• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Oleh : HARIS SAPUTRA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Oleh : HARIS SAPUTRA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara

Oleh :

HARIS SAPUTRA 130200234

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)

Oleh :

HARIS SAPUTRA 130200234

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh :

Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum.

NIP. 196603031985081001

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. Eko Yudhistira, S.H., M.Kn.

NIP. 196204211988031004 NIP. 198212072009121003

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : HARIS SAPUTRA

NIM : 130200234

JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa ini skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.

2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.

Medan, Desember 2016

HARIS SAPUTRA

NIM : 130200234

(4)

ABSTRAK

Haris Saputra *) Tan Kamello **) Eko Yudhistira ***)

Lembaga perbankan dan lembaga jaminan sangat berpengaruh dalam rangka mendorong pembagunan ekonomi Indonesia, karena bank memiliki peran yang salah satunya yaitu memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat. Untuk dapat menjamin terpenuhinya kewajiban Debitur sebagai penggunna fasilitas kredit maka sangat dibutuhkan suatu lembaga jaminan yang paling efektif dan aman untuk perjanjian kredit yaitu benda tidak bergerak dengan jaminan Hak Tanggungan. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan, prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, hambatan ataupun kendala dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, dan hak serta kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan sebagai Kreditur dengan Debiturnya.

Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analisis, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier.

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma- norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan, serta penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan staf atau pegawai PT. Bank Aceh Cabang Medan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan dapat disimpulkan bahwa hal yang dapat menyebabkan dilaksanakannya eksekusi jaminan Hak Tanggungan, yaitu dikarenakan Debitur cidera janji atau sering disebut dengan wanprestasi sehingga kolektibilitas kredit Debitur menjadi macet. Prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan dilakukan dengan cara penjualan dibawah tangan dan parate eksekusi melalui pelelangan umum. Masalah ataupun kendala yang timbul pada saat proses pelaksanaan eskekusi jaminan Hak Tangguggan antara lain sulitnya pengosongan objek Hak Tanggungan, penentuan limit pada saat penjualan, dan adanya tekanan dari pihak Debitur. Dengan adanya suatu eksekusi jaminan Hak Tanggungan, maka para pihak yang bersangkutan tentunya mempunyai masing-masing hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.

Kata Kunci : Pelaksanaan Eksekusi, Jaminan Hak Tanggungan

*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

**) Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

***) Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU

(5)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kekuatan, petunjuk, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan).

Penulis menyadari dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini banyak diberi bantuan dan dukungan dari berbagai pihak berupa saran dan masukan dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh penulis, sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. H. OK Saidin S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

(6)

Sekretaris Departemen Hukum Perdata.

6. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S., selaku Dosen Pembimbing I penulis, yang telah banyak memberikan masukan serta dengan sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

7. Bapak Eko Yudhistira, S.H.,M.Kn., selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan serta dengan sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

8. Bapak Mulhadi,S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik.

9. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.

10. Terima kasih kepada PT. Bank Aceh Cabang Medan, yang telah memberikan izin untuk dapat melakukan riset serta memberikan informasi dan data-data yang diperlukan selama mengerjakan skripsi ini.

11. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan sangat mendalam kepada

kedua orang tua penulis Ayahanda Faisal Anwar dan Ibunda Nurjani,

yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih

sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan

selamanya.

(7)

memberikan dukungan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini.

13. Saudaraku, Putri Indah S.E., dan Sultan Maulana Ibrahim serta Reynald A.P. Simamora dan Niky Azura Patricia dan saudara Edi Nugraha.

14. Teman-teman Organisasi BTM Aladdinsyah, S.H., Saufie, M. Zikri, Almunawar, Denny, Aries Rahman, Dimas Pratama, Hendra Adiwijaya, dan teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

15. Untuk seseorang yang spesial yang telah sangat-sangat membantu dan mendukung sepenuhnya mulai dari awal perkuliahan hingga terselesai penulisan skripsi ini, Kiki Pratiwi.

16. Buat teman-teman seperjuangan Liga Saplendra Ginting, Ade Ikhsan

Sauqi, M.Syarif, Rangga P. Hutasuhut, Ganang A. Agustio, Dimas

Huzaifah, Prasetyo, Abdi C. Tarigan, Denny Gunawan, Naskel

Simajuntak, Gibran Dasopang, Alfi Syahrin Nst., Agung N. Daulay,

Magdalena Sitompul, Florenshia, Paula, Rio A. Sialagan, Ridho

Darmawan, Astri P. Juwanda, Harry Septiadi, Melvin dan teman-

teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

banyak memberikan dukungan kepada penulis dan selalu menjadi

sahabat yang baik bagi penulis.

(8)

selesai.

Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.

Medan, Desember 2016 Penulis,

Haris Saputra

130200234

(9)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 10

C. Tujuan Penulisan ... 11

D. Manfaat Penulisan ... 11

E. Metode Penilitian ... 12

F. Keaslian Penulisan ... 15

G. Sistematika Penulisan ... 17

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT BANK ... 19

A. Pengertian dan Dasar Hukum mengenai Perjanjian Kredit ... 19

B. Pentingnya Perjanjian Kredit bagi Berbagai Pihak ... 27

C. Pertimbangan dalam Pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank .... 31

D. Implementasi Prinsip 5C dalam Pemberian Kredit ... 40

E. Hapusnya Perjanjian Kredit antara Kreditur dan Debitur ... 43

(10)

A. Pengertian dan Jenis-jenis Jaminan Pada Umumnya ... 50 B. Pemberian Jaminan dalam Berbagai Perspektif ... 56 C. Prosedur Pemberian Jaminan Hak Tanggungan untuk Mendapatkan Fasilitas Kredit dari Bank ... 67 D. Jaminan Hak Tanggungan untuk Melindungi Hak-hak Kreditur dalam Menagih Pelunasan Utang Debitur... 71 E. Kedudukan Kreditur dalam Penjaminan dengan Hak Tanggungan ... 77

BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK

TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG

DIBERIKAN OLEH KREDITUR ... 82

A. Profil PT. Bank Aceh ... 82

B. Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Eksekusi Jaminan Hak

Tanggungan ... 91

C. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan oleh

PT. Bank Aceh Cabang Medan ... 93

D. Masalah-masalah dalam Proses Pelaksanaan Eksekusi Jaminan

Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan ... 106

(11)

Medan dengan Debitur ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 116

DAFTAR PUSTAKA ... 118

LAMPIRAN

(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi didalam suatu masyarakat tidak terlepas dari adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan dana agar dapat mendukung suatu kegiatan usaha atau ekonomi seseorang maupun badan usaha. Untuk dapat terciptanya suatu pembagunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang maksudkan dalam Pasal 33 Undang–undang Dasar 1945 yang mengisyaratkan bahwa kesejahteraan sosial dan kemakmuran masyarakat itu sangat diutamakan, maka sangat diperlukan adanya suatu lembaga penyedia dana yang bersedia memberikan dananya untuk perorangan maupun badan usaha agar dapat mendorong pembangungan ekonomi secara keseluruhan yang merupakan bagian dari pembagunan ekonomi secara nasional. Lembaga Jaminan juga penting dalam rangka mendorong pembagunan ekonomi Indonesia, karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan suatu jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut.

Terdapat beberapa penggolongan lembaga jaminan, yaitu jaminan yang

lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan karena perjanjian, jaminan umum

dan khusus, jaminan bersifat kebendaan dan perorangan, jaminan yang

mempunyai objek benda bergerak dan benda tidak bergerak, serta jaminan yang

menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya.

(13)

Untuk dapat terwujudnya pemenuhan kebutuhan dana pinjaman, maka kehadiran lembaga Perbankan disini sangat berpengaruh, karena bank memiliki peran yang salah satunya yaitu memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat, mengingat fungsi utama bank yaitu sebagai lembaga keuangan yang penghimpun dana masyarakat dan kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dengan berbagai bentuk kebutuhan. Pemberian fasilitas kredit merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu bank, karena sebagian besar pendapatan dari bank berasal dari sektor tersebut terutama dalam bentuk bunga, dapat dikatakan bank dapat berjalan dan berkembang karena adanya bunga dari suatu perjanjian kredit.

Mengenai Lembaga Perbankan diatur didalam Hukum Perbankan. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.

Bank sebagai Kreditur dalam kegiatannya memberikan kredit kepada

masyarakat sebagai Debitur, tentu membutuhkan perlindungan hukum agar dapat

terjamin pembayaran serta pelunasannya oleh Debitur dalam suatu perjanjian

kredit. Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan

mengadakan suatu perjanjian, yaitu perjanjian kredit. Kredit menurut Pasal 1

angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau

tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan

pinjam-meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan

pemberian bunga. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok, yaitu

(14)

perjanjian utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak Debitur.

Kredit umumnya berfungsi untuk mempelancar suatu kegiatan usaha dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah:

1

1. Mencari Keuntungan

Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dari bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.

2. Membantu Usaha Nasabah

Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja, maka pihak Debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.

3. Membantu Pemerintah

Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak Perbankan maka semakin baik, semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembagunan diberbagai sektor.

Dalam pemberian kredit oleh bank, terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam suatu perjanjian kredit tersebut, antara lain:

2

1 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 96

2 Inda Puspita Sari Hasibuan, Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, S1 Kearsipan Fakultas Hukum, USU, 2015, hlm. 9.

(15)

1. Tidak didaftarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ke Kantor Pertanahan guna penerbitan sertifikat Hak Tanggungan;

2. Objek Hak Tanggugan telah dijual oleh Debitur;

3. Debitur telah melakukan wanprestasi karena berbagai faktor;

4. Beralihnya objek Hak Tanggungan karena Pemberi Kuasa telah meninggal atau objek Hak Tanggungan menjadi tanah warisan dari berbagai pihak;

5. Objek Hak Tanggungan disewakan tanpa persetujuan Pemberi Pinjaman.

Perlindungan hukum disini dapat terwujud dengan adanya suatu jaminan, yang oleh bank dijadikan sebagai sesuatu yang dapat menjamin segala kewajiban dari Debiturnya. Salah satu unsur yang sangat penting dalam pemberian kredit adalah jaminan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembagunan, sudah seharusnya jika para pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.

Hukum jaminan yang kuat dan pasti merupakan salah satu unsur untuk

mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena bank sebagai penyedia dana

sudah pasti memerlukan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai ketika

memberikan kredit kepada perorangan maupun perusahaan, bahkan keberadaan

hukum jaminan yang kuat serta memberikan kepastian hukum dan mudah dalam

eksekusinya sangat menguntukan bagi para pihak yang berkepentingan.

(16)

Jaminan menjadi hal yang paling penting karena mempunyai kedudukan dalam mengurangi resiko kerugian bagi pihak bank. Adapun jaminan yang ideal dapat dilihat dari:

3

1. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan;

2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk meneruskan usahanya;

3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu, maka diurungkan untuk melunasi hutang si Debitur.

Jaminan kredit yang disetujui dan diterima bank selanjutnya akan mempunyai beberapa fungsi dan salah satunya adalah untuk mengamankan pelunasan kredit apabila pihak Debitur cidera janji. Bila kredit yang diterima Debitur tidak dilunasi hingga waktu yang di perjanjikan dan hal tersebut disimpulkan sebagai kredit macet, jaminan kredit yang diterima bank akan diterima untuk pelunasan kredit macet tersebut.

Jaminan dari perjanjian kredit pada umumnya dibuat secara tertulis, yang biasanya didalam prakteknya senantiasa dituangkan dalam bentuk tertulis, sebagaimana dimuat dalam formulir atau model tertentu dari bank.

Dalam hukum perdata terdapat berbagai penggolongan perjanjian salah satunya yaitu mengenai perjanjian pokok dan perjanjian Accessoir. Kedua perjanjian tersebut sering ditemukan dalam kegiatan peminjaman uang, seperti dalam usaha pemberian kredit perbankan.

3 R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1996, hlm 29.

(17)

Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok sedangkan jaminan kredit merupakan perjanjian Accessoir. Perjanjian pokok adalah perjanjian yang mendasari atau mengakibatkan dibuatnya perjanjian lain. Salah satu perjanjian pokok adalah berupa perjanjian kredit yang dibuat bank bersama Debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit perbankan.

4

Sedangkan Perjanjian Accessoir yaitu suatu perjanjian yang bersifat tambahan (ikutan) yang dikaitkan dengan perjanjian pokok. Dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian Accessoir itu ada karena adanya suatu perjanjian pokok.

Perjanjian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat Accessoir yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

1. Adanya suatu perjanjian bergantung pada perjanjian pokok;

2. Hapusnya perjanjian bergantung pada perjanjian pokok;

3. Jika perjanjian pokok itu batal, maka perjanjian ikutan juga akan ikut batal;

4. Perjanjian ikutan ikut beralih sesuai dengan beralihnya perjanjian pokok;

5. Jika hutang pokok beralih karena cessy atau subrogasi, maka perjanjian ikutan juga ikut beralih tanpa adanya perjanjian khusus.

Adapun peran penting dari adanya suatu jaminan adalah guna memberi hak dan kekuasaan kepada bank selaku Kreditur untuk mendapatkan pelunasan atas suatu piutang dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila Debitur cidera janji dengan cara tidak membayar hutangnya tepat pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Hal ini mungkin saja terjadi karena tidak semua

4 M. Bashan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.

RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm.132-133.

(18)

nasabah yang menggunakan fasilitas kredit dapat menggunakan dananya dengan benar dan berhasil. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu lembaga jaminan untuk mengantisipasi agar Debitur dapat memenuhi kewajibannya. Salah satu bentuk Lembaga Jaminan yang menurut Lembaga Perbankan yang paling efektif dan aman dalam perjanjian kredit adalah benda tidak bergerak dengan jaminan Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan itu dibentuk sebagai implementasi dari ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Pokok Agraria yaitu pada Pasal 51 yang berbunyi

“Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bagunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan Undang- undang”.

Hak Tanggungan pada dasarnya dibebankan pada hak atas tanah dan juga sering kali terdapat benda-benda di atasnya bisa berupa bengunan, tanaman, dan hasil-hasil lainnya yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang di jadikan jaminan.

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang

untuk selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-

undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut

atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah,

untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur-kreditur lainnya. Kreditur tersebut

disebut juga sebagai Kreditur Preferent, yang membedakan nya dengan kreditur-

(19)

kreditur yang lain ialah, Kreditur yang satu ini memegang suatu jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan dan apabila terjadi suatu wanprestasi oleh Debitur, maka pelunasan hutangnya harus didahulukan daripada kreditur-kreditur yang lainnya (kreditur konkuren).

Penjelasan umum alinea ketiga Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan meliputi:

a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya;

b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada;

c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;

d. Mudah dan pasti pelaksanaan Eksekusinya;

e. Hak Tanggungan mempunyai ciri sebagai Hak Kebendaan, yaitu dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, dan selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit de suit).

Salah satu dari ciri-ciri yang dipaparkan dalam penjelasan Undang-undang di atas, yang menunjukan perlindungan bagi para Kreditur apabila pihak Debitur cidera janji yang menimbulkan kredit macet adalah mudah dan pasti terlaksana eksekusinya.

Wanprestasi merupakan salah satu penyebab dilakukannya eksekusi

jaminan Hak Tanggungan oleh bank. Wanprestasi atau cidera janji berarti tidak

(20)

terlaksananya atau dipenuhinya suatu perjanjian karena kesalahan pihak Debitur.

Menurut pendapat R. Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang Debitur dapat berupa empat macam, yaitu:

5

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan Hak Tanggungan, lebih jelasnya terdapat pada Pasal 20, yang menyatakan:

(1) Apabila Debitor cidera janji, maka berdasarkan;

a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berdasarkan Parate Eksekusi; atau

b. Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) untuk menjual objek Hak Tanggungan.

(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjual objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat di peroleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.

5 R. Subekti (I), Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1994, hlm. 45.

(21)

Berdasarkan bunyi Pasal 20, maka dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dilakukan dengan tiga cara, yaitu Parate Eksekusi (tanpa campur tangan Pengadilan) atau pelelangan umum, menjual objek Hak Tanggungan berdasarkan Titel Eksekutorial, dan penjualan di bawah tangan. Ketiga cara eksekusi tersebut dilakukan oleh para Kreditur, salah satunya yaitu PT. Bank Aceh, dimana Bank tersebut juga menjadi objek penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pelaksanaan eksekusi oleh PT. Bank Aceh dilaksanakan apabila Debitur cidera janji sehingga tidak terpenuhinya kewajiban Debitur untuk melaksanakan perjanjian kredit tersebut.

Walaupun telah adanya suatu undang-undang yang dibentuk guna mempermudah pelaksanaan eksekusi apabila Debitur cidera janji, namun pada kenyataannya masih banyak ditemui berbagai masalah pada saat eksekusi jaminan Hak Tanggungan itu dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dalam penulisan skripsi ini mengangkat judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan).

B. Permasalahan

Berdasarkan pemaparan latar belakang penulisan di atas, maka dapat

disimpulkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai

berikut :

(22)

1. Apa saja hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan?

2. Bagaimana prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan?

3. Apa saja masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan?

4. Bagaimana hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur?

C. Tujuan Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan.

2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan.

3. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan.

4. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur.

D. Manfaat Penulisan

Dari penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat antara

lain:

(23)

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembagunan ilmu pengetahuan, sumbangan pemikiran, wawasan, dan informasi, serta memberikan tambahan literatur dan karya ilmiah dibidang hukum perdata secara umum, dan secara khusus dibidang hukum jaminan, yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.

2. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat atau nasabah yang melakukan perjanjian kredit dengan bank agar lebih teliti dan dapat memahami pengikatan jaminan dengan Hak Tanggungan serta mekanisme dalam melaksanakan eksekusi jaminan Hak Tanggungan dari suatu perjanjian kredit oleh bank.

E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan cara menganalisi bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh penulis selama melakukan penelitian.

Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian

mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-

(24)

undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian serta hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.

3. Sumber Data a. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.

6

Dalam hal ini berupa data hasil wawancara dengan PT. Bank Aceh Cabang Medan

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undang.

7

Berikut ini merupakan data-data sekunder yang dapat digunakan:

6 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 106

7 Ibid

(25)

1) Bahan Hukum Primer

Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.

Misalnya: Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-undang No.

10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.

4. Metode Pengumpulan Data a. Metode Penelitian Kepustakaan

Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.

b. Metode Penelitian Lapangan

Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh

melalui wawancara dengan PT. Bank Aceh Cabang Medan.

(26)

5. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.

F. Keaslian Penulisan

Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Setelah menelusuri kepustakaan banyak hasil penelitian tentang jaminan Hak Tanggungan, namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan)” hingga saat ini belum ada. Dengan demikian, keaslian judul penulis dapat dipertanggungjawabkan.

Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat beberapa judul yang memiliki kesamaan dengan judul penulis, yaitu:

1. Nama : Alexander Johannes M. Simanjuntak NIM : 080200278

Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Debitur

atas Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan

(Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk SKC

Polonia Medan).

(27)

2. Nama : Hirmawati Fanny Tampubolon NIM : 110200242

Judul : Pelindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan yang Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan).

3. Nama : Eko Yolanda Putra NIM : 080200328

Judul : Perlindungan Hukum Pada Para Pihak Akibat Penjualan Hak Tanggungan Di Bawah Tangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan).

4. Nama : M. Rendra Hanafi NIM : 110200552

Judul : Aspek Hukum Terhadap Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Pelunasan Hutang Debitur (Studi pada PT. Bank Sumut Cabang Utama, Medan)

Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul beserta rumusan

masalah yang di atas, namun terdapat perbedaan lokasi penelitian dan substansi

pembahasan.

(28)

G. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sitematika penulisan.

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN

KREDIT BANK

Bab ini berisikan pengertian dan dasar hukum mengenai perjanjian kredit, pentingnya perjanjian kredit bagi berbagai pihak, pertimbangan dalam pemberian fasilitas kredit oleh bank, implementasi prinsip 5C dalam pemberian kredit, serta hapusnya perjanjian kredit antara kreditur dan Debitur.

BAB III PEMBERIAN JAMINAN UNTUK MENDAPAT FASILITAS KREDIT

Bab ini berisikan pengertian dan jenis-jenis jaminan pada

umumnya, pemberian jaminan dalam berbagai perspektif, prosedur

pemberian jaminan Hak Tanggungan untuk mendapatkan fasilitas

kredit dari bank, jaminan Hak Tanggungan untuk melindungi hak-

hak kreditur dalam menagih pelunasan utang Debitur, kedudukan

Kreditur dalam penjaminan dengan Hak Tanggungan.

(29)

BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG DIBERIKAN OLEH KREDITUR

Bab ini berisikan profil PT. Bank Aceh, hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan, prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan,masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, serta hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT.

Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Berisi

kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi, dan

saran yang merupakan suatu upaya yang diusulkan agar hal-hal

yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat

berguna.

(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT BANK

A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit

Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian merupakan sumber dari perikatan.

Menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut definisi bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

8

Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu perbuatan atau suatu persetujuan, dimana masing- masing pihak sepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.

Dari beberapa uraian mengenai pengertian perjanjian di atas terdapat beberapa unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian, yaitu:

9

8 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktri, serta Penjelasan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hlm. 9

9 Rudi Pradisetia Sudirdja, Unsur-unsur Perjanjian, http://www.rudi pradisetia.com/2010/11/unsur-unsur-dalam-perjanjian-dalam.html, diakses pada tanggal 23 September 2016.

(31)

1. Unsur Essesialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian. Bahwa dalam suatu perjanjian haruslah mengandung suatu ketentuan tentang prestasi-prestasi. Hal ini adalah penting disebabkan hal inilah yang membedakan antara suatu perjnajian dengan perjanjian lainnya.

Unsur Essesialia sangat berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk memberikan rumusan, definisi dan pengertian dari suatu perjanjian. Jadi essensi atau isi yang terkandung dari perjanjian tersebut yang mendefinisikan apa bentuk hakekat perjanjian tersebut. Misalnya essensi yang terdapat dalam definisi perjanjian jual beli dengan perjanjian tukar menukar. Maka dari definisi yang dimuat dalam definisi perjanjian tersebutlah yang membedakan antara jual beli dan tukar menukar.

2. Unsur Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya dijumpai dalam perjanjian-perjanjian tertentu, dianggap ada kecuali dinyatakan sebaliknya.

Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang

menyangkut suatu keadaan yang pasti ada setelah diketahui unsur

essesialianya. Jadi terlebih dahulu harus dirumuskan unsur essesialianya

baru kemudian dapat dirumuskan unsur naturalianya. Misalnya jual beli

unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus bertanggung jawab

terhadap kerusakan-kerusakan atau cacat-cacat yang dimiliki oleh barang

yang dijualnya. Misalnya membeli sebuah televisi baru. Jadi unsur

(32)

essesialia adalah usnur yang selayaknya atau sepatutnya sudah diketahui oleh masyarakat dan dianggap suatu hal yang lazim atau lumrah.

3. Unsur Accidentalia, yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang disetujui oleh para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur, bisa juga tidak ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa perlu untuk memuat ataukah tidak.

Selain itu accidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.

Jadi unsur accidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap dari unsur essesialia dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian harus ada tempat dimana prestasi dilakukan.

Syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu:

1. Sepakat untuk mereka yang mengikatkan dirinya;

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3. Suatu hal tertentu;

4. Suatu sebab yang halal.

Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif berkaitan dengan

subjek perjanjian, artinya suatu perjanjian dapat diminta untuk dibatalkan apabila

salah satu syarat tidak terpenuhi. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan

(33)

syarat objektif berkaitan dengan objek perjanjian, artinya suatu perjanjian batal demi hukum jika tidak terpenuhi salah satu syarat.

Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, yaitu Cadere yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah Debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapatkan kepercayaan dari bank.

Hal ini menunjukan bahwa apa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur adalah kepercayaan.

10

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengansur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan penyedia keuangan lainnya.

11

Pengertian kredit sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Apabila ditelusuri pengertian kredit lebih lanjut, maka dapat ditemukan beberapa unsur yang terdapat dalam makna kredit, yaitu:

12

10 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 57.

11 Ibid

12 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 268-269.

(34)

1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu;

2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;

3. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah;

4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan jaminan (agunan).

Kredit dapat digolongkan dalam berbagai macam kategori. Macam-macam kredit dilihat dari tujuannya, dapat dibedakan sebagai berikut:

13

13 R. Ali Ridho, Hukum Dagang, Bandung, Alumni, 1992, hlm. 273.

(35)

1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperoleh/membeli barang-barang dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang bersifat konsumtif.

2. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi.

3. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barang-barang untuk dijual lagi, yang terdiri atas kredit perdagangan dalam dan luar negeri.

Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.

Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian Kreditur ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah Debitur.

14

Perjanjian kredit jika dilihat dari pemikiran para sarjana Windscheid, Goudeket, Losecaat-Vermeer, Asser-Kleyn dan sebagainya, maka perjanjian kredit dapat digolongkan ke dalam dua kelompok:

15

1. Kelompok kesatu menyatakan:

“Bahwa perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian uang merupakan satu perjanjian sifatnya konsensual”.

2. Kelompok kedua menyebutnya:

“Bahwa perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian uang merupakan dua buah perjanjian yang masing-masing bersifat konsensual dan riil”.

14 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 71

15 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997, hlm. 5

(36)

Jadi, untuk dapat dilaksanakannya pemberian kredit, harus ada suatu persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai Kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai Debitur dimana hal ini disebut dengan perjanjian kredit.

Kedudukan perjanjian kredit didalam hukum perjanjian sebagaimana diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang membagi perjanjian kedalam dua yaitu perjanjian yang bernama dan perjanjian yang tidak bernama.

Perjanjian yang bernama adalah suatu perjanjian yang diatur secara khusus

didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan nama perjanjian nya ada

disebutkan didalamnya. Sedangkan perjanjian tak bernama merupakan perjanjian

yang tidak diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata namun dalam

kenyataannya perjanjian tersebut ada dan berkembang sehingga akan diatur

didalam suatu Undang-undang tersendiri. Menurut Mariam Darus Badrulzaman

perjanjian kredit itu digolongkan kedalam perjanjian bernama yang termasuk

kedalam perjanjian pinjam-meminjam. Sedangkan Menurut Prof. Subekti, semua

pemberian kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian pinjam-meminjam

sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 s/d 1769 Kitab Undang-undang Hukum

Perdata. Perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak

yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-

barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini

mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (Pasal

1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Dalam hal ini, Prof. Subekti melihat

kredit sebagai suatu hal yang umum. Sementara, perjanjian kredit yang diberikan

oleh bank memiliki karakteristik yang khusus, terutama berkaitan dengan konsep

utang. Pada perjanjian kredit dalam bentuk Rekening Koran, utang yang timbul

(37)

sebagai akibat perjanjian tersebut bukanlah nilai pagu kredit yang diberikan oleh bank, melainkan jumlah yang benar-benar dipakai oleh Debitur. Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung, dalam hal peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.

16

Dalam praktik perbankan biasanya mendasarkan perjanjian kredit pada Buku Kedua (mengenai jamian kredit (bank)) dan Buku Ketiga Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Hal- hal yang berkaitan dengan jaminan kredit tunduk pada Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Sementara itu, untuk hal yang berkaitan dengan perjanjian kredit tunduk pada Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

17

Selain itu, dasar hukum perjanjian kredit juga dapat dijumpai dalam:

1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal Oktober 1966, Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau

16 Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 3-4.

17 Djoli S. Gozali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 319.

(38)

Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya;

3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis;

4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;

5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).

B. Pentingnya Perjanjian Kredit bagi Berbagai Pihak

Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban untuk membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.

Peranjian kredit ini mempunyai peranan yang penting bagi masyarakat,

badan usaha, maupun pemerinatahan tepatnya dalam hal pembiayaan perbankan,

(39)

dimana Kreditur memberikan sejumlah uangnya kepada Debitur untuk dapat digunakan dalam keperluannya seperti penambahan modal usaha, dalam hal jual beli, dan kegiatan kegiatan usaha Debitur lainnya dengan mengembalikan uang yang telah diberikan oleh Kreditur secara mengangsur.

Pentingnya suatu perjanjian kredit sangat dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi pengguna perseorangan badan usaha, masyarakat, maupun pemerintah.

Antara lain:

1. Dari segi Perseorangan, setiap orang tentu mempunyai suatu keinginan

tertentu, namun tidak semua orang dapat memenuhi keinginan tersebut

dengan alasan tidak tersedianya dana yang cukup untuk memenuhi

kebutuhan tersebut. Oleh karena itu disini sangat diperlukan yang

namanya perjanjian kredit, dengan demikian orang tersebut mendapat

pinjaman dana dari bank yang kemudian dapat digunakan sesuai dengan

keperluan dan keinginannya. Penggunaan kredit dapat memberikan

kemudahan bagi orang perseorangan, misalnya dengan adanya kredit

seseorang yang tidak mempunyai uang tunai untuk membeli suatu barang,

dengan adanya kredit maka orang tersebut dapat mencicil harga atas suatu

barang dengan penggunaan kredit. Selain itu apabila ada seseorang yang

akan memulai suatu usaha namun keterbatasan dana menjadi kendala,

kredit disini berperan penting dalam memberikan pinjaman dana. Dengan

demikian maka seseorang yang sebelumnya tidak dapat menjangkau

kebutuhan yang diperlukannya, dengan adanya perjanjian kredit ini sangat

membantu seseorang tersebut untuk memenuhi segala sesuatu yang

(40)

diperlukanya tidak dengan mengeluarkan uang secara tunai serta dapat dicicil sesuai dengan kemampuannya kepada bank.

2. Dari segi Perusahaan, perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya tentu tidak terlepas dari keperluan dana agar dapat meningkatkan kualitas usahanya, karena tidak semua perusahaan dapat memenuhi kebutuhan untuk menjalankan usahanya. Untuk mendapatkan dana maka perusahaan tersebut harus melakukan perjanjian kredit dengan bank. Penggunaan kredit bagi perusahaan sangat dibutuhkan terutama dalam hal sewa guna usaha (leasing). Selain itu kredit bagi perusahaan juga penting untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya, dalam hal membayar gaji- gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Sehingga dengan terpenuhinya semua keperluan dana tersbut maka dapat meningkatkan keuntungan dan daya produksi serta kinerja perusahaan tersebut menjadi lebih baik lagi .

3. Dari segi Bank, terkait dengan fungsinya bank disini mempunyai peranan sebagai penyedia dana untuk dapat disalurkan kepada Debiturnya. Kredit yang diberikan oleh bank sangat mendukung berlangsungnya kegiatan bank itu, karena dengan adanya perjanjian kredit antara bank dengan Debiturnya maka bank dapat menentukan syarat dan kondisi tertentu dalam pengembalian jumlah uang yang dipinjamkan kepada Debitur.

Dalam perjanjian kredit ini biasanya bank menentukan sejumlah suku

bunga tertentu yang harus dibayarkan oleh Debiturnya selama waktu

pembayaran itu berlangsung. Dari hasil bunga yang dibayarkan oleh

Debitur tersebut maka bank telah mendapatkan suatu keuntungan,

(41)

keuntungan dari bunga ini biasanya menjadi penghasilan pokok dari suatu bank. Semakin banyak perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank dengan Debiturnya maka semakin banyak keuntungan yang dapat dirasakan oleh bank tersebut. Namun bank juga harus tetap berhati-hati dalam memberikan kreditnya kepada Debitur, karena dalam prakteknya banyak juga Debitur yang melakukan wanprestasi dan kelalaian sehingga tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit.

4. Bagi Pemerintah, suatu pemerintahan tentu mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu Negara, pemerintah yang baik tentu akan menciptakan kebijakan yang tepat bagi masyrakatnya, kebijakan yang tepat dapat mendorong perkembangan ekonomi masyarakat tersebut menuju lebih baik lagi secara universal. Perjanjian kredit juga memberikan peranan yang sangat penting, karena kegiatan perjanjian kredit ini merupakan salah satu strategi yang diandalkan oleh pemerintah untuk membangun pertumbuhan perekonomian masyarakat secara menyeluruh.

Dengan adanya perjanjian kredit ini Pemerintah dapat mengajak dan memotivasi masyarakat untuk dapat mendorong kegiatan usaha yang dilakukan oleh masrayarakat dan juga dapat dimanfaatkan oleh Negara sebagai salah satu alat untuk mendorong semua kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintahan. Dengan tercapainya kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh elemen masyrakat.

Adapun beberapa peranan yang penting dari perjanjian kredit bagi suatu

pemerintahan, yaitu sebagai berikut:

(42)

a. Alat untuk memacu pertumbuhan ekonomi secara umum b. Alat untuk mengendalikan kegiatan moneter

c. Alat untuk menciptakan lapangan usaha d. Menciptakan dan memperluas pasar e. Meningkatkan pendapatan negara

5. Bagi Masyarakat, Jika membahas mengenai masyarakat berarti membahas mengenai orang banyak. Orang banyak disini tentu mempunyai tujuan yang berbeda-beda terhadap perjanjian kredit. Namun secara umum masyarakat mempergunakan perjanjian kredit sebagai sarana untuk dapat memperoleh dana dari bank untuk dapat digunakan sesuai dengan keperluan masing-masing orang dalam masyrakat tersebut.

Secara umum, pentingnya perjanjian kredit bagi masyarakat adalah sebagai berikut:

a. Untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan ekonomi b. Untuk mengurangi tingkat pengangguran

c. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

d. Untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat yang menyimpan uang dibank

C. Pertimbangan dalam Pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank

Dalam pemberian kredit, bank wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana

yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 10 Tahun

1998, yaitu:

(43)

(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.

(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiyaan berdasarkan prinsirp syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut:

18

1. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;

2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;

3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

18 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 62-63.

(44)

5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi;

6. Penyelesaian sengketa.

Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah Debitur.

Untuk mencegah terjadinya kredit masalah dikemudian hari, bank dalam memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.

19

Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Personality

Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain- lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.

2. Purpose

Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.

3. Prospect

Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya,

19 Ibid, hlm. 63-65.

(45)

apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.

4. Payment

Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan kredit dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.

Mengenai Formula 5C diuraikan sebagai berikut:

1. Character

Bahwa calon nasabah Debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik.

2. Capacity

Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah Debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat beralan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.

3. Capital

Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.

4. Collateral

Adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan

sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas

wanprestasinya nasabah Debitur di kemudian hari.

(46)

5. Condition of economy

Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.

Pemberian kredit oleh bank merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, yang juga sebagai aset utama serta sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan dalam menjalankan fungsi dan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam kenyataannya, kredit yang diberikan bank tadi sebagian besar tidak dapat dikembalikan secara yang bersangkutan, akhirnya menimbulkan kredit-kredit macet.

20

Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada Debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu:

21

1. Prinsip kepercayaan

Dalam hal ini dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah Debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah Debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.

2. Prinsip kehati-hatian (prusential principle)

Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah Debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan

20 Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 269.

21 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 66.

(47)

secara konsisten berdasarkan iktikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.

Dalam proses pemberian kredit oleh bank, pada umumnya terdapat beberapa tahap, seperti yang dijelaskan berikut ini:

22

1. Pengajuan Permohonan/Aplikasi Kredit

Untuk memperoleh kredit dari bank, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan/aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan/aplikasi tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan.

Dalam mengajukan permohonan/aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang- kurangnya memuat beberapa hal, yaitu;

a. Profil perusahaan beseta pengurusnya b. Tujuan dan manfaat kredit

c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit d. Cara pengembalian kredit

e. Agunan atau jaminan kredit

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen- dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu:

a. Akta pendirian perusahaan b. Indentitas (KTP) para pengurus c. Tanda daftar perusahaan (TDP) d. Nomor pokok wajib pajak (NPWP)

22 Ibid, hlm. 68-71

(48)

e. Neraca dan laporan rugi laba tiga tahun terakhir f. Fotokopi sertifikat yang dijadikan jaminan

Sedangkan untuk permohonan/aplikasi kredit bagi perseorangan adalah sebagai berikut:

a. Mengisi aplikasi kredit yang telah disediakan oleh bank b. Tujuan dan manfaat kredit

c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit d. Cara pengembalian kredit

e. Agunan atau jaminan kredit (kalau diperlukan)

Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilengkapi dengan melampirkan semua dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu:

a. Fotokopi indentitas (KTP) yang bersangkutan b. Kartu keluarga (KK)

c. Slip gaji yang bersangkutan 2. Penelitian Berkas Kredit

Setelah permohonan/aplikasi kredit tersebut diterima oleh bank, maka bank akan melakukan penelitian secara mendalam dan mendetail terhadap berkas aplikasi kredit yang diajukan. Apabila dari hasil penelitian yang dilakukan itu, bank berpendapat bahwa berkas aplikasi tersebut telah lengkap dan memenuhi syarat, maka bank akan melakukan tahap selanjutnya yaitu penilaian kelayakan kredit.

Adapun apabila ternyata berkas kredit yang diajukan tersebut belum

lengkap dan belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, maka bank

akan meminta kepada pemohon kredit untuk melengkapinya.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Antara Para Penggugat dan Tergugat juga tidak mencantumkan syarat batal maka sesuai dengan ketentuan Pasal 1266 KUH Perdata “ Hakim adalah leluasa untuk, menurut keadaan,

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 dijelaskan bahwa benda (yang ada diwilayah Negara RI atau diluar Negara RI) yang dibebani dengan jaminan

pada Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyatakan, pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi. 2)

Pendapat demikian juga sesuai dengan pertumbuhan hukum Anglo Amerika menurut sistem common law, di mana pemegang hipotek (mortgagee) dianggap memperoleh hak eigendom atas benda

Perusahaan Sewa Guna Usaha (leasing) kegiatan utamanya adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk memenuhi keperluan barang-barang modal oleh debitur. Pemenuhan pembiayaan

Seiring dengan berkembangnya waktu, arisan yang dulu dilakukan dengan bertatap secara langsung, sekarang lahirlah inovasi yaitu arisan berbasis online. Namun,

1) Peraturan Mahkamah Agung ini berlaku untuk mediasi yang perkaranya diproses di Pengadilan. 2) Setiap hakim, mediator, dan para pihak wajib mengkuti prosedur medisi yang

Dampak meningkatnya perkara perceraian yang terjadi di Mahkamah Syar’iyah Meulaboh dan dampak terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dikurangi ataupun