BAB II PENGATURAN AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT
B. Sutbsansi Akta Notaris Yang Dibuat Dihadapannya
2. Akta Notaris sebagai akta otentik
Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, yang disebut dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa dan dimana tempat akta itu dibuat.
Berdasarkan pernyataan diatas, suatu akta dapat disebut sebagai akta otentik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Akta itu harus dibuat “oleh” atau “di hadapan” seorang pejabat umum ; b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang ; c. Pejabat umum yang “oleh” atau “di hadapan” siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.
Pasal 1868 KUHPerdata tersebut hanya menerangkan apa yang dinamakan
“akta otentik” akan tetapi tidak menjelaskan siapa yang dimakusd dengan “pejabat umum” itu, juga tidak menjelaskan tempat dimana ia berwenang demikian, sampai dimana batas-batas wewenangnya dan bagaimana bentuk menurut hukum yang dimaksud.
Pasal 1 peraturan jabatan notaris Indonesia (Undang-Undang No. 30 tahun 2004) menyebut bahwa "Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian
dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan member grosee, salinan dan kutipan semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum juga tidak ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain."
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa yang diatur dalam Pasal 1 peraturan jabatan notaris tersebut adalah merupakan suatu peraturan pelaksanaan dari Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga yang disebut dengan “pejabat umum” adalah notaris. Wewenang Notaris adalah regel (bersifat umum), yaitu membuat akta otentik mengenai segala peraturan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Mengenai akta notaris, maka dalam hal ini terdapat dua golongan akta, yaitu :
a. Akta pejabat atau akta relass (ambtelijk akten)
Yaitu suatu akta yang mengurai secara otentik mengenai suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri dalam menjalankan tugasnya sebagai notaris.
Akta yang dibuat demikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris sebagai pejabat umum. Yang termaksud dalam akta ini antara lain adalah berita acara rapat pemenang saham dalam perseroan terbatas dan akta pencatatan harta peninggalan.
b. Akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan
“akta partij”
Yaitu akta yang berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan notaris, artinya segala sesuatu yang terangkan atau yang diceritakan oleh pihak lain yang sengaja datang kepada notaris yang sedang menjalankan jabatannya itu, dituangkan dalam suatu akta otentik. Yang termasuk dalam golongan ini adalah akta jual beli, akta perdamaian di luar pengadilan, akta sewa menyewa dan akta wasiat.
Akta otentik merupakan suatu alat bukti yang cukup, dan bila sudah ada akta otentik maka tidak perlu ditambahkan pembuktian lagi.Bukti yang cukup ini tersebut juga pembuktian sempurna, ini berarti bahwa segala yang menjadi isi akta tersebut harus dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti perlawanan yang megikat.
Notaris juga dapat memberikan bantuan dengan cuma-cuma kepada orang yang dapat menunjukkan bukti tentang ketidak mampuannya menurut tata cara yang disebut dalam pasal 875 KUPerdata yaitu seseorang yang dinyatakan tidak mampu dan adanya surat perintah dari hakim pengadilan kepada notaris untuk membuat akta dengan cuma-cuman atau setengah tarif dan akta tersebut original atau asli, dimana adanya terdapat pemberian grossed an salinan dari akta itu sendiri dan berlaku.
Pemberian cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu juga tidak terutang bea materai dan kutipan akta yang diberikan berdasarkan 8 Peraturan Jabatan Notaris.
Adapun pengertian saksi pada pembuatan akta notaris ialah seseorang yang memberikan sesaksian baik secara lisan maupun tulisan yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri, baik berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.
Jadi saksi adalah orang ketiga, dalam Peraturan Jabatan Notaris mengatakan saksi adalah saksi harus hadir pada pembuatan akta, sedang dengan pembuatan akta dalam hal ini diartikan pembacaan dan penandatangan akta, hal ini untuk mendukung terpenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.
Syarat-syarat yang ditentukan oleh pasal 22 tentang para saksi tersebut adalah : 1. Para saksi harus dikenali oleh notaris atau identitas dan wewenang mereka
harus dinyatakan kepada notaris oleh seorang atau lebih dari pada penghadap, dengan kewajiban bagi notaris untuk memberitahukan hal itu dalam akta yang bersangkutan;
2. Para saksi harus cakap menurut ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata untuk memberikan di bawah sumpah kesaksian di muka pengadilan;
3. Para saksi harus mengerti bahasa, dalam akta itu dibuat;
4. Para saksi harus dapat menulis tanda tangan mereka.
Arti dari "dikenal" ialah orang-orang yang tercantum dalam akta itu benar-benar adalah sama dengan orang-orang yang bertindak sebagai saksi-saksi pada pembuatan akta itu harus sama dengan saksi di muka pengadilan.
Dalam pasal 23 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan "dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUPerdata, maka tidak boleh diambil
sebagai saksi keluarga sedarah dan keluarga semenda, baik dari notaris maupun dari para penghadap sampai dengan derajat ketiga, demikian juga pembantu rumah tangga dari notaris."
Demikian juga halnya dilarang untuk mencantumkan suatu gambar dalam akta, yakni di tengah-tengah isi dari akta itu. Hal ini di dasarkan pada pasal 26 Peraturan Jabatan Notaris, dimana dikatakan bahwa akta harus ditulis dengan dapat dibaca, dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus, tanpa ruang-ruang atau sela-sela kosong, sedang ruang-ruangan-ruang-ruangan yang terpaksa tidak ditulis dalam badan akta harus digaris dengan jelas dengan tinda, agar tidak dapat dipergunakan lagi. Pemakaian atau penempelan meterai jelas dimana diletakkan dan ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan dan diletakkan pada minuta akta.
Dalam akta notaris dilarangnya kependekan-kependekatan perkataan, hal tersebut membuat akta tidak jelas isinya dan tanda tanda seperti nama huruf kecil dan tanda kurung. Notaris harus membacakan akta tanpa diwakilkan dalam membaca keseluruhan sebelum di tanda tangani, terdapat pada penjelasan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris yaitu pembacaan akta dihadapan penghadap dan para saksi, baik itu akta (partij akten) maupun akta pejabat (ambtelijke akten).
Pembacaan ini merupakan bagian dari dinamakan "verlijden" (pembacaan dan penandatangan) dari akta. Dalam pembuatan kutipan akta kepala dan penutup akta harus juga memuat hal yang sama antar akta original dan salinan, termasuk semua tanda tangan dan pemberitahuan mengenai semua orang, jabatan kedudukan yang ikut bertindak dalam akta.
Notaris dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat bertanya di bidang hukum perdata dan diyakini oleh penanya bahwa dirinya akan mendapat jawaban atau nasehat yang dapat di percaya.
Fungsi notaris sebagai pemberi informasi dan nasehat kepada masyarat secara umum menjadi tugas dari jabatan notaris. Notaris dipercaya karena segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan oleh notaris adalah benar, dan notaris adalah pembuat dokumen-dokumen dalam proses hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 16 ayah (1) huruf d undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris memberikan pengertian tentang kedudukan notaris, bahwa tugas pokok dari notaris adalah membuat akta otentik, sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi karena juga dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan.
Wewenang notaris, secara umum digariskan dalam bab III Pasal 15 undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris. Dalam ayat (1) berbunyi "Notaris berwenang membuat membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan groose, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang perbuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang."
Suatu akta otentik memiliki kekuatan hukum. “Kekuatan hukum akta otentik tersebut terletak pada.”21
1. Akta otentik dibuat dihadapan seorang pejabat umum Negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa seorang pejabat umum Negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta.
2. Akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh Negara melalui Notaris.
Mengenai unsur-unsur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta otentik dapat dilihat dalam ketentuan Pasal1868 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut :22
1. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang.
artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh undang-undang maka salah satu unsur akta otentik itu tidak dipenuhi dan jika terpenuhi unsur dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta otentik.
2. Akta itu dibuat oleh door atau dihadapkan ten overstaan (seorang pejabat umum)
3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat.
Menurut Komar Andasasmita mengatakan bahwa supaya akta memiliki kekuatan hukum tidak boleh dibuat oleh pejabat yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu dan tempat itu.23
21 Ira Koesoemawati, Yunirman Rijai, Notaris, Jakarta, Raih Asa Sukses, 2009, hal.85
22Sjaifurrachman, Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Bandung, Mandar Maju, 2011, hal. 107
23 Komar Andasasmita, Notaris dengan Sejarah, Peraturan, Sejarah, Tugas kewajiban, Rahasia Jabatannya, Sumur, Bandung, 1981, hal.97
Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan atau autiohority yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Ateng syafrudin seorang sarjana hukum mengemukakan pengertian wewenang, bahwa :
“Ada perbedaan atara pengertian kewenangan dan wewenang.Kita harus membedakan antara kewenangan dengan wewenang. Kewenangan adalah apa yang disebut kewenangan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan.
Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden)."
Wewenang merupakan lingkup tidak hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meluputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestur), tetapi meliputi wewenang membuat keputusan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.