SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum
OLEH :
ELLYSNA PUTRI SIREGAR NIM : 150200125
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM KEPERDATAAN
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji hanya bagi Allah SWT. Tuhan yang menguasai segala ilmu pengetahuan dan memberikan kepada siapa saja yang dikehendaki-nya.Tidak ada sebab utama selesainya penulis skripsi ini, kecuali karena Ridha Allah SWT semata. Shalawat dan salam sampaikan kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW yang menjadi Teladan bagi Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul KEDUDUKAN HUKUM AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN (Studi Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor 305/PDT/2015/PT-MDN).
Dalam penulisan skripsi ini penulis telah berusaha dengan segala upaya agar penulis ini dapat menyelesaikan dalam susunan yang sempurna. Penulis sangat bersyukur karena tidak sendiri dalam proses penyelesaian skripsi ini.
Skripsi ini diselesaikan berkat bimbingan, bantuan dan dukungan banyak orang.Karenanya tidak pantas jika penulis tidak memberikan ucapan terima kasih kepada kesempatan ini.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.M.Hum selakuRektor Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan Fasilitas yang diberikan dam menyelesaikan pendidkan di fakultas Hukum Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. OK. Saidin, SH. M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH. M.Hum. selaku Wakil dekan II Fakultas Hukum Sumatera Utara.
4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH. M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
5. Ibu Dr. Rosnidar Sembiring, SH. M.Hum. selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Sumatera Utara.
6. Bapak Samsyul Rizal SH. M.Hum selaku sekretaris Departemen Hukum keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Prof. Dr. H. Hasim Purba, SH. M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I penulis yang telah berkenan menuangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan, serta berbagi ilmu kepada penulis.
8. Ibu Dr. Marianne Ketaren, SH. MKn. Selaku Dosen pembimbing II saya yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.
9. Bapak Armansyah SH. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan arahan kepada penulis dan bimbingan Selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
10. Semua Dosen dan Staf Pengajar yang telah mengajar dan membimbing serta memberikan Ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkulihan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
11. Kepada Kedua Orang Tua Penulis yang tercinta.Ibunda Hotnida Wati Daulay dan Ayahanda Sahrizal Siregar yang telah membesarkan Penulis
dan terus memberikan dukungan serta Inspirasi dan Motivasi terbesar untuk Penulis. Terima kasih telah mendoakan, bersabar, perhatian, dukungan yang sangat berarti bagi penulis.
12. Kepada Abang Penulis Andryco Wahab Siregar yang terus mendukung dan memberikan semangat untuk penulis skripsi ini.
13. Kepada Kakak penulis Yana Fitriah yang selalu menemani penulis menyusun dan memberikan motivasi untuk menyusun skripsi ini.
14. Kepada Adik Penulis Andriny Lestari yang selalu menghibur penulis dan memberikan motivasi kepada penulis.
15. Teman saya Gracia Eiler teman seperjuangan saya yang telah memberikan waktunya untuk berbagi suka maupun duka serta memberikan dukungan, kritik, saran dan motivasi kepada penulis.
16. Seluruh pihak yang telah membantu baik selama perkuliahan maupun penulisan skripsi yang tidak dapat penulis sebut kan satu persatu. Semoga skripsi ini bermamfaat bagi para pembaca.
Medan, 2019
Ellysna Putri Siregar
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
ABSTRAK ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penulisan ... 4
D. Manfaat Penulisan ... 5
E. Keaslian Penulis ... 5
F. Metode Penelitian ... 5
G. Sistematika Penulisan ... 9
BAB II PENGATURAN AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS ... 11
A. Pengaturan Umum Mengenai Notaris ... 11
1. Pengertian Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Negara ... 11
2. Peraturan-Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia ... 14
B. Sutbsansi Akta Notaris Yang Dibuat Dihadapannya ... 23
1. Pengertian Akta Notaris ... 23
2. Akta Notaris sebagai akta otentik... 28
C. Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dipersidangan Pengadilan ... 35
BAB III KEKUATAN HUKUM MENGIKAT AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS ... 43
A. Kekuatan Hukum Perjanjian Perdamaian Yang dibuat Dalam Akta Notaris ... 43
B. Tanggung Jawab Notaris Atas Akta Perdamaian yang dibuatnya ... 54
BAB IV KEDUDUKAN AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS DIKAITKAN DENGAN STUDI PUTUSAN PENADILAN TINGGI NOMOR 305/PDT/2015/PT.MDN ... 63
A. Kedudukan Akta Perdamaian Notaris menjadi dasar Pertimbangan Hakim Untuk Memutus Perkara ... 63
B. Analisis Putusan Yang Dikeluarkan Pengadilan Tinggi Medan Dalam Kedudukan Akta Perdamaian Notaris
Nomor : 305/PDT/2015/PT.MDN... 68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 79
A. Kesimpulan ... 79
B. Saran ... 80 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ABSTRAK ELLYSNA PUTRI*
HASIM PURBA**
MARIANNE MAGDA KETAREN***
Penelitian ini membahas mengenai Akta Perdamaian di luar Pengadilan dan Pelaksanaanya. Permasalahan dalam penelitian ini membahas tentang, Bagaimana kewenangan Notaris dalam membuat akta perdamaian, Bagaimana akat perdamaian yang dibuat di hadapan notaris dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang bersengketa, serta bagaimana kedudukan hukum akta perdamaian yang dibuat di hadapan Notaris terhadap putusan pengadilan. Kehadiran notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membuktikan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan dan perbuatan hukum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui akta perdamaian yang dibuat di hadapan notaris dapat mengakomodir kepentingan-kepentingan para pihak yang bersengketa, serta kedudukan hukum akta perdamaian yang di buat di hadapan notaris terhadap Putusan Pengadilan.
Kajian ini dilakukan dengan Penelitian hukum normatif melalui studi Kepustakaan. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif dengan data analisis secara induktif. Hasil penelitian menunjukkan dalam proses penyelesaian sengketa dengan akta perdamaian merupakan alat bukti tertulis, terkuat dan terpenuh dan memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian sengketa secara cepat dan murah. bertujuan menggambarkan secara menyeluruh mengenai permasalahan yang muncul, mengkaji dan merumuskan fakta-fakta hukum secara sistematis, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Perdamaian diluar Pengadilan dengan menggunakan akta notaris, sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 305/PDT/2015/PT-MDN.
Kesimpulan dari skripsi ini, bahwa Notaris berwenang dalam membuat akta otentik.Akta perdamaian yang dibuat di hadapan Notaris memiliki kedudukan hukum yang sah terhadap putusan pengadilan dan sebagai alat bukti lengkap.Akta perdamaian Notaris memiliki kekuatan eksekutorial dengan adanya penetapan yang dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri berisi eksekusi agar akta perdamaian dapat dilaksanakan serta jaminan kepastian hukum dalam penyelesaian sengketanya yang tertuang dalam akta perdamaian.
Kata Kunci : Akta perdamaian, Notaris, Putusan Pengadilan
*Mahasiswa Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Perdata
**Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Keperdataan
***Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum USU Departemen Hukum Keperdataan
A. Latar Belakang
Tidak dapat dipungkiri bahwa realitanya kasus-kasus dan sengketa perdata yang digelar di pengadilan memakan waktu, biaya, tenaga dan pikiran, tidak cukup ini terkadang sangat melelahkan secara fisik maupun psikhis, meskipun dalam teorinya bahwa dalam penyelesaian sengketa melalui proses litigasi dimuka pengadilan, berasaskan sederhana, cepat dan biaya ringan. 1 Tetapi pada kenyataanya sekarang ini proses litigasi atau proses berperkara di pengadilan masih dirasakan sangat merugikan bagi para pihak yang berperkara sehingga asas tersebut masih dirasakan sebagai slogan belaka.
Sebagaimana juga yang di maksud dalam Pasal 1851-1864 Kitab Undang- undang hukum perdata yakni "kesepakatan para pihak untuk mengakhiri sengketa di luar pengadilan. Kesepatan yang terjadi harus tertulis dan di daftarkan di pengadilan negeri dimana hasil perdamaian tersebut bersifat final dan mengikat kedua belah pihak yang bersangkutan", karena sebagai kelemahan yang melekat pada badan peradilan dan penyelesaian sengketa, maka di cari cara lain atau upaya penyelesaian suatu kasus hukum dapat dilakukan diluar pengadilan. Karena pada dasarnya dalam suatu proses persidangan perkara perdata, hal pertama yang dilakukan oleh majelis hakim adalah mendamaikan kedua belah pihak yang berperkara. Upaya tersebut dilakukan oleh hakim sesuai dengan isi surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia No 1 Tahun 2000 antara lain berbunyi
"Hakim yang ditunjuk dapat sebagai fasilitator yang membantu para pihak baik
1Undang No.4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, LN No.8
dari segi waktu, tempat dan pengumpulan data serta argumentasi para pihak dalam rangka kearah perdamaian. Pada tahap selanjutnya apabila di kehendaki para pihak yang berperkara, hakim atau pihak yang ditunjuk dapat bertindak sebagai mediator yang akan mempertemukan para pihak yang bersengketa, dan berdasarkan informasi yang di peroleh serta keinginan masing-masing pihak dalam rangka perdamaian, mencoba menyusun proposal perdamian yang kemudian di konsultasikan dengan para pihak untuk memperoleh hasil yang saling menguntungkan."
Berdasarkan kesepakatan perdamaian tersebut bertujuan untuk mencegah munculnya kembali sengketa yang sama di kemudian hari. Sengketa adalah adanya ketidak serasian antara pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang mengadakan hubungan karena hak salah satu pihak terganggu (dilanggar).2 Untuk memenuhi hal tersebut di atas proses perdamaian di luar pengadilan dapat dilaksanakan dengan membuat akta perdamaian. Akta Perdamaian ini berupa akta di bawah tangan maupun akta otentik yang dibuat oleh seorang notaris. Dalam kaitanya dengan konsekuensi hukum atas perdamaian, Pasal 1858 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata menyatakan bahwa "segala Perdamaian mempunyai diantara para pihak suatu kekuatan seperti putusan hakim dalam tingkat penghabisan." Tidaklah dapat perdamaian itu di bantah dengan alasan kekhilafan mengenai hukum dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.
Kehadiran Notaris dikehendaki oleh aturan hukum dengan maksud untuk membantu dan melayani masyarakat yang membuktikan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan dan perbuatan hukum. Dengan dasar seperti ini
2 Soerjono Sorkanto, Mengenal Antropologi Hukum, Bandung, Alumni, 1985., hal.29
mereka yang diangkat sebagai notaris harus mempunyai semangat untuk melayani masyarakat dan atas pelayanan tersebut, masyarakat yang merasa telah dilayani oleh notaris sesuai dengan tugas jabatannya, dapat memberikan honorarium kepada notaris. Oleh karena itu notaris tidak berarti apa-apa jika masyarakat tidak membutuhkannya.3
Menurut Habib Adjie, khusus berkaitan dengan Openbere Ambtenaren yang diterjemahkan sebagai pejabat umum diartikan sebagai pejabat yang diserahi untukmembuat akta otentik yang melayani kepentingan publik, dan kualifikasi itu diberikan kepada Notaris.4
Menurut pasal 1 undang-undang notaris, notaris adalah pegawai umum yang harus mengetahui seluruh perundang-undangan yang berlaku, yang dipanggil dan di angkat untuk membuat akta-akta dan kontrak-kontrak, dengan maksud untuk memberikan kepadanya kekuatan dan pengesahan dan memastikan tanggalnya, menyimpan asli dan mengeluarkan grosseakta, demikian juga salinan yang sah dan benar.5
Wewenang notaris, secara umum digariskan dalam Bab III pasal 15 undang-undang No 30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris. Dalam ayat (1) berbunyi "Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan grosse, salinan atau kutipan akta, semuanya itu sepanjang perbuatan akta itu tidak juga
3Honorarium diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
4 Abib Adjie, Sanksi Perdata dan Adminitratif Terhadap Notaris Sebagai Pejabat Publik, cet2, (Bandung : Refika Aditama, 2009), hal.27
5.H.S. Lumban Tobing, Peraturan jabatan Notaris, hal.26
ditugaskan atau di kecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-undang."
Akta Otentik sebagai alat bukti kuat, mempunyai peran penting dalam setiap hubungan hukum dalam kehidupan masyarakat. Akta otentik makin meningkat sejalan dengan perkembangan tuntunan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan. Melalui akta otentik dapat ditentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin kepastian hukum dan sekaligus diharapkan dapat menghindari sengketa.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan hal yang telah diuraikan diatas maka timbul permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana Pengaturan Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris.
2. Bagaimana Kekuatan Hukum Mengikat Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris.
3. Bagaimana Kedudukan Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris dikaitkan dengan Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 305/PDT/2015/PT.MDN.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pengaturan Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris
2. Untuk mengetahui Kekuatan Hukum Mengikat Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris.
3. Untuk mengetahui Kedudukan Akta Perdamaian Yang dibuat Dihadapan Notaris dikaitkan dengan Studi Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 305/PDT/2015/PT.MDN.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar terhadap permasalahan yang timbul atau dihadapi dalam bidang kenotariatan, khususnya dalam membuat akta perdamaian di luar pengadilan dan pelaksanaannya juga sebagai bahan acuan bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
a. Manfaat teori
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan secara akademis dalam memberikan gambaran terhadap perkembangan mengenai ilmu hukum bidang kenotariatan khusunya Kedudukan Hukum Akta Perdamaian yang dibuat Dihadapan Notaris Terhadap Putusan Pengadilan.
b. Manfaat praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan dalam ilmu Pengetahuan bagi kalangan praktisi hukum dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan Kedudukan Akta Perdamaian yang dibuat Notaris terhadap Putusan Pengadilan.
E. Keaslian Penulis
Berdasarkan hasil penelusuran yang telah dilakukan sebelumnya pada Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Medan, penelitian tentang “Kedudukan Hukum Akta Perdamaian yang dibuat Dihadapan Notaris Terhadap Putusan Pengadilan”.Merupakan hal yang baru, belum pernah dibahas mahasiswa/i lain di Fakultas Hukum Sumatera Utara sehingga skripsi ini dapat
dipertanggung jawabkan keasliannya dan walaupun ada lokasi berbeda maka keaslian penelitian ini dapat di pertanggung jawabkan secara akademik.Dan juga terbuka untuk kritik-kritik yang sifatnya membangun sehubungan dengan topik dan permasalahan dalam penelitian ini.
Penyusun penulisan skripsi ini merupakan karya asli yang berasal dari pemikiran penulis dan tidak meniru kepunyaan orang lain.
F. Metode Penulisan
Suatu metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.6 Dalam upaya pengumpulan data yang diperlukan, maka penulis menerapkan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif analisis yang bertujuan menggambarkan secara menyeluruh mengenai permasalahan yang muncul, mengkaji dan merumuskan fakta-fakta hukum secara sistematis, untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan perdamaian diluar Pengadilan dengan menggunakan akta notaris, sehingga mampu menjawab permasalahan yang berkaitan dengan Analisis Yuridis Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 305/PDT/2015/PT-MDN.
Penelitian ini juga merupakan penelitian perpustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau yang ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum lainnya,7 Penelitian hukum ini juga termasuk bersifat normatif, yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem
6 Soerjono Soekanto, Ringkasan Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Op. Cit, Hal.106
7 Bambang Waluyo, Metode penelitian Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 1996, Hal.13
norma. Sistem norma yang di maksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta dokrin (ajaran).8 2. Sumber Data
Data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data sekunder yang didukung oleh primer dan data tersier. Data sekunder mencakup data utama dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan dan sebagainya yaitu berupa undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan objek penelitian.
Data Primer mencakup data pelengkap berupa peraturan perundang- undangan yang mempunyai kekuatan hukum mengikat dan dapat menjadi acuan dan pertimbangan hukum yang berguna dalam melakukan pengkajian mengenai penerapan kaidah hukum dalam peraturan perundangan, terutama mengatur wewenang pejabat umum dapat pembuatan akta perdamaian. Contoh data primer Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa diluar Pengadilan, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dan peraturan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
Bahan hukum Tersier yaitu memberikan pentunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus hukum, kamus besar bahasa Indonesia, bahan kuliah, internet yang berkaitan dengan penelitian ini.
8 Dr. Mukti Fajar ND, Yulianto Acmad, MH, Dualisme Penulisan Hukum Normatif
&Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010), hal.34
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data akan dilakukan melalui : 1. Penelitian Kepustakaan
Karena penelitian ini yuridis normatif, maka secara pengumpulan datanya pertama-tama akan dilakukan dengan studi kepustakaan, yakni dengan membaca dan mengkaji bahan-bahan kepustakaan. Penelitian kepustakaan adalah dilakukannya untuk memperoleh atau mencari konsepsi-konsepsi teori-teori atau dokrin-dokrin yang berkaitan dengan permasalahan penelitian studi kepustakaan meliputi bahan hukum tersier.9
2. Penelitian Putusan Pengadilan
Untuk mengunjang kelengkapan data, maka dilakukan pengambilan data dengan praktisi hukum dalam hal ini mengambil putusan pengadilan dan contoh akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris.
4. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.10
Metode analisis data pada penelitian ini akan dilakukan secara kualitatif, yaitu dari data yang diperoleh kemudian disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang dibahas. Dan setelah dilakukan penelitian di lapangan, mengurutkannya dan menghubungkannya dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Setelah analisis data selesai, maka akan disajikan dalam bentuk laporan.
9 Ibid, hal.7
10 Lexy J. Maleong, Metologi Penelitian Kualitatif, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya 2001, Hal 103
G. Sistematika Penelitian
Suatu gambaran dari isi skripsi ini, di sini dapatlah dikemukakan sistematika penulisan dari skripsi ini yang meliputi :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan penulisan, Mamfaat Penulisan, Keaslian Penulisan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : PENGATURAN AKTA NOTARIS YANG DIBUAT DIHADAPANNYA
Pada bab ini akan membahas tentang pengaturan umum mengenai notaris yaitu pengertian Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Negara, peraturan-peraturan jabatan notaris di Indonesia dan substansi akta perdamaian yang dibuat dihadapan notaris dan Kekuatan Akta Notaris Sebagai Alat Bukti Dipersidangan Pengadilan.
BAB III : KEKUATAN HUKUM MENGIKAT AKTA PERDAMAIAN
YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS
Pada bab ini akan membahas kekuatan hukum perjanjian perdamaian yang dibuat dalam akta notaris dan tanggung jawab notaris atas akta perdamaian yang dibuatnya.
BAB IV : KEDUDUKAN AKTA PERDAMAIAN YANG DIBUAT DIHADAPAN NOTARIS DIKAITKAN DENGAN STUDI PUTUSAN NOMOR 305/PDT/2015/PT-MDN.
Hal ini membahas tentang akta perdamaian notaris dapat menjadi dasar pertimbangan hakim untuk memutus perkara dan analisis putusan yang dikeluarkan Pengadilan tinggi medan nomor 305/PDT/2015/PT-MDN
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas tentang penutup penulisan yaitu kesimpulan dari saran penelitian yang dibuat oleh penulis.
NOTARIS A. Pengaturan Umum Mengenai Notaris
1. Pengertian Kedudukan Notaris Sebagai Pejabat Umum Negara
Menurut pengertian pada pasal 1 undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatakan "Notaris adalah pejabatn umum yang berwenang membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini." Pada jaman romawi kuno, notaris awalnya dikenal sebagai penulis umum atau publieke schrijvers dengan berbagai sebutan, antara lain “notarius”(seperti seseorang setnograf). “tabularius” (berasal dari kata tabula,papan dimana penulis itu mencatat) dan “tabellio” atau “tabelliones”.11
Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berweang untuk membuat akta otentik mengenai sumua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau boleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosee, salinan dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan untuk dikeculikan kepada pejabat atau orang lain.
Notaris adalah pejabat umum maksudnya adalah seorang yang diangkat, diberi wewenang dan kewajiban oleh negara untuk melayani publik dalam hal tertentu.Notaris merupakan pejabat publik yang menjalanakan profesi dalam
11 Komar Andasasmita, Notaris I,(a): (Bandung : Sumur 1984), hal.10
pelayanan hukum kepada masyarakat, guna memberi perlindungan dan jaminan hukum demi tercapainya kepastian hukum dalam masyarakat.
Pejabat umum adalah orang yang menjalankan sebagaimana fungsi publik negara, yang khusus nya di bidang perdata.Bahwa untuk membuat akta otentik, seseorang harus mempunyai kedudukan sebagai “pejabat umum”. Jadi dalam pengertian-pengertian notaris di atas ada hal penting yang tersirat, yaitu ketentuan dalam permulaan pasal tersebut, bahwa notaris adalah pejabat umum dimana kewenangannya atau kewajibannya yang utama ialah membuat akta-akta otentik, jadi notaris merupakan pejabat umum sebagimana yang di maksud dalam pasal 1868 KUPerdata.
Notaris adalah sebuah profesi untuk seseorang yang telah mendapatkan pendidikan hukum yang dilisensi oleh pemerintah untuk melakukan hal-hal hukum, khususnya berbagai saksi penandatanganan dokumen.Bentuk profesi notaris berbeda-beda bergantung pada sistem hukum. Istilah notaris diambil dari nama pengabdinya, notarius, yang kemudian menjadi istilah bagi golongan orang penulis cepat atau stenographer. Notaris adalah salah satu cabang dari profesi hukum yang tertua di dunia.
Jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga eksekutif, legislatif ataupun yudikatif. Notaris diharapkan memiliki posisi netral, sehingga apabila ditempatkan di salah satu dari ketiga badan negara tersebut maka notaris tidak lagi di anggap netral.Dengan posisi netral tersebut, notaris diharapkan untuk memberikan pelayanan hukum untuk dan atas tindakan hukum yang dilakukan notaris atas permintaan kliennya. Dalam melakukan tindakan hukum untuk
kliennya notaris juga tidak boleh memihak kliennya, karena tugas notaris ialah untuk mencegah terjadinya masalah.
Jenis notaris yang ada di Indonesia ialah Notaris Civil Law yaitu lembaga notariat berasal dari Italia utara juga dianut oleh Indonesia.Ciri-cirinya adalah diangkat oleh pejabat yang berwenang atau pejabat pemerintah yang berwenang, tujuannya untuk melayani kepentingan masyarakat umum dan mendapatkan honorarium dari masyarakat umum.
Notaris pertama adalah Sekretaris dariCollege van Schenpenen di Jakarta pada tanggal 27 Agustus 1620, Selanjutnya berturut-turut di angkat notaris lainnya, yang kebanyakan adalah keturunan Belanda atau Timur Asing lainnya.Pada tanggal 26 Januari 1860, diterbitkan Peraturan Jabatan Notaris Reglementyang selanjutnya dikenal sebagai Peraturan Jabatan Notaris.Ketentuan
ini bisa dibilang adalah copian dari Notariswet yang berlaku di Belanda.
Peraturan jabatan notaris terdiri dari 66 pasal. Peraturan jabatan notaris ini masih berlaku sampai dengan diundangkannya undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.Selanjutnya pada tahun 1954, diadakannya kursus- kursus independen di Universitas Indonesia.Dilanjutkan dengan kursus notariat dengan menempel di fakultas hukum, sampai tahun 1970 diadakan program studi yang diajarkan keterampilan (membuat perjanjian, kontrak dan lain-lain) yang memberikan gelar sarjana hukum pada lulusannya.
Pada tahun 2000, dikeluarkannya sebuah peraturan pemerintah nomor 60 yang memperbolehkan penyelenggaraan spesialis notariat.Peraturan Pemerintah ini mengubah program studi spesialis notaris menjadi program magister yang bersifat keilmuan, dengan gelar akhir magister kenotariatan.
2. Peraturan-Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia
Sejarah notaris di Indonesia ditandai dengan di adakannya pendidikan notaris yang merupakan pendidikan "pasca sarjana" pada Universitas Indonesia, yang kemudian disusul pada Universitas Pajajaran, Universitas Gajah Mada dan , terakhir Universitas Sumatera Utara, walaupun berasal dari Negeri Belanda yang sudah lebih lama lembaga Kenotariatan. Pendidikan kenotariatan ini mengalami ujian bagian I dan II yang di praktekkan dalam Fakultas Hukum universitas negeri atau yang di samakan dengan itu.
Peraturan jabatan notaris di Indonesia berlaku pada tanggal 1 Juli 1860 dan notaris merupakan bukan pegawai negeri dikarenakan notaris yang merupakan bagian dari suatu korps pegawai yang tersusun dengan hubungan kerja yang hirarki, yang digaji oleh pemerintah.
Notaris memperoleh kekuasaannya itu langsung dari kekuasaan eksekutif, artinya notaris melakukan sebagian dari kekuasaan eksekitif.Dahulu ada pendapat yang mengatakan, bahwa notaris memperoleh kekuasaannya itu dari badan pengadilan, oleh karena itu notaris termasuk dalam pengawasan badan-badan pengadilan.
Berikut adalah beberapa peraturan yang ada di Indonesia mengenai Jabatan notaris :
1. Reglement ophet Notarismbat In Neterlandsch Indie (Peraturan jabatan Notaris) Peraturan perundang-undangan yang pertama kali menjadi dasar ketentuan bagi notaris di Indonesia adalah Reglement op het Notaris. Ambt In Neterlandsch indie, yang di singkat dengan notaris reglement, dan oleh para ahli hukum di Indonesia di terjemahkan menjadi peraturan jabatan notaris
(PJN). Peraturan ini terdiri dari 66 pasal dan lima (5) bab. Dikeluarkan pada tanggal 26 februari tahun 1860 dan dimulai berlaku di seluruh Indonesia pada tanggal 1 juni 1860.12
Dalam ketentuan menimbang ( konsiderans ) dari ordonantei itu dikatakan
"Bahwa Gubernur Jenderal mempertimbangkan perlunya untuk menyesuaikan peraturan tentang pelaksanaan jabatan notaris di Neterlands Indei dengan perundang-undangan yang berlaku, dan menganggap perlu untuk sejauh mungkin menyesuaikan dangan peraturan-peraturan di Neterland tentang hal itu."13
Makna dalam konsideran peraturan jabatan notaris ini adalah gambaran bahwa aturan hukum yang di anut oleh peraturan ini, masih masih mengikuti ketentuan dalam De Notaris We in Neterland, staatsblad Tahun 1842 No. 20 yang merupakan peraturan notaris belanda 29 Buyn, Directeur van Justitie (Sekarang Kementerian Hukum dan HAM) menulis, sebagai berikut : “Adalah suatu hal yang mengerikan, bahwa reglament itu penuh dengan peraturan- peraturan hukuman. Demikian itu lebih merupakan peraturan disiplin yang ketat untuk suatu batalion yang bertugas melaksanakan hukuman dari pada suatu peraturan yang dimaksud untuk menjelaskan dan menetapkan tugas dari pejabat-pejabat umum, dimana kepentingan umum dari Negara menghendaki bahwa kewibawaan dan sifat yang unggul dari pejabat-pejabat itu sedapat mungkin di pertahankan dan mendapat tempat yang terhormat dan penting diantara pejabat-pejabat Negara.14
12Ibid, hal. 13
13Komar Andasasmita, op. Cit., hal.29
14Komar Andasasmita, Op.Cit., hal.30
Artinya, sifat dari peraturan jabatan notaris termasuk dalam hukum publik, karena materi yang diatur di dalamnya termasuk dalam ruang lingkup hukum publik, sehingga ketentuan yang terdapat di dalamnya adalah yang memaksa (dwingend rech) dan bukan hukum yang mengatur.
2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris.
Peraturan perundang-undangan mengenai jabatan notaris sebagimana dikemukakan di atas, mengenai banyak hal yang tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi di Indonesia, sehingga perlu di ubah dengan suatu undang- undang baru, sebagiamana yang di katakan Komar Andasasmita, bahwa
“Rancangan undang-undang, menurut berita, telah disusun pada tahun 1979 oleh Departemen Kehakiman Republik Indonesia.15
Hal tersebut menunjukkan adanya keinginan, bahkan telah di siapkan secara matang, untuk membuat perubahan atas peraturan tentang jabatan notaris yang masih berlaku.Keinginan tersebut akhirnya terwujud setelah tiga puluh tahun lamanya, dimana pemerintah akhirnya menggariskan rencana pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai jabatan notaris dalam program nasional. Pembentukan peraturan perundang-undangan yang termasuk dalam matrik Kebijakan.
Adapun akta-akta yang pembuatannya juga ditugaskan kepada pejabat lain atau oleh undang-undang dikecualikan pembuatannya kepada notaris adalah :
1. akta pengakuan anak diluar kawin (pasal 281 KUHPerdata)
2. berita acara tentang kelalaian pejabat penyimpan hipotek (pasal 1227 KUPerdata)
15 INI (Ikatan Notaris Indonesia) Periode 1979-1977 dalam Konggres ini yang pertama, hal. 150-197
3. berita acara tentang kelalaian penawaran pembayaran tunai dan konsinasi (pasal 1405 dan 1406 KUHPerdata)
4. akta protes wesel dan cek (pasal 143 dan 218 KUHDagang) 5. akta catatan sipil (pasal 4 KUHPerdata)
Dalam hal nya notaris juga harus menolak memberikan bantuan kepada16:
1. Pembuat akta yang isinya menurut kenyataannya bertentangan dengan ketertiban umum atau kesusilaan.Perbuatan yang dimaksud dengan ketertiban umum adalah yang menyangkut langsung kepada keteriban umum, baik peraturan yang bersifat hukum publik maupun bersifat campuran hukum perdata dan hukum publik. Sedangkan yang dimaksud dengan kesusilaan adalah yang mempunyai hubungan moral yang berlaku dalam pergaulan hidup manusia.
2. Pembuatan akta, dimana pembuatan akta ini tidak mempunyai saksi atau saksi yang tidak dikenal oleh notaris atau tidak diperkenalkan kepada notaris(notaris tidak diberi identitas saksi).
Apabila seorang notaris mengabaikan tugas jabatannya, melakukan perbuatan tercela atau yang bertentangan dengan kesusilaan atau tindakan yang bertentangan dengan martabat jabatannya, maka sepanjang terhadap perbuatan- perbuatan itu tidak ada ditetapkan hukuman tertentu dalam notaris, tatapi terdapat hal-hal yang akan di ambil tindakan oleh pemerintah yaitu :
1.Tegoran;
16G.H.S Lumba Tobing, SH, Peraturan jabatan Notaris, Jakarta 1992, hal. 307
2. Tegoran dengan peringatan, bahwa apabila perbuatan-perbuatan yang disebut di atas berulang, untuk mempertimbangkan diajukannya usul untuk pemecatan dari notaris itu;
3. Mengajukan untuk usul pemecatan.
Sebelum memperlakukan salah satu tindakan di atas, notaris yang bersangkutan dipanggil terlebih dahulu untuk mendengarlan keterangannya.
Apabila memutuskan untuk mengadakan tegoran, maka hal ini diberitahukan kepada notaris dengan surat tercatat.
Jika diperhatikan pasal-pasal dalam peraturan jabatan notaris, maka didalamnya ditemukan berbagai rupa tegoran, pemecatan sementara, pemecatan dan pemberhentian. Dari pasal 66 pasal yang terdapat dalam peraturan jabatan notaris 39 pasal memuat ancaman hukuman, di samping banyak ancaman hukuman pengganti biaya, kerugian dan bunga. Adapun ketentuan hukuman itu terdiri dari :
1. 3 tentang hilangnya jabatan (ambtsverbeurte), yakni pasal 6, 12 dan 39;
2. 5 pemecatan (ontzetting), yakni pasal 6j, 7, 48, 50, dan 58;
3. 9 pemecatan sementara (schorsing), yakni pasal 6, 6j, 39, 40, 42, 48, 50, 51 dan 54;
4. 22 denda (boete), yakni pasal 6j, 7, 18, 19, 22, 24, 25, 26, 28, 30, 31, 35, 36a, 38, 39, 40, 41, 42, dan 54.
Hukuman-hukuman tersebut di atas berlaku dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam pasal yang bersangkutan. Dalam hal itu tidak berarti, bahwa dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal lainnya yang tidak memuat ancaman hukuman, notaris tidak akan
dihukum karena pelanggaran itu. Pada hakikatnya seluruh pasal-pasal yang ada di dalam peraturan jabatan notaris mengandung ancaman hukuman, dengan adanya ketentuan dalam pasal 50 peraturan jabatan notaris, yang menyatakan bahwa pengadilan negeri dapat mengambil tindakan, apabila notaris mengabaikan seluruh martabat atau jabatannya.
Notaris yang dipecat berdasarkan pasal 58 peraturan jabatan notaris dikarenakan pelanggaran, dapat diberhentikan dari jabatannya oleh hakim yang berwenang untuk itu, apabila ia sekali lagi dianggap bersalah atas sesuatu pelanggaran yang dapat menyebabkan pemecatannya, yaitu 3(tiga) kali bersalah harus dilakukan pemberhentian.
Program Pembangunan Hukum dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004. Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Jabatan notaris yang telah ditetapkan tersebut mulai dibahas oleh pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sejak September 2003, dan setahun kemudian pada tanggal 14 September 2004 RUU itu disahkan oleh DPR menjadi undang-undang. Rancangan undang-undang tentang jabatan notaris yang telah disahkan itu selanjutnya dikenal sebagai undang-undang republik Indonesia nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris, disahkan dan diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Oktober 2004 dalam lembaran negara republik Indonesia tahun 2004 nomor 117, tambahan lembaran negara republik Indonesia nomor 4432. undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 92 pasal.
Undang-Undang tentang jabatan notaris mengatur secara rinci tentang jabatan umum Notaris, bentu dan sifat akta notaris, minuta akta, grosse akta maupun kutipan akta notaris serta ketentuan tentang pengawasan terhadap
pelaksanaan jabatan notaris. Dapat juga dikatakan, produk hukum yang dicita- citakan sejak dulu ini, merupakan pengakuan akan eksistensi notaris, sebagai pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta otentik.17
Seorang notaris diangkat dan diberhentikan oleh negara. Dalam pasal 19 undang-undang notaris tidak boleh membuka kantor cabang. Artinya kedudukan notaris hanya dapat pada suatu wilayah tersebut hanya boleh mendirikan suatu kantor, artinya jika sudah mendirikan di suatu wilayah tidak boleh didirikan lagi cabangnya.
Karena notaris diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah, jadi kedudukan notaris ialah sebagai pejabat perdata umum. Kedudukannya dengan Hukum Nasional terkait dengan kewenangannya, pasal 15 Undang-Undang notaris mengatakan "Notaris berwenang membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk menyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal, pembuatan akta, menyimpang akta, memberikan grosee, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Jadi kewenangan notaris dalam membuat akta otentik sebagai alat bukti yang digunakan baik dalam perdata maupun pidana inilah kedudukan notaris yakni sebagai pejabat umum Perdata yang membuat akta. Selain itu, penentuan wilayah kerja notaris ditentukan oleh Menkumham atas usul dari Organisasi notaris yang dikontrol oleh negara.
17 Gunardi dan Markus Gunawan, Kitab Undang-Undang Hukum Kenotariatan, Himpunan Peraturan tentang Kenotariatan, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2007, hal.533
Kedudukan notaris sebagai seorang perjabat umum yang berwenang membuat akta otentik telah ditegaskan dalam ketentuan yang tercantum dalam pasal 1 angka 1 UUJN Perubahan. Tidak hanya notaris dalam UUJN dikualifikasikan sebagai pejabat umum akan tetapi sekarang ini Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan Pejabat Lelang. Pemberian kualifikasi tersebut bertolak belakang dengan makna dari pejabat umum itu sendiri, karena seperti PPAT hanya membuat akta-akta tertentu saja yang berkaitan dengan pertanahan dengan jenis akta yang sudah ditentukan, dan pejabat lelang hanya untuk lelang saja.
Kedudukan notaris sebagai fungsionaritas dalam masyarakat dianggap sebagai seorang pejabat tempat memperoleh nasehat yang boleh dihandalkan dan pembuat dokumen yang kuat dalam proses suatu hukum. Sehingga masyarakat membutuhkan seorang (figure) yang ketentuan-ketentuannya dapat diandalkan, dapat dipercaya, dan tanda tangannya serta segala (capnya) memberikan jaminan dan bukti kuat, seorang ahli yang tidak pemihak dan penasehat yang tidak ada cacatnya (belum pernah melakukan tindak pidana), yang tutup mulut, dan membuat suatu perjanjian yang dapat melindunginya di hari yang akan datang.
Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh Negara.
Menempatkan notaris sebagai pejabat merupakan suatu bidang pekerjaan atau tugas yang sengaja dibuat oleh aturan hukum untuk keperluan dan fungsi tertentu (kewenangan tertentu) serta bersifat berkesinambungan sebagai satu lingkungan pekerjaan tetap. Sebagai pejabat umum notaris harus :
1. Berjiwa pancasila;
2. Taat kepada hukum, sumpah jabatan dan Kode etik notaris 3. Berbahasa Indonesia yang baik.
Di dalam Undang-Undnag Jabatan Notaris dilarang untuk menjalankan jabatan diluar daerah jabatannya, membuat akta diluar daerahnya merupakan pelanggaran terhadap ketentuan dalam pasal 9 peraturan jabatan notaris.Akibatnya pembuatan akta diluar derah jabatan, akta yang bersangkutan kehilangan otentisitasnya atau akta yang dibuat tersebut tidak otentik oleh karena itu notaris yang bersangkutan tidak berwenang ditempat, dimana akta itu dibuat, dalam pada itu akta itu masih mempunyai kekuatan akta seperti akta yang dibuat dibawah tangan, apabila akta itu ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan.
Pada pasal 10 peraturan jabatan notaris, notaris tidak dapat merangkap jabatannya dengan jabatan Kepada Daerah I, anggota dari badan-badan Peradilan, Presiden, Anggota atau sekretaris Balai Harta Peninggalan, Pengacara atau pun Jurusita. Larangan tersebut dikarenakan akan mempersulit tugas pengawasan yang dilakukan terhadap para notaris dan selain itu juga dapat mengakibatkan, bahwa notaris yang bersangkutan tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai notaris sebagaimana mestinya dan dapat merugikan masyarakat umum.
Seorang notaris saat menerima jabatannya akan disumpah jabatan, sebab itu suatu bukti tentang diterimanya jabatan itu, akan tetapi pasal 12a mengatakan ketentuan-ketentuan dalam peraturan jabatan notaris berlaku pada notaris pengganti yaitu notaris yang memiliki tanggungjawab yang sama dalam pembuatan akta otentik dengan notaris.
Adapun sumpah notaris terdapat pada pasal 17 Undang-Undang Peraturan Jabatan Notaris yaitu :
"saya bersumpah/berjanji :
1. bahwa saya akan patuh dan setia kepada Negara republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Tentang Jabatan Notaris serta Peraturan Perundang- undangan lainnya.
2. Bahwa saya akan menjalankan jabatan saya dengan amanah, jujur saksama, mandiri dan tidak berpihak.
3. Bahwa saya akan menjaga sikap, tingkah laku saya, dan akan menjalankan kewajiban saya sesuai dengan kode etik, profesi, kehormatan, martabat, dan tanggung jawab saya sebagai notaris.
4. Bahwa saya akan merahasiakan isi akta dan keterangan yang diperoleh dalam pelaksanaan jabatan saya.
5. Bahwa saya untuk dapat diangkat dalam jabatan ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan nama atau dalih apapun tidak pernah dan tidak akan memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun.
Pengucapan ini dilakukan dihadapan kepada Pemerintah dari daerah, dimana kedudukan mereka terletak.akan tetapi Menteri Kehakiman dapat memberikan izin untuk mengucapkan sumpah atau janji ini di hadapan seorang pejabat lainyang ditunjuk atau menggantikan.
B. Sutbsansi Akta Notaris Yang Dibuat Dihadapannya 1. Pengertian Akta Notaris
Istilah akta dalam bahasa Belanda disebut “acte” atau “akta” dan dalam bahasa inggris disebut “act” atau “deed” menurut pendapat umum mempunyai dua arti, yaitu :
1. Perbuatan (handling) atau perbuatan hukum (rechtshandeling),
2. Suatu tulisan yang dibuat untuk dipakai atau untuk digunakan sebagai perbuatan hukum tertentu yaitu berupa tulisan yang ditunjukkan kepada pembuktian tertentu.
Akta adalah surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dan sebagainya) tentang peristiwa hukum yang dibuat menurut peraturannya yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh pejabat resmi. Dengan demikian, maka unsure yang paling penting dari suatu akta ialah kesengajaan untuk menciptakan suatu bukti tertulis dan penandatanganan tulisan itu. Syarat penandatanganan akta tersebut dilihat dari Pasal 1874 KUHPerdata dan Pasal 1 Ordonasi No. 29 Tahun 1867 yang menurut ketentuan-ketentuan tentang pembuktian dari tulisan-tulisan dibawah tangan yang dibuat oleh orang-orang Indonesia atau yang dipersamakan dengan mereka.
Sedangkan Akta Notaris adalah Dokumen resmi yang dikeluarkan oleh notaris menurut KUHPerdata pasal 1870 dan HIR pasal 165 (Rbg 285) yang mempunyai kekuatan hukum pembuktian yang mutlak dan mengikat. Akta notaris merupakan bukti yang sempurna sehingga tidak perlu lagi dibuktikan dengan pembuktian lagi selama ketidak benarannya tidak dapat dibuktikan. Berdasarkan KUHPerdata pasal 1866 dan HIR 165 akta notaris merupakan alat bukti tulisan atau surat pembuktian yang utama sehingga dokumen ini merupakan alat bukti persidangan yang memiliki kedudukan yang sangat penting.18
Menurut R. Soebekti, “Akta adalah suatu tulisan yang memang sengaja dibuat untuk dijadikan bukti tentang suatu peristiwa dan ditandatangani”
Sedangkan Sudikno Martokusumo mengatakan “Akta adalah surat yang diberi
18 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akta_Notaris
tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak, atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian”.
Akta dibedakan atas akta otentik dan akta di bawah tangan. Akta di bawah tangan merupakan suatu kebalikan dari akta otentik, akta tersebut dibuat dengan maksud untuk dijadikan suatu bukti tanpa harus dibuat “oleh” atau “dihadapkan”
pejabat yang berwenang untuk itu. Bentuk dari suatu akta dibawah tangan tidak harus mengikuti ketentuan suatu perundang-undangan, dengan kata lain para pihak dapat nembuat suatu akta di bawah tangan dengan bentuk yang diinginkan oleh mereka sendiri. Surat perjanjian hutang piutang, surat perjanjian sewa menyewa kwintansi, surat perjanjian perdamaian yang dibuat sendiri oleh pihak yang bersangkutan dan tidak diharuskan dibuat dalam bentuk akta otentik, merupakan contoh akta di bawah tangan.
Akta yang dibuat di bawah tangan baru berlaku sah, yakni sebagai yang benar-benar berasal dari orang, terhadap siapaa akta itu dipergunakan, apabila yang menandatangani mengakui kebenaran dari tanda tangannya itu atau apabila itu dengan cara yang sah menurut hukum dapat dianggap sebagai telah diakui oleh yang bersangkutan. Akta di bawah tangan masih dapat di sangkal dan baru mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna apabila diakui oleh kedua belah pihak atau dikuatkan lagi dengan alat-alat bukti lainnya, karena itu akta di bawah tangan merupakan permulaan bukti tertulis (begin van schriftelijk).
Menurut Sudikno Mertokusumo, akta adalah surat yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari pada suatu hak dan perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.19
19 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,(Yogyakarta: Liberty, 1981) hal.110
A. Pitlo, yang dikutip Suharjono mengemukakan bahwa akta adalah suatu surat yang ditandatangani, diperbuat untuk dipakai sebagai bukti, dan untuk dipergunakan oleh orang lain, untuk keperluan siapa surat itu dibuat.
Bagian-bagian dari Akta Notaris : 1. Setiap akta terdiri atas :
a. awal akta atau kepala akta b. badan akta dan
c. akhir atau penutup akta
2. Awal akta atau kepala Akta memuat : a. judul akta
b. nomor akta
c. jam, hari tanggal, bulan, dan tahun
d. nama lengkap dan tempat kedudukan notaris 3. Badan akta memuat :
a. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan, kedudukan, tempat tinggal para penghadap atau orang yang mereka wakili
b. keterangan mengenai kedudukan bertindak menghadap
c. isi akta yang merupakan kehendak dari keinginan dari pihak yang berkepentingan
d. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, serta pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi pengenal
4. Akhir atau penutup akta memuat :
a. uraian tentang pembacaan akta sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) huruf m atau pasal 16 ayat (7)
b. uraian tentang penandatanganan dan tempat penandatanganan atau penerjemah akta jika ada
c. nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, jabatan, kedudukan, dan tempat tinggal dari tiap-tiap saksi akta
d. uraian tentang tidak adanya perubahan yang akan terjadi dalam pembuatan akta atau uraian tentang adanya perubahan yang dapat berupa penambahan, pencoretan, atau penggantian serta jumlah perubahannya.
5. Akta notaris pengganti dan jabatan sementara notaris, selain memuat ketentuan-ketentuan sebagaimana yang diatur pada ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), juga memuat nomor dan tanggal penetapan pengangkatan, serta pejabat yang mengangkatnya.
Akta Notaris mempunyai fungsi diantaranya adalah20 :
1. Akta sebagai fungsi formal yang mempunyai arti bahwa suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat suatu akta. Sebagai contoh perbuatan hukum harus dituangkan dalam bentuk akta sebagai syarat formil yaitu perbuatan hukum yang disebutkan dalam pasal 1767 KHUPerdata mengenai Perjanjian utang piutang. Minimal terhadap perbuatan hukum yang disebutkan dalam pasal 1767 KUHPerdata, disyaratkan adanya akta dibawah tangan.
20 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Akta_Notaris
2. Akta sebagai alat pembuktian dimana dibuatnya akta tersebut oleh para pihak yang terikat dalam suatu perjanjian ditunjukan untuk pembuktian dikemudian hari. Akta Otentik merupakan alat pembuktian yang sempurna bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapatkan hak darinya tentang apa yang dimuat dalam akta tersebut.
2. Akta Notaris sebagai Akta Otentik
Berdasarkan ketentuan Pasal 1868 KUHPerdata, yang disebut dengan akta otentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang- undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa dan dimana tempat akta itu dibuat.
Berdasarkan pernyataan diatas, suatu akta dapat disebut sebagai akta otentik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Akta itu harus dibuat “oleh” atau “di hadapan” seorang pejabat umum ; b. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang ; c. Pejabat umum yang “oleh” atau “di hadapan” siapa akta itu dibuat, harus
mempunyai wewenang untuk membuat akta itu.
Pasal 1868 KUHPerdata tersebut hanya menerangkan apa yang dinamakan
“akta otentik” akan tetapi tidak menjelaskan siapa yang dimakusd dengan “pejabat umum” itu, juga tidak menjelaskan tempat dimana ia berwenang demikian, sampai dimana batas-batas wewenangnya dan bagaimana bentuk menurut hukum yang dimaksud.
Pasal 1 peraturan jabatan notaris Indonesia (Undang-Undang No. 30 tahun 2004) menyebut bahwa "Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian
dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan member grosee, salinan dan kutipan semuanya sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum juga tidak ditegaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain."
Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa yang diatur dalam Pasal 1 peraturan jabatan notaris tersebut adalah merupakan suatu peraturan pelaksanaan dari Pasal 1 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, sehingga yang disebut dengan “pejabat umum” adalah notaris. Wewenang Notaris adalah regel (bersifat umum), yaitu membuat akta otentik mengenai segala peraturan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
Mengenai akta notaris, maka dalam hal ini terdapat dua golongan akta, yaitu :
a. Akta pejabat atau akta relass (ambtelijk akten)
Yaitu suatu akta yang mengurai secara otentik mengenai suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni notaris sendiri dalam menjalankan tugasnya sebagai notaris.
Akta yang dibuat demikian dan memuat uraian dari apa yang dilihat dan disaksikan serta dialaminya itu dinamakan akta yang dibuat “oleh” (door) notaris sebagai pejabat umum. Yang termaksud dalam akta ini antara lain adalah berita acara rapat pemenang saham dalam perseroan terbatas dan akta pencatatan harta peninggalan.
b. Akta yang dibuat “di hadapan” (ten overstan) notaris atau yang dinamakan
“akta partij”
Yaitu akta yang berisikan suatu “cerita” dari apa yang terjadi karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan notaris, artinya segala sesuatu yang terangkan atau yang diceritakan oleh pihak lain yang sengaja datang kepada notaris yang sedang menjalankan jabatannya itu, dituangkan dalam suatu akta otentik. Yang termasuk dalam golongan ini adalah akta jual beli, akta perdamaian di luar pengadilan, akta sewa menyewa dan akta wasiat.
Akta otentik merupakan suatu alat bukti yang cukup, dan bila sudah ada akta otentik maka tidak perlu ditambahkan pembuktian lagi.Bukti yang cukup ini tersebut juga pembuktian sempurna, ini berarti bahwa segala yang menjadi isi akta tersebut harus dianggap benar, kecuali apabila diajukan bukti perlawanan yang megikat.
Notaris juga dapat memberikan bantuan dengan cuma-cuma kepada orang yang dapat menunjukkan bukti tentang ketidak mampuannya menurut tata cara yang disebut dalam pasal 875 KUPerdata yaitu seseorang yang dinyatakan tidak mampu dan adanya surat perintah dari hakim pengadilan kepada notaris untuk membuat akta dengan cuma-cuman atau setengah tarif dan akta tersebut original atau asli, dimana adanya terdapat pemberian grossed an salinan dari akta itu sendiri dan berlaku.
Pemberian cuma-cuma terhadap orang yang tidak mampu juga tidak terutang bea materai dan kutipan akta yang diberikan berdasarkan 8 Peraturan Jabatan Notaris.
Adapun pengertian saksi pada pembuatan akta notaris ialah seseorang yang memberikan sesaksian baik secara lisan maupun tulisan yakni menerangkan apa yang ia saksikan sendiri, baik berupa perbuatan atau tindakan dari orang lain atau suatu keadaan ataupun suatu kejadian.
Jadi saksi adalah orang ketiga, dalam Peraturan Jabatan Notaris mengatakan saksi adalah saksi harus hadir pada pembuatan akta, sedang dengan pembuatan akta dalam hal ini diartikan pembacaan dan penandatangan akta, hal ini untuk mendukung terpenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.
Syarat-syarat yang ditentukan oleh pasal 22 tentang para saksi tersebut adalah : 1. Para saksi harus dikenali oleh notaris atau identitas dan wewenang mereka
harus dinyatakan kepada notaris oleh seorang atau lebih dari pada penghadap, dengan kewajiban bagi notaris untuk memberitahukan hal itu dalam akta yang bersangkutan;
2. Para saksi harus cakap menurut ketentuan-ketentuan dalam KUHPerdata untuk memberikan di bawah sumpah kesaksian di muka pengadilan;
3. Para saksi harus mengerti bahasa, dalam akta itu dibuat;
4. Para saksi harus dapat menulis tanda tangan mereka.
Arti dari "dikenal" ialah orang-orang yang tercantum dalam akta itu benar- benar adalah sama dengan orang-orang yang bertindak sebagai saksi-saksi pada pembuatan akta itu harus sama dengan saksi di muka pengadilan.
Dalam pasal 23 Peraturan Jabatan Notaris menyebutkan "dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan dalam KUPerdata, maka tidak boleh diambil
sebagai saksi keluarga sedarah dan keluarga semenda, baik dari notaris maupun dari para penghadap sampai dengan derajat ketiga, demikian juga pembantu rumah tangga dari notaris."
Demikian juga halnya dilarang untuk mencantumkan suatu gambar dalam akta, yakni di tengah-tengah isi dari akta itu. Hal ini di dasarkan pada pasal 26 Peraturan Jabatan Notaris, dimana dikatakan bahwa akta harus ditulis dengan dapat dibaca, dalam hubungan satu sama lain yang tidak terputus, tanpa ruang- ruang atau sela-sela kosong, sedang ruangan-ruangan yang terpaksa tidak ditulis dalam badan akta harus digaris dengan jelas dengan tinda, agar tidak dapat dipergunakan lagi. Pemakaian atau penempelan meterai jelas dimana diletakkan dan ditanda tangani oleh para pihak yang bersangkutan dan diletakkan pada minuta akta.
Dalam akta notaris dilarangnya kependekan-kependekatan perkataan, hal tersebut membuat akta tidak jelas isinya dan tanda tanda seperti nama huruf kecil dan tanda kurung. Notaris harus membacakan akta tanpa diwakilkan dalam membaca keseluruhan sebelum di tanda tangani, terdapat pada penjelasan pasal 28 Peraturan Jabatan Notaris yaitu pembacaan akta dihadapan penghadap dan para saksi, baik itu akta (partij akten) maupun akta pejabat (ambtelijke akten).
Pembacaan ini merupakan bagian dari dinamakan "verlijden" (pembacaan dan penandatangan) dari akta. Dalam pembuatan kutipan akta kepala dan penutup akta harus juga memuat hal yang sama antar akta original dan salinan, termasuk semua tanda tangan dan pemberitahuan mengenai semua orang, jabatan kedudukan yang ikut bertindak dalam akta.
Notaris dipercaya oleh masyarakat sebagai tempat bertanya di bidang hukum perdata dan diyakini oleh penanya bahwa dirinya akan mendapat jawaban atau nasehat yang dapat di percaya.
Fungsi notaris sebagai pemberi informasi dan nasehat kepada masyarat secara umum menjadi tugas dari jabatan notaris. Notaris dipercaya karena segala sesuatu yang ditulis serta ditetapkan oleh notaris adalah benar, dan notaris adalah pembuat dokumen-dokumen dalam proses hukum. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam pasal 16 ayah (1) huruf d undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris memberikan pengertian tentang kedudukan notaris, bahwa tugas pokok dari notaris adalah membuat akta otentik, sebagai alat bukti yang terkuat dan terpenuh, apa yang dinyatakan dalam akta notaris harus diterima, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan, akan tetapi karena juga dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan.
Wewenang notaris, secara umum digariskan dalam bab III Pasal 15 undang-undang No. 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris. Dalam ayat (1) berbunyi "Notaris berwenang membuat membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang- undangan atau dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, memberikan groose, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang perbuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang."
Suatu akta otentik memiliki kekuatan hukum. “Kekuatan hukum akta otentik tersebut terletak pada.”21
1. Akta otentik dibuat dihadapan seorang pejabat umum Negara sehingga legalitasnya dapat dipastikan, ditambah lagi bahwa seorang pejabat umum Negara tidak memiliki keberpihakan dalam pembuatan akta.
2. Akta otentik memiliki minuta akta yang disimpan oleh Negara melalui Notaris.
Mengenai unsur-unsur dan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta otentik dapat dilihat dalam ketentuan Pasal1868 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai berikut :22
1. Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang undang.
artinya jika bentuknya tidak ditentukan oleh undang-undang maka salah satu unsur akta otentik itu tidak dipenuhi dan jika terpenuhi unsur dari padanya maka tidak akan pernah ada yang disebut dengan akta otentik.
2. Akta itu dibuat oleh door atau dihadapkan ten overstaan (seorang pejabat umum)
3. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk membuatnya di tempat dimana akta itu dibuat.
Menurut Komar Andasasmita mengatakan bahwa supaya akta memiliki kekuatan hukum tidak boleh dibuat oleh pejabat yang tidak mempunyai kewenangan untuk itu dan tempat itu.23
21 Ira Koesoemawati, Yunirman Rijai, Notaris, Jakarta, Raih Asa Sukses, 2009, hal.85
22Sjaifurrachman, Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Bandung, Mandar Maju, 2011, hal. 107
23 Komar Andasasmita, Notaris dengan Sejarah, Peraturan, Sejarah, Tugas kewajiban, Rahasia Jabatannya, Sumur, Bandung, 1981, hal.97
Notaris mempunyai kedudukan dan peran yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, karena mempunyai kewenangan atau autiohority yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Ateng syafrudin seorang sarjana hukum mengemukakan pengertian wewenang, bahwa :
“Ada perbedaan atara pengertian kewenangan dan wewenang.Kita harus membedakan antara kewenangan dengan wewenang. Kewenangan adalah apa yang disebut kewenangan formal, kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang sedangkan wewenang hanya mengenai suatu “onderdeel” (bagian) tertentu saja dari kewenangan.
Didalam kewenangan terdapat wewenang-wewenang (rechtsbe voegdheden)."
Wewenang merupakan lingkup tidak hukum publik, lingkup wewenang pemerintahan, tidak hanya meluputi wewenang membuat keputusan pemerintah (bestur), tetapi meliputi wewenang membuat keputusan tugas, dan memberikan wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.
C. Kedudukan Akta Notaris Sebagai Alat bukti Dipersidangan Pengadilan.
Tidak bisa dipungkiri jaman sekarang sudah banyak terjadi kejahatan, baik dalam bidang hukum perdata dan pidana, hal tersebut disebabkan karna semakin besarnya pertumbuhan manusia dan tuntutan ekonomi. Kejahatan tersebut dapat berupa pemalsuan dokumen, yang dapat di lakukan seseorang akibat tidak terlindungnya suatu dokumen atau kekuatan yang mengikatnya, sekarang Akta Notaris telah mempunyai kekuatan yang sah di mata hukum.
Akta notaris dapat menjamin kepastian hukum, karna seorang notaris dipandang sebagai seorang figure yang keterangan-keterangannya dapat dihandalkan dan dapat dipercayai yang tanda tangannya serta segelnya (capnya) memberi jaminan dan bukti yang kuat dalam akta yang di buatnya.24
Menurut Hamonangan Rambe SH. MH bahwa Kedudukan Akta Perdamaian notaris sebagai alat bukti dipersidangan pengadilan iyalah sebagai alat bukti yang sempurna, sepanjang dibuat di hadapan notaris dan tidak ada keraguan di dalam nya, kedudukannya paling baik karna telah memenuhi persyaratan dan saksi-saksi.25
Untuk mencegah notaris terjerat dalam permasalahan hukum, adapun bentuk-bentuk prinsip kehatian-hatian yang dapat dilaksanakan Notaris dalam proses pembuatan akta meliputi :
1. Melakukan pengenalan terhadap identitas penghadap ;
Dalam menjalankan tugasnya notaris sebelum memulai membuat akta tentunya diharapkan oleh para pihak yang ingin membuat akta otentik, tentunya notaris sebelum memasukkan identitas para pihak kedalam suatu akta, notaris harus mengecek identitas pihak-pihak seperti Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, atau Passport serta mencocokkan foto pemilik Identitas dengan pihak-pihak yang membuat akta otentik, agar mencegah pemalsuan identitas terhadap akta yang dibuat notaris.
2. Memverifikasi secara cermat data subyek dan objek penghadap ;
24 Maria S.W. Sumardjono, 2001 Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Impletasi, Cetakan Pertama, Kompas, Jakarta, hal. 14
25 Hasil wawancara Hamonangan Rambe SH. MH. Wakil Panitera Pengadilan Tinggi Medan Tanggal 27 Maret 2019
Maksud tujuan dan memverifikasi adalah memeriksa data-data subyek dari pada pihak apakah berwenang dan cakap atau tidak dalam melakukan perbuatan hukum sehingga dapat memenuhi syarat sahnya dari suatu akta seperti, apakah pihak yang bertindak sudah berumur minimal 18 Tahun atau telah menikah menurut Pasal39 ayat 1 huruf a UUJNP. Sedangkan bagian dari proses memvalidasi data objek adalah merupakan bagian dari proses dalam memeriksa dokumen-dokumen obyek yang dibawah oleh penghadap.
3. Memberikan tenggang waktu dalam pengerjaan akta otentik ;
Dalam mengerjakan suatu akta agar menghasilkan akta yang baik sepatutnya notaris memberikan tenggang waktu dalam proses pembuatan akta agar tidak terburu-buru dan dapat bekerja secara cermat serta teliti sehingga tidak menimbulkan kesalahan dalam pengerjaan akta notaris.
4. Bertindak hati-hati, cermat, dan teliti dalam proses pembuatan akta ;
Bertindak berhati-hati, cermat, dan teliti dalam proses pembuatan akta kata-kata yang dituangkan kedalam akta, karena dalam pelaksanaannya sangat sering dipermasalahkan karena kata-kata yang dibuat tidak jelas atau menimbulkan penafsiran.
5. Memenuhi segala syarat teknik pembuatan akta ;
Untuk membuat akta notaris yang jauh dari kata indikasi permasalahan hukum tentunya notaris harus memenuhi syarat formal dan syarat formil dari pembuatan akta notaris berdasarkan undang-undang jabatan notaris ketentuan mengenai syarat formal dalam pembuatan akta diatur dalam Pasal 38 UUJN perubahan, sedangkan syarat materil yang harus dipenuhi dalam pembuatan akta otentik diatur dalam Pasal1320 KUHPerdata.