DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara
Oleh :
HARIS SAPUTRA 130200234
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)
Oleh :
HARIS SAPUTRA 130200234
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh :
Prof. Dr. H. Hasim Purba, S.H., M.Hum.
NIP. 196603031985081001
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Tan Kamello, S.H., M.S. Eko Yudhistira, S.H., M.Kn.
NIP. 196204211988031004 NIP. 198212072009121003
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : HARIS SAPUTRA
NIM : 130200234
JUDUL SKRIPSI : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG DIBERIKAN OLEH LEMBAGA PERBANKAN (STUDI DI PT. BANK ACEH CABANG MEDAN)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa ini skripsi yang saya tulis tersebut diatas adalah benar tidak merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan orang lain maka segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau tekanan dari pihak manapun.
Medan, Desember 2016
HARIS SAPUTRA
NIM : 130200234
ABSTRAK
Haris Saputra *) Tan Kamello **) Eko Yudhistira ***)
Lembaga perbankan dan lembaga jaminan sangat berpengaruh dalam rangka mendorong pembagunan ekonomi Indonesia, karena bank memiliki peran yang salah satunya yaitu memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat. Untuk dapat menjamin terpenuhinya kewajiban Debitur sebagai penggunna fasilitas kredit maka sangat dibutuhkan suatu lembaga jaminan yang paling efektif dan aman untuk perjanjian kredit yaitu benda tidak bergerak dengan jaminan Hak Tanggungan. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian skripsi ini adalah hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan, prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, hambatan ataupun kendala dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, dan hak serta kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan sebagai Kreditur dengan Debiturnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah yuridis normatif dan bersifat deskriptif analisis, dengan cara menganalisis bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer, sekunder, maupun tersier.
Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan norma- norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Adapun metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan penelitian kepustakaan, serta penelitian lapangan yang dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan staf atau pegawai PT. Bank Aceh Cabang Medan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan dapat disimpulkan bahwa hal yang dapat menyebabkan dilaksanakannya eksekusi jaminan Hak Tanggungan, yaitu dikarenakan Debitur cidera janji atau sering disebut dengan wanprestasi sehingga kolektibilitas kredit Debitur menjadi macet. Prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan dilakukan dengan cara penjualan dibawah tangan dan parate eksekusi melalui pelelangan umum. Masalah ataupun kendala yang timbul pada saat proses pelaksanaan eskekusi jaminan Hak Tangguggan antara lain sulitnya pengosongan objek Hak Tanggungan, penentuan limit pada saat penjualan, dan adanya tekanan dari pihak Debitur. Dengan adanya suatu eksekusi jaminan Hak Tanggungan, maka para pihak yang bersangkutan tentunya mempunyai masing-masing hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Kata Kunci : Pelaksanaan Eksekusi, Jaminan Hak Tanggungan
*) Mahasiswa Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
**) Dosen Pembimbing I, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
***) Dosen Pembimbing II, Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum USU
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, kekuatan, petunjuk, dan ijin-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi ini, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul dari skripsi ini adalah Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan).
Penulis menyadari dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini banyak diberi bantuan dan dukungan dari berbagai pihak berupa saran dan masukan dalam mengatasi kesulitan yang dihadapi oleh penulis, sehingga pada kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Budiman Ginting S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. H. OK Saidin S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
3. Puspa Melati Hasibuan, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Sekretaris Departemen Hukum Perdata.
6. Prof. Dr. Tan Kamello, S.H.,M.S., selaku Dosen Pembimbing I penulis, yang telah banyak memberikan masukan serta dengan sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
7. Bapak Eko Yudhistira, S.H.,M.Kn., selaku Dosen Pembimbing II penulis, yang juga telah banyak membantu penulis dalam memberikan masukan serta dengan sabar membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
8. Bapak Mulhadi,S.H., M.Hum., selaku Dosen Penasehat Akademik.
9. Seluruh staf dan pengajar Fakultas Hukum USU yang dengan penuh dedikasi menuntun dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan sampai dengan menyelesaikan skripsi ini.
10. Terima kasih kepada PT. Bank Aceh Cabang Medan, yang telah memberikan izin untuk dapat melakukan riset serta memberikan informasi dan data-data yang diperlukan selama mengerjakan skripsi ini.
11. Terima kasih yang sebesar-besarnya dan sangat mendalam kepada
kedua orang tua penulis Ayahanda Faisal Anwar dan Ibunda Nurjani,
yang telah banyak memberikan dukungan moril, materil, dan kasih
sayang mereka yang tidak pernah putus sampai sekarang dan
selamanya.
memberikan dukungan kepada penulis selama menjalani proses perkuliahan sampai dengan selesainya skripsi ini.
13. Saudaraku, Putri Indah S.E., dan Sultan Maulana Ibrahim serta Reynald A.P. Simamora dan Niky Azura Patricia dan saudara Edi Nugraha.
14. Teman-teman Organisasi BTM Aladdinsyah, S.H., Saufie, M. Zikri, Almunawar, Denny, Aries Rahman, Dimas Pratama, Hendra Adiwijaya, dan teman-teman yang lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
15. Untuk seseorang yang spesial yang telah sangat-sangat membantu dan mendukung sepenuhnya mulai dari awal perkuliahan hingga terselesai penulisan skripsi ini, Kiki Pratiwi.
16. Buat teman-teman seperjuangan Liga Saplendra Ginting, Ade Ikhsan
Sauqi, M.Syarif, Rangga P. Hutasuhut, Ganang A. Agustio, Dimas
Huzaifah, Prasetyo, Abdi C. Tarigan, Denny Gunawan, Naskel
Simajuntak, Gibran Dasopang, Alfi Syahrin Nst., Agung N. Daulay,
Magdalena Sitompul, Florenshia, Paula, Rio A. Sialagan, Ridho
Darmawan, Astri P. Juwanda, Harry Septiadi, Melvin dan teman-
teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
banyak memberikan dukungan kepada penulis dan selalu menjadi
sahabat yang baik bagi penulis.
selesai.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan, semoga apa yang telah kita lakukan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis memohon maaf kepada Bapak atau Ibu dosen pembimbing, dan dosen penguji atas sikap dan kata yang tidak berkenan selama penulisan skripsi ini.
Medan, Desember 2016 Penulis,
Haris Saputra
130200234
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... vi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Permasalahan... 10
C. Tujuan Penulisan ... 11
D. Manfaat Penulisan ... 11
E. Metode Penilitian ... 12
F. Keaslian Penulisan ... 15
G. Sistematika Penulisan ... 17
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT BANK ... 19
A. Pengertian dan Dasar Hukum mengenai Perjanjian Kredit ... 19
B. Pentingnya Perjanjian Kredit bagi Berbagai Pihak ... 27
C. Pertimbangan dalam Pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank .... 31
D. Implementasi Prinsip 5C dalam Pemberian Kredit ... 40
E. Hapusnya Perjanjian Kredit antara Kreditur dan Debitur ... 43
A. Pengertian dan Jenis-jenis Jaminan Pada Umumnya ... 50 B. Pemberian Jaminan dalam Berbagai Perspektif ... 56 C. Prosedur Pemberian Jaminan Hak Tanggungan untuk Mendapatkan Fasilitas Kredit dari Bank ... 67 D. Jaminan Hak Tanggungan untuk Melindungi Hak-hak Kreditur dalam Menagih Pelunasan Utang Debitur... 71 E. Kedudukan Kreditur dalam Penjaminan dengan Hak Tanggungan ... 77
BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK
TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG
DIBERIKAN OLEH KREDITUR ... 82
A. Profil PT. Bank Aceh ... 82
B. Hal-hal yang Menyebabkan Terjadinya Eksekusi Jaminan Hak
Tanggungan ... 91
C. Prosedur Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan oleh
PT. Bank Aceh Cabang Medan ... 93
D. Masalah-masalah dalam Proses Pelaksanaan Eksekusi Jaminan
Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan ... 106
Medan dengan Debitur ... 110
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 113
A. Kesimpulan ... 113
B. Saran ... 116
DAFTAR PUSTAKA ... 118
LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi didalam suatu masyarakat tidak terlepas dari adanya keperluan untuk memenuhi kebutuhan dana agar dapat mendukung suatu kegiatan usaha atau ekonomi seseorang maupun badan usaha. Untuk dapat terciptanya suatu pembagunan ekonomi dan kesejahteraan rakyat sebagaimana yang maksudkan dalam Pasal 33 Undang–undang Dasar 1945 yang mengisyaratkan bahwa kesejahteraan sosial dan kemakmuran masyarakat itu sangat diutamakan, maka sangat diperlukan adanya suatu lembaga penyedia dana yang bersedia memberikan dananya untuk perorangan maupun badan usaha agar dapat mendorong pembangungan ekonomi secara keseluruhan yang merupakan bagian dari pembagunan ekonomi secara nasional. Lembaga Jaminan juga penting dalam rangka mendorong pembagunan ekonomi Indonesia, karena perkembangan ekonomi dan perdagangan akan diikuti oleh perkembangan kebutuhan akan kredit dan pemberian fasilitas kredit ini memerlukan suatu jaminan demi keamanan pemberian kredit tersebut.
Terdapat beberapa penggolongan lembaga jaminan, yaitu jaminan yang
lahir karena ditentukan oleh undang-undang dan karena perjanjian, jaminan umum
dan khusus, jaminan bersifat kebendaan dan perorangan, jaminan yang
mempunyai objek benda bergerak dan benda tidak bergerak, serta jaminan yang
menguasai bendanya dan tanpa menguasai bendanya.
Untuk dapat terwujudnya pemenuhan kebutuhan dana pinjaman, maka kehadiran lembaga Perbankan disini sangat berpengaruh, karena bank memiliki peran yang salah satunya yaitu memberikan fasilitas kredit kepada masyarakat, mengingat fungsi utama bank yaitu sebagai lembaga keuangan yang penghimpun dana masyarakat dan kemudian disalurkan kembali kepada masyarakat dengan berbagai bentuk kebutuhan. Pemberian fasilitas kredit merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu bank, karena sebagian besar pendapatan dari bank berasal dari sektor tersebut terutama dalam bentuk bunga, dapat dikatakan bank dapat berjalan dan berkembang karena adanya bunga dari suatu perjanjian kredit.
Mengenai Lembaga Perbankan diatur didalam Hukum Perbankan. Menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Pasal 1 angka 1 menyebutkan bahwa Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Bank sebagai Kreditur dalam kegiatannya memberikan kredit kepada
masyarakat sebagai Debitur, tentu membutuhkan perlindungan hukum agar dapat
terjamin pembayaran serta pelunasannya oleh Debitur dalam suatu perjanjian
kredit. Pelaksanaan pemberian kredit pada umumnya dilakukan dengan
mengadakan suatu perjanjian, yaitu perjanjian kredit. Kredit menurut Pasal 1
angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pinjam-meminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga. Perjanjian tersebut terdiri dari perjanjian pokok, yaitu
perjanjian utang piutang dan diikuti dengan perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh pihak Debitur.
Kredit umumnya berfungsi untuk mempelancar suatu kegiatan usaha dan khususnya bagi kegiatan perekonomian di Indonesia. Adapun tujuan utama pemberian suatu kredit adalah:
11. Mencari Keuntungan
Bertujuan untuk memperoleh hasil dari pemberian kredit tersebut. Hasil tersebut terutama dari bentuk bunga yang diterima oleh bank sebagai balas jasa dan biaya administrasi kredit yang dibebankan kepada nasabah.
2. Membantu Usaha Nasabah
Tujuan lainnya adalah untuk membantu usaha nasabah yang memerlukan dana, baik dana investasi maupun dana untuk modal kerja, maka pihak Debitur akan dapat mengembangkan dan memperluas usahanya.
3. Membantu Pemerintah
Bagi pemerintah semakin banyak kredit yang disalurkan oleh pihak Perbankan maka semakin baik, semakin banyak kredit berarti adanya peningkatan pembagunan diberbagai sektor.
Dalam pemberian kredit oleh bank, terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam suatu perjanjian kredit tersebut, antara lain:
21 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 96
2 Inda Puspita Sari Hasibuan, Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Bank Perkreditan Rakyat Rokan Hulu, S1 Kearsipan Fakultas Hukum, USU, 2015, hlm. 9.
1. Tidak didaftarkannya Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) ke Kantor Pertanahan guna penerbitan sertifikat Hak Tanggungan;
2. Objek Hak Tanggugan telah dijual oleh Debitur;
3. Debitur telah melakukan wanprestasi karena berbagai faktor;
4. Beralihnya objek Hak Tanggungan karena Pemberi Kuasa telah meninggal atau objek Hak Tanggungan menjadi tanah warisan dari berbagai pihak;
5. Objek Hak Tanggungan disewakan tanpa persetujuan Pemberi Pinjaman.
Perlindungan hukum disini dapat terwujud dengan adanya suatu jaminan, yang oleh bank dijadikan sebagai sesuatu yang dapat menjamin segala kewajiban dari Debiturnya. Salah satu unsur yang sangat penting dalam pemberian kredit adalah jaminan. Mengingat pentingnya kedudukan dana perkreditan tersebut dalam proses pembagunan, sudah seharusnya jika para pihak yang terkait mendapat perlindungan melalui suatu lembaga jaminan yang kuat dan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang berkepentingan.
Hukum jaminan yang kuat dan pasti merupakan salah satu unsur untuk
mempercepat pertumbuhan perekonomian, karena bank sebagai penyedia dana
sudah pasti memerlukan jaminan dan perlindungan hukum yang memadai ketika
memberikan kredit kepada perorangan maupun perusahaan, bahkan keberadaan
hukum jaminan yang kuat serta memberikan kepastian hukum dan mudah dalam
eksekusinya sangat menguntukan bagi para pihak yang berkepentingan.
Jaminan menjadi hal yang paling penting karena mempunyai kedudukan dalam mengurangi resiko kerugian bagi pihak bank. Adapun jaminan yang ideal dapat dilihat dari:
31. Dapat membantu memperoleh kredit bagi pihak yang memerlukan;
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si penerima kredit untuk meneruskan usahanya;
3. Memberikan kepastian kepada kreditur dalam arti bahwa apabila perlu, maka diurungkan untuk melunasi hutang si Debitur.
Jaminan kredit yang disetujui dan diterima bank selanjutnya akan mempunyai beberapa fungsi dan salah satunya adalah untuk mengamankan pelunasan kredit apabila pihak Debitur cidera janji. Bila kredit yang diterima Debitur tidak dilunasi hingga waktu yang di perjanjikan dan hal tersebut disimpulkan sebagai kredit macet, jaminan kredit yang diterima bank akan diterima untuk pelunasan kredit macet tersebut.
Jaminan dari perjanjian kredit pada umumnya dibuat secara tertulis, yang biasanya didalam prakteknya senantiasa dituangkan dalam bentuk tertulis, sebagaimana dimuat dalam formulir atau model tertentu dari bank.
Dalam hukum perdata terdapat berbagai penggolongan perjanjian salah satunya yaitu mengenai perjanjian pokok dan perjanjian Accessoir. Kedua perjanjian tersebut sering ditemukan dalam kegiatan peminjaman uang, seperti dalam usaha pemberian kredit perbankan.
3 R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit (Termasuk Hak Tanggungan) menurut Hukum Indonesia, Alumni, Bandung, 1996, hlm 29.
Perjanjian kredit merupakan perjanjian pokok sedangkan jaminan kredit merupakan perjanjian Accessoir. Perjanjian pokok adalah perjanjian yang mendasari atau mengakibatkan dibuatnya perjanjian lain. Salah satu perjanjian pokok adalah berupa perjanjian kredit yang dibuat bank bersama Debitur dalam rangka kegiatan usaha pemberian kredit perbankan.
4Sedangkan Perjanjian Accessoir yaitu suatu perjanjian yang bersifat tambahan (ikutan) yang dikaitkan dengan perjanjian pokok. Dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian Accessoir itu ada karena adanya suatu perjanjian pokok.
Perjanjian jaminan merupakan perjanjian yang bersifat Accessoir yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Adanya suatu perjanjian bergantung pada perjanjian pokok;
2. Hapusnya perjanjian bergantung pada perjanjian pokok;
3. Jika perjanjian pokok itu batal, maka perjanjian ikutan juga akan ikut batal;
4. Perjanjian ikutan ikut beralih sesuai dengan beralihnya perjanjian pokok;
5. Jika hutang pokok beralih karena cessy atau subrogasi, maka perjanjian ikutan juga ikut beralih tanpa adanya perjanjian khusus.
Adapun peran penting dari adanya suatu jaminan adalah guna memberi hak dan kekuasaan kepada bank selaku Kreditur untuk mendapatkan pelunasan atas suatu piutang dengan barang-barang jaminan tersebut, apabila Debitur cidera janji dengan cara tidak membayar hutangnya tepat pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian. Hal ini mungkin saja terjadi karena tidak semua
4 M. Bashan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT.
RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2015, hlm.132-133.
nasabah yang menggunakan fasilitas kredit dapat menggunakan dananya dengan benar dan berhasil. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu lembaga jaminan untuk mengantisipasi agar Debitur dapat memenuhi kewajibannya. Salah satu bentuk Lembaga Jaminan yang menurut Lembaga Perbankan yang paling efektif dan aman dalam perjanjian kredit adalah benda tidak bergerak dengan jaminan Hak Tanggungan.
Hak Tanggungan itu dibentuk sebagai implementasi dari ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang Pokok Agraria yaitu pada Pasal 51 yang berbunyi
“Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bagunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan Undang- undang”.
Hak Tanggungan pada dasarnya dibebankan pada hak atas tanah dan juga sering kali terdapat benda-benda di atasnya bisa berupa bengunan, tanaman, dan hasil-hasil lainnya yang secara tetap merupakan kesatuan dengan tanah yang di jadikan jaminan.
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, yang
untuk selanjutnya disebut dengan Hak Tanggungan adalah Hak jaminan yang
dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-
undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria berikut
atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah,
untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan
kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur-kreditur lainnya. Kreditur tersebut
disebut juga sebagai Kreditur Preferent, yang membedakan nya dengan kreditur-
kreditur yang lain ialah, Kreditur yang satu ini memegang suatu jaminan yang dapat berupa Hak Tanggungan dan apabila terjadi suatu wanprestasi oleh Debitur, maka pelunasan hutangnya harus didahulukan daripada kreditur-kreditur yang lainnya (kreditur konkuren).
Penjelasan umum alinea ketiga Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, menyebutkan bahwa ciri-ciri dari Hak Tanggungan meliputi:
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului kepada pemegangnya;
b. Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapapun objek itu berada;
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan;
d. Mudah dan pasti pelaksanaan Eksekusinya;
e. Hak Tanggungan mempunyai ciri sebagai Hak Kebendaan, yaitu dapat dipertahankan terhadap pihak ketiga, dan selalu mengikuti bendanya ditangan siapapun benda itu berada (droit de suit).
Salah satu dari ciri-ciri yang dipaparkan dalam penjelasan Undang-undang di atas, yang menunjukan perlindungan bagi para Kreditur apabila pihak Debitur cidera janji yang menimbulkan kredit macet adalah mudah dan pasti terlaksana eksekusinya.
Wanprestasi merupakan salah satu penyebab dilakukannya eksekusi
jaminan Hak Tanggungan oleh bank. Wanprestasi atau cidera janji berarti tidak
terlaksananya atau dipenuhinya suatu perjanjian karena kesalahan pihak Debitur.
Menurut pendapat R. Subekti, wanprestasi (kelalaian atau kealpaan) seorang Debitur dapat berupa empat macam, yaitu:
51. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Lahirnya Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi terhadap jaminan Hak Tanggungan, lebih jelasnya terdapat pada Pasal 20, yang menyatakan:
(1) Apabila Debitor cidera janji, maka berdasarkan;
a. Hak pemegang Hak Tanggungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 berdasarkan Parate Eksekusi; atau
b. Title eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) untuk menjual objek Hak Tanggungan.
(2) Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjual objek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat di peroleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak.
5 R. Subekti (I), Hukum Perjanjian, Intermasa, Jakarta, 1994, hlm. 45.
Berdasarkan bunyi Pasal 20, maka dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dilakukan dengan tiga cara, yaitu Parate Eksekusi (tanpa campur tangan Pengadilan) atau pelelangan umum, menjual objek Hak Tanggungan berdasarkan Titel Eksekutorial, dan penjualan di bawah tangan. Ketiga cara eksekusi tersebut dilakukan oleh para Kreditur, salah satunya yaitu PT. Bank Aceh, dimana Bank tersebut juga menjadi objek penelitian yang dilakukan oleh penulis. Pelaksanaan eksekusi oleh PT. Bank Aceh dilaksanakan apabila Debitur cidera janji sehingga tidak terpenuhinya kewajiban Debitur untuk melaksanakan perjanjian kredit tersebut.
Walaupun telah adanya suatu undang-undang yang dibentuk guna mempermudah pelaksanaan eksekusi apabila Debitur cidera janji, namun pada kenyataannya masih banyak ditemui berbagai masalah pada saat eksekusi jaminan Hak Tanggungan itu dilakukan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis dalam penulisan skripsi ini mengangkat judul Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan).
B. Permasalahan
Berdasarkan pemaparan latar belakang penulisan di atas, maka dapat
disimpulkan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu sebagai
berikut :
1. Apa saja hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan?
2. Bagaimana prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan?
3. Apa saja masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan?
4. Bagaimana hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur?
C. Tujuan Penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan.
2. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan.
3. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan.
4. Untuk mengetahui hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT. Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur.
D. Manfaat Penulisan
Dari penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan manfaat antara
lain:
1. Secara Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pembagunan ilmu pengetahuan, sumbangan pemikiran, wawasan, dan informasi, serta memberikan tambahan literatur dan karya ilmiah dibidang hukum perdata secara umum, dan secara khusus dibidang hukum jaminan, yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.
2. Secara Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada masyarakat atau nasabah yang melakukan perjanjian kredit dengan bank agar lebih teliti dan dapat memahami pengikatan jaminan dengan Hak Tanggungan serta mekanisme dalam melaksanakan eksekusi jaminan Hak Tanggungan dari suatu perjanjian kredit oleh bank.
E. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, dengan cara menganalisi bahan hukum secara komprehensif baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yang diperoleh penulis selama melakukan penelitian.
Penulisan skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian
mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan pengadilan serta norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi objek penelitian serta hukum dalam pelaksanaannya di dalam masyarakat yang berkenaan dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.
3. Sumber Data a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya, baik melalui wawancara, observasi maupun laporan dalam bentuk dokumen tidak resmi yang kemudian diolah oleh peneliti.
6Dalam hal ini berupa data hasil wawancara dengan PT. Bank Aceh Cabang Medan
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undang.
7Berikut ini merupakan data-data sekunder yang dapat digunakan:
6 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2015, hlm. 106
7 Ibid
1) Bahan Hukum Primer
Bahan-bahan hukum yang mengikat terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan objek penelitian.
Misalnya: Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Undang-undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, Undang-undang No.
10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah buku-buku dan tulisan-tulisan ilmiah yang terkait dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.
4. Metode Pengumpulan Data a. Metode Penelitian Kepustakaan
Data kepustakaan yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, buku-buku, dokumen resmi, publikasi, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan hukum jaminan yang berfokus pada pelaksanaan eksekusi dengan jaminan Hak Tanggungan dalam suatu perjanjian kredit.
b. Metode Penelitian Lapangan
Data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang diperoleh
melalui wawancara dengan PT. Bank Aceh Cabang Medan.
5. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data dengan pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan hukum.
F. Keaslian Penulisan
Skripsi ini merupakan karya asli dari penulis. Setelah menelusuri kepustakaan banyak hasil penelitian tentang jaminan Hak Tanggungan, namun berdasarkan uji bersih yang dilakukan, penelitian dengan judul “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Hak Tanggungan dari Perjanjian Kredit yang diberikan oleh Lembaga Perbankan (Studi di PT.Bank Aceh Cabang Medan)” hingga saat ini belum ada. Dengan demikian, keaslian judul penulis dapat dipertanggungjawabkan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan judul di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara terdapat beberapa judul yang memiliki kesamaan dengan judul penulis, yaitu:
1. Nama : Alexander Johannes M. Simanjuntak NIM : 080200278
Judul : Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Wanprestasi Debitur
atas Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan
(Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk SKC
Polonia Medan).
2. Nama : Hirmawati Fanny Tampubolon NIM : 110200242
Judul : Pelindungan Hukum Kreditur Pemegang Jaminan Berupa Hak Tanggungan yang Mengalami Force Majeure dalam Perjanjian Kredit (Studi PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk Cabang Medan).
3. Nama : Eko Yolanda Putra NIM : 080200328
Judul : Perlindungan Hukum Pada Para Pihak Akibat Penjualan Hak Tanggungan Di Bawah Tangan (Studi Pada PT. Bank Mandiri Cabang Medan).
4. Nama : M. Rendra Hanafi NIM : 110200552
Judul : Aspek Hukum Terhadap Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Pelunasan Hutang Debitur (Studi pada PT. Bank Sumut Cabang Utama, Medan)
Walaupun terdapat kemiripan dengan beberapa judul beserta rumusan
masalah yang di atas, namun terdapat perbedaan lokasi penelitian dan substansi
pembahasan.
G. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian penulisan, dan sitematika penulisan.
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN
KREDIT BANK
Bab ini berisikan pengertian dan dasar hukum mengenai perjanjian kredit, pentingnya perjanjian kredit bagi berbagai pihak, pertimbangan dalam pemberian fasilitas kredit oleh bank, implementasi prinsip 5C dalam pemberian kredit, serta hapusnya perjanjian kredit antara kreditur dan Debitur.
BAB III PEMBERIAN JAMINAN UNTUK MENDAPAT FASILITAS KREDIT
Bab ini berisikan pengertian dan jenis-jenis jaminan pada
umumnya, pemberian jaminan dalam berbagai perspektif, prosedur
pemberian jaminan Hak Tanggungan untuk mendapatkan fasilitas
kredit dari bank, jaminan Hak Tanggungan untuk melindungi hak-
hak kreditur dalam menagih pelunasan utang Debitur, kedudukan
Kreditur dalam penjaminan dengan Hak Tanggungan.
BAB IV PELAKSANAAN EKSEKUSI JAMINAN HAK TANGGUNGAN DARI PERJANJIAN KREDIT YANG DIBERIKAN OLEH KREDITUR
Bab ini berisikan profil PT. Bank Aceh, hal-hal yang menyebabkan terjadinya eksekusi jaminan Hak Tanggungan pada PT. Bank Aceh Cabang Medan, prosedur pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan,masalah-masalah dalam proses pelaksanaan eksekusi jaminan Hak Tanggungan oleh PT. Bank Aceh Cabang Medan, serta hak dan kewajiban yang timbul dari adanya eksekusi jaminan Hak Tanggungan antara PT.
Bank Aceh Cabang Medan dengan Debitur.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan skripsi ini. Berisi
kesimpulan dari permasalahan pokok dari keseluruhan isi, dan
saran yang merupakan suatu upaya yang diusulkan agar hal-hal
yang dikemukakan dalam pembahasan permasalahan dapat
berguna.
BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT BANK
A. Pengertian dan Dasar Hukum Perjanjian Kredit
Menurut Pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian merupakan sumber dari perikatan.
Menurut ilmu pengetahuan hukum, dianut definisi bahwa perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
8Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan suatu perbuatan atau suatu persetujuan, dimana masing- masing pihak sepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.
Dari beberapa uraian mengenai pengertian perjanjian di atas terdapat beberapa unsur-unsur yang ada dalam suatu perjanjian, yaitu:
98 Mariam Darus Badrulzaman, Hukum Perikatan dalam KUH Perdata Buku Ketiga, Yurisprudensi, Doktri, serta Penjelasan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2015, hlm. 9
9 Rudi Pradisetia Sudirdja, Unsur-unsur Perjanjian, http://www.rudi pradisetia.com/2010/11/unsur-unsur-dalam-perjanjian-dalam.html, diakses pada tanggal 23 September 2016.
1. Unsur Essesialia adalah sesuatu yang harus ada yang merupakan hal pokok sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dan harus dicantumkan dalam suatu perjanjian. Bahwa dalam suatu perjanjian haruslah mengandung suatu ketentuan tentang prestasi-prestasi. Hal ini adalah penting disebabkan hal inilah yang membedakan antara suatu perjnajian dengan perjanjian lainnya.
Unsur Essesialia sangat berpengaruh sebab unsur ini digunakan untuk memberikan rumusan, definisi dan pengertian dari suatu perjanjian. Jadi essensi atau isi yang terkandung dari perjanjian tersebut yang mendefinisikan apa bentuk hakekat perjanjian tersebut. Misalnya essensi yang terdapat dalam definisi perjanjian jual beli dengan perjanjian tukar menukar. Maka dari definisi yang dimuat dalam definisi perjanjian tersebutlah yang membedakan antara jual beli dan tukar menukar.
2. Unsur Naturalia adalah ketentuan hukum umum, suatu syarat yang biasanya dicantumkan dalam perjanjian. Unsur-unsur atau hal ini biasanya dijumpai dalam perjanjian-perjanjian tertentu, dianggap ada kecuali dinyatakan sebaliknya.
Merupakan unsur yang wajib dimiliki oleh suatu perjanjian yang
menyangkut suatu keadaan yang pasti ada setelah diketahui unsur
essesialianya. Jadi terlebih dahulu harus dirumuskan unsur essesialianya
baru kemudian dapat dirumuskan unsur naturalianya. Misalnya jual beli
unsur naturalianya adalah bahwa si penjual harus bertanggung jawab
terhadap kerusakan-kerusakan atau cacat-cacat yang dimiliki oleh barang
yang dijualnya. Misalnya membeli sebuah televisi baru. Jadi unsur
essesialia adalah usnur yang selayaknya atau sepatutnya sudah diketahui oleh masyarakat dan dianggap suatu hal yang lazim atau lumrah.
3. Unsur Accidentalia, yaitu berbagai hal khusus (particular) yang dinyatakan dalam perjanjian yang disetujui oleh para pihak. Accidentalia artinya bisa ada atau diatur, bisa juga tidak ada, bergantung pada keinginan para pihak, merasa perlu untuk memuat ataukah tidak.
Selain itu accidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak.
Jadi unsur accidentalia lebih menyangkut mengenai faktor pelengkap dari unsur essesialia dan naturalia, misalnya dalam suatu perjanjian harus ada tempat dimana prestasi dilakukan.
Syarat sahnya suatu perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu:
1. Sepakat untuk mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua merupakan syarat subjektif berkaitan dengan
subjek perjanjian, artinya suatu perjanjian dapat diminta untuk dibatalkan apabila
salah satu syarat tidak terpenuhi. Sedangkan syarat ketiga dan keempat merupakan
syarat objektif berkaitan dengan objek perjanjian, artinya suatu perjanjian batal demi hukum jika tidak terpenuhi salah satu syarat.
Secara etimologis istilah kredit berasal dari bahasa latin, yaitu Cadere yang berarti kepercayaan. Misalkan, seorang nasabah Debitur yang memperoleh kredit dari bank adalah tentu seseorang yang mendapatkan kepercayaan dari bank.
Hal ini menunjukan bahwa apa yang menjadi dasar pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur adalah kepercayaan.
10Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu pengertian kredit adalah pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengansur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan penyedia keuangan lainnya.
11Pengertian kredit sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 11 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yaitu “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.
Apabila ditelusuri pengertian kredit lebih lanjut, maka dapat ditemukan beberapa unsur yang terdapat dalam makna kredit, yaitu:
1210 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 57.
11 Ibid
12 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm. 268-269.
1. Kepercayaan, yaitu adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikannya kepada nasabah peminjam dana yang akan dilunasinya sesuai dengan diperjanjikan pada waktu tertentu;
2. Waktu, yaitu adanya jangka waktu tertentu antara pemberian dan pelunasan kreditnya, jangka waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu disetujui atau disepakati bersama antara pihak bank dan nasabah peminjam dana;
3. Prestasi dan kontraprestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat tercapainya persetujuan atau kesepakatan pemberian kredit yang dituangkan dalam perjanjian kredit antara bank dan nasabah peminjam dana, yaitu berupa uang atau tagihan yang diukur dengan uang dan bunga atau imbalan, atau bahkan tanpa imbalan bagi bank syariah;
4. Risiko, yaitu adanya risiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk mengamankan pemberian kredit dan menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi dari nasabah peminjam dana, diadakanlah pengikatan jaminan (agunan).
Kredit dapat digolongkan dalam berbagai macam kategori. Macam-macam kredit dilihat dari tujuannya, dapat dibedakan sebagai berikut:
1313 R. Ali Ridho, Hukum Dagang, Bandung, Alumni, 1992, hlm. 273.
1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk memperoleh/membeli barang-barang dan kebutuhan-kebutuhan lainnya yang bersifat konsumtif.
2. Kredit produktif, yaitu kredit yang diberkan dengan tujuan untuk memperlancar jalannya proses produksi.
3. Kredit perdagangan, yaitu kredit yang diberikan dengan tujuan untuk membeli barang-barang untuk dijual lagi, yang terdiri atas kredit perdagangan dalam dan luar negeri.
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil.
Sebagai perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assessor-nya. Ada dan berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah bahwa terjanjinya perjanjian Kreditur ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank kepada nasabah Debitur.
14Perjanjian kredit jika dilihat dari pemikiran para sarjana Windscheid, Goudeket, Losecaat-Vermeer, Asser-Kleyn dan sebagainya, maka perjanjian kredit dapat digolongkan ke dalam dua kelompok:
151. Kelompok kesatu menyatakan:
“Bahwa perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian uang merupakan satu perjanjian sifatnya konsensual”.
2. Kelompok kedua menyebutnya:
“Bahwa perjanjian kredit dan perjanjian-perjanjian uang merupakan dua buah perjanjian yang masing-masing bersifat konsensual dan riil”.
14 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 71
15 Ignatius Ridwan Widyadharma, Hukum sekitar Perjanjian Kredit, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 1997, hlm. 5
Jadi, untuk dapat dilaksanakannya pemberian kredit, harus ada suatu persetujuan atau perjanjian antara bank sebagai Kreditur dengan nasabah penerima kredit sebagai Debitur dimana hal ini disebut dengan perjanjian kredit.
Kedudukan perjanjian kredit didalam hukum perjanjian sebagaimana diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang membagi perjanjian kedalam dua yaitu perjanjian yang bernama dan perjanjian yang tidak bernama.
Perjanjian yang bernama adalah suatu perjanjian yang diatur secara khusus
didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata, dan nama perjanjian nya ada
disebutkan didalamnya. Sedangkan perjanjian tak bernama merupakan perjanjian
yang tidak diatur didalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata namun dalam
kenyataannya perjanjian tersebut ada dan berkembang sehingga akan diatur
didalam suatu Undang-undang tersendiri. Menurut Mariam Darus Badrulzaman
perjanjian kredit itu digolongkan kedalam perjanjian bernama yang termasuk
kedalam perjanjian pinjam-meminjam. Sedangkan Menurut Prof. Subekti, semua
pemberian kredit pada hakekatnya merupakan perjanjian pinjam-meminjam
sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 s/d 1769 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata. Perjanjian pinjam-meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini
mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis dan mutu yang sama pula (Pasal
1754 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). Dalam hal ini, Prof. Subekti melihat
kredit sebagai suatu hal yang umum. Sementara, perjanjian kredit yang diberikan
oleh bank memiliki karakteristik yang khusus, terutama berkaitan dengan konsep
utang. Pada perjanjian kredit dalam bentuk Rekening Koran, utang yang timbul
sebagai akibat perjanjian tersebut bukanlah nilai pagu kredit yang diberikan oleh bank, melainkan jumlah yang benar-benar dipakai oleh Debitur. Menurut yurisprudensi Mahkamah Agung, dalam hal peminjaman uang, utang yang terjadi karenanya hanyalah terdiri atas jumlah uang yang disebutkan dalam perjanjian.
16Dalam praktik perbankan biasanya mendasarkan perjanjian kredit pada Buku Kedua (mengenai jamian kredit (bank)) dan Buku Ketiga Kitab Undang- undang Hukum Perdata. Hal- hal yang berkaitan dengan jaminan kredit tunduk pada Buku Kedua Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan yang lainnya. Sementara itu, untuk hal yang berkaitan dengan perjanjian kredit tunduk pada Buku Ketiga Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
17Selain itu, dasar hukum perjanjian kredit juga dapat dijumpai dalam:
1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2. Instruksi Presidium Kabinet Nomor 15/IN/10/66 tentang Pedoman Kebijakan di Bidang Perkreditan tanggal 3 Oktober 1966 juncto Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/539/UPK/Pemb. Tanggal Oktober 1966, Surat Edaran Bank Negara Indonesia Unit I Nomor 2/649/UPK/Pemb. Tanggal 20 Oktober 1966 dan Instruksi Presidium Kabinet Nomor 10/EK/2/1967 tanggal 6 Februari 1967, yang menyatakan bahwa bank dilarang melakukan pemberian kredit dalam berbagai bentuk tanpa adanya perjanjian kredit yang jelas antara bank dan nasabah atau
16 Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti, 1991, hlm. 3-4.
17 Djoli S. Gozali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 319.
Bank Sentral dan bank-bank lainnya. Dari sini jelaslah bahwa dalam memberikan kredit dalam berbagai bentuk wajib dibuatkan perjanjian atau akad kreditnya;
3. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/162/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 27/7/UPPB tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum, yang menyatakan bahwa setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati pemohon kredit dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis;
4. Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum;
5. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/3/PBI/2005 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/13/PBI/2006 mengenai Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK).
B. Pentingnya Perjanjian Kredit bagi Berbagai Pihak
Perjanjian kredit merupakan perjanjian konsensuil antara Debitur dengan Kreditur (dalam hal ini bank) yang melahirkan hubungan hutang piutang, dimana Debitur berkewajiban untuk membayar kembali pinjaman yang diberikan oleh Kreditur dengan berdasarkan syarat dan kondisi yang telah disepakati oleh para pihak.
Peranjian kredit ini mempunyai peranan yang penting bagi masyarakat,
badan usaha, maupun pemerinatahan tepatnya dalam hal pembiayaan perbankan,
dimana Kreditur memberikan sejumlah uangnya kepada Debitur untuk dapat digunakan dalam keperluannya seperti penambahan modal usaha, dalam hal jual beli, dan kegiatan kegiatan usaha Debitur lainnya dengan mengembalikan uang yang telah diberikan oleh Kreditur secara mengangsur.
Pentingnya suatu perjanjian kredit sangat dirasakan oleh berbagai pihak, baik bagi pengguna perseorangan badan usaha, masyarakat, maupun pemerintah.
Antara lain:
1. Dari segi Perseorangan, setiap orang tentu mempunyai suatu keinginan
tertentu, namun tidak semua orang dapat memenuhi keinginan tersebut
dengan alasan tidak tersedianya dana yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Oleh karena itu disini sangat diperlukan yang
namanya perjanjian kredit, dengan demikian orang tersebut mendapat
pinjaman dana dari bank yang kemudian dapat digunakan sesuai dengan
keperluan dan keinginannya. Penggunaan kredit dapat memberikan
kemudahan bagi orang perseorangan, misalnya dengan adanya kredit
seseorang yang tidak mempunyai uang tunai untuk membeli suatu barang,
dengan adanya kredit maka orang tersebut dapat mencicil harga atas suatu
barang dengan penggunaan kredit. Selain itu apabila ada seseorang yang
akan memulai suatu usaha namun keterbatasan dana menjadi kendala,
kredit disini berperan penting dalam memberikan pinjaman dana. Dengan
demikian maka seseorang yang sebelumnya tidak dapat menjangkau
kebutuhan yang diperlukannya, dengan adanya perjanjian kredit ini sangat
membantu seseorang tersebut untuk memenuhi segala sesuatu yang
diperlukanya tidak dengan mengeluarkan uang secara tunai serta dapat dicicil sesuai dengan kemampuannya kepada bank.
2. Dari segi Perusahaan, perusahaan dalam melaksanakan kegiatannya tentu tidak terlepas dari keperluan dana agar dapat meningkatkan kualitas usahanya, karena tidak semua perusahaan dapat memenuhi kebutuhan untuk menjalankan usahanya. Untuk mendapatkan dana maka perusahaan tersebut harus melakukan perjanjian kredit dengan bank. Penggunaan kredit bagi perusahaan sangat dibutuhkan terutama dalam hal sewa guna usaha (leasing). Selain itu kredit bagi perusahaan juga penting untuk meningkatkan produksi dalam operasionalnya, dalam hal membayar gaji- gaji pegawai atau biaya-biaya lainnya yang berkaitan dengan proses produksi perusahaan. Sehingga dengan terpenuhinya semua keperluan dana tersbut maka dapat meningkatkan keuntungan dan daya produksi serta kinerja perusahaan tersebut menjadi lebih baik lagi .
3. Dari segi Bank, terkait dengan fungsinya bank disini mempunyai peranan sebagai penyedia dana untuk dapat disalurkan kepada Debiturnya. Kredit yang diberikan oleh bank sangat mendukung berlangsungnya kegiatan bank itu, karena dengan adanya perjanjian kredit antara bank dengan Debiturnya maka bank dapat menentukan syarat dan kondisi tertentu dalam pengembalian jumlah uang yang dipinjamkan kepada Debitur.
Dalam perjanjian kredit ini biasanya bank menentukan sejumlah suku
bunga tertentu yang harus dibayarkan oleh Debiturnya selama waktu
pembayaran itu berlangsung. Dari hasil bunga yang dibayarkan oleh
Debitur tersebut maka bank telah mendapatkan suatu keuntungan,
keuntungan dari bunga ini biasanya menjadi penghasilan pokok dari suatu bank. Semakin banyak perjanjian kredit yang dilakukan oleh bank dengan Debiturnya maka semakin banyak keuntungan yang dapat dirasakan oleh bank tersebut. Namun bank juga harus tetap berhati-hati dalam memberikan kreditnya kepada Debitur, karena dalam prakteknya banyak juga Debitur yang melakukan wanprestasi dan kelalaian sehingga tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar kredit.
4. Bagi Pemerintah, suatu pemerintahan tentu mempunyai peranan yang sangat penting bagi suatu Negara, pemerintah yang baik tentu akan menciptakan kebijakan yang tepat bagi masyrakatnya, kebijakan yang tepat dapat mendorong perkembangan ekonomi masyarakat tersebut menuju lebih baik lagi secara universal. Perjanjian kredit juga memberikan peranan yang sangat penting, karena kegiatan perjanjian kredit ini merupakan salah satu strategi yang diandalkan oleh pemerintah untuk membangun pertumbuhan perekonomian masyarakat secara menyeluruh.
Dengan adanya perjanjian kredit ini Pemerintah dapat mengajak dan memotivasi masyarakat untuk dapat mendorong kegiatan usaha yang dilakukan oleh masrayarakat dan juga dapat dimanfaatkan oleh Negara sebagai salah satu alat untuk mendorong semua kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintahan. Dengan tercapainya kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah maka dampaknya akan dirasakan oleh seluruh elemen masyrakat.
Adapun beberapa peranan yang penting dari perjanjian kredit bagi suatu
pemerintahan, yaitu sebagai berikut:
a. Alat untuk memacu pertumbuhan ekonomi secara umum b. Alat untuk mengendalikan kegiatan moneter
c. Alat untuk menciptakan lapangan usaha d. Menciptakan dan memperluas pasar e. Meningkatkan pendapatan negara
5. Bagi Masyarakat, Jika membahas mengenai masyarakat berarti membahas mengenai orang banyak. Orang banyak disini tentu mempunyai tujuan yang berbeda-beda terhadap perjanjian kredit. Namun secara umum masyarakat mempergunakan perjanjian kredit sebagai sarana untuk dapat memperoleh dana dari bank untuk dapat digunakan sesuai dengan keperluan masing-masing orang dalam masyrakat tersebut.
Secara umum, pentingnya perjanjian kredit bagi masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Untuk mendorong pertumbuhan dan perluasan ekonomi b. Untuk mengurangi tingkat pengangguran
c. Untuk meningkatkan pendapatan masyarakat
d. Untuk memberikan rasa aman bagi masyarakat yang menyimpan uang dibank
C. Pertimbangan dalam Pemberian Fasilitas Kredit oleh Bank
Dalam pemberian kredit, bank wajib memerhatikan hal-hal sebagaimana
yang ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 10 Tahun
1998, yaitu:
(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
Berkaitan dengan itu, menurut penjelasan Pasal 8 ayat (2) dikemukakan bahwa pedoman perkreditan dan pembiyaan berdasarkan prinsirp syariah yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yang wajib dimiliki dan diterapkan oleh bank dalam pemberian kredit adalah sebagai berikut:
181. Pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis;
2. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan Nasabah Debitur yang antara lain diperoleh dari penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari Nasabah Debitur;
3. Kewajiban bank untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
4. Kewajiban bank untuk memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;
18 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 62-63.
5. Larangan bank untuk memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada Nasabah Debitur dan atau pihak-pihak terafiliasi;
6. Penyelesaian sengketa.
Ketentuan Pasal 8 ayat (1) dan (2) di atas merupakan dasar atau landasan bagi bank dalam menyalurkan kreditnya kepada nasabah Debitur.
Untuk mencegah terjadinya kredit masalah dikemudian hari, bank dalam memberikan persetujuan terhadap suatu permohonan kredit dilakukan dengan berpedoman kepada Formula 4P dan Formula 5C.
19Formula 4P dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Personality
Dalam hal ini pihak bank mencari data secara lengkap mengenai kepribadian si pemohon kredit, antara lain mengenai riwayat hidupnya, pengalamannya dalam berusaha, pergaulan dalam masyarakat, dan lain- lain. Hal ini diperlukan untuk menentukan persetujuan kredit yang diajukan oleh pemohon kredit.
2. Purpose
Selain mengenai kepribadian (personality) dari pemohon kredit, bank juga harus mencari data tentang tujuan atau penggunaan kredit tersebut sesuai line of business kredit bank yang bersangkutan.
3. Prospect
Dalam hal ini bank harus melakukan analisis secara cermat dan mendalam tentang bentuk usaha yang akan dilakukan oleh pemohon kredit. Misalnya,
19 Ibid, hlm. 63-65.
apakah usaha yang dijalankan oleh pemohon kredit mempunyai prospek di kemudian hari ditinjau dari aspek ekonomi dan kebutuhan masyarakat.
4. Payment
Bahwa dalam penyaluran kredit, bank harus mengetahui dengan jelas mengenai kemampuan kredit dari pemohon kredit untuk melunasi utang kredit dalam jumlah dan jangka waktu yang ditentukan.
Mengenai Formula 5C diuraikan sebagai berikut:
1. Character
Bahwa calon nasabah Debitur memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang baik.
2. Capacity
Yang dimaksud dengan capacity dalam hal ini adalah kemampuan calon nasabah Debitur untuk mengelola kegiatan usahanya dan mampu melihat prospektif masa depan, sehingga usahanya akan dapat beralan dengan baik dan memberikan keuntungan, yang menjamin bahwa ia mampu melunasi utang kreditnya dalam jumlah dan jangka waktu yang telah ditentukan.
3. Capital
Dalam hal ini bank harus terlebih dahulu melakukan penelitian terhadap modal yang dimiliki oleh pemohon kredit.
4. Collateral
Adalah jaminan untuk persetujuan pemberian kredit yang merupakan
sarana pengaman (back up) atas risiko yang mungkin terjadi atas
wanprestasinya nasabah Debitur di kemudian hari.
5. Condition of economy
Dalam pemberian kredit oleh bank, kondisi ekonomi secara umum dan kondisi sektor usaha pemohon kredit perlu memperoleh perhatian dari bank untuk memperkecil risiko yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi tersebut.
Pemberian kredit oleh bank merupakan unsur yang terbesar dari aktiva bank, yang juga sebagai aset utama serta sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan dalam menjalankan fungsi dan usahanya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Dalam kenyataannya, kredit yang diberikan bank tadi sebagian besar tidak dapat dikembalikan secara yang bersangkutan, akhirnya menimbulkan kredit-kredit macet.
20Pada dasarnya pemberian kredit oleh bank kepada Debitur berpedoman kepada dua prinsip, yaitu:
211. Prinsip kepercayaan
Dalam hal ini dikatakan bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah Debitur selalu didasarkan kepada kepercayaan. Bank mempunyai kepercayaan bahwa kredit yang diberikannya bermanfaat bagi nasabah Debitur sesuai dengan peruntukannya, dan terutama sekali bank percaya nasabah Debitur yang bersangkutan mampu melunasi utang kredit beserta bunga dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
2. Prinsip kehati-hatian (prusential principle)
Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya, termasuk pemberian kredit kepada nasabah Debitur harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip ini antara lain diwujudkan dalam bentuk penerapan
20 Djoni S. Gozali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 269.
21 Hermansyah, Op.Cit, hlm. 66.
secara konsisten berdasarkan iktikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan.
Dalam proses pemberian kredit oleh bank, pada umumnya terdapat beberapa tahap, seperti yang dijelaskan berikut ini:
221. Pengajuan Permohonan/Aplikasi Kredit
Untuk memperoleh kredit dari bank, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengajukan permohonan/aplikasi kredit kepada bank yang bersangkutan. Permohonan/aplikasi tersebut harus dilampiri dengan dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan.
Dalam mengajukan permohonan/aplikasi kredit oleh perusahaan sekurang- kurangnya memuat beberapa hal, yaitu;
a. Profil perusahaan beseta pengurusnya b. Tujuan dan manfaat kredit
c. Besarnya kredit dan jangka waktu pelunasan kredit d. Cara pengembalian kredit
e. Agunan atau jaminan kredit
Permohonan/aplikasi kredit tersebut dilampirkan dengan dokumen- dokumen pendukung yang dipersyaratkan, yaitu:
a. Akta pendirian perusahaan b. Indentitas (KTP) para pengurus c. Tanda daftar perusahaan (TDP) d. Nomor pokok wajib pajak (NPWP)
22 Ibid, hlm. 68-71