuhan dalam arti sempit dapat berarti pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran). Beberapa ahli tanaman mendefinisikan pertumbuhan tanaman sebagai proses pembelahan dan pemanjangan sel, ahli tanah umumnya mendefinisikan pertumbuhan sebagai peningkatan bahan kering. Secara umum, pertumbuhan tanaman dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor eksternal (faktor lingkungan) dan faktor internal (faktor genetik). Pada penelitian ini, pengamatan pertumbuhan tanaman jarak pagar dilakukan terhadap karakter kuantitatif pada fase vegetatif dan fase generatif tanaman jarak pagar. Peubah yang diamati pada fase vegetatif adalah diameter batang setek, diameter cabang, jumlah buku setek, jumlah cabang, tinggi cabang, jumlah daun, panjang daun, lebar daun, dan panjang tangkai daun. Peubah yang diamati pada fase generatif adalah waktu mekar bunga pertama, jumlah sepal, jumlah petal, jumlah buah per tanaman, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, jumlah cabang produktif, persentase cabang produktif, jumlah biji per tanaman, bobot biji kering.

Analisis ragam terhadap peubah fase vegetatif yang diamati saat di pembibtan (0 MSP) menunjukkan bahwa sebagian besar peubah dipengaruhi oleh aksesi jarak pagar tetapi setelah 2 MSP pengaruh jarak pagar terhadap peubah yang diamati semakin berkurang. Aksesi jarak pagar menunjukkan pengaruh yang

54 nyata untuk seluruh peubah pada fase generatif kecuali jumlah petal dan jumlah sepal. Hal ini menunjukkan bahwa peubah fase generatif dapat dijadikan sebagai tolok ukur yang membedakan antar aksesi jarak pagar yang diamati.

Nilai koefisien keragaman dari hasil pengamatan ini sebelum dilakukan transformasi menunjukkan angka yang tinggi (11.28 % – 79.32 %) apabila dibandingkan dengan nilai yang biasa diperoleh dalam penelitian bidang pertanian yaitu 20 % – 25 % (Mattjik dan Sumertajaya, 2000). Besaran koefisien

keragaman dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi perlu atau tidaknya suatu data ditransformasi. Apabila nilai koefisien keragaman lebih besar dari batas

kewajaran merupakan indikasi bahwa data sebaiknya ditransformasi sebelum melakukan analisis. Oleh karena itu, data yang diperoleh dari pengamatan ini ditransformasi sehingga nilai koefisien keragaman dari data hasil pengamatan berkisar 11.28 % – 35.02 %.

Keadaan bahan tanam juga sangat menentukan keragaman pertumbuhan pada tanaman yang dikembangbiakkan dari bagian vegetatif. Hal ini karena susunan genetik dari bahan tanam yang berasal dari bagian vegetatif yang pada mulanya berasal dari satu induk adalah sama. Oleh karena itu, perbedaan pertumbuhan tanaman yang berasal dari perbanyakan organ vegetatif dapat dihubungkan langsung dengan kualitas bahan tanam. Kualitas setek yang berasal dari bagian yang berbeda jelas sangat berbeda karena mengalami masa perkembangan yang berbeda di samping kedudukannya yang berbeda (Sitompul dan Guritno, 1995).

Menurut Hartati et al. (2009), pada tanaman jarak pagar, dukungan karakter vegetatif yang baik sangat diperlukan untuk mendapatkan hasil buah yang banyak. Hal ini terlihat pada aksesi Bengkulu I, saat fase vegetatif, aksesi ini menunjukkan

jumlah daun terbanyak pada 0 MSP. Aksesi Bengkulu I setelah memasuki fase generatif menunjukkan persentase cabang produktif sebesar 100 %. Hartati et al. (2009) menambahkan bahwa jumlah cabang produktif berkorelasi

nyata dengan komponen hasil. Aksesi Bengkulu I seluruh cabangnya menghasilkan buah sehingga komponen hasil akan meningkat.

Pengamatan terhadap diameter dan jumlah buku pada setek jarak pagar hanya dilakukan saat pembibitan. Hal ini disebabkan kedalaman penanaman jarak

55 pagar dan ketinggian permukaan tanah setelah dipindahkan ke lapangan tidak sama karena dilakukan pembumbunan. Santoso et al. (2008) menyatakan bahwa ukuran bahan setek seperti panjang dan diameter batang setek menjadi pertimbangan dalam perbanyakan secara vegetatif tanaman jarak pagar, karena ukuran bahan setek terkait dengan keberadaan bahan cadangan makanan, yang umumnya karbohidrat. Semakin pendek ukuran setek atau semakin kecil diameter batang semakin rendah bahan cadangan makanan. Potensi cadangan makanan yang dimiliki masing-masing setek akan menentukan pertumbuhan dan perkembangan bibit. Pengaruh ukuran panjang maupun diameter setek memiliki pola yang serupa, yaitu lebih banyak berpengaruh nyata terhadap komponen tajuk dibandingkan komponen akar. Perbedaan diameter setek berpengaruh langsung terhadap kemampuan setek untuk membentuk akar karena adanya perbedaan pada tipe dan variabilitas karbohidrat dan bahan tersimpan lainnya. Hartati et al. (2009) menambahkan bahwa lingkar batang mempunyai peranan penting dalam mendukung tajuk tanaman. Meskipun lingkar batang pada tanaman jarak pagar tidak berkorelasi dengan komponen hasil. Ukuran lingkar batang yang besar diduga mampu mendukung tajuk dengan lebih baik daripada lingkar batang yang kecil.

Santoso et al. (2008) menyatakan untuk mendapatkan bibit jarak pagar dengan daya adaptasi yang baik setelah pindah tanam di lapangan, maka

perbanyakan jarak pagar secara vegetatif dapat dilakukan dengan menggunakan setek batang berukuran panjang berkisar 20 – 30 cm dengan

diameter 2.50 – 3.00 cm atau dengan setek batang berdiameter 2.00 – 2.4 cm atau 2.50 – 2.90 cm dengan panjang 30 cm. Rata-rata diameter batang setek yang digunakan pada penelitian ini lebih kecil daripada hasil penelitian Santoso et al. (2008), yaitu 1.56 cm. Setelah bibit jarak pagar berumur 1.5 bulan pengamatan terhadap peubah jumlah cabang pada penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan hasil penelitian Santoso et al. (2008). Bibit tanaman jarak pagar yang berumur 1.5 bulan pada penelitian ini menunjukkan jumlah cabang 4.40 cabang sedangkan rata-rata jumlah cabang pada penelitian Santoso et al. (2008) adalah 4.00 cabang.

56 Pengamatan terhadap panjang dan lebar daun dilakukan terhadap daun jarak pagar yang sudah tumbuh maksimal. Menurut Sitompul dan Guritno (1995) pengamatan panjang dan lebar daun berdasarkan fungsi daun sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis harus dibatasi pada daun yang aktif berfotosintesis yaitu daun yang pertumbuhannya sudah maksimal. Daun pada tanaman terdiri dari daun muda yang belum berkembang penuh dan daun yang sudah berkembang penuh. Perbedaan lingkungan merupakan keadaan yang sering menjadi penyebab keragaman penampilan tanaman di lapangan. Tanaman dapat memberikan tanggapan terhadap perbedaan lingkungan sebagai suatu mekanisme adaptasi. Perubahan struktur pada tanaman dapat terjadi seperti daun pada bagian pangkal batang lebih kecil dan pada perkembangannya dapat beralih fungsi dari penghasil fotosintat menjadi alat pengguna fotosintat.

Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis (Sitompul dan Guritno, 1995). Pada penelitian ini, saat di pembibitan tanaman jarak pagar berada di bawah naungan sedangkan setelah dipindahkan ke lapangan tanaman jarak pagar memperoleh intensitas sinar matahari secara penuh. Adaptasi tanaman jarak pagar ditunjukkan oleh peubah panjang daun. Pada 0 MSP, panjang daun dipengaruhi oleh perlakuan aksesi jarak pagar tetapi setelah tanaman jarak pagar dipindahkan ke kebun jarak pagar PT Indocement (2, 6, dan 10 MSP) peubah panjang daun tidak dipengaruhi oleh aksesi jarak pagar. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman jarak pagar memperoleh dukungan dari lingkungan tumbuhnya dan mampu beradaptasi dengan baik sehingga pertambahan panjang daun pada 2, 6, dan 10 MSP tidak berpengaruh nyata.

Menurut Raden et al.(2008) penambahan ukuran daun (lebar dan panjang) secara signifikan meningkat dengan cepat dari minggu ke-1 sampai minggu ke-4 kemudian mengalami peningkatan tetapi tidak signifikan. Pada penelitian ini, rata- rata panjang daun jarak pagar pada 0, 2, 6, dan 10 MSP masing-masing adalah 9.56 cm, 9.33 cm, 10.68 cm, dan 13.46 cm. Berdasarkan rata-rata panjang daun jarak pagar terlihat bahwa peningkatan panjang daun jarak pagar terlihat signifikan dari 6 MSP sampai 10 MSP. Hal tersebut disebabkan pada penelitian ini dilakukan pemindahan bahan tanam dari pembibitan ke lapangan sehingga

57 tanaman jarak pagar memberikan respon terhadap perbedaan lingkungan di pembibitan dan di lapangan. Respon tanaman jarak pagar terhadap perubahan lingkungan terlihat pada penurunan rata-rata panjang daun pada 0 – 2 MSP. Rata- rata panjang daun pada 0 MSP adalah 9.56 cm sedangkan rata-rata panjang daun pada 2 MSP adalah 9.33 cm. Menurut Wijayanti dalam Nurjanah (2008), tanaman yang ternaungi akan memiliki daun yang lebih lebar jika dibandingkan dengan

Dokumen terkait