• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh : TEUKU ARIS GUNAWAN AMIN NIM : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW FAKULTAS HUKUM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh : TEUKU ARIS GUNAWAN AMIN NIM : DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW FAKULTAS HUKUM"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

PERJANJIAN SEWA-MENYEWA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN MENARA TELEKOMUNIKASI MENURUT UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI (STUDI PADA PT.

ALAM DAMAI LESTARI MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

TEUKU ARIS GUNAWAN AMIN NIM : 140200216

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)
(3)

ABSTRAK Teuku Aris*

Rosnidar Sembiring**

Syamsul Rizal***

Peranan telekomunikasi bagaikan urat nadi yang memperlancar berbagai aspek kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan usaha-usaha pembangunan.

Wujud nyata telekomunikasi dalam aktivitas sehari-hari adalah penggunaan telepon seluler, yang bergantung pada peran operator seluler selaku penyedia jasa telekomunikasi. Operator yang mendirikan menara telekomunikasi pada tanah kosong mengadakan perjanjian sewa-menyewa dengan pemilik lahan. Perjanjian yang diteliti adalah perjanjian sewa-menyewa lahan antara penyewa dengan pemilik lahan yang berlokasi di kota Medan. Permasalahan yang timbul dalam perjanjian penggunaan tanah adalah mengapa terjadi perjanjian penggunaan antara penyewa lahan dengan pemilik lahan di kota Medan dan bagaimana pelaksanaan perjanjian tersebut, bentuk perlindungan hukum bagi pemilik lahan dan masyarakat sekitar lahan dalam perjanjian penggunaan tanah, dan hambatan yang timbul serta upaya untuk mengatasi hambatan dalam pelaksanaan perjanjian tersebut.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif (yuridis normatif) atau penelitian hukum kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan secara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dengan mempelajari dan menganalisa secara sistematis seluruh peraturan/undang-undang, buku, artikel/berita dari media cetak, tulisan ilmiah, bahan seminar, bahan dari internet dan bahan pustaka lainnya yang berhubungan dengan materi yang dibahas, serta wawancara dengan narasumber yaitu direktur utama PT. ALAM DAMAI LESTARI.

Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan perjanjian penggunaan rooftop antara perusahaan telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan telah sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan regulasi menara telekomunikasi. Perlindungan hukum atas pemilik lahan dan masyarakat sesuai ketentuan undang-undang dimana operator wajib mengasuransikan menara dan aset pendukung serta bertanggung jawab atas segala kerugian timbul.

Kewajiban pemilik lahan menyerahkan objek sewa, memberi akses kepada operator untuk memasuki objek sewa, serta memelihara keamanan objek sewa, sedangkan operator wajib membayar harga sewa dan menggunakan objek sewa sesuai dengan peruntukan. Hambatan yang timbul adalah keberatan tetangga atau masyarakat sekitar yang tidak menyetujui pendirian menara karena alasan teknis maupun nonteknis sehingga menyulitkan operator mendapat perizinan. Pihak operator mengupayakan pendekatan secara kekeluargaan, sosialisasi, dan edukasi kepada warga masyarakat.

Kata Kunci : Perjanjian, Lahan, Telekomunikasi.

* Mahasiswa Fakultas Hukum USU/Penulis

** Dosen Pembimbing I Fakultas Hukum USU

*** Dosen Pembimbing II Fakultas Hukum USU

(4)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu, yang kami beri Judul Aspek Hukum Mengenai Perjanjian Sewa-Menyewa Lahan Untuk Pembangunan dan Penggunaan Menara Telekomunikasi Menurut UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi di Kota Medan (Studi Kasus Di PT. Alam Damai Lestari).

Tujuan dari penyusunan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat untuk bisa menempuh ujian sarjana pendidikan pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Didalam pengerjaan skripsi ini telah melibatkan banyak pihak yang sangat membantu dalam banyak hal. Oleh sebab itu, disini penulis sampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum Selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Prof. Dr. OK. Saidin, S.H., M.HumSelaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

5. Dr. Rosnidar Sembiring S.H.,M.Hum. Selaku Dosen Pembimbing I dan Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU, yang telah

(5)

meluangkan waktunya untuk membimbing dan membantu saya dalam menyelesaikan skripsi.

6. Syamsul Rizal, S.H., M.Hum Selaku Dosen Pembimbing II sayasekaligus Sekretaris Departemen Hukum Keperdataan yang telah banyak meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan Skripsi ini hingga selesai.

7. Dr. Marlina, S.H., M.Hum, Selaku Dosen Penasehat Akademik Penulis.

8. Terima Kasih untuk Keluarga Besar Saya : Mama, Papa, serta adik saya Nurul, Nabila dan Rahma.

9. Terima Kasih “Genk WR FAMILY” : Hanif (Pacil), Fajar (Ayah), Awik, Rifqy (Kibot) , Azir (Semprong), Dias (Sunuy) , Fras (Black), Mahdi (Ndong) , Andika (Kardon) , Michael (Gorga) , Aldrian (Sonang) Juli (Adul) , Ilham (Bodat Komeng), Datok (Jenderal), Reno (Jenglot), Sayid (Dirut) yang telah mengisi hari-hari saya selama kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Terima Kasih kepada gerai kopi Rajawali Kupie yang telah menyediakan tempat yang nyaman dalam pengerjaan skripsi saya.

11. Terima Kasih kepada teman-teman “Grup G 2014” yaitu Avissa, Desy, Essy, Reza, Indira, Rika, Febri yang telah memberikan semangat kepada saya untuk menyelesaikan skripsi saya ini.

12. Terima Kasih untuk Adik-Adik stambuk 2017, 2016, 2015 serta kawan- kawan stambuk 2014 lainnya yang tidak bisa sebutkan satu-persatu namanya yang telah memberi semangat kepada saya dalam penyelesaian skripsi ini

(6)

kesempurnaan, namun penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terkhusus bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Medan, 5 Juli 2018 Hormat Penulis,

Teuku Aris Gunawan Amin NIM 140200216

(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 8

E. Metode Penelitian ... 8

F. Keaslian Penulisan ... 11

G. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II : PENGATURAN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 1999 A. Penyelenggaraan Telekomunikasi Di Indonesia ... 15

B. Fungsi Dan Tujuan Pembangunan Menara Telekomunikasi Di Indonesia ... 28

C. Ketentuan Pembangunan Menara Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 ... 31

(8)

PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI A. Hak Dan Kewajiban Pemilik Lahan ... 43

1. Hak Pemilik Lahan ... 47 2. Kewajiban Pemilik Lahan Selaku Pihak Yang

Menyewakan Lahan ... 48 B. Hak Dan Kewajiban Penyewa Lahan ... 50 1. Hak Penyewa Lahan ... 52 2. Kewajiban Penyewa Tanah Selaku Pihak Yang

Menyewa Lahan ... 55

BAB IV : PELAKSANAAN DAN PENYELESAIAN PERKARA WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN SEWA MENYEWA LAHAN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI PADA PT. ALAM DAMAI LESTARI

A. Pelaksanaan Sewa Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT.

ALAM DAMAI LESTARI ... 58 B. Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Sewa

Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT. ALAM DAMAI LESTARI ... 66

(9)

C. Penyelesaian Permasalahan Hukum (Wanprestasi) Sewa Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT. ALAM DAMAI LESTARI ... 73

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... 79 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Peranan telekomunikasi dirasakan tak ubahnya sebagai urat nadi yang memperlancar jalannya kehidupan masyarakat, pemerintahan, dan usaha-usaha pembangunan. Pengembangan telekomunikasi di Indonesia pada akhir-akhir ini dipacu dengan cepat untuk mengimbangi kecepatan lajunya perkembangan di sector-sektor kehidupan lain, seperti ekonomi, keuangan, perbankan, sosial politik, dan sosial budaya.1

Industri telekomunikasi dalam sejarahnya selalu berperan tidak saja sebagai akselerator pertumbuhan perekonomian suatu bangsa, tetapi lebih dari itu menjadifasilitator bagi suatu masyarakat atau bangsa dalam membangun peradabannya.Maju-tidaknya suatu bangsa dapat dilihat dari sejauh mana mereka mampu memanfaatkan kemajuan teknologi dan industri telekomunikasi – tentunya bersamateknologi informasi, bagi kesejahteraan dan kejayaan bangsanya.2

Sektor telekomunikasi mempunyai pengaruh yang sangat positif terhadap efisiensi di sektor industri lainnya seperti perbankan, manufaktur, perdagangan,pendidikan dan kesehatan, dan lainnya. Dalam masyarakat modern

1Gouzali Saydam, Sistem Telekomunikasi, Djambatan, Jakarta, 1993, hal.xiii.

2Zainal Abdi, Industri Telekomunikasi: Lokomotif Pertumbuhan Ekonomi dan Kemajuan Bangsa, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 2006, hal.xxiii.

(11)

saat ini, tidak adasektor kegiatan yang tidak mengandalkan dukungan fasilitas telekomunikasi.3

3Ibid, hal.42

(12)

Dalam aktivitas sehari-hari, sebagian besar masyarakat tidak dapat dipisahkandari sebuah perangkat telekomunikasi yang disebut telepon seluler (ponsel). Perkembangan teknologi yang semakin canggih juga terjadi pada ponsel, dari yangawalnya berukuran besar dan hanya bisa digunakan untuk bertelepon saja kemudianberkembang pesat menjadi ponsel yang berukuran kecil dan tidak hanya sekedar bias bertelepon, namun juga memiliki banyak fitur/layanan mutakhir yang bisa menunjang segala aktivitas manusia.

Telepon seluler (handphone) saat ini telah menjadi kebutuhan bagi masyarakat modern. Telepon seluler bukan lagi menjadi barang mewah, hampir semua lapisanmasyarakat mempergunakan telepon seluler untuk berkomunikasi.

Produsen teleponseluler begitu agresif memproduksi berbagai tipe telepon seluler, dengan variasi hargayang terjangkau oleh masyarakat berbagai golongan.

Sehingga pemakaian ponselyang menjamur di masyarakat berdampak positif kepada perusahaan-perusahaan yangbergerak sebagai operator telekomunikasi.4

Untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanannya, perusahaanperusahaan operator seluler pun semakin gencar membangun menara

Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penyelenggara telekomunikasi seluler terbanyak di dunia jika dibandingkan dengan populasinya.

Di tanah air, totalterdapat sepuluh operator, baik teknologi GSM maupun CDMA (lima operator GSMdan lima operator CDMA).5 Di Indonesia sendiri perusahaan operator selulerbermunculan karena bidang usaha ini dianggap sebagai peluang bisnis yangmenguntungkan.

4Rudyanti Dorotea Tobing, "Aspek Hukum Pendirian Menara Telekomunikasi", Jurnal Socioscientia, Volume III No.1, Februari 2011, hal.118.

(13)

4

telekomunikasidi berbagai daerah. Menara telekomunikasi (Base Tranceiver Station/BTS) sangatdiperlukan oleh operator telepon seluler karena keberadaan menara telekomunikasi(BTS) sangat berpengaruh terhadap pelayanan telekomunikasi bagi pelanggan operator telepon seluler. Oleh karena itu pembangunan menara telekomunikasi merupakan suatu keharusan bagi pelaku usaha operator seluler. Tidaklah mengherankan apabila kemudian menara telekomunikasi bermunculan dalam jumlahbanyak di hampir semua wilayah, bahkan keberadaannya pun tidak memedulikanestetika lingkungan, tata ruang, dan tata wilayah, serta mengabaikan aspek keselamatan dan keamanan bagi masyarakat yang berada di sekitar menara telekomunikasi tersebut.

Menara telekomunikasi merupakan salah satu infrastruktur pendukung yang utama dalam penyelenggaraan telekomunikasi yang vital. Menara telekomunikasiadalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinyadisesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi untuk memperluasjangkauan telekomunikasi.

Dari segi bisnis, keberadaan menara telekomunikasi (BTS) diharapkan dapat meningkatkan penggunaan telepon seluler melalui operator tersebut, sehingga secaralangsung turut meningkatkan pendapatan dari operator seluler tersebut.

Pendirianmenara telekomunikasi di satu sisi mempunyai dampak positif bagi seluruh lapisanmasyarakat maupun bagi pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanyakemudahan telekomunikasi melalui telepon seluler, memperlancar komunikasi yangsecara langsung sangat membantu masyarakat dan pemerintah terutama dalammenunjang pembangunan nasional.

(14)

Namun di sisi lain, pendirian menara telekomunikasi (BTS) cenderung tidak terkontrol dan menimbulkan permasalahan baik dikalangan masyarakat maupun pemerintah. Ada kalanya masyarakat menolak pembangunan menara telekomunikasi, bahkan ada pula menara telekomunikasi yangsudah berdiri diminta dirobohkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan karena masyarakat merasa tidak mendapatkan perlindungan hukum atas pendirian menaratelekomunikasi tersebut. Di sisi lain pembangunan menara telekomunikasi yang tidakteratur akan mengganggu tata ruang dan estetika tata kota di kemudian hari.

Pendirian menara telekomunikasi dapat dilakukan di permukaan tanah yang kosong atau pada bagian suatu bangunan. Dalam penelitian ini peneliti hendak menelaah perjanjian sewa-menyewa lahan antara pemilik lahan dengan operator telekomunikasi di kota Medan.

Perjanjian sewa-menyewa tersebut diadakan karena pihak operator telekomunikasi hendak menggunakan lahan yang terdapat pada tanah kosong untuk mendirikan menara telekomunikasi dan selanjutnya mengoperasikan menara tersebut untuk melayanikebutuhan jasa telekomunikasi dan meningkatkan cakupan pelayanan di wilayahtersebut. Dalam hal ini, perjanjian tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentukakta otentik.

Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya duapihak yang saling mengikat diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap,tetapi dengan pengertian ini, sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu

(15)

6

terdapat satupihak mengikat diri kepada pihak lain. Salah satu bentuk dari perjanjian adalahsewa-menyewa seperti perjanjian penggunaan lahan tersebut di atas.5

Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak yang lainnya kenikmatan darisesuatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu hargayang oleh pihak yang tersebut terakhir itu disanggupi pembayarannya.

Demikianlahdefinisi yang diberikan oleh Pasal 1548 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai perjanjian sewa-menyewa. Sewa-menyewa, seperti halnya dengan jualbeli dan perjanjian-perjanjian lain pada umumnya, adalah suatu perjanjiankonsensual. Artinya ia sudah sah dan mengikat pada detik tercapainya sepakat mengenai unsur-unsur pokoknya, yaitu barang dan harga.6

Kewajiban pihak yang satu adalah menyerahkan barangnya untuk dinikmati oleh pihak yang lain, sedangkan kewajiban pihak yang terakhir ini adalah membayarharga sewa. Jadi barang diserahkan tidak untuk dimiliki seperti halnya dalam jualbeli, tetapi hanya untuk dipakai, dinikmati kegunaannya. Dengan demikian makapenyerahan hanya bersifat menyerahkan kekuasaan belaka atas barang yang disewaitu.7

Dalam perjanjian sewa-menyewa lahan tersebut, pemilik tanah selaku salah satu pihak dalam perjanjian tersebut akan mendapat kompensasi uang sewa daripihak operator telekomunikasi karena telah menyewakan sebagian lahannya

5Ahmadi Miru dan Sakka Pati, Hukum Perikatan Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hal. 63

6R.Subekti, Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal. 3

7Ibid, hal. 40

(16)

untuk digunakan oleh operator telekomunikasi. Namun pemilik lahan selama jangka waktu perjanjian tersebut diwajibkan untuk memenuhibeberapa persyaratan yang ditetapkan oleh pihak operator telekomunikasi yangcenderung tidak berpihak kepada pemilik lahan, seperti menyediakan aksespenuh terhadap objek sewa selama dua puluh empat jam setiap hari kepada operatortelekomunikasi.

Selain itu pemilik lahan juga dihadapkan pada risiko seandainya menara yang dibangun operator telekomunikasi tersebut tumbang ataupun terjadi musibahyang mengancam keselamatan jiwa dan keberadaan pihak yangmenyewakan tersebut.

Kemungkinan terjadinya risiko tersebut bisa menimpa langsung pihak pemilik lahan sendiri ataupun pihak ketiga yang berada di sekitar lokasi menara telekomunikasi tersebut karena lokasi pendirian menara tersebut yangberada dekat dengan permukiman masyarakat.

Apalagi jika lahan tersebut juga turut dihuni oleh pemilik lahan karena pemilik memiliki rumah berdekatan dengan lahan tersebut dan dijadikan sebagai tempat mencari mata pencaharian, maka kemungkinan terjadinyarisiko sebagaimana disebut di atas akan berpengaruh besar terhadap kelangsunganpencaharian pemilik lahan. Selain itu, jika tanah tersebut akan atautelah dijadikan agunan kredit ke bank, maka risiko yang ditimbulkan menara telekomunikasi tersebut akan merugikan nilai jaminan si pemilik bangunan di bank.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang perjanjian sewa-menyewa lahan antara operator telekomunikasi denganpemilik lahan.

(17)

8

B. Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan pokok yang dikemukakan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Pengaturan Pembangunan Menara Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ?

2. Bagaimana Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Sewa-Menyewa Lahan Dengan Ketetapan Waktu Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Dan Penempatan Menara?

3. Bagaimana Pelaksanaan Dan Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa - Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Dengan Ketetapan Waktu Untuk Pemasangan Dan Penempatan Menara Pada PT. Alam Damai Lestari?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulis membuat penulisan skripsi tentang ini adalah sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui Pengaturan Pembangunan Menara Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999

2. Untuk mengetahui Hak Dan Kewajiban Para Pihak Dalam Sewa-Menyewa Lahan Dengan Ketetapan Waktu Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Dan Penempatan Menara.

3. Untuk mengetahuiPelaksanaan Dan Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Dengan Ketetapan Waktu Untuk Pemasangan Dan Penempatan Menara Pada PT. Alam Damai Lestari.

(18)

D. Manfaat Penulisaan 1. Secara Teoritis

Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan di bidang hukum khususnya hukum perdata yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari menyangkut hukum sewa-menyewa lahan untuk pembangunan dan penggunaan tower telekomunikasi.

2. Secara Praktis

Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk menambah ilmu pengetahuan pembaca/masyarakat serta dapat membantu memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh terutama menyangkut masalah dalam sewa-menyewa lahan untuk pembangunan dan penggunaan tower telekomunikasi yang dilakukan PT. Alam Damai Lestari

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan, yaitu hukum normatif, di mana penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya. 8

2. Sifat Penelitian

8 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayu Media Publishing, 2005), hal. 46.

(19)

10

Penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang hanya menggambarkan fakta-fakta tentang objek penelitian baik dalamkerangka sistematisasi maupun sinkronisasi berdasarkan aspek yurisidis, dengan tujuan menjawab permasalahan yang menjadi objek penelitian. 9

3. Sumber Data

Pengumpulan data mempunyai hubungan erat dengan sumber data, karena dengan pengumpulan data akan diperoleh data yang diperlukan untuk selanjutnya dianalisis sesuai kehendak yang diharapkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kepustakaan (library research).10

a. Bahan hukum primer yakni bahan hukum yang terdiri dari Undang- Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 3881. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 02/Per/M.Kominfo/03/2008 tentang Pedoman. Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi Dan Informatika Dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor:

18 Tahun 2009 Nomor:07/Prt/M/2009 Nomor:

19/Per/M.Kominfo/03/2009 Nomor: 3/P/2009 Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh melalui data sekunder yaitu data yang dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang terdiri dari :

9 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan Ketiga, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), hal 116-117

10Ibid, hal 10-11

(20)

b. Bahan hukum sekunder adalah hasil penelitian para ahli yang termuat dalam jurnal, artikel, makalah, karya ilmiah, media cetak maupun media elektronik mengenai perjanjian yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier yakni bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus umum, kamus hukum dan ensiklopedia yang berhubungan dengan materi penelitian.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan (library research), artinya data yang diperoleh melalui penelurusan kepustakaan berupa data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat- perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.

5. Analisis Data

Analisa data kualitatif ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan menemukan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. 11

11Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung. PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal.248

Bahan hukum yang telah diinventarisasi dan diidentifikasi kemudian dianalisa secara kualitatif dengan menggunakan tahapan berfikir sistematis gunamenemukan jawaban atas permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini.

(21)

12

Analisis dilakukan dengan mendasarkan pada teori-teori hukum yang pada akhirnya akan memberikan hasil yang signifikan dan bermakna kedalam bentuk sebuah paparan yang nyata.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik di lingkungan Magister Kenotariatan maupun di lingkungan Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membicarakan tentang masalah “PERJANJIAN SEWA-MENYEWA LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGGUNAAN MENARA TELEKOMUNIKASI MENURUT UU NO. 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI (STUDI PADA PT. ALAM DAMAI LESTARI MEDAN)”.

Meskipun ada judul penelitian sebelumnya yang membahas masalah perjanjian yang serupa, yaitu antara lain :

1. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Melissa Harahap (NIM : 097011024) dari Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang dilakukan pada tahun 2012 berjudul “Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Perjanjian Pembangunan Tower Telekomunikasi Antara PT Telkomsel Dengan Perusahaan Mitra Kerja” dengan permasalahan yang dibahas berupa :

a. Hubungan hukum yang timbul antara PT Telkomsel dengan perusahaan mitrakerja dengan persyaratan mengenai hukum perjanjian yang diatur di dalamPasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

b. Pengaturan hukum atas pembangunan tower telekomunikasi di Indonesia berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.

(22)

c. Hambatan-hambatan yang terjadi pada pelaksanaan perjanjian pembangunan tower PT Telkomsel dengan perusahaan mitra kerja dan bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut.

2. Penelitian tesis yang dilakukan oleh Ismoro H. Ilham (NIM : B4B005156) dariMagister Kenotariatan Universitas Diponegoro, yang dilakukan pada tahun 2008berjudul “Pelaksanaan Perjanjian Sewa-Menyewa Tanah Untuk Pendirian BaseTransceiver Station (BTS) Oleh Perusahaan Telekomunikasi Seluler PT IndosatTbk. di Kantor Pusat Regional Semarang” dengan permasalahan yang dibahasberupa :

a. Pelaksanaan perjanjian sewa-menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian BTS oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT Indosat Tbk.

di Kantor PusatRegional Semarang.

b. Hambatan yang ada dalam sewa-menyewa tanah dan lokasi untuk pendirian BTS dan penyelesaiannya oleh perusahaan telekomunikasi seluler PT.Indosat Tbk. di Kantor Pusat Regional Semarang.

Namun penelitian tersebut di atas tidak membahas substansi permasalahan yang sama dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam tesis ini, sehinggadapatdikatakan bahwa tesis ini adalah asli dari hasil tulisan penulis.

Tesis ini disusunmelalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun mediaelektronik. Dengan demikian keaslian penulisan tesis ini dapat dipertanggungjawabkan, terutama secara ilmiah atau secara akademik.

(23)

14

G. Sistematika Penulisan

Guna memudahkan pembahasan skripsi ini, dibuat sistematika secara teratur dalam bagian-bagian yang semuanya saling berhubungan satu sama lainnya. Adapun sistematika tersebut dibagi kedalam lima bab yang masing- masing terdiri sub bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan

Di dalam Bab ini berisi ; tentang pendahuluan, latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II :Pengaturan Pembangunan MenaraTelekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 TAHUN 1999 Tentang Telekomunikasi

Di dalam Bab ini berisi tentang ; Penyelenggaran Telekomunikasi Di IndonesiaFungsi Dan Tujuan Pembangunan Menara Telekomunikasi Di IndonesiaKetentuan Pembangunan Menara Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 BAB III :Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Perjanjian Sewa-

Menyewa Lahan Pembangunan Menara Telekomunikasi

Di dalam bab ini berisikan tentang : Hak Dan Kewajiban Pemilik Tanah Selaku Pihak Yang Menyewakan Tanah, Hak Dan Kewajiban Penyewa Tanah Selaku Pihak Yang Menyewa Tanah

BAB IV :Pelaksanaan dan Penyelesaian Perkara Wanprestasi Dalam Perjanjian Sewa-Menyewa Lahan Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT. ALAM DAMAI LESTARI

(24)

Di dalam bab ini berisikan tentang : Pelaksanaan Sewa Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT.

ALAM DAMAI LESTARI, Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Sewa Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT. ALAM DAMAI LESTARI, Penyelesaian Permasalahan Hukum (Wanprestasi) Sewa Menyewa Lahan Untuk Pembangunan Menara Telekomunikasi Pada PT.

ALAM DAMAI LESTARI BAB V : Kesimpulan dan Saran

Di dalam Bab ini diuraikan mengenai kesimpulan dari seluruh Penulisan serta saran yang mudah-mudahan berguna bagi penulis dan pembaca.

(25)

BAB II

PENGATURAN PEMBANGUNAN MENARA TELEKOMUNIKASI MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 1999

A. Penyelenggaraan Telekomunikasi di Indonesia

Belakangan ini, kemajuan di bidang teknologi telekomunikasi seakanakan telah mengubah dunia menjadi bidang yang tanpa batas, dimana segala bentuk informasi dapat begitu mudah diperoleh dengan waktu yang sangat singkat. Hal tersebut dapat dilihat dari kenyataan bahwa hampir semua peristiwa yang terjadi di satu negara yang dapat diketahui secara cepat oleh berbagai kalangan di belahan dunia atau negara-negara lain. Oleh karena itu, seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung cepat tersebut dan perubahan lingkungan global yang terjadi, maka Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, yang menggantikan Undang-Undang No. 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, untuk mengatur penyelenggaraan telekomunkasi di Indonesia. Dalam rangka membangun penyelenggaraan telekomunikasi yang baik, maka terdapat beberapa tujuan dasar yang menjadi landasan, yaitu untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan serta hubungan antar bangsa.12

Adapun tujuan-tujuan tersebut dapat dicapai melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi

12Pasal 3 UU No.36 Tahun 1999 (Dilihat pada tanggal 3 Juni 2018, pukul 20.05 WIB)

(26)

dalam rangka menghadap globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunkasi memasuk persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.13

1. Asas manfaat berarti penyelenggaraan telekomunikasi akan lebih berdaya guna dan berhasil, baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Penyelenggaraan telekomunikasi juga dilaksanakan berdasarkan beberapa asas yang terkandung dalam Pasal 2 Undang-Undang Telekomunikasi sebagai berikut.14

2. Asas adil dan merata, artinya adalah penyelenggaraan telekomunikasi memberikan kesempatan dan perlakukan yang sama kepada pihak yang memenuhi syarat dan hasilnya dinikmati masyarakat secara adil dan merata.15

3. Asas kepastian hukum, maksudnya adalah pembangunan telekomunikasi harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum dan memberikan perlindungan hukum bagi investor, penyelenggara telekomunikasi, dan pengguna telekomunikasi.16

4. Asas kepercayaan pada diri sendiri, maksudnya bahwa penyelenggaraan telekomunikasi dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal

13Pasal 3 UU No. 36 Tahun 1999 (Dilihat pada tanggal 3 Juni 2018, pukul 20.05 WIB)

14Ibid

15Ibid

16Ibid

(27)

18

potensi sumber daya nasional secara efisien dan penguasaan teknologi telekomunikasi.

5. Asas kemitraan, yaitu bahwa penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik dan sinergi.

6. Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telekomunikasi selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.

7. Asas etika, maksudnya agar penyelenggaraan telekomunikasi dilandasi semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan. Selain memperhatikan asas-asas tersebut, penyelenggaraan telekomunikasi juga perlu memperhatikan hal-hal lain seperti kepentingan dan keamanan negara, perkembangan teknologi dan tuntutan global, penyelenggaraan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan, dan peran serta masyarakat.

Selain memperhatikan asas-asas tersebut, penyelenggaraan telekomunikasi juga perlu memperhatikan hal-hal lain seperti kepentingan dan keamanan negara, perkembangan teknologi dan tuntutan global, penyelenggaraan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan, dan peran serta masyarakat17

Penyelenggaraan telekomunikasi harus dapat melindungi kepentingan dan keamanan negara, mengantisipasi perkembangan teknologi dan tuntutan global.

Penyelenggaraan telekomunikasi juga harus dilakukan secara professional dan dapat dipertanggungjawabkan serta memberi kesempatan untuk peran serta masyarakat. Berbagai bidang kehidupan akhirnya dirambah oleh kemajuan ICT

17Ibid

(28)

tersebut. Perkembangan teknologi komunikasi massa yang menekankan pada komunikasi antar individu secara langsung, seperti halnya pada penggunaan telepon, mengalami kemajuan yang sangat berarti dengan dikenal dan digunakannya telepon bergerak atau yang lebih dikenal dengan “cellular phone”.18

Penyelenggara telekomunikasi yang juga sebagai industri jasa tidak bisa lepas dari tiga faktor, yakni : teknologi, produk, dan layanan. Jika operator seluler (Service Provider) tidak mampu melakukan inovasi secara terus-menerus atas ketiga faktor tersebut, maka tinggal menunggu waktu menjadi tertinggal dan kehilangan pelanggan. Kondisi tersebut menyebabkan para operator seluler (Service Provider) saling berlomba untuk menciptakan teknologi, produk, dan layanan baru untuk menjaga kesetiaan pelanggan dan menjaring pelanggan baru.

Seharusnya kondisi tersebut memberikan keuntungan bagi konsumen/ pengguna jasa telekomunikasi untuk mendapatkan layanan terbaru. Namun kenyataannya tidak demikian, sebaliknya hal tersebut banyak dikeluhkan oleh pengguna jasa di berbagai media massa. Keluhan terhadap kualitas pelayanan seperti; (1) iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan maupun promosi layanan (2) inovasi yang ditawarkan tidak diukur dengan insfrastruktur dan sumber daya yang tersedia, (3) pemberian informasi yang tidak memadai. Padahal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 15 ayat (1) telah mensyaratkan bahwa: ”Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyediakan fasilitas telekomunikasi untuk menjamin kualitas pelayanan jasa

18 Ahmad M. Ramli., Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Transaksi Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, 2007), hlm.1

(29)

20

telekomunikasi yang baik.” Penyelenggaraan telekomunikasi dapat dibagi menjadi 3 bentuk, yaitu :

1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi

Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Penyelenggara dari penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dapat berbentuk badan hukum yaitu BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan koperasi. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat sekaligus menjadi penyelenggara jasa telekomunikasi.

2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi. Dalam penyelenggaraannya, dapat menggunakan dan atau menyewa jaringan telekomunikasi milik penyelenggara jaringan telekomunikasi.

3. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus

Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukkan dan pengoperasiannya khusus.

Penyelenggara telekomunikasi khusus ini dapat menyelenggarakan telekomunikasi untuk :

a. keperluan sendiri

b. keperluan hankam negara c. keperluan penyiaran

(30)

Penyelenggaraan bentuk seperti ini dapat berupa penyelenggaraan untuk keperluan meteorplogi dan geofisika, televisi siaran, radio siaran, navigasi, penerbangan, pencarian dan pertolongan kecelakaan, amatir radio, komunikasi radio antar penduduk dan penyelenggaraan telekomunikasi khusu instansi pemerintah tertentu/swasta.

Pihak-pihak yang menyelenggarakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah :

a. perseorangan

b. instansi pemerintah

c. dinas khusus

d. badan hukum19

a. Hak Penyelenggara dan pengguna telekomunikasi untuk kemudahanan, pengoperasian dan atau pemeliharaan jaringan telekomunikasi, penyelenggara telekomunikasi diberi kemudahan untuk memanfaatkan dan atau melintasi batas yang dikuasai pemerintah. Pemanfaatan dan pelintasan tersebut dapat berupa pelintasan bangunan & tanah negara,sungai, danau, laut (permukaan dan dasar). Namun pemanfaatan dan pelintasan tersebut harus telah mendapat persetujuan dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab dan pihak-pihak yang terkait. Dari Hak, kewajiban serta Larangan dalam Penyelenggara Telekomunikasi :

19Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 (DIlihat Pada Tanggal 3 Juni 2018, Pukul 20.10 WIB)

(31)

22

sisi pengguna telekomunikasi, haruslah memperoleh hak yang sama untuk dapat menggunakanatau memperoleh fasilitas yang sama dalam penggunaan jaringan telekomunikasi dan jasa telekomunikasi dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

b. Kewajiban Penyelenggara Telekomunikasi

Setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib :

1. Memberikan kontribusi dalam pelayanan universal yang berbentuk penyediaan sarana dan prasarana telekomunikasi dan atau konpensasi lain.

2. Menyediakan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada semua pengguna 3. Meningkatkan efisuensi dalam penyelenggaraan telekomunikasi

4. Memenuhi standar pelayanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana

5. Mencatat / merekam secara rinci pemakaian jasa telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna (untuk penyelenggara jasa telekomunikasi) 6. Menjamin kebebasan penggunaanya untuk memilih jaringan

telekomunikasi lain untuk pemenuhan kebutuhan telekomunikasi (untuk penyelenggara jaringan telekomunikasi)

7. Memberikan prioritas untuk pengiriman, penyaluran, penyampaian informasi penting yang menyangkut keamanan negara, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, marabahaya dan atau wabah penyakit.

(32)

8. Membayar biaya oenyelenggaraab telekomunikasi dengan prosentase pendapatan.

c. Larangan dalam rangka penyelenggaraan telekomunikasi

Penyelenggara telekomunikasi dilarang melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, atau ketertiban umum. Selain itu setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak / tidak sah / memanipulasi akses ke 3 bentuk penyelenggaraan telekomunikasi (jaringan, jasa

& khusus).

Pihak yang telah memperoleh izin dari menteri dapat melaksanakan kegiataanya dalam penyelenggaraan telekomunikasi. Dalam rangka penataan adminitrasi, penyelenggaran jaringan telekomunikasi ditetapkan dan digunakan sistem penomoran. Untuk perizinan perhatikan pula PP No. 38 / 2007 tentang kewenangan pusat, propinsi, kabupaten / kota dalam lampiran yang berisi tentang telekomunikasi.

Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda. Dalam pelaksanaannya, setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi berhak untuk mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara jaringan telekomunikasi lain. Disamping itu, penyelengggara jaringan telekomunikasi wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara jaringan telekomunikasi lainnya. Hak dan kewajiban yang dimaksud harus dilakukan dengan prinsip untuk pemanfaatan sumber daya

(33)

24

secara efisien, keserasian system dan perangkat telekomunikasi, peningkatan muti pelayanan dan persaingan sehat.

Telekomunikasi diselenggarakan berdasarkan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika dan kepercayaan pada diri sendiri. Dalam menyelenggarakan telekomunikasi memperhatikan dengan sungguh-sungguh asas pembangunan nasional dengan mengutamakan asas manfaat, asas adil, dan merata, asas kepastian hukum, dan asas kepercayaan pada diri sendiri, serta memperhatikan pula asas keamanan, kemitraan, dan etika.

Telekomunikasi diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, mendukung kehidupan ekonomi dan kegiatan pemerintahan, serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah.

Setiap penyelenggara telekomunikasi, selanjutnya akan disebut operator telekomunikasi, yang telah memperoleh izin operasi dari Pemerintah Pusat (Kementrian Kominfo), maka didalam dokumen izin modern (lisensi modern) masing-masing operator telekomunikasi terkandung hak dan kewajiban dari para

(34)

operator telekomunikasi kepada Pemerintah pusat. Beberapa kewajiban operator telekomunikasi yang wajib dipenuhi antara lain:

1. Kewajiban pembangunan jaringan telekomunikasi hingga mencapai jangkauan seluruh wilayah Indonesia. Didalam kewajiban ini dirinci berapa banyak jumlah menara minimal yang harus dibangun oleh operator telekomunikasi disetiap wilayah regional/pulau di Indonesia, atau berapa persentase minimal populasi yang harus dicapai oleh operator telekomunikasi. Bila operator telekomunikasi tidak dapat memenuhi kewajiban minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

2. Kewajiban memenuhi standar minimum kualitas sesuai dengan komitmen yang disampaikan didalam izin masing-masing operator telekomunikasi. Bila operator telekomunikasi tidak dapat memenuhi kewajiban minimalnya, maka akan dikenakan sanksi denda sesuai dengan Peraturan Pemerintah.

3. Kewajiban membayar biaya-biaya yang termasuk golongan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) atau yang dalam industri telekomunikasi disebut sebagai Biaya Regulatori (Regulatory Cost). Biaya-biaya Regulatory yang dibayarkan setiap tahun kepada Pemerintah Pusat ini adalah:

a. Biaya Hak Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi sebesar 0,5% dari penghasilan kotor perusahaan telekomunikasi per tahun

b. Kontribusi pembangunan universal, sebesar 1,25% dari penghasilan kotor perusahaan telekomunikasi per tahun

(35)

26

c. Biaya Hak Penggunaan Frekuensi Radio per tahun yang besarnya sesuai dengan nilai lelang, atau jumlah Base Transceiver Station (BTS) dan mengikuti rumusan yang ditetapkan Pemerintah.

Berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, maka UndangUndang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi memberikan tiga pengelompokan terhadap penyelenggaraan telekomunikasi di Indonesia sebagai berikut.

1. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi merupakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jaringan telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya komunikasi. Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi itu sendiri, terdiri atas:

a. Penyelenggaraan jaringan tetap, yang dibedakan menjadi:

penyelenggaraan jaringan tetap local, penyelenggaraan jaringan tetap sambungan jarak jauh, penyelenggaraan jaringan tetap internasional, dan penyelenggaraan jaringan tetap tertutup.20

b. Penyelenggaraan jaringan bergerak, yang dibedakan menjadi:

penyelenggaraan jaringan bergerak terestrial; penyelenggaraan jaringan bergerak seluler; dan penyelenggaraan jaringan bergerak satelit.21

20 Departemen Komunikasi dan Informatika, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Tentang Perubahan Ketiga Atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 20 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan Jaringan Telekomunikasi, Permen Komunikasi dan Informatika No. 6 Tahun 2008, Ps. 3 (Diakses Pada Tanggal 3 Juni 2018, Pukul 20.30 WIB)

21Ibid

(36)

Khusus bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler, dilakukan pembedaan antara penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi, dan dengan cakupan nasional. Penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi wajib melaksanakan jelajah (roaming) dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler dengan cakupan propinsi atau beberapa propinsi lainnya, yang memiliki sistem dan spektrum frekuensi radio yang sama, dimana pelaksanaan roaming tersebut dilaksanakan berdasarkan kerjasama yang tertuang dalam perjanjian tertulis dengan penyelenggara jaringan bergerak seluler lainnya.22

2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi.

Selain itu, penyelenggara jaringan bergerak seluler, juga diwajibkan untuk membangun atau menyediakan jaringan bergerak seluler untuk akses pelanggan, membangun atau menyediakan jaringan bergerak seluler yang saling terhubung di daerah cakupannya, dan dapat juga menyewakan jaringannya kepada penyelenggara jaringan bergerak seluler lainnya.

Kelompok atau jenis penyelenggaraan telekomunikasi yang kedua adalah penyelenggaraan jasa telekomunikasi. Adapun yang dimaksudkan dengan penyelenggaraan jasa telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa telekomunikasi yang memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.23

22Ibid, Pasal 50

23Departemen Komunikasi dan Informatika, Pasal.1 ayat (9) (dilihat Pada tanggal 3 Juni 2018, Puwkul 21.00 WIB)

(37)

28

Penyelenggaraan jasa telekomunikasi ini kemudian dibedakan menjadi penyelenggaran jasa teleponi dasar, penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, dan penyelenggaraan jasa multimedia.24

a) penyelenggaran jasa teleponi dasar, yaitu penyelenggaraan jasa telepon yang menggunakan teknologi circuit-switched yaitu telepon, faksimili, teleks, dan telegraf,tetap lokal, penyelenggara jaringan bergerak seluler, penyelenggara jaringan bergerak satelit dan penyelenggara radio trunking.25

b) penyelenggaraan jasa nilai tambah teleponi, yaitu penyelenggaraan jasa yang menawarkan layanan nilai tambah untuk teleponi dasar antara lain jasa teleponi melalui jaringan pintar, kartu panggil (calling card), jasa- jasa dengan teknologi interaktif voice response dan radio panggil untuk umum.26

c) penyelenggaraan jasa multimedia, yaitu penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang menawarkan layanan berbasis teknologi informasi termasuk di dalamnya penyelenggaraan jasa internet teleponi, jasa akses internet, dan jasa televisi berbayar.27

3. penyelenggaraan telekomunikasi khusus.

Jenis penyelenggaraan telekomunikasi yang terakhir adalah penyelenggaraan telekomunikasi khusus. Penyelenggaraan telekomunikasi khusus merupakan penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan

24Ibid., Psl 3

25Ibid., Ps. 14 ayat (1)

26Ibid., Ps. 1 angka (12)

27Ibid., Ps. 1 angka (13)

(38)

pengoperasiannya khusus,28 misalnya untuk keperluan metereologi, penerbangan, navigasi, pencarian dan pertolongan kecelakaan, komunikasi radio antar penduduk.29

Penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi tersebut di atas, dapat berbentuk badan hukum yang didirikan dengan maksud untuk menyelenggarakan jaringan telekomunikasi dan/atau jasa telekomunikasi dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), badan usaha swasta, atau Koperasi.30

Sedangkan penyelenggaraan telekomunikasi khusus ini, dapat dilakukan baik oleh perseorangan, instansi pemerintah, ataupun badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan/atau penyelenggara jasa telekomunikasi.31

B. Fungsi dan Tujuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi di Indonesia

Perkembangan jaman merupakan suatu konsekuensi logis bagi kehidupan manusia, dimana perkembangan ini akan dibarengi dengan peningkatan kebutuhankebutuhan aturan sebagai pedoman atau norma-norma untuk mengatur kehidupan manusia itu sendiri. Dalam kehidupan masyarakat moderen pelayanan jasa yang berkualitas atau pelayanan prima (service excellence) sangat diharapkan.Pelayanan ini berpengaruh dan mengubah arah menajemen publik

28Ibid, Ps 1 angka (15)

29Ibid, Ps. 9 ayat (4)

30Ibid, Ps. 1 ayat (8)

31Ibid., Ps. 8 ayat (2)

(39)

30

yang terkait dengan pelayanan umum (pelayanan aparatur pemerintah pada masyarakat). Manajemen publik yang terkait dengan pelayanan umum yamg berkualitas atau pelayanan prima (service excellence management), merupakan suatu upaya menigkatkan performansi secara terus menerus (continues performance improvement) pada setiap level operasi area fungsional dari suatu organisasi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia.32

Bertambahnya jumlah pengguna jaringan telekomunikasi selular berimbas pada bertambahnya kebutuhan akan menara/tower telekomunikasi di berbagai wilayah yang dianggap potensial bagi operator selular selaku penyedia layanan.

Akan tetapi peningkatan kebutuhan masyarakat ini rupanya tidak serta merta berbanding lurus dengan mudahnya proses pembangunan menara terebut.

Penolakan demi penolakan oleh warga sekitar lokasi rencana pembangunan tower telekomunikasi selalu ada, terutama di kota-kota besar, yang masyarakatnya semakin kritis.33

Dalam berbagai kasus, permintaan kompensasi cenderung semakin meningkat, baik jumlah kasusnya maupun besaran nilai nominalnya, masyarakat menjadikan semakin “pintar” dengan menjadikan kompensasi sebagai bergaining position Sejauh ini, sebenarnya setiap pemilik menara telekomunikasi selalu memberikan jaminan kepada masyarakat atas resiko yang mungkin timbul akibat kelalaian teknis dari setiap pembangunan menara, baik berupa ganti rugi atas

32 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika,2010, Jakarta, hal. 9

33http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/kompensasi-pembangunan- towetelekomunikasi/795, (diakses tanggal 3 Juni 2018, pukul 22.00 WIB)

(40)

rusaknya harta-benda, pengobatan maupun santunan atas warga yang meninggal jika musibah tersebut terjadi.Tetapi fakta dilapangan, biasanya masyarakat lebihpragmatis dan transaksional. Hal ini tentu menjadi pertimbangan tersendiri bagi perusahaan pemilik menara telekomunikasi dalam mngambil kebijakan yang strategis untuk penyelesaian pembangunan tersebut kepada pemilik tower telekomunikasi atas persetujuan yang mereka berikan. Dalam situasi semacam ini, peran serta pemerintah dalam mensosialisaikan dampak keberadaan menera telekomunikasi yang didirikan di sekitar pemukiman warga sangat dibutuhkan.

Sehingga semua pihak baik perusahaan maupun masyarakat bisa mendapatkan manfaat dari pembangunan sarana telekomunikasi tersebut. Fungsi dari tower telekomunikasi adalah untuk menempatkan antena pemancar sinyal (jaringan akses) untuk memberikan layanan kepada pelanggan di sekitar tower tersebut. Selain itu, penggunaan tower telekomunikasi juga berfungsi untuk menempatkan antenna pemancar sinyal transmisi (jaringan transport dengan menggunakan teknologi microwave) untuk menghubungkan pelanggan di daerah tersebut dengan sentral (BSC). Jadi bagian yang terpenting mengapa diperlukan pembangunan tower adalah untuk penempatan antenna-antenna tersebut, dimana dibutuhkan ketinggian tertentu untuk dipenuhinya syarat memancarkan dan menerima sinyalnya.34

Sesuai dengan tujuan awal dari terbitnya PMB Menara Bersama Telekomunikasi untuk menghemat investasi penggelaran jaringan telekomunikasi,

34Catur Singgih, http//caturlintang.blogspot.com.2010/04/pengertian-tower-html, (diakses tanggal 3Juni 2018, pukul 23.00 WIB)

(41)

32

maka operator telekomunikasiyang membangun sendiri menara telekomunikasinya atau operator telekomunikasi besar merasakan dampak positif sebagai akibat dari kebijakan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan menara bersama telekomunikasi. Dampak positif tersebut diperoleh dari penghematan biaya pembangunan menara telekomunikasi dalam jangka panjang, efisiensi internal, serta pendapatan dari bisnis penyewaan menara telekomunikasi.

C. Ketentuan Pembangunan Menara Tower Telekomunikasi Menurut Undang-Undang No 3 Tahun 1999

Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang begitu luas dan terdiri dari banyak pulau sangat membutuhkan infrastruktur menara telekomunikasi yang dapat menjangkau seluruh pelosok negeri agar keutuhan dan persatuan bangsa dapat terjaga serta hubungan antar masyarakat yang terpisahkan oleh jarak tetap terjalin secara harmonis. 35

Sejalan dengan hal tersebut maka pembangunan menara telekomunikasi di daerah-daerah masih terus dilaksanakan.Pesatnya pembangunan menara ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan pemerintah daerah (kabupaten/kota), khususnya dalam hal pemberian izin mendirikan bangunan menara tersebut.

Walaupun pada kenyataannya menara telekomunikasi ini sangat dibutuhkan serta membantu masyarakat, tetapi terkadang pemerintah kabupaten (kota) tertentu memiliki persepsi dan kebijakan tersendiri bahkan terkadang pembangunan menara telekomunikasi dianggap sebagai sebuah “kesempatan” untuk memperoleh keuntungan pribadi oleh oknum-oknum pejabat tertentu dengan dalih

35http://gojavaraya.com/index.php/site-acquisition/mengurai-izin-mendirikan- bangunanmenara-telekomunikasi/938,(diakses tanggal 3Juni 2018, Pukul 23.10 WIB)

(42)

kebijakan. Ada beberapa perizinan yang disyaratkan oleh pemerintah daerah untuk pendirian menara telekomunikasi, yaitu ; 36

1. Izin Prinsip (Bupati / Wali Kota) 2. Izin Peruntukan Lahan dari BPN

3. Rekomendasi Dinas Komunikasi dan Informatika

4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat Izin Tempat Usaha (SITU) 5. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) 6. Rekomendasi KKOP dari Otoritas Bandara/Dan Lanud (Kawasan Khusus) 7. Izin Gangguan Tempat Usaha (HO)

8. Rekomendasi Lingkungan Hidup atas UKL/UPL atau SPPL 9. Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

Pengaturan mengenai perizinan pembangunanmenara telekomunikasi sebenarnya telah diatur dalam Peraturan sebagai berikut :

Pertama,Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Republik Indonesia

Nomor : 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi.

Pada pasal 3 ayat (2) berbunyi : “Pembangunan Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang- undangan yang berlaku”

Kemudian ayat (3) bebunyi : “Pemberian Izin Mendirikan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku”

36Ibid

(43)

34

Selanjutnya pada pasal 8 :”Izin Mendirikan Menara di Kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku”

Pasal 9 : “Kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 merupakan kawasan yang sifat dan peruntukannya memiliki karakteristik tertentu, antara lain:

a. kawasan pengawasan militer;

b. kawasan cagar budaya;

c. kawasan pariwisata; atau

d. kawasan hutan lindung

Kedua, Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,

Menteri Komunikasi dan Informatika dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Nomor : 18 Tahun 2009 ; 07/PRT/M/2009 ; 19/PER/M.KOMINFO/03/2009 ; 3/P/2009 , Tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.

Pada pasal 4 ayat (1) berbunyi : “Pembangunan menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Bupati/Wlikota, kecuali untuk Propinsi DKI Jakarta wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.”

Ayat (2) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan ruang”

Ayat (3) : “Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu” Lebih lanjut pada pasal 11 ayat (2) : “Persyaratan Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri dari : huruf (a). …….” huruf (g) “Persetujuan dari warga

(44)

sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara ;” huruf (h) “Dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan izin gangguan dan izin genset”

Kemudian pasal 13 ayat (1) :”Penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 ayat (2) huruf a dapat menempatkan :

huruf (a) : “Antena di atas bangunan gedung, dengan ketinggian sampai dengan 6 meter dari permukaan atap bangunan gedung sepanjang tidak melampaui ketinggian maksimum selubung bangunan yang diizinkan, dan konstruksi bangunan gedung mampu memdukung beban antena; dan/atau”

huruf (b) : “Antena yang melekat pada bangunan lainnya seperti papan reklame, tiang lampu penerangan jalan dan sebagainya, sepanjang konstruksi bangunannya mampu mendukung antena.” Ayat (2) :”Penempatan antena sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b tidak memerlukan izin” Selanjutnya dipertegas dengan pasal 15 ayat (3) :”Pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi DKI Jakarta serta aparatnya dilarang memungut restribusi dan atau pungutan lainnya di luar restribusi Izin Mendirikan Bangunan Menara.”

Berdasarkan peraturan tersebut sebenarnya telah jelas mengenai izin yang disyaratkan serta restribusi yang diperbolehkan, dan untuk lebih lengkapnya dapat dibaca pada kedua peraturan tersebut secara keseluruhan.

Dengan demikian sesungguhnya pembangunan menara telekomunikasi berdasarkan pada kedua peraturan tersebut seharusnya tidak serumit sebagimana fakta yang terjadi di beberapa daerah (kabupaten/kota) tertentu, yang mana pemerintah daerah memiliki persepsi dan kebijakan sendiri mengenai syarat izin bagi pembangunan menara telekomunikasi.

(45)

36

Dengan semakin meluasnya sosialisasi peraturan yang terkait pembangunan dan penggunaan menara telekomunikasi, maka diharapkan dapat terwujud pemahaman bersama tentang perizinan yang disyaratkan untuk setiap pembangunan menara telekomunikasi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menara dalam hal ini yang bersesuaian dengan izin mendirikan tower adalah sesuai dengan Permenkominfo 02/2008 Pasal 1 angka 3. Dikatakan bahwamenara adalah bangunan khusus yang berfungsi sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau bentuk konstruksinya disesuaikan dengan keperluan penyelenggaraan telekomunikasi.

Sedangkan dalam Pasal 1 angka 4 dari Permenkominfo 02/2008 dikatakan bahwa menara adalah telekomunikasi yang digunakan secara bersama-sama oleh Penyelenggara Telekomunikasi. Dengan demikian tower telekomunikasi dalam hal ini termasuk menara.37

Terkait dengan izin mendirikan menara, beberapa hal yang menyangkut Bahwasanya menara telekomunikasi harus digunakan secara bersama dan berkesinambungan demi efisiensi dan efektifitas. Pembangunan menara telekomunikasi dapat dilaksanakan oleh pihak penyelenggara telekomunikasi, atau penyedia menara atau kontraktor menara. Izin mendirikan tower harus sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Selain itu pembangunan menara harus sesuai dengan standart demi kemanan bersama.

37http://www.dct.co.id/home/artikel/277-ketentuan-izin-mendirikan-towertelekomunikasi- di-indonesia.html, (diakses tanggal 3 Juni 2018, pada 23.20 WIB)

(46)

aspek keamanan secara umum diantaranya :

1. Kekuatan tower telekomunikasi yaitu harus stabil dan kuat. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam hal ini adalah tempat/ space, ketinggian tower telekomunikasi,struktur tower, rangka struktur tower, pondasi, serta harus memperhitungkan kecepatan angin.

2. Fasilitas pendukung tower/ menara, yaitu selain memiliki identitas hokum yang jelas juga harus melihat faktor pentanahan (grounding), catu daya, alat penangkal petir, lampu halangan penerbangan , serta marka halangan penerbangan.

3. Identitas yang jelas dari nama pemilik menara. Agar jika terjadi sesuatu akan mudah dilakukan penelusuran. Dalam izin mendirikan tower, yang termasuk identitas diantaranya nama pemilik menara, lokasi menara atau tower, ketinggian menara, tahun pembuatan dan pemasangan menara, kontraktor menara serta beban maksimum menara.38

Penyesuaian dalam penyelenggaraan telekomunikasi di tingkat nasional sudah merupakan kebutuhan nyata, mengingat meningkatnya kemampuan sektor swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi, penguasaan teknologi telekomunikasi, dan keunggulan kompetitif dalam rangka memenuhi kebutuhan

Dengan demikian yang terikat dengan peraturan izin mendirikan tower diantaranya izin mendirikan tower triangle, syarat mendirikan menara maupun segala bentuk menara telekomunikasi yang sesuai dengan definisi diatas.Sedangkan yang terkait dengan penggunaan menara untuk kepentingan bersama jika hendak melakukan kerjasama pemakaian bersama, ketentuan harga sewa tower bts biasanya berhubungan dengan pemilik menara.

38Ibid

(47)

38

masyarakat. Penyelenggaraan telekomunikasi yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat, serta memperlancar dan meningkatkan hubungan antar negara harus senantiasa ditingkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pelayanan di bidang telekomunikasi adalah dengan membuat pengaturan yang dapat memberikan kejelasan dan ketegasan dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

Pengaturan pendirian dan penggunaan BTS diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 02/Per/M.Kominfo/03/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi dan Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika dan kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009; Nomor: 07/Prt/M/2009; Nomor: 19/Per / M.Kominfo / 03 / 2009; Nomor: 3 /P/2009 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi.39

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Bersama Menteri, Menara disediakan oleh Penyedia Menara, dan pembangunannya dilakukan oleh Penyedia Jasa

Pada dasarnya, kekhawatiran atas sambaran petir atau kegagalan bangunan Menara telah diakomodir dalam Perkominfo No. 02/2008 dan Peraturan bersama Menteri. Menara wajib dilengkapi dengan sarana pendukung, yang salah satunya adalah penangkal petir. Selain itu, terdapat pula suatu pengaturan mengenai spesifikasi struktur Menara, yaitu spesifikasi struktur menara harus dibuat berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

39http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50c0b2f395e2d/pertanggungjawabanhuku m-jika-menara-bts-roboh, diakses tanggal 4 Juni 2018, pukul 00.00 WIB)

(48)

Konstruksi.Lebih lanjut, berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, pemilik dan penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab dalam hal terdapatnya kegagalan dari bangunan. Dengan demikian, apabila terdapat kegagalan bangunan atas menara, maka pemilik dan penyedia jasa konstruksilah yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kegagalan tersebut. Namun, apabila kegagalan bangunan tersebut disebabkan oleh kesalahan perencana atau pengawas konstruksi dari pembangunan Menara, dan kemudian menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi yang bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi, dengan dikenakan ganti rugi. Apabila kegagalan bangunan disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan merugikan pihak lain, maka pelaksana konstruksi bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dengan dikenakan ganti rugi.

Pasal 11 UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi menjelaskan:

1. Penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat diselenggarakan setelah mendapat izin dari Menteri.

2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:

a. Tata cara yang sederhana;

b. Proses yang transparan, adil dan tidak diskriminatif; serta c. Penyelesaian dalam waktu yang singkat.

3. Ketentuan mengenai perizinan penyelenggaraan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan PP.

Disamping itu terdapat juga di dalam PP No.52 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi di dalam Pasal 8 yaitu:

(49)

40

1. Penyelenggara jaringan telekomunikasi dapat menyelenggarakan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang dimiliki dan disediakannya.

2. Penyelenggaraan jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus merupakan kegiatan usaha yang terpisah dari penyelenggaraan jaringan yang sudah ada.

3. Untuk menyelenggarakan jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) penyelenggara jaringan telekomunikasi wajib mendapatkan izin penyelenggaraan jasa telekomunikasi dari Menteri.

Di dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi Dan Informatika Dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 18 Tahun 2009 Nomor: 07/Prt/M/2009 Nomor:

19/Per/M.Kominfo/03/2009 Nomor: 3/P/2009 Tentang Pedoman Pembangunan Dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi Terdapat di dalam Bab III Pasal 4 yaitu tentang Perizinan Bangunan Menara :

1. Pembangunan menara wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Bupati/ Walikota, kecuali untuk Provinsi DKI Jakarta wajib memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dari Gubernur.

2. Pemberian Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan ruang.

3. Pemberian Izin mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan melalui pelayanan terpadu

(50)

Penyedia jasa telekomunikasi dan operator seluler harus melengkapi empat syarat untuk mendirikan menara telekomunikasi seluler sesuai peraturan yang berlaku. "Empat syarat yang harus dilengkapi itu adalah izin mendirikan bangunan, izin gangguan, melengkapi peralatan penangkal petir dan penyediaan genset secara mandiri.40

Oleh karena Penyenggaraan menara telekomunikasi terkait dengan beberapa instansi Pemerintahan tanggal 30 Maret 2009, diterbitkan peraturan bersama dalam bentuk Peraturan Menteri Dalam Negeri No.18/2009, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.07/PRT/M/2009, Peraturan Menkominfo No.19/PER/M.KOMINFO/03/2009 dan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No.3/P/2009 mengenai pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara bersama Telekomunikasi.Peraturan Bersama itu mengatur bahwa izin pembangunan menara telekomunikasi diberikan oleh Bupati atau Sedangkan untuk kekuatan menara, kata dia, harus mampu menahan terpaan angin hingga 120 kilometer (km) per jam, sementara rata-rata kekuatan angin yang terjadi di Indonesia termasuk di Kaltim berkisar 60 kilometer per jam.

Kekuatan menara juga harus tahan terhadap gempa dengan kekuatan tertentu.

Menara tersebut di satu sisi menunjukkan pelayanan operator seluler kepada pelanggan yang semakin meningkat karena sesuai dengan kebutuhan. Namun di sisi lain, ada juga yang tidak indah dalam estetika tata kota, sisi keamanan perhubungan serta lingkungan sekitar.

40http://www.antarakaltim.com/berita/6660/kadiskominfo-pembangunan-menara- haruspenuhi-empat-syarat, (diakses tanggal 4 Juni 2018, pada 00.30 WIB)

Referensi

Dokumen terkait

Pengadilan Agama adalah lembaga yang berwenang dalam menyelesaikan hak istri. Namun untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut diatas para pencari keadilan yang selalu

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dijelaskan bahwa benda (yang ada diwilayah Negara RI atau diluar Negara RI) yang dibebani dengan jaminan

pada Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 2)

Pendapat demikian juga sesuai dengan pertumbuhan hukum Anglo Amerika menurut sistem common law, di mana pemegang hipotek (mortgagee) dianggap memperoleh hak eigendom atas benda

Perusahaan Sewa Guna Usaha (leasing) kegiatan utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk memenuhi keperluan barang-barang modal oleh debitur. Pemenuhan pembiayaan

76 Wawancara dengan Bapak Hasan Amin, tanggal 5 Agustus 2016 di kantor PT. Rahmat Jaya Transport.. Indofood di dalam proses penyelenggaraan pengangkutan dengan PT. Rahmat Jaya

1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk mediasi yang perkaranya diproses di Pengadilan. 2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengkuti prosedur medisi yang

Dampak meningkatnya perkara perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Meulaboh dan dampak terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dikurangi ataupun